Pentingnya Membangun Sistem Keselamatan Kerja dari Dalam
Keselamatan dan kesehatan kerja (K3) bukan hanya tentang helm dan rompi—lebih dari itu, K3 adalah investasi dalam kualitas hidup pekerja dan efisiensi proyek. Di sektor konstruksi, terutama di negara berkembang seperti Iran, implementasi sistem K3 sering kali tidak menyentuh akar masalah: perilaku manusia, komitmen manajemen, dan budaya organisasi.
Melalui disertasi yang ditulis oleh Mehdi Pourmazaherian (2020) di Universiti Teknologi Malaysia, sebuah kerangka kerja K3 disusun secara sistematis untuk menjawab tantangan keselamatan di industri konstruksi Iran. Studi ini menyasar 600 pekerja konstruksi dari sektor publik dan swasta, menggunakan pendekatan kuantitatif berbasis Structural Equation Modeling (SEM) dan Confirmatory Factor Analysis (CFA).
Mengapa Iran Butuh Framework Keselamatan Baru?
Iran menghadapi tingkat kecelakaan konstruksi yang sangat tinggi, dengan laporan dari Iranian Legal Medicine Organization menyatakan bahwa 45% kecelakaan kerja terjadi di sektor konstruksi, dan 50% di antaranya bersifat fatal. Ironisnya, hanya 12% dari total pekerja Iran yang bekerja di sektor ini, menunjukkan bahwa tingkat keparahan kecelakaan sangat ekstrem.
Faktor-faktor penyebabnya antara lain:
- Kurangnya pelatihan keselamatan
- Manajemen yang tidak berkomitmen terhadap K3
- Alat pelindung diri tidak tersedia
- Desain lokasi kerja yang buruk
- Perilaku berisiko dari pekerja muda atau tidak berpengalaman
Tujuan dan Cakupan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk:
- Mengukur tingkat keselamatan kerja aktual di lapangan
- Mengidentifikasi faktor-faktor dominan yang memengaruhi keselamatan
- Menilai pengaruh orientasi keselamatan sebagai mediator
- Mengembangkan framework terintegrasi untuk industri konstruksi Iran
Framework yang dikembangkan melibatkan tiga pilar utama:
- Faktor pekerja (kompetensi, psikologi, pengalaman)
- Faktor organisasi (investasi, pelatihan, inspeksi, komitmen manajemen)
- Faktor lingkungan (alat, sinyal, kondisi proyek)
Temuan Utama: Siapa yang Sebenarnya Paling Berpengaruh terhadap Keselamatan?
1. Faktor Pekerja dan Organisasi Mempunyai Dampak Signifikan
Hasil SEM menunjukkan bahwa:
- Faktor pekerja dan organisasi memiliki pengaruh langsung dan signifikan terhadap keselamatan kerja
- Faktor lingkungan tidak memiliki pengaruh signifikan
- Orientasi keselamatan (safety orientation) menjadi mediator penting antara faktor pekerja dan hasil keselamatan
Ini berarti bahwa pendekatan teknis semata (alat dan sinyal keselamatan) tidak cukup efektif jika perilaku pekerja dan kepemimpinan manajemen tidak ditingkatkan.
2. Kurangnya Pelaporan Kecelakaan Mengaburkan Gambaran Nyata
Penelitian ini mengungkap bahwa banyak kecelakaan tidak dilaporkan karena ketakutan akan sanksi atau budaya tutup mulut. Hal ini mengganggu sistem pencatatan dan membuat manajemen tidak bisa merespons secara tepat.
3. Pekerja Muda dan Tak Terlatih Paling Rentan
Pekerja usia 15–24 tahun memiliki tingkat kecelakaan tertinggi, mayoritas adalah buruh tanpa pelatihan. Kurangnya pengalaman, pengawasan, dan pengetahuan keselamatan membuat kelompok ini sangat rentan.
4. Manajemen Tidak Memberikan Komitmen yang Nyata
Hanya sedikit manajer proyek yang:
- Aktif dalam inspeksi keselamatan
- Menyediakan pelatihan rutin
- Mengintegrasikan K3 ke dalam strategi proyek
Ini menunjukkan "komitmen semu" terhadap keselamatan: kebijakan ada, tapi tidak diterapkan.
Framework Keselamatan Kerja yang Diusulkan
Framework yang dikembangkan meliputi:
- Pengaruh faktor pekerja terhadap orientasi keselamatan → lalu ke performa keselamatan
- Pengaruh faktor organisasi melalui orientasi keselamatan → ke performa
- Faktor lingkungan hanya berpengaruh kecil
Contoh konkrit (data penelitian):
- Kompetensi kerja memengaruhi performa keselamatan secara signifikan (β = 0.45)
- Manajemen yang aktif dalam inspeksi keselamatan memiliki kontribusi besar terhadap penurunan kecelakaan (β = 0.39)
- Faktor lingkungan seperti alat dan kondisi kerja menunjukkan korelasi yang lemah (β < 0.10)
Analisis Tambahan dan Perbandingan
Penelitian ini sangat relevan untuk dibandingkan dengan model K3 di negara seperti Singapura atau Jepang, yang menempatkan:
- Manajemen sebagai aktor utama keselamatan
- Pelaporan kecelakaan sebagai kewajiban mutlak
- Pelatihan sebagai bagian dari sistem kompetensi pekerja
Sementara di Iran dan banyak negara berkembang lainnya, pelatihan keselamatan belum jadi prioritas, bahkan proyek besar sekali pun sering abai soal inspeksi rutin dan audit keselamatan.
Rekomendasi Praktis
- Pelatihan Keselamatan Wajib dan Berkala
- Fokus pada psikologi keselamatan, pengenalan risiko, dan prosedur darurat.
- Audit dan Inspeksi K3 Harus Ditingkatkan
- Jadwal inspeksi harus bersifat sistematis dan dilaksanakan oleh tim independen.
- Komitmen Manajemen Bukan Sekadar Slogan
- Manajer wajib hadir dalam investigasi kecelakaan dan menjadi role model keselamatan.
- Sistem Pelaporan Kecelakaan yang Transparan
- Budaya menyalahkan harus dihapus. Pelaporan menjadi indikator performa proyek, bukan beban pekerja.
- Perancangan Lokasi Kerja yang Aman
- Desain area kerja dan alur material harus mempertimbangkan faktor ergonomi dan risiko pergerakan alat.
Kesimpulan: Keselamatan Bukan Alat Promosi, Tapi Tanggung Jawab Nyata
Penelitian ini menyimpulkan bahwa keselamatan di proyek konstruksi Iran sangat tergantung pada manusia dan organisasi, bukan semata alat atau prosedur. Untuk benar-benar menciptakan tempat kerja yang aman, diperlukan perubahan budaya kerja dari atas ke bawah, dimulai dari komitmen manajemen hingga pelatihan pekerja paling dasar.
Framework yang ditawarkan tidak hanya relevan bagi Iran, tapi juga bisa menjadi acuan bagi negara berkembang lain, termasuk Indonesia, yang masih berjuang menurunkan angka kecelakaan konstruksi.
Keselamatan bukan biaya—ini adalah investasi jangka panjang dalam produktivitas, reputasi, dan keberlanjutan industri konstruksi.
Sumber : Pourmazaherian, M. (2020). A Framework of Occupational Safety and Health in Construction Industries for Safety Performance in Iran (Doctoral dissertation, Universiti Teknologi Malaysia).