Indonesia mempunyai peluang yang besar dalam pengembangan industri pengolahan kopi, sebab mempunyai kekayaan sumber daya alam sebagai potensi bahan baku dan didukung pasar yang besar. Maka dari itu butuh upaya strategis seperti hilirisasi dalam rangka meningkatkan nilai tambah produk kopi Indonesia.
“Selama ini, kebijakan hilirisasi industri sudah memberikan multiplier effect yang luas bagi perekonomian nasional, mulai dari meningkatnya penerimaan devisa sampai penyerapan kerja,” ungkap Kepala Badan Pengembangan Sumber Daya Manusia Industri (BPSDMI) Kementerian Perindustrian, Arus Gunawan di Jakarta, Jumat(22/7).
Kepala BPSDMI mengungkapkan, hilirisasi industri dapat berjalan baik sebab salah satunya ditopang dengan ketersediaan sumber daya manusia (SDM) yang kompeten. Hal ini berkaitan guna pemanfaatan teknologi dan dalam usaha menciptakan inovasi. “Dengan terpenuhinya aspek-aspek itu, kita optimistis industri nasional dapat lebih berdaya saing global. Terlebih lagi, industri merupakan motor penggerak utama perekonomian nasional,” ujarnya.
Untuk menunjang kinerja industri pengolahan kopi, BPSDMI Kemenperin mempunyai program Diklat 3 in 1 Pengolahan dan Penyajian Kopi (Barista). Diklat 3 in 1 mencapuk pelatihan, sertifikasi dan penempatan kerja di industri.
Program Diklat 3 in 1 Barista sudah diadakan beberapa waktu lalu oleh BDI Makassar yang bekerjasama dengan Balai Besar Standardisasi dan Pelayanan Jasa Industri Hasil Perkebunan, Mineral Logam dan Maritim (BBIHPMM) Kemenperin dan Pemerintah Provinsi Lampung.
“Peningkatan skill melalui Diklat 3 in 1 ini sangat dibutuhkan guna menunjang industri pengolahan kopi yang cukup besar, khususnya di Lampung,” ungkap Arus. Berdasarkan data BPS tahun 2021, perekonomian di Provinsi Lampung salah satunya dikontribusikan oleh industri pengolahan sebesar 19,65 persen.
“Total produksi kopi di Indonesia di tahun 2021 sebesar 774.600 ton, dengan Sumatera Selatan sebagai penyumbang terbesar sejumlah 201.000 ton, lalu disusul Lampung sebesar 118.000 ton,” ujarnya.
Arus mengatakan, kinerja industri pengolahan kopi di dalam negeri terus meningkat secara signifikan. Ini dibuktikan dengan roastery, cafe dan warung atau kedai kopi berkembang pesat, baik di kota besar maupun kota kecil.
“Dengan perkembangan inilah, Indonesia yang awal mulanya dikenal sebagai produsen kopi, perlahan berkembang menjadi negara konsumen kopi. Apalagi, industri pengolahan kopi nasional tak hanya menjadi pemain utama di pasar domestik, namun juga sudah merambah sebagai pemain global,” ungkapnya.
Di pasar global, Indonesia adalah negara produsen biji kopi terbesar ke 4 di dunia setelah Brasil, Vietnam dan Kolombia dengan produksi rata-rata sekitar 700 ribu ton per tahun atau sekitar 9 persen dari produksi kopi dunia. Sementara itu, volume produksi biji kopi pada tahun 2021 sebesar 765.415 ton.
Arus menyampaikan bahwa pemerintah sudah menetapkan industri makanan-minuman (mamin) menjadi salah satu dari 7 sektor manufaktur yang diprioritaskan pengembangannya sesuai peta jalan Making Indonesia 4.0. Dari sisi kualitas SDM, kebijakan pengembangan industri pengolahan kopi yang sudah dilakukan, antara lain melalui peningkatan kapasitas barista, roaster, dan penguji cita rasa (cupper).
“Selain itu, pemerintah terus mendorong para pelaku industri kopi nasional untuk memanfaatkan masa pandemi dengan berinovasi dan menciptakan nilai tambah melalui penguatan penerapan teknologi, sustainability, dan traceability,” ungkapnya.
Disadur dari sumber kemenperin.go.id