Pendahuluan: Pentingnya Regulasi dalam Dunia Konstruksi
Industri konstruksi memiliki karakteristik risiko yang tinggi karena menyangkut aspek teknis, keselamatan, dan investasi besar. Maka dari itu, kegagalan bangunan bukan hanya persoalan teknis, tapi juga berdampak hukum yang signifikan. Artikel ini menyoroti bagaimana Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2017 tentang Jasa Konstruksi mengatur pertanggungjawaban penyedia jasa bila terjadi kegagalan bangunan—baik dalam bentuk fisik, fungsi, maupun keamanan.
Tulisan ini menguraikan proses ganti rugi, peran penilai ahli, serta tanggung jawab hukum berdasarkan kontrak konstruksi yang berlaku. Dengan pendekatan normatif, penulis melakukan telaah mendalam terhadap pasal-pasal kunci dalam UU tersebut, serta menggambarkan implikasi praktis di lapangan.
Dasar Hukum: Struktur Tanggung Jawab dalam UU Jasa Konstruksi
UU No. 2 Tahun 2017 menjadi payung hukum utama yang menggantikan UU No. 18 Tahun 1999. Di dalamnya, istilah “kegagalan bangunan” dijelaskan sebagai keadaan bangunan yang tidak berfungsi secara teknis, manfaat, atau keselamatan akibat kesalahan pihak penyedia atau pengguna jasa. Beberapa poin kunci dari UU ini:
-
Pasal 60–67: Mengatur mekanisme tanggung jawab dan ganti rugi
-
Pasal 65: Menyatakan penyedia jasa bertanggung jawab maksimal 10 tahun setelah serah terima akhir
-
Pasal 61–62: Menyebutkan bahwa kegagalan hanya dapat ditetapkan oleh penilai ahli yang ditunjuk oleh Menteri
Penegasan ini menempatkan tanggung jawab sebagai komponen hukum utama dalam pelaksanaan proyek.
Analisis Faktor Hukum: Ganti Rugi sebagai Bentuk Pertanggungjawaban
Kapan Ganti Rugi Wajib Diberikan?
Berdasarkan Pasal 1248 KUH Perdata dan pasal dalam UU No. 2 Tahun 2017, ganti rugi wajib diberikan jika:
-
Terjadi kegagalan bangunan akibat kelalaian penyedia jasa
-
Pekerjaan tidak sesuai dengan spesifikasi kontrak
-
Terdapat wanprestasi (ingkar janji) berupa:
-
Tidak melakukan apa yang dijanjikan
-
Melakukan tapi tidak sesuai janji
-
Melakukan terlalu lambat
-
Melakukan sesuatu yang dilarang
-
Contoh praktis:
Jika kontraktor membangun fondasi tidak sesuai RKS (Rencana Kerja dan Syarat), sehingga retak dalam 6 bulan, maka ia wajib mengganti kerugian atas pondasi itu, meski pekerjaan telah diserahterimakan.
Peran Kontrak dan Klausul Kegagalan Bangunan
Kontrak konstruksi menjadi instrumen penting dalam pembagian tanggung jawab. Beberapa hal yang harus dimuat:
-
Jangka waktu pertanggungjawaban
-
Risiko yang ditanggung masing-masing pihak
-
Skema ganti rugi dan penghentian kontrak
Namun praktik di lapangan sering menunjukkan bahwa banyak kontrak tidak memasukkan klausul kegagalan bangunan secara rinci, atau hanya menyalin format standar tanpa penyesuaian proyek.
Peran Penilai Ahli: Menjamin Objektivitas dan Keadilan
Penentu utama kegagalan bangunan bukan pemilik proyek atau kontraktor, tapi penilai ahli yang ditunjuk Menteri. Berdasarkan Pasal 61 UU No. 2/2017, penilai ahli harus:
-
Memiliki sertifikat keahlian sesuai jenis bangunan
-
Terdaftar secara resmi di kementerian terkait
-
Bekerja secara independen dan objektif
Tugas utama penilai ahli antara lain:
-
Menetapkan tingkat kerusakan dan penyebabnya
-
Menilai apakah standar keselamatan dan keberlanjutan dilanggar
-
Mengidentifikasi pihak yang bertanggung jawab
-
Memberikan rekomendasi untuk mencegah kegagalan serupa
Kritik dan Refleksi terhadap Implementasi UU
1. Kelemahan dalam Implementasi di Lapangan
Banyak pelaksana jasa konstruksi, khususnya di daerah, belum memahami struktur tanggung jawab ini secara utuh. Masih sering ditemukan:
-
Proyek berjalan tanpa dokumen kontrak yang lengkap
-
Penanggung jawab bangunan kabur setelah pekerjaan selesai
-
Penilaian kegagalan dilakukan tanpa penunjukan ahli resmi
2. Belum Optimalnya Pengawasan Teknis
Seringkali proyek tetap berjalan meski kualitas pelaksana rendah. Kurangnya pengawasan saat pengerjaan fisik memicu kegagalan struktur di masa mendatang.
Komparasi dengan Regulasi Negara Lain
Negara seperti Singapura dan Jepang menerapkan sistem tanggung jawab berjenjang:
-
Konsultan, kontraktor, dan pemilik proyek sama-sama dapat dimintai pertanggungjawaban
-
Skema asuransi decennial liability (10 tahun) wajib diterapkan
-
Pengujian kelayakan dilakukan rutin, bahkan setelah proyek selesai
Indonesia masih dalam tahap transisi menuju model ini, terutama dalam hal pendanaan dan kapasitas teknis SDM.
Kasus Terkini dan Relevansi Penelitian
Salah satu contoh kegagalan bangunan di Indonesia adalah runtuhnya balkon gedung sekolah di Malang tahun 2022. Penyelidikan mengungkap bahwa bahan yang digunakan tidak sesuai spesifikasi dan pemasangan tidak mengikuti standar. Akibatnya, pihak kontraktor diminta menanggung perbaikan total dan dikenakan denda.
Penelitian ini menjadi sangat relevan karena mempertegas bahwa:
-
Penegakan tanggung jawab bukan hanya melalui pidana, tetapi juga perdata melalui mekanisme kontrak
-
Mekanisme ganti rugi harus dimuat jelas sejak awal kontrak, bukan diselesaikan saat sengketa muncul
Rekomendasi Strategis
Bagi Pemerintah:
-
Perkuat peran penilai ahli melalui sistem sertifikasi digital dan pengawasan independen
-
Sosialisasi intensif kepada kontraktor kecil dan menengah tentang pasal-pasal kunci dalam UU No. 2/2017
Bagi Pengguna Jasa (Owner Proyek):
-
Pastikan kontrak memuat klausul kegagalan bangunan secara terpisah dari risiko umum
-
Gunakan kontrak berbasis kinerja (performance-based contract)
Bagi Penyedia Jasa:
-
Miliki asuransi pertanggungjawaban konstruksi (liability insurance)
-
Dokumentasikan setiap tahap pelaksanaan sebagai bukti pengendalian mutu
Kesimpulan
Kegagalan bangunan tidak lagi bisa dipandang sebagai risiko yang bisa dinegosiasi, tetapi harus menjadi tanggung jawab penuh berdasarkan hukum. UU No. 2 Tahun 2017 menegaskan bahwa penyedia jasa wajib memberikan ganti rugi maksimal 10 tahun sejak proyek diserahterimakan. Penilaian oleh ahli yang independen adalah jantung dari penentuan kesalahan dan skema pertanggungjawaban.
Penerapan regulasi ini secara disiplin akan melindungi tidak hanya kepentingan pengguna jasa, tetapi juga membentuk ekosistem konstruksi yang profesional, transparan, dan berorientasi pada kualitas dan keberlanjutan.
Sumber
Swita Bella, Said Aneke-R, & Frits Marannu Dapu.
Ganti Kerugian oleh Penyedia Jasa Apabila Terjadi Kegagalan Bangunan Berdasarkan Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2017
Jurnal Lex Privatum, Vol.XI/No.5/Jun/2023.
Universitas Sam Ratulangi, Fakultas Hukum.