Kelas Cafe: Ekonomi yang Berputar Bukan Sekadar Uang (Belajar Circular Causation dari Tauhidi System Thinking)

Dipublikasikan oleh Guard Ganesia Wahyuwidayat

12 November 2025, 00.21

Penulis: cakHP (Heru Prabowo)

Pernah nggak, kalian dengar berita:

> “Ekonomi tumbuh 5 persen, inflasi terkendali, cadangan devisa aman...”

Lalu kalian nanya dalam hati,

> “Lho, tapi kenapa warung sebelah malah tutup, dan dompet saya tetap tipis, ya?”

Nah, kalau kalian pernah merasa begitu, berarti kalian sehat.

Karena tanda paling bahaya dalam ekonomi adalah … kita sudah berhenti bertanya.

.

🧩♻️

1️⃣ Tubuh dan Ekonomi Sama-Sama Butuh Sirkulasi

Bayangkan tubuh manusia. Kalau darah hanya muter di kepala tapi nggak sampai ke kaki — apa yang terjadi? Ya, pusing di atas, kesemutan di bawah.

Ekonomi pun begitu. Kalau uang hanya berputar di segelintir orang — konglomerat, pejabat, atau penguasa modal — maka sistemnya pincang. Dan kalau uangnya bocor keluar negeri lewat impor, utang, atau gaya hidup mewah, ya seperti tubuh yang berdarah tanpa luka: kelihatannya sehat, tapi pelan-pelan sekarat.

.

🪶

2️⃣ Tumbuh ke Dalam, Bukan Menutup Diri

Ekonomi yang sehat itu bukan yang paling cepat tumbuh, tapi yang tumbuh ke dalam.

Apa maksudnya? Sederhana. Kita memperkuat akar dulu — hubungan antarwarga, produksi dalam negeri, nilai-nilai keadilan dan kepercayaan — baru nanti ranting dan daunnya tumbuh ke luar: ekspor, investasi global, dan sebagainya.

Nah, supaya paham bagaimana semuanya saling terhubung, kita masuk ke konsep keren, namanya Tauhidi System Thinking, alias TST.

 

💫

3️⃣ Tauhidi System Thinking (TST) : Cara Berpikir yang Nggak Potong-Potong

Ilmu ekonomi modern suka memotong realitas: ekonomi di satu kotak, sosial di kotak lain, agama di rak sebelah.

Padahal, hidup itu satu paket — kayak nasi campur.

TST bilang:

> “Jangan potong realitas. Semua saling berhubungan, dan pusatnya adalah tauhid — kesatuan makna kehidupan.”

Dalam TST, hubungan antarvariabel itu melingkar, bukan linear. Bukan cuma A menyebabkan B, tapi A dan B saling memengaruhi. Itulah yang disebut ♻️ circular causation.

.

🛖🛖

4️⃣ Ilustrasi Santai: Kafe Kampus

Bayangkan kampus kita punya kafe kecil. Pemiliknya dosen muda, baristanya mahasiswa, biji kopinya dari petani lokal, dan pelanggannya? Kita semua. Setiap cangkir kopi yang dibeli, uangnya nggak lari ke luar negeri. Sebagian buat gaji barista, sebagian buat beli biji kopi lokal, sebagian lagi buat beasiswa mahasiswa miskin.

Apa yang terjadi?

▪️Petani sejahtera → kualitas kopi naik. Anak-anaknya bisa sekolah dan kuliah.

▪️Barista senang → pelayanan makin baik. Bisa nabung untuk menikah dan nyicil rumah subsidi.

▪️Mahasiswa terbantu → bisa lanjut kuliah, lalu balik lagi jadi inovator ekonomi kampus.

Nah, itulah ekonomi tumbuh ke dalam versi sederhana. Uang, niat, dan hubungan sosial berputar seperti roda yang saling menguatkan.

.

🏵️♻️

5️⃣ Simulasi Verbal: Roda 3 Nilai

Coba bayangkan roda besar dengan tiga jari-jari utama:

🔹1. Spiritual Value — niat dan etika: mulai dari kejujuran, amanah, dan niat baik.

🔹2. Social Value — hubungan dan keadilan: tumbuhnya saling percaya, gotong royong, solidaritas.

🔹3. Material Value — produktivitas dan kemakmuran: pendapatan meningkat, kesejahteraan merata.

Ketika niat baik melahirkan kepercayaan sosial, kepercayaan sosial melahirkan produktivitas, dan produktivitas disalurkan lagi lewat zakat, sedekah, dan tanggung jawab sosial, roda itu terus berputar. Nah, kalau salah satu macet — misalnya spiritualnya kering, maka sosialnya goyah, materialnya seret. Kalau roda ini terus berputar, itulah barakah yang sesungguhnya.

Spiritual memberi arah.

Sosial memberi tenaga.

Material memberi bentuk.

.

♻️💫

6️⃣ Semua Jurusan Bisa Paham Ini

Anak teknik sistem bilang: “Oh, ini kayak feedback loop, ya!”

Anak psikologi bilang: “Ini kayak self-efficacy, tapi versi sosial!”

Anak ekonomi bilang: “Ini kayak multiplier effect, tapi pakai hati nurani.”

Anak filsafat bilang: “Oh, ini tauhid yang beroperasi di dunia empiris!”

Dan dosen favoritnya hanya senyum sambil bilang,

> “Nah, itu dia ... semuanya nyambung.”

.

🏘️

7️⃣ Studi Kasus: Desa Digital

Contoh nyata ada di banyak tempat.

Desa-desa digital di Jawa Tengah, Sulsel, dan NTB misalnya, membangun koperasi online yang menjual hasil panen langsung ke pembeli. Tidak lewat tengkulak, tidak lewat spekulan. Warga ikut menanam modal kecil, keuntungan dibagi untuk pelatihan dan pendidikan anak muda. Uang berputar di desa. Rasa percaya tumbuh.Inovasi jalan.

Ekonomi tumbuh ke dalam — bukan dengan proyek raksasa, tapi dengan trust dan value.

.

🪾🌴

8️⃣ Tumbuh ke Dalam Dulu, Baru Keluar

Kemandirian bukan berarti anti-globalisasi.

Kita hanya perlu urutan yang benar: tumbuh ke dalam dulu, baru melebar ke dunia. Karena kalau akarnya kuat, pohon Indonesia tidak akan tumbang diterpa badai global.

.

✍️

9️⃣ Penutup: Ekonomi yang Menumbuhkan Manusia

Kalau ekonomi cuma menghitung angka, ia bisa lupa menghitung makna. Ekonomi tumbuh ke dalam bukan soal proteksi, tapi soal proyeksi nilai — bagaimana niat baik, kerja sosial, dan kesejahteraan material saling menumbuhkan.

> “Siapa yang mengenal keterhubungan segala hal,

> ia bekerja dengan hati yang utuh, bukan dengan logika yang tercerai.”

Jadi, tugas kita bukan sekadar menaikkan PDB, tapi memastikan roda tiga nilai itu terus berputar:

👉 spiritual, sosial, material.

Dan kalau itu terjadi — ekonomi tak lagi hanya tumbuh, tapi juga menumbuhkan manusia. 🌿

Ekonomi yang berputar bukan sekadar uang tapi perputaran nilai, niat, dan kasih sayang yang membentuk kemakmuran sejati.

.

💡

Kosakata Paham

TST (Tauhidi System Thinking):

Kerangka berpikir holistik berbasis tauhid — menyatukan dimensi spiritual, sosial, dan material dalam satu sistem sebab-akibat yang saling menguatkan.

Circular Causation:

Hubungan timbal balik dinamis antara variabel ekonomi dan nilai. Contohnya: kesejahteraan meningkatkan kepercayaan → kepercayaan meningkatkan efisiensi → efisiensi meningkatkan kesejahteraan.

Ekonomi Tumbuh ke Dalam:

Strategi pembangunan yang memperdalam basis produksi, memperkuat konsumsi domestik, dan memperluas rantai pasok lokal sebelum ekspansi keluar negeri.

Nilai Spiritual–Sosial–Material:

Tiga lapisan nilai yang menjaga keseimbangan antara orientasi makna, solidaritas, dan kesejahteraan nyata.

.

📚

Pustaka Baca

1. Aziz, R. M. (2019). System as Integration Concept in Industrial Engineering and Islam. INCRE Conference.

2. Choudhury, M. A. (2014). The Dynamics of Circular Causation and the Islamic Political Economy. Palgrave Macmillan.

3. Stiglitz, J. E. (1998). Towards a New Paradigm for Development: Strategies, Policies, and Processes. World Bank.

4. Yunus, M. (2017). A World of Three Zeros: The New Economics of Zero Poverty, Zero Unemployment, and Zero Net Carbon Emissions.

5. Todaro, M. & Smith, S. (2020). Economic Development, 13th ed. Pearson.

6. Laporan BPS, Bappenas, dan Bank Indonesia (2000–2024) — tren kontribusi konsumsi, industri manufaktur, dan investasi domestik.