Kesadaran akan pentingnya aspek K3 dan budaya berkeselamatan belum sepenuhnya diterapkan dalam pelaksanaan pekerjaan konstruksi.
Kasus kecelakaan kerja di sektor konstruksi masih terus terjadi, meski secara kuantitas dan kualitas mengalami penurunan sejak pemerintah melalui Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) menerbitkan aneka regulasi plus pembentukan Komite Keselamatan Konstruksi.
Direktur Keberlanjutan Konstruksi Ditjen Bina Konstruksi Kementerian PUPR Kimron Manik tak memungkiri berbagai kasus kecelakaan kerja di sektor konstruksi yang masih saja terjadi di berbagai proyek konstruksi di Tanah Air.
Hal ini, kata dia, menjadi indikasi kurangnya implementasi Sistem Manajemen Keselamatan Konstruksi (SMKK). Kesadaran akan pentingnya aspek K3 dan budaya berkeselamatan belum sepenuhnya diterapkan dalam pelaksanaan pekerjaan konstruksi oleh masyarakat jasa konstruksi.
Namun berdasar catatan dari Komite Keselamatan Konstruksi pada 2019 sampai dengan 2023, jumlah kejadian kecelakaan menurun dibandingkan dengan tahun sebelum mulai dicanangkannya Gerakan Nasional Keselamatan Konstruksi pada tahun 2018.
“Dengan lahirnya SMKK, potret kasus kecelakaan konstruksi di Indonesia sudah bergeser dari kecelakaan yang menimbulkan korban pekerja, baik injured atau fatality, menjadi kecelakaan konstruksi yang menimbulkan kerugian asset, properti, lingkungan dan publik,” kata Kimron kepada Konstruksi Media di Jakarta.
Dalam SMKK, dilakukan perencanaan, pengawasan, pelaksanaan, dan pendampingan untuk mewujudkan pekerjaan konstruksi zero accident, yaitu meliputi pemenuhan aspek manajemen manajemen administratif, teknis dan perilaku kerja di tiap tahap pekerjaan konstruksi mulai dari perancangan hingga FHO.
Upaya yang telah dilakukan oleh Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah yaitu pelaksanaan workshop, pelatihan serta pendampingan SMKK yang melibatkan seluruh stakeholder konstruksi, seperti asosiasi penyedia jasa, asosiasi profesi, praktisi penyedia jasa kontraktor, pengawas, perencana, akademisi, hingga pekerja.
Dengan beberapa upaya tersebut, diharapkan dapat menumbuhkan kepedulian perusahan, manajemen, maupun individu terhadap budaya berkeselamatan yang memberikan warna baru yang lebih sehat dan aman serta menciptakan konstruksi yang berkeselamatan pada setiap bangunan.
“Namun tidak dapat dupungkiri bahwa kami memiliki keterbatasan dalam menjangkau seluruh masyarakat jasa konstruksi di Indonesia. Kami harap seluruh masyarakat jasa konstruksi dapat lebih peduli terhadap budaya berkeselamatan dan kami akan terus berkolaborasi dan berinovasi bersama seluruh masayarakat jasa konstruksi tentunya dengan proses yang bertahap untuk menjangkau seluruh lapisan masyarakat jasa konstruksi guna menciptakan pembangunan yang berkeselamatan dan berkelanjutan,” Kimron menegaskan.
Terkait Direktorat Keberlanjutan Konstruksi yang dikomandaninya, Kimron menjelaskan bahwa pembentukan Direktorat Keberlanjutan Konstruksi didasari atas maraknya kasus kecelakaan konstruksi yang terjadi di sepanjang 2017-2018. Selama kurun waktu itu, pihak Kementerian PUPR mencatat setidaknya terjadi 36 kasus kecelakaan konstruksi terutama pada pekerjaan jalan dan jembatan atau elevated.
Selain itu, terbentuknya Direktorat Keberlanjutan Konstruksi pada tahun 2020 ini sesuai Undang-Undang No2 Tahun 2017 tentang Jasa Konstruksi yang menjelaskan bahwa Pemerintah Pusat bertanggung jawab atas terselenggaranya pekerjaan konstruksi yang sesuai dengan Standar Keamanan, Keselamatan, Kesehatan, dan Keberlanjutan (Pasal 4 ayat 1.c).
Selain itu, Peraturan Presiden Nomor 15 Tahun 2015 tentang Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat menjelaskan bahwa Menteri PUPR memiliki tanggung jawab terhadap pembinaan jasa konstruksi (Pasal 3).
Untuk itu, kata dia, Direktorat Keberlanjutan Konstruksi posisinya menjadi strategis guna melakukan pembinaan jasa konstruki terutama pada aspek pemenuhan Standar K4 termasuk penyusunan kebijakan dan melakukan pemantauan terhadap pemenuhan Standar K4.
Menurut dia, hal ini dilakukan tidak hanya untuk menghasilkan bangunan yang handal dan berkualitas namun juga mencegah terjadinya kegagalan bangunan akibat tidak terpenuhinya Standar K4 pada pelaksanaan pembangunan.
“Masyarakat jasa konstruksi harus mulai menanamkan kepedulian terhadap pengendalian kualitas lingkungan hidup sekitar lokasi proyek, serta manfaat ekonomi dan sosial dari pembangunan proyek yang dapat dirasakan oleh masyarakat sekitar,” ujarnya.
Sementara itu, terkait penerapan Konstruksi Berkelanjutan pada beberapa Proyek Strategis Nasional (PSN) Kementerian PUPR, Direktorat Keberlanjutan Konstruksi memiliki beberapa goals yang ingin dicapai, yaitu seluruh masyarakat jasa konstruksi di Indonesia dapat melaksanakan prinsip Konstruksi Berkelanjutan yang memiliki kebermanfaatan terhadap ekonomi masyarakat.
Kemudian, pengurangan timbulan limbah dan emisi pada kegiatan konstruksi, optimalisasi penggunaan energi baru terbarukan, konservasi air, perlindungan keanekaragaman hayati, pemberdayaan masyarakat lokal dan pengarusutamaan gender, serta efisiensi kegiatan konstruksi melalui inovasi teknologi dalam sektor konstruksi.
“Harapan kami dari goals tersebut dapat menciptakan pembangunan yang berkelanjutan. Saya menghimbau kepada seluruh masyarakat jasa konstruksi, untuk dapat beradaptasi, mengikuti perkembangan, serta mulai menerapkan Sistem Manajemen Keselamatan Konstruksi, bahkan dapat berinovasi dalam penerapannya,” ucap Kimron. (Reza/Hasanuddin).
Sumber: konstruksimedia.co.id