Krisis Air, Diplomasi, dan Pentingnya Paradigma Baru
Isu air lintas negara kini menjadi salah satu tantangan terbesar abad ke-21, terutama di kawasan Asia Selatan yang padat penduduk dan rentan perubahan iklim. Sungai Ganges, yang mengalir dari Himalaya melintasi India dan Bangladesh, menjadi sumber kehidupan bagi ratusan juta orang, sekaligus sumber konflik dan potensi kerja sama. Paper karya Sajid Karim ini menawarkan perspektif baru: alih-alih sekadar membagi volume air, kedua negara didorong untuk berbagi manfaat (benefit-sharing) yang lebih luas, mulai dari ekonomi, ekologi, hingga sosial12.
Artikel ini sangat relevan dengan tren global, di mana pendekatan tradisional berbasis kuantitas air semakin tidak memadai menghadapi tekanan populasi, perubahan iklim, dan dinamika politik domestik. Dengan menyoroti studi kasus Ganges dan membandingkannya dengan praktik benefit-sharing di sungai internasional lain, paper ini memberikan kontribusi penting bagi diskursus kebijakan air lintas negara.
Latar Belakang: Mengapa Benefit-sharing Diperlukan?
Tantangan Klasik: Konflik dan Keterbatasan Perjanjian Lama
- Konflik sejarah: Sejak 1951, India dan Bangladesh (dulu Pakistan Timur) berselisih soal pembangunan Farakka Barrage oleh India, yang mengalihkan air Ganges ke Hooghly demi menyelamatkan pelabuhan Kolkata. Dampaknya, Bangladesh mengalami kekeringan di musim kemarau dan banjir di musim hujan1.
- Perjanjian 1996: Ganges Water Sharing Treaty menjadi tonggak penting, namun hanya mengatur pembagian volume air di musim kering, tanpa memperhitungkan aspek ekologi, ekonomi, atau adaptasi perubahan iklim. Perjanjian ini akan berakhir pada 2026, dan negosiasi baru diprediksi semakin rumit akibat tekanan populasi dan politik domestik India12.
Realitas Baru: Tekanan Populasi, Iklim, dan Politik
- Populasi: Ganges Basin dihuni lebih dari 600 juta jiwa, dengan kepadatan 400 orang/km². Proyeksi 2025: 720 juta jiwa1.
- Ketersediaan air: Di India, ketersediaan air per kapita turun dari 1.545 m³/tahun (2011) menjadi 1.235 m³/tahun (proyeksi 2050), di bawah ambang “water stress” 1.700 m³/tahun1.
- Iklim: 80% debit Ganges terjadi saat monsun (Juni–Oktober), menyebabkan banjir, sementara musim kemarau (November–Mei) terjadi kekeringan. Perubahan iklim memperparah variabilitas ini, dengan prediksi kenaikan suhu dan perubahan curah hujan 10–25% per tahun1.
- Politik domestik India: Konflik antarnegara bagian (misal Bihar vs West Bengal soal Farakka) membuat pemerintah pusat India sulit mengambil keputusan strategis tanpa konsensus lokal. Contoh: kegagalan perjanjian Teesta karena veto West Bengal1.
Konsep Benefit-sharing: Dari Bagi Air ke Bagi Manfaat
Definisi dan Kerangka Analisis
Benefit-sharing adalah proses berbagi manfaat ekonomi, ekologi, sosial, dan politik yang dihasilkan dari pengelolaan sungai bersama, bukan sekadar membagi volume air12. Sadoff & Grey (2002) membagi manfaat menjadi empat tipe:
- Manfaat untuk sungai: Perlindungan ekosistem, kualitas air, dan keanekaragaman hayati.
- Manfaat dari sungai: Ekonomi (irigasi, energi, transportasi), sosial, dan pertanian.
- Manfaat karena sungai: Pengurangan biaya konflik, peningkatan stabilitas politik.
- Manfaat di luar sungai: Integrasi ekonomi regional, perdamaian, dan pembangunan lintas sektor1.
Studi Kasus: Ganges Basin dan Potensi Benefit-sharing
1. Navigasi dan Transportasi Air
- Sejarah: Jaringan sungai Ganges dan anak sungainya sejak abad ke-4 SM menjadi jalur perdagangan utama. Namun, sejak 1947, transportasi air lintas batas menurun drastis1.
- Data: Bangladesh kehilangan 15.600 km jalur air dalam beberapa dekade terakhir, kini hanya 5.968 km yang bisa dilayari saat monsun, dan 3.865 km di musim kemarau. India punya 14.500 km jalur air, tapi hanya 20 juta ton kargo/tahun yang diangkut lewat sungai, jauh di bawah potensi1.
- Peluang benefit-sharing:
- India dapat akses murah ke provinsi timur laut melalui jalur air Bangladesh.
- Bangladesh mendapat pemasukan transit, peningkatan debit air, dan pengurangan emisi karbon.
- Nepal, negara tanpa laut, bisa ekspor-impor lewat jalur air ini, menghemat biaya logistik hingga 10 kali lipat dibanding jalan darat1.
2. Proyek Bendungan Multipurpose
- Masalah: 80% debit Ganges terjadi saat monsun, menyebabkan banjir, sementara musim kemarau kekeringan. Penyimpanan air di bendungan bisa menyeimbangkan distribusi air sepanjang tahun1.
- Data:
- Nepal punya 28 lokasi potensial bendungan, 9 di antaranya berkapasitas total 110 miliar m³.
- Potensi listrik air di Nepal: 40.000 MW, baru 1.127 MW yang terealisasi (kurang dari 3%). Nilai ekonomi: US$5 miliar/tahun, setara 17% PDB Nepal1.
- Proyeksi: Bendungan di Nepal bisa meningkatkan debit Ganges di musim kemarau hingga 2–3 kali lipat, mendukung irigasi, transportasi, dan ekosistem di Bangladesh dan India13.
- Benefit-sharing:
- Nepal dapat pemasukan dari penjualan listrik dan air.
- India dan Bangladesh dapat air tambahan di musim kemarau, mengurangi konflik dan mendukung pertanian serta transportasi13.
3. Pengelolaan Bersama Sundarbans
- Fakta: Sundarbans, hutan mangrove terbesar dunia (10.000 km²), 60% di Bangladesh, 40% di India. Menopang 15 juta jiwa, menjadi benteng alami dari badai dan banjir1.
- Ancaman: Penurunan debit Ganges di musim kemarau meningkatkan intrusi salinitas, mengancam ekosistem dan ekonomi lokal. Perubahan iklim dan kenaikan muka air laut memperparah risiko1.
- Benefit-sharing:
- Pengelolaan bersama memungkinkan transfer air segar dari Bangladesh ke India melalui Sungai Ichamoti.
- Kolaborasi dalam mitigasi bencana, konservasi, dan adaptasi iklim, serta pemenuhan komitmen internasional (UNESCO, RAMSAR, CBD)1.
Bagaimana Mewujudkan Benefit-sharing? Rekomendasi Kebijakan
1. Perubahan Paradigma dan Kebijakan
- Dari bagi air ke bagi manfaat: Negosiasi tidak lagi fokus pada volume air, tapi pada manfaat ekonomi, ekologi, dan sosial yang bisa dioptimalkan bersama12.
- Pertukaran data dan studi bersama: Transparansi data hidrologi dan proyek sangat penting. Saat ini, India masih membatasi akses data, menghambat kepercayaan dan perencanaan bersama1.
- Harmonisasi kebijakan nasional: Kebijakan air nasional harus mengadopsi perspektif lintas batas dan integrasi sektor (IWRM), bukan sekadar prioritas domestik1.
2. Penguatan Kelembagaan
- Joint River Commission (JRC): Perlu diperkuat dengan mandat lebih luas, melibatkan aktor non-negara (akademisi, LSM, masyarakat lokal), dan diperluas ke Nepal untuk pengelolaan bendungan1.
- Platform sub-regional: Inisiatif BBIN (Bangladesh, Bhutan, India, Nepal) bisa menjadi forum efektif untuk proyek lintas negara, khususnya bendungan dan transportasi air1.
3. Keterlibatan Pihak Ketiga dan Diplomasi Multi-level
- Peran pihak ketiga: Donor internasional, lembaga keuangan, dan organisasi regional dapat memfasilitasi investasi, transfer teknologi, dan mediasi konflik14.
- Diplomasi track-II dan track-III: Dialog informal antara akademisi, LSM, dan masyarakat sipil penting untuk membangun kepercayaan dan mengidentifikasi solusi inovatif1.
4. Mekanisme Resolusi Konflik
- Pentingnya mekanisme penyelesaian sengketa: Perjanjian masa depan harus memuat prosedur penyelesaian konflik yang jelas, belajar dari kegagalan perjanjian sebelumnya yang tidak memiliki mekanisme ini1.
Studi Banding: Praktik Benefit-sharing di Sungai Internasional Lain
- Senegal River Basin: Empat negara Afrika membangun dua bendungan bersama, berbagi listrik, air irigasi, dan transportasi. Hasil: peningkatan ekonomi, pengurangan konflik, dan pembangunan infrastruktur bersama1.
- Columbia River Basin: Kanada dan AS membangun empat bendungan, berbagi manfaat listrik dan pengendalian banjir. Kanada mendapat kompensasi ekonomi, AS mendapat keamanan pasokan listrik dan pengendalian banjir1.
- Orange-Senqu River Basin: Lesotho dan Afrika Selatan berbagi air dan listrik dari proyek bendungan, menciptakan win-win solution1.
- Mekong River Basin: Enam negara Asia Tenggara berbagi manfaat irigasi, listrik, transportasi, dan perdagangan, meski tantangan politik tetap ada154.
Tantangan dan Keterbatasan Pendekatan Benefit-sharing
- Proses negosiasi panjang: Identifikasi manfaat dan pembagian biaya/manfaat sering memakan waktu puluhan tahun, seperti di Columbia dan Orange-Senqu1.
- Risiko overemphasis pada ekonomi: Proyek besar seperti bendungan bisa berdampak negatif pada lingkungan dan masyarakat lokal jika EIA/SIA diabaikan1.
- Keterlibatan lokal: Seringkali masyarakat terdampak tidak dilibatkan dalam negosiasi, padahal mereka yang paling merasakan dampak langsung1.
- Konteks politik: Keberhasilan sangat tergantung pada stabilitas politik dan kemauan pemerintah untuk berbagi kedaulatan dan manfaat1.
Analisis Kritis dan Opini
Nilai Tambah Paper
- Originalitas: Paper ini menonjol karena menggeser fokus dari “bagi air” ke “bagi manfaat”, menawarkan solusi konkret di tengah kebuntuan negosiasi air lintas negara12.
- Relevansi global: Konsep benefit-sharing semakin diadopsi di banyak sungai internasional, sejalan dengan rekomendasi lembaga seperti IUCN dan World Bank534.
- Kritik: Paper ini kurang membahas strategi kuantifikasi manfaat secara praktis dan belum mengeksplorasi peran teknologi baru (misal, sensor IoT, AI) dalam monitoring dan optimasi manfaat. Selain itu, aspek politik domestik dan dinamika kekuasaan di India dan Bangladesh masih menjadi “black box” yang perlu riset lebih lanjut1.
Perbandingan dengan Penelitian Lain
- Studi UN-Water dan World Resources Institute juga menekankan pentingnya benefit-sharing dan tata kelola inklusif dalam mengelola air lintas negara54.
- Kasus Indus (India–Pakistan) dan Nil (Ethiopia–Mesir) menunjukkan bahwa benefit-sharing lebih efektif jika manfaat bersama jelas dan kekuatan politik relatif seimbang. Jika tidak, negosiasi cenderung buntu atau berujung konflik54.
Menuju Kerja Sama Air yang Berkelanjutan
Paper ini menegaskan bahwa masa depan kerja sama air lintas negara, khususnya di Ganges Basin, sangat bergantung pada kemauan untuk beralih dari paradigma “bagi air” ke “bagi manfaat”. Dengan mengoptimalkan manfaat ekonomi, ekologi, dan sosial, serta memperkuat kelembagaan dan transparansi, Bangladesh, India, dan Nepal dapat menciptakan win-win solution yang berkelanjutan dan adaptif terhadap perubahan iklim dan dinamika politik123.
Rekomendasi utama:
- Adopsi benefit-sharing dalam negosiasi perjanjian baru Ganges.
- Perkuat JRC dan platform sub-regional.
- Libatkan masyarakat lokal dan pihak ketiga dalam perencanaan dan implementasi.
- Pastikan mekanisme penyelesaian konflik dan monitoring manfaat berjalan efektif.
Sumber Artikel
Sajid Karim. Transboundary Water Cooperation between Bangladesh and India in the Ganges River Basin: Exploring a Benefit-sharing Approach. Master thesis in Sustainable Development at Uppsala University, No. 2020/63, 48 pp, 30 ECTS/hp.