Kebijakan Publik atas Construction Green Paper 2024

Dipublikasikan oleh Marioe Tri Wardhana

19 September 2025, 20.13

Mengapa Temuan Ini Penting untuk Kebijakan?

Sektor konstruksi memegang peran strategis dalam upaya global mencapai target net zero emission pada 2050. Dokumen Construction Green Paper 2024 menyoroti urgensi transisi menuju konstruksi hijau, mengingat bahwa sektor ini menyumbang sekitar 38% emisi karbon global, dengan mayoritas berasal dari penggunaan energi pada bangunan dan produksi material konstruksi seperti semen serta baja.

Bagi Indonesia, temuan ini sangat relevan. Dengan pertumbuhan infrastruktur yang pesat dan urbanisasi yang terus meningkat, risiko peningkatan emisi dan kerusakan lingkungan juga semakin besar. Oleh karena itu, kebijakan publik harus menempatkan konstruksi hijau sebagai prioritas, tidak hanya demi lingkungan, tetapi juga demi daya saing ekonomi, efisiensi biaya jangka panjang, serta kualitas hidup masyarakat.

Implementasi di Lapangan: Dampak, Hambatan, dan Peluang

Dampak

  • Lingkungan: Konstruksi hijau dapat mengurangi emisi karbon hingga 40% dibanding metode konvensional, sekaligus menurunkan konsumsi energi bangunan hingga 30% melalui desain efisiensi energi dan penggunaan material ramah lingkungan.

  • Ekonomi: Investasi dalam teknologi hijau mendorong efisiensi biaya operasional jangka panjang, sekaligus membuka peluang pasar baru untuk produk dan jasa ramah lingkungan.

  • Sosial: Ketersediaan bangunan hijau meningkatkan kesehatan dan kenyamanan penghuni melalui kualitas udara yang lebih baik, pencahayaan alami, dan sistem pendingin hemat energi.

Hambatan

  • Biaya awal tinggi: Penerapan teknologi ramah lingkungan, seperti panel surya atau material rendah karbon, membutuhkan investasi awal yang besar.

  • Kurangnya tenaga kerja terampil: Transformasi menuju konstruksi hijau menuntut keterampilan baru dalam desain, implementasi, dan manajemen.

  • Fragmentasi regulasi: Kebijakan lingkungan belum sepenuhnya harmonis antara pusat dan daerah, sehingga pelaksanaan proyek seringkali terhambat, meskipun sudah ada kursus/kegiatan seperti Tanya Jawab Green Construction untuk Bangunan Gedung yang membantu edukasi dan klarifikasi.

  • Kesadaran publik rendah: Masih minimnya permintaan masyarakat dan investor terhadap bangunan hijau memperlambat transisi.

Peluang

  • Dukungan kebijakan internasional: Agenda global seperti Paris Agreement dan target SDGs dapat mendorong aliran pendanaan untuk proyek hijau di Indonesia.

  • Inovasi teknologi digital: Penggunaan BIM, AI, dan otomasi membuka peluang untuk merancang bangunan lebih efisien, memprediksi konsumsi energi, serta mengurangi limbah konstruksi.

  • Circular economy: Daur ulang material konstruksi seperti baja dan beton dapat menciptakan pasar baru sekaligus mengurangi dampak lingkungan.

5 Rekomendasi Kebijakan Praktis

1. Integrasi Prinsip Net Zero dalam Regulasi Nasional

Pemerintah perlu memperkuat regulasi yang mewajibkan penerapan standar hijau dalam proyek infrastruktur publik maupun swasta. Misalnya, mewajibkan sertifikasi green building untuk gedung pemerintah dan proyek strategis nasional.

2. Insentif Fiskal untuk Investasi Hijau

Kebijakan fiskal dapat berupa keringanan pajak, subsidi bunga pinjaman, atau skema carbon credit bagi perusahaan yang menerapkan teknologi hijau. Langkah ini dapat menurunkan hambatan biaya awal yang sering menjadi kendala.

3. Program Reskilling dan Upskilling Tenaga Kerja

Pemerintah bersama asosiasi industri harus meluncurkan program pelatihan tenaga kerja konstruksi hijau. Fokusnya pada keterampilan baru, seperti manajemen energi bangunan, pemodelan digital (BIM), dan instalasi material ramah lingkungan.

4. Penguatan Rantai Pasok Hijau

Diperlukan kebijakan untuk membangun ekosistem rantai pasok material rendah karbon. Misalnya, insentif bagi produsen semen ramah lingkungan atau kebijakan wajib penggunaan material daur ulang pada proyek besar.

5. Kolaborasi Publik-Swasta dalam Inovasi Teknologi

Dorong kemitraan antara pemerintah, universitas, dan sektor swasta dalam penelitian serta implementasi teknologi hijau. Skema public-private partnership dapat diarahkan untuk membiayai pilot project bangunan net zero.

Kritik terhadap Potensi Kegagalan Kebijakan

Jika kebijakan konstruksi hijau tidak dijalankan dengan konsisten, beberapa risiko besar akan muncul:

  • Indonesia akan kesulitan mencapai target penurunan emisi 31,89% pada 2030 sesuai komitmen NDC (Nationally Determined Contribution).

  • Beban biaya energi akan semakin tinggi akibat ketergantungan pada bangunan boros energi.

  • Kontraktor lokal akan tertinggal dalam persaingan global karena kurang adaptif terhadap standar konstruksi hijau.

  • Dampak kesehatan masyarakat dapat meningkat karena kualitas udara dan lingkungan bangunan yang buruk.

Penutup

Construction Green Paper 2024 memberikan gambaran jelas bahwa transisi menuju konstruksi hijau bukan lagi pilihan, melainkan keharusan. Dengan kebijakan publik yang kuat, dukungan fiskal, peningkatan kapasitas SDM, serta inovasi teknologi, Indonesia dapat memimpin transformasi menuju pembangunan berkelanjutan yang sejalan dengan visi Indonesia 2045.

Sumber

Construction Green Paper 2024. Secure Construction, ISBN: PN8889787.