Kerusakan Plafon Rumah Sakit di Indonesia: Menelusuri Penyebab, Dampak, dan Solusi Mitigasi Gempa

Dipublikasikan oleh Wafa Nailul Izza

27 Mei 2025, 13.05

Freepik.com

Pendahuluan

 

Rumah sakit adalah fasilitas vital yang harus tetap berfungsi dalam segala kondisi, termasuk saat bencana seperti gempa bumi. Namun, salah satu elemen arsitektural yang sering kali luput dari perhatian adalah plafon. Melalui studi berjudul "Relationship of Damage Causes and Ceiling Damage Levels in Indonesia Hospital" oleh Rita Laksmitasari Rahayu, Sugeng Triyadi S., dan Lily Tambunan (2022), diketahui bahwa plafon rumah sakit di Indonesia sangat rentan terhadap kerusakan, baik akibat gempa maupun faktor-faktor lain seperti kebocoran dan kesalahan konstruksi.

 

Penelitian ini menelaah 39 data kerusakan dari 28 rumah sakit daerah di Indonesia dan menunjukkan bahwa walau kebocoran air menjadi penyebab paling umum, gempa bumi tetap menjadi penyebab kerusakan paling fatal.

 

Latar Belakang dan Urgensi Studi

 

Kerusakan arsitektural seperti plafon dapat menyebabkan kegagalan fungsional rumah sakit meskipun struktur utama masih berdiri. Pasien yang sedang dirawat memiliki mobilitas terbatas, dan plafon yang runtuh berpotensi mencelakai mereka. Oleh karena itu, memahami hubungan antara penyebab dan tingkat kerusakan plafon adalah langkah penting dalam meningkatkan ketahanan rumah sakit di Indonesia.

 

Tujuan dan Metodologi Penelitian

 

Tujuan utama penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan antara penyebab kerusakan dengan tingkat keparahan kerusakan plafon. Data dikumpulkan melalui observasi lapangan di tiga rumah sakit dan tinjauan literatur terhadap 25 rumah sakit lainnya. Penelitian menggunakan metode kuantitatif, termasuk teknik open coding dan content analysis dari artikel media daring, serta pengukuran tingkat kerusakan berdasarkan European Macroseismic Scale (EMS).

 

Hasil Temuan Utama

 

1. Lokasi Rawan Kerusakan

 

Sebanyak 72% kerusakan plafon ditemukan di unit rawat inap, lokasi yang paling kritis karena pasien tidak dapat menyelamatkan diri secara cepat. Unit ICU, instalasi farmasi, dan ruang tunggu publik juga terdampak namun lebih jarang.

 

2. Jenis dan Pola Kerusakan

 

  • 62% kerusakan berupa runtuhnya plafon secara penuh.
  • 28% kerusakan pada rangka plafon yang menggantung atau lepas.
  • 8% akibat jamur karena kelembaban.

 

3. Penyebab Kerusakan Plafon

 

  • Kebocoran air (44%): Sumber utama kerusakan ringan (level 1).
  • Gagal konstruksi & material buruk (23%): Banyak menyebabkan kerusakan menengah (level 2).
  • Gempa bumi (23%): Penyebab utama kerusakan berat (level 3 dan 4).
  • Penurunan kualitas material (10%): Kontribusi kecil namun berdampak kumulatif.

 

4. Tingkat Kerusakan

 

Berdasarkan EMS:

 

  • Level 1: Jamur dan bercak hitam di plafon.
  • Level 2: Plafon terkelupas sebagian.
  • Level 3: Rangka rusak sebagian dan plafon jatuh.
  • Level 4: Rangka dan seluruh plafon runtuh.

 

5. Studi Kasus Tambahan

 

Salah satu insiden di RSUD Sinjai, Sulawesi Selatan, menunjukkan plafon runtuh hanya setahun setelah renovasi. Pasien hampir tertimpa material plafon. Sumber utama masalah adalah kebocoran air dari pipa kamar mandi lantai atas yang tidak terdeteksi sejak awal.

 

Analisis dan Opini

 

Penelitian ini sangat kuat dalam mengaitkan antara kondisi material, sistem instalasi, dan potensi gempa dengan tingkat kerusakan plafon. Salah satu kritik utama terhadap praktik konstruksi rumah sakit di Indonesia adalah ketergantungan pada metode pemasangan plafon sederhana yang tidak memperhitungkan kekuatan gempa. Hal ini berlawanan dengan praktik terbaik internasional yang mengutamakan desain berbasis performa (performance-based design).

 

Jika dibandingkan dengan studi oleh Achour et al. (2011) di Jepang dan WHO (2010), rumah sakit Indonesia masih tertinggal dalam sistem evaluasi komponen non-struktural. Sementara negara-negara lain telah mengembangkan indeks keselamatan rumah sakit yang menyertakan plafon sebagai elemen krusial, Indonesia masih fokus pada kerusakan struktural.

 

Implikasi Praktis dan Rekomendasi

 

Desainer dan Kontraktor: Harus menerapkan standar anti-gempa untuk komponen plafon, termasuk pemilihan rangka dan pengikat yang tahan guncangan.

 

Manajemen Rumah Sakit: Rutin menginspeksi plafon terutama setelah musim hujan dan gempa.

 

Pemerintah: Perlu menetapkan regulasi khusus untuk instalasi plafon di fasilitas kesehatan.

 

Akademisi: Diperlukan riset lanjut dengan cakupan lebih luas dan teknik inspeksi yang lebih modern seperti drone atau thermal imaging untuk mendeteksi kelembaban tersembunyi.

 

 

Kesimpulan

 

Plafon rumah sakit merupakan komponen vital non-struktural yang selama ini kurang diperhatikan dalam konteks mitigasi bencana. Studi ini menegaskan pentingnya integrasi antara kualitas material, teknik konstruksi, dan evaluasi berkala untuk menjamin keselamatan pasien dan staf medis. Ke depan, standar nasional tentang instalasi dan pemeliharaan plafon di fasilitas kesehatan harus diperbarui secara menyeluruh.

 

Sumber:

 

Rahayu, R. L., Triyadi, S. S., & Tambunan, L. (2022). Relationship of Damage Causes and Ceiling Damage Levels in Indonesia Hospital. Civil Engineering and Architecture, 10(1), 163–174. https://doi.org/10.13189/cea.2022.100115