Kenapa Penerapan Kebijakan Keselamatan di Proyek Konstruksi Masih Lemah? Studi Lapangan di 30 Proyek Gedung Indonesia

Dipublikasikan oleh Dewi Sulistiowati

23 Mei 2025, 09.07

pixabay.com

Masalah Klasik Konstruksi: Kecelakaan Kerja yang Tak Kunjung Reda

Meski telah memiliki regulasi K3 konstruksi sejak lama, sektor konstruksi di Indonesia masih mencatat tingkat kecelakaan kerja yang tinggi. Studi oleh Akhmad Suraji (2022) memperlihatkan bahwa implementasi kebijakan keselamatan di proyek konstruksi gedung bertingkat tinggi belum optimal, meskipun kebijakan tersebut telah dirumuskan dalam bentuk norma, standar, pedoman, dan kriteria (NSPK).

Penelitian ini memetakan 30 proyek gedung bertingkat di Jabodetabek, dengan observasi langsung dan kuesioner kepada 70 orang profesional K3, serta audit terhadap 65 isu kebijakan keselamatan. Temuan-temuan dari lapangan ini mengungkap kesenjangan besar antara kebijakan dan pelaksanaannya.

Gambaran Umum Kecelakaan di Sektor Konstruksi

Menurut data Jamsostek 2008–2010, tercatat 6.266 kasus kecelakaan kerja di jasa konstruksi, dengan 446 kematian. Ironisnya, sektor ini menyumbang 32% dari seluruh kecelakaan kerja nasional, meski tidak menyerap mayoritas tenaga kerja. Kecelakaan menimbulkan bukan hanya kerugian nyawa, tapi juga keterlambatan proyek, inflasi biaya, serta penurunan produktivitas dan reputasi.

Data ini menunjukkan bahwa sistem keselamatan saat ini belum mampu menekan risiko secara sistematis, dan dibutuhkan evaluasi menyeluruh terhadap kebijakan K3 dan implementasinya di lapangan.

Tujuan Penelitian dan Metode yang Digunakan

Tujuan utama studi ini adalah menilai sejauh mana perusahaan konstruksi telah menerapkan kebijakan keselamatan yang berlaku, serta menganalisis performa sistem manajemen keselamatan di lapangan.

Metode penelitian mencakup:

  • Survei di 30 proyek konstruksi gedung bertingkat tinggi
  • Audit terhadap 65 isu keselamatan, dikelompokkan dalam lima faktor utama: manusia, peralatan, organisasi, manajemen, dan lingkungan
  • Wawancara terstruktur terhadap 70 responden, mayoritas adalah safety officer (49%) dan safety supervisor (37%)
  • Analisis perbandingan antar jenis badan usaha, yaitu BUMN, swasta nasional, dan asing

Hasil Temuan Kunci

1. Penerapan Kebijakan Keselamatan Masih Rendah

  • Dari total 65 isu keselamatan, rata-rata hanya 58,2% yang diterapkan di lapangan.
  • Perusahaan asing menunjukkan penerapan hingga 99%, jauh melampaui BUMN (60%) dan swasta nasional (48%).
  • Artinya, perusahaan lokal masih tertinggal dalam manajemen keselamatan, baik dari sisi struktur, program, maupun sumber daya.

2. Faktor Manajemen Jadi Sumber Ketimpangan

  • Faktor manajemen mencakup program pelatihan, pengawasan, metode kerja, dan sistem pengendalian risiko.
  • Di antara lima kategori, hanya manajemen yang menunjukkan tingkat penerapan tertinggi (73%).
  • Faktor lain seperti manusia (51%), peralatan (52%), organisasi (58%), dan lingkungan (48%) masih rendah dan tidak konsisten.

3. Banyak Pekerja Tidak Mengetahui atau Tidak Menerapkan Kebijakan

  • Sebanyak 47 responden menyatakan tidak tahu atau tidak memahami kebijakan keselamatan tertentu.
  • 48 responden bahkan menyatakan tidak diwajibkan menerapkannya oleh perusahaan.
  • Hal ini menunjukkan kurangnya edukasi internal, kepemimpinan keselamatan, dan komunikasi yang efektif.

4. Teguran Paling Banyak Diterima Tim Lapangan

  • General supervisor, supervisor, dan safety engineer mendapat proporsi teguran tertinggi terkait pelanggaran kebijakan K3.
  • Pembuatan JSA (Job Safety Analysis) masih dominan hanya untuk tenaga kerja, belum mencakup keselamatan struktur dan peralatan.

Evaluasi Berdasarkan British Safety Council (BSC)

Penelitian ini juga menggunakan standar dari British Safety Council (2014) sebagai acuan untuk mengukur deviasi atau ketidaksesuaian sistem manajemen keselamatan.

Tiga elemen dengan nilai deviasi terbesar:

  • Manajemen risiko (selisih nilai 24)
  • Pelaksanaan pekerjaan (24)
  • Peralatan kerja (22)

Pada sistem tanggap darurat, deviasi paling tinggi terdapat pada:

  • Sistem alarm (15)
  • Penilaian risiko (13)
  • Peralatan pemadam kebakaran (10)

Artinya, meskipun manajemen proyek merasa telah menerapkan sistem keselamatan, kontrol darurat dan penanganan risiko spesifik belum berjalan optimal.

Kritik dan Analisis Tambahan

Kekuatan Studi:

  • Studi empiris berbasis data primer
  • Audit menyeluruh terhadap 65 isu kebijakan
  • Komparatif antar jenis perusahaan

Catatan Kritis:

  • Tidak membahas efektivitas pelatihan yang telah berjalan
  • Tidak memuat estimasi kerugian ekonomi dari kecelakaan
  • Masih minim rekomendasi teknis untuk reformasi kebijakan NSPK

Strategi Perbaikan yang Direkomendasikan

Berdasarkan temuan, berikut strategi perbaikan yang disarankan:

1. Penyusunan NSPK yang Lebih Lengkap

  • Sebagian besar produk kebijakan belum memiliki standar lengkap (N, S, P, K).
  • Pemerintah harus mengeluarkan template wajib untuk digunakan dalam setiap proyek.

2. Integrasi Sistem Keselamatan dalam Manajemen Proyek

  • Keselamatan harus menjadi bagian dari sistem cost, quality, dan time management, bukan elemen tambahan.

3. Sertifikasi dan Pelatihan Reguler

  • Semua kontraktor harus memiliki training roadmap tahunan, bukan hanya pelatihan awal proyek.

4. Keterlibatan Aktif Pekerja

  • Pekerja harus dilibatkan dalam penyusunan SOP, audit internal, dan analisis kecelakaan.
  • Tingkatkan komunikasi dua arah antara manajemen dan lapangan.

5. Evaluasi Berkala oleh Otoritas Independen

  • Gunakan pendekatan third-party audit minimal dua kali setahun.

Kesimpulan: K3 Konstruksi Indonesia Perlu Revolusi, Bukan Sekadar Revisi

Studi ini menegaskan bahwa meskipun regulasi K3 sudah ada, penerapannya masih jauh dari harapan. Bahkan proyek-proyek yang diawasi langsung oleh pemerintah pun belum mampu menunjukkan standar keselamatan yang optimal. Kontraktor asing memberi pelajaran penting: sistem K3 yang tertib dan menyeluruh adalah kunci keberhasilan proyek.

Jika Indonesia ingin menurunkan angka kecelakaan dan meningkatkan produktivitas sektor konstruksi, reformasi kebijakan K3 harus dimulai dari NSPK, pelatihan, sampai pengawasan lapangan.

Sumber : Suraji, A. (2022). Studi Penerapan Kebijakan Keselamatan Pada Proyek Konstruksi di Indonesia. Jurnal Rekayasa Sipil, 18(3), 230–243.