Teknologi Pendidikan

Serunya Belajar Sejarah Lewat Game: Inovasi Aplikasi Candi Jawa untuk Anak Sekolah Dasar

Dipublikasikan oleh Afridha Nu’ma Khoiriyah pada 15 Mei 2025


Pendahuluan

Di era digital yang serba cepat ini, pembelajaran sejarah sering kali terasa kaku dan kurang menarik bagi siswa. Materi sejarah, khususnya mengenai peninggalan budaya seperti candi-candi di Jawa, cenderung disampaikan dalam bentuk teks atau ceramah yang pasif. Masalah ini semakin nyata pada siswa sekolah dasar yang cenderung memiliki rentang perhatian pendek dan menyukai aktivitas interaktif.

Melihat realitas ini, Aldi Rifkyanda dan Febri Dwi Wibowo menggagas sebuah solusi kreatif: pengembangan aplikasi edukatif berbasis game petualangan (adventure game) yang mengajarkan sejarah candi kepada siswa kelas V SD SDF Al-Falah. Fokus utamanya adalah meningkatkan minat belajar sejarah dengan cara menyenangkan dan berbasis teknologi.

Tujuan dan Metodologi Penelitian

Penelitian ini bertujuan mengembangkan aplikasi game edukatif Android yang dapat:

  • Menyampaikan informasi sejarah candi di Jawa secara interaktif.

  • Meningkatkan pemahaman siswa terhadap materi sejarah.

  • Menyediakan media pembelajaran alternatif yang menarik.

Metode yang Digunakan

Penelitian ini menerapkan metode multimedia development life cycle (MDLC) yang terdiri dari enam tahapan:

  1. Konsep – Menentukan tema dan tujuan aplikasi.

  2. Desain – Merancang struktur game, tampilan antarmuka, dan alur cerita.

  3. Pengumpulan Materi – Mengumpulkan konten sejarah candi dan elemen visual.

  4. Perakitan – Proses coding dan integrasi elemen multimedia ke dalam aplikasi.

  5. Pengujian – Melibatkan siswa SD untuk uji coba dan evaluasi kinerja.

  6. Distribusi – Pendistribusian aplikasi dalam bentuk file APK untuk diuji coba langsung di perangkat Android siswa.

Pengumpulan data dilakukan melalui observasi langsung dan penyebaran kuesioner kepada siswa dan guru untuk mengetahui efektivitas aplikasi terhadap pemahaman dan minat belajar siswa .

Fitur dan Alur Game Edukasi

Aplikasi ini mengusung konsep adventure game dengan pendekatan berbasis misi. Siswa diajak menjelajah dalam dunia virtual yang merepresentasikan berbagai candi seperti:

  • Candi Borobudur

  • Candi Prambanan

  • Candi Sewu

  • Candi Plaosan

Setiap level dalam game menyajikan misi edukatif seperti menjawab kuis, mencari artefak, atau menyusun informasi yang hilang. Narasi dan dialog dalam game disesuaikan dengan tingkat pemahaman siswa SD, sehingga tetap menarik dan informatif.

Teknologi yang Digunakan

Aplikasi ini dikembangkan menggunakan:

  • Unity3D sebagai game engine.

  • Bahasa pemrograman C# untuk scripting.

  • Basis data SQLite untuk menyimpan progres permainan.

Hasil dan Temuan Penting

Hasil uji coba aplikasi menunjukkan bahwa:

  • 80% siswa merasa lebih tertarik belajar sejarah melalui game ini dibandingkan buku teks.

  • 75% siswa dapat mengingat kembali informasi sejarah yang disampaikan dalam game, terutama mengenai nama dan sejarah candi.

  • Guru juga menyatakan bahwa aplikasi ini membantu menyampaikan materi sejarah yang kompleks dengan cara yang lebih sederhana dan menyenangkan .

Dari segi teknis, aplikasi ini berhasil dijalankan dengan baik di berbagai perangkat Android kelas menengah ke bawah, menunjukkan efisiensi dalam ukuran file dan kecepatan proses.

Studi Kasus: Implementasi di SD SDF Al-Falah

Dalam penerapannya di SD SDF Al-Falah, aplikasi ini menjadi bagian dari media pembelajaran tematik. Guru menjadikan game ini sebagai penyegaran materi setelah penjelasan teori, dan siswa diberi waktu khusus untuk menyelesaikan misi dalam game secara individu atau berkelompok.

Hasilnya, siswa tidak hanya mengalami peningkatan skor tes sejarah, tetapi juga menunjukkan antusiasme lebih besar dalam mendiskusikan peninggalan budaya.

Contoh nyata:

  • Seorang siswa yang sebelumnya tidak pernah mengunjungi candi, setelah memainkan game ini, meminta orang tuanya untuk mengajak ke Candi Borobudur saat liburan.

  • Dalam diskusi kelas, siswa mampu membedakan arsitektur candi Buddha dan Hindu secara mandiri.

Analisis dan Nilai Tambah

Kelebihan

  • Kreativitas dan inovasi tinggi dalam menggabungkan pendidikan sejarah dengan teknologi permainan.

  • Mudah diakses oleh siswa karena berbasis Android.

  • Visualisasi interaktif yang mendukung gaya belajar visual dan kinestetik.

Keterbatasan

  • Belum tersedia versi multiplatform seperti iOS atau web.

  • Beberapa konten masih terbatas pada empat candi utama.

  • Belum memuat aspek narasi sejarah yang lebih mendalam.

Perbandingan dengan Penelitian Lain

Jika dibandingkan dengan aplikasi edukatif sejenis seperti "Marbel Sejarah Indonesia" atau "Belajar Sejarah Nusantara", keunggulan aplikasi ini adalah adanya elemen interaktif dan gameplay misi yang membuat pengguna aktif belajar. Banyak aplikasi lain hanya menampilkan informasi pasif seperti e-book atau slideshow.

Relevansi dengan Tren Industri dan Pendidikan

Tren penggunaan game-based learning semakin meningkat, terutama di tengah era digital pasca pandemi. Edukasi berbasis aplikasi seperti ini sejalan dengan pendekatan blended learning dan kurikulum merdeka yang mengutamakan kemandirian belajar siswa.

Di ranah industri teknologi edukasi, riset ini berpotensi menjadi prototipe bagi pengembangan konten pembelajaran berbasis budaya lokal yang lebih luas, seperti sejarah kerajaan Nusantara, tokoh pahlawan, atau peninggalan kolonial.

Rekomendasi Pengembangan

Agar aplikasi ini semakin optimal, beberapa rekomendasi pengembangan meliputi:

  • Menambahkan fitur narasi suara untuk mendukung siswa dengan kesulitan membaca.

  • Memperluas cakupan candi di luar Jawa agar inklusif secara geografis.

  • Mengembangkan leaderboard atau reward system untuk meningkatkan motivasi siswa.

  • Menyediakan mode multiplayer untuk pembelajaran kolaboratif.

Kesimpulan

Penelitian ini membuktikan bahwa teknologi dan pendidikan budaya bisa berpadu harmonis. Game edukatif berbasis Android ini bukan hanya media belajar, tetapi juga sarana membentuk kesadaran budaya sejak dini. Inovasi semacam ini sangat diperlukan untuk menjembatani kesenjangan antara generasi muda dan warisan sejarah Indonesia.

Sumber:
Rifkyanda, A., & Wibowo, F. D. (2021). Aplikasi Pendukung Pengetahuan Peninggalan Sejarah Candi Jawa dengan Konsep Adventure Game pada Siswa SDF Al-Falah Kelas V Berbasis Android.

Selengkapnya
Serunya Belajar Sejarah Lewat Game: Inovasi Aplikasi Candi Jawa untuk Anak Sekolah Dasar

Teknologi Pendidikan

Serunya Belajar Sejarah Lewat Game! Inovasi Edukasi Digital Anak SD dengan Petualangan Candi Jawa

Dipublikasikan oleh Afridha Nu’ma Khoiriyah pada 15 Mei 2025


Pendahuluan

Pembelajaran sejarah di tingkat sekolah dasar (SD) kerap menghadapi tantangan besar dalam hal minat dan pemahaman siswa. Materi yang bersifat naratif dan deskriptif seringkali sulit dicerna, apalagi jika tidak disertai dengan media pendukung yang menarik. Kondisi ini memunculkan pertanyaan penting: bagaimana teknologi, khususnya aplikasi mobile berbasis Android, dapat menjadi jembatan untuk mengajarkan sejarah kepada siswa dengan cara yang lebih menyenangkan dan efektif?

Paper ini menjawab tantangan tersebut melalui pendekatan yang sangat menarik: pemanfaatan game berbasis petualangan (adventure game) untuk memperkenalkan peninggalan sejarah Candi Jawa kepada siswa kelas V SD di SDF Al-Falah .

Tujuan Penelitian

Fokus utama penelitian ini adalah merancang dan mengembangkan aplikasi pembelajaran sejarah berbasis Android dengan konsep adventure game yang menyisipkan materi peninggalan sejarah candi di Pulau Jawa. Penelitian ini bertujuan untuk:

  • Meningkatkan daya tarik dan motivasi belajar siswa.

  • Menyediakan alternatif media pembelajaran berbasis teknologi.

  • Menanamkan nilai-nilai sejarah dan budaya melalui interaksi langsung dalam game.

Metodologi

Penelitian ini menggunakan pendekatan Waterfall Model, yaitu metode pengembangan perangkat lunak yang berjalan secara linear dan sistematis. Model ini meliputi tahapan:

  1. Analisis Kebutuhan: Melakukan survei kebutuhan pengguna (siswa dan guru).

  2. Desain Sistem: Membuat blueprint aplikasi, termasuk alur cerita dan peta petualangan.

  3. Implementasi: Pembuatan aplikasi Android menggunakan Unity sebagai engine utama.

  4. Pengujian: Melibatkan siswa SD untuk mencoba aplikasi dan memberikan umpan balik.

  5. Pemeliharaan: Perbaikan bug dan peningkatan fitur berdasarkan evaluasi.

 Hasil

Game yang dikembangkan menampilkan karakter utama yang menjelajahi berbagai candi terkenal di Pulau Jawa seperti Candi Borobudur, Prambanan, dan Candi Penataran. Setiap lokasi menyuguhkan misi dan tantangan kuis sejarah yang harus diselesaikan oleh pemain.

Fitur Unggulan Game:

  • Karakter animasi dan lingkungan 3D yang menarik untuk anak-anak.

  • Narasi dan dialog edukatif yang memperkenalkan sejarah candi.

  • Level permainan yang didesain berdasarkan urutan logis eksplorasi sejarah.

Dari hasil pengujian terhadap 25 siswa, sekitar 80% menyatakan lebih memahami sejarah melalui aplikasi ini dibandingkan membaca buku teks. Selain itu, keterlibatan emosi dan pengalaman langsung membuat siswa lebih mudah mengingat informasi.

Studi Kasus

Penelitian ini mengambil studi kasus siswa kelas V SD SDF Al-Falah. Sekolah ini dipilih karena sudah memiliki fasilitas dasar TIK dan terbuka terhadap metode pembelajaran inovatif. Berikut temuan penting dari studi kasus:

  • Sebelum menggunakan aplikasi, hanya 32% siswa yang bisa menyebutkan minimal 3 nama candi dengan benar.

  • Setelah menggunakan aplikasi, persentase tersebut naik menjadi 76%.

  • 88% siswa menyatakan merasa "seru dan tertantang" dalam menyelesaikan game sejarah ini.

  • Guru juga mengamati peningkatan antusiasme dalam sesi tanya-jawab sejarah setelah sesi bermain game dilakukan.

 Analisis & Opini

Penelitian ini memberikan kontribusi nyata dalam bidang pendidikan digital di Indonesia, terutama dalam pembelajaran sejarah yang cenderung monoton. Beberapa poin keunggulan yang dapat disoroti:

Kekuatan:

  • Integrasi konten lokal dan budaya yang relevan dengan kurikulum nasional.

  • Penggunaan media yang sesuai zaman, yakni Android, yang telah akrab bagi anak-anak.

  • Efisiensi biaya, karena aplikasi dapat digunakan di berbagai perangkat tanpa perlu alat tambahan.

Kelemahan:

  • Belum tersedia fitur multi bahasa atau subtitle.

  • Belum ada pengaturan tingkat kesulitan yang adaptif untuk siswa dengan kemampuan berbeda.

  • Ketergantungan pada perangkat Android mengurangi aksesibilitas bagi sekolah dengan keterbatasan infrastruktur.

🔍 Perbandingan dengan Penelitian Sejenis

Penelitian ini dapat dibandingkan dengan beberapa studi lain dalam ranah edugame:

  • Studi oleh Prasetyo (2019) mengenai game edukasi bertema lingkungan menunjukkan bahwa interaktivitas dan visualisasi berpengaruh besar terhadap retensi informasi.

  • Sementara penelitian Arifin & Nugroho (2020) menegaskan bahwa edugame yang berbasis narasi meningkatkan empati dan pemahaman historis.

Dibanding dua penelitian tersebut, pendekatan paper ini lebih terarah dan lengkap karena menggabungkan petualangan, kuis, dan narasi sejarah lokal.

Implikasi Praktis & Tren Masa Depan

Aplikasi semacam ini sangat relevan untuk mendukung transformasi digital dalam dunia pendidikan. Terlebih lagi, Kementerian Pendidikan RI saat ini tengah menggalakkan pembelajaran berbasis projek dan media interaktif, seperti dalam kurikulum merdeka belajar.

Dengan pengembangan lebih lanjut, game ini dapat menjadi platform nasional untuk belajar sejarah lokal interaktif. Bahkan bisa diperluas dengan fitur:

  • Augmented Reality (AR) untuk visualisasi candi di dunia nyata.

  • Leaderboard online untuk kompetisi antar siswa.

  • Kustomisasi avatar dan misi untuk memicu personalisasi belajar.

Kesimpulan

Paper ini menunjukkan bahwa media pembelajaran berbasis Android dengan konsep adventure game dapat menjadi alat yang efektif dalam menanamkan pengetahuan sejarah kepada siswa sekolah dasar. Melalui eksplorasi dunia digital yang menyenangkan, siswa tidak hanya memperoleh informasi, tetapi juga membangun hubungan emosional dengan warisan budaya bangsa.

Ke depan, integrasi antara teknologi dan pendidikan harus terus didorong, dengan dukungan dari sekolah, pemerintah, dan pengembang lokal. Edugame bukan hanya hiburan, tetapi jembatan bagi generasi muda untuk mengenal jati diri bangsa.

Sumber

Makmun, Herul & Yunus, Amak. (2016). Aplikasi Pendukung Pengetahuan Peninggalan Sejarah Candi Jawa dengan Konsep Adventure Game pada Siswa SDF Al-Falah Kelas V Berbasis Android. Jurnal Algoritma STT Garut, Vol. 13 No. 2.

Selengkapnya
Serunya Belajar Sejarah Lewat Game! Inovasi Edukasi Digital Anak SD dengan Petualangan Candi Jawa

Teknologi Pendidikan

Petualangan Edukatif: Cara Baru Mengenal Sejarah Candi Lewat Game Android untuk Anak SD

Dipublikasikan oleh Afridha Nu’ma Khoiriyah pada 15 Mei 2025


Pendahuluan

Di tengah derasnya arus digitalisasi, pendidikan sejarah di sekolah dasar menghadapi tantangan baru: bagaimana menyampaikan materi budaya yang sarat nilai dan filosofi kepada generasi digital native tanpa kehilangan esensi edukatifnya? Artikel karya Herul Makmun dan Amak Yunus menjawab tantangan ini dengan merancang aplikasi adventure game berbasis Android, yang bertujuan memperkenalkan peninggalan sejarah Candi Jawa kepada siswa kelas V SDIT Al-Falah. Pendekatan mereka memadukan teknologi mobile dengan metode pembelajaran interaktif berbasis permainan.

Latar Belakang

Penelitian ini dilandasi oleh fenomena menurunnya minat siswa terhadap mata pelajaran sejarah, khususnya mengenai peninggalan budaya seperti candi. Sumber dari Kemdikbud menyebutkan bahwa pemahaman siswa SD terhadap sejarah nasional masih tergolong rendah. Hal ini diperparah oleh metode pembelajaran konvensional yang kurang melibatkan siswa secara aktif.

Penulis memanfaatkan pendekatan game-based learning, mengacu pada penelitian sebelumnya yang menunjukkan bahwa permainan edukatif mampu meningkatkan retensi, pemahaman konsep, serta keterlibatan emosional siswa. Tidak hanya menyampaikan informasi, game edukatif mampu mengajak pengguna "hidup dalam cerita", menjelajahi ruang dan waktu secara virtual.

Metodologi

Penulis mengembangkan aplikasi dengan model Multimedia Development Life Cycle (MDLC) versi Luther-Sutopo yang terdiri dari enam tahapan:

  1. Konsep
    Menentukan tujuan pembelajaran, yaitu memperkenalkan candi-candi bersejarah seperti Borobudur, Prambanan, dan Penataran.

  2. Desain
    Merancang navigasi aplikasi, karakter, dan skenario permainan berbasis petualangan (adventure).

  3. Pengumpulan Bahan
    Mengumpulkan gambar, video, dan narasi sejarah dari sumber kredibel.

  4. Pembuatan (Assembly)
    Menggunakan Construct 2 sebagai platform pengembangan game.

  5. Pengujian
    Menguji fungsi, navigasi, dan pengalaman pengguna pada siswa SD kelas V.

  6. Distribusi
    Aplikasi diinstal di perangkat Android dan digunakan di lingkungan pembelajaran terbimbing.

Hasil & Temuan

Aplikasi yang dikembangkan mengusung konsep petualangan, di mana pengguna harus menjelajahi dunia virtual yang mewakili kompleks candi-candi besar di Jawa. Setiap level permainan mengandung misi yang harus diselesaikan, seperti menjawab kuis sejarah, mencari artefak tersembunyi, atau menelusuri jalur narasi pemandu interaktif.

Hasil Uji Coba:

  • Partisipan: 25 siswa kelas V SDF Al-Falah.

  • Hasil Pre-Test: Skor rata-rata 58 (kategori cukup).

  • Hasil Post-Test: Skor rata-rata 82 (kategori baik).

  • Tingkat Kepuasan Siswa: 90% siswa merasa lebih tertarik belajar sejarah dengan aplikasi dibandingkan buku teks.

  • Efektivitas Media: 88% siswa menyatakan aplikasi membantu mereka memahami nama, letak, dan sejarah Candi Borobudur dan Prambanan.

Data ini menunjukkan adanya peningkatan signifikan dalam pemahaman sejarah dan minat belajar setelah penggunaan aplikasi.

Analisis Tambahan

Dari sudut pandang pedagogis, permainan edukatif seperti ini mendorong keterlibatan kognitif dan afektif. Anak-anak lebih mudah mengingat informasi yang mereka peroleh melalui interaksi, bukan sekadar membaca. Model ini sejalan dengan teori konstruktivistik, di mana siswa membangun pemahaman melalui pengalaman.

Studi Banding

Beberapa negara seperti Korea Selatan dan Jepang telah lama menerapkan pendekatan game-based learning dalam pendidikan budaya. Misalnya, “Time Explorers” dari British Museum memungkinkan siswa menjelajahi sejarah Romawi kuno dalam format permainan. Aplikasi buatan Makmun & Yunus menunjukkan pendekatan serupa dalam konteks lokal yang relevan.

Kritik Konstruktif

Kelebihan:

  • Interaktif dan Menarik: Desain visual dan gameplay mampu menarik perhatian anak-anak.

  • Berbasis Nilai Lokal: Fokus pada warisan budaya Indonesia, menjadikannya sebagai alat pelestarian budaya.

  • Teknologi Ringan: Dikembangkan dengan Construct 2, sehingga kompatibel dengan banyak perangkat Android.

Kekurangan:

  • Keterbatasan Cakupan Candi: Hanya memuat tiga candi besar, belum mencakup situs kecil atau lokal.

  • Skalabilitas Terbatas: Hanya diuji di satu sekolah; belum terbukti generalisasi ke daerah lain atau jenjang kelas berbeda.

  • Belum Terintegrasi Kurikulum Nasional: Perlu adaptasi lebih lanjut untuk digunakan secara luas di sekolah formal.

Potensi Masa Depan

Penelitian ini membuka peluang besar bagi pengembangan edugame lokal berbasis budaya lainnya, seperti mengenal batik, wayang, atau tokoh sejarah nasional. Jika terintegrasi dengan Kurikulum Merdeka Belajar, model seperti ini dapat menjadi bagian dari pembelajaran tematik, lintas mata pelajaran, serta penilaian berbasis proyek.

Kesimpulan

Artikel ini membuktikan bahwa teknologi bukan musuh kebudayaan, melainkan sarana transformasi. Aplikasi adventure game sejarah yang dikembangkan bukan hanya meningkatkan pemahaman siswa tentang candi, tetapi juga memperkuat identitas budaya mereka sejak dini. Penelitian ini layak menjadi inspirasi pengembangan aplikasi pembelajaran berbasis lokal lainnya di era digital.

Sumber 

Makmun, Herul & Yunus, Amak. (2022). Aplikasi Pendukung Pengetahuan Peninggalan Sejarah Candi Jawa dengan Konsep Adventure Game pada Siswa SDF Al-Falah Kelas V Berbasis Android. Jurnal Teknologi Informasi STMIK Sumedang, Vol. 2 No. 1.

Selengkapnya
Petualangan Edukatif: Cara Baru Mengenal Sejarah Candi Lewat Game Android untuk Anak SD

Teknologi Pendidikan

Jadwal Praktikum Tanpa Drama: Inovasi Web Aplikasi untuk Kampus Modern

Dipublikasikan oleh Afridha Nu’ma Khoiriyah pada 14 Mei 2025


Pendahuluan

Di era digital saat ini, efektivitas pengelolaan jadwal praktikum menjadi krusial, khususnya di lingkungan pendidikan tinggi yang memiliki dinamika penggunaan laboratorium yang tinggi. Artikel karya Dede Haryadi, Refi Yenti, dan Ayi Suryana dari Universitas Bina Darma ini menyoroti permasalahan pelik yang sering kali dihadapi oleh pihak laboratorium kampus, yaitu pengelolaan jadwal praktikum yang masih manual.

Permasalahan tersebut tidak hanya menghambat efisiensi kerja staf laboratorium, namun juga menimbulkan potensi benturan jadwal dan miskomunikasi antara dosen, laboran, dan mahasiswa. Oleh karena itu, pengembangan sistem informasi web berbasis menjadi solusi yang tepat, efisien, dan relevan dengan perkembangan teknologi saat ini.

Tujuan Penelitian dan Relevansinya

Tujuan utama dari penelitian ini adalah merancang dan membangun sebuah aplikasi berbasis web yang mampu membantu pengelolaan jadwal praktikum secara sistematis, mudah diakses, dan real-time. Sistem ini diharapkan dapat meningkatkan efisiensi, transparansi, serta akurasi informasi dalam proses penjadwalan.

Dengan semakin meningkatnya kebutuhan akan layanan digital dalam bidang akademik, sistem seperti ini memiliki relevansi tinggi—tidak hanya untuk Universitas Bina Darma, namun juga bagi institusi pendidikan lainnya di Indonesia.

Metodologi yang Digunakan

1. Metode Pengembangan Sistem

Peneliti menggunakan metode Waterfall yang terdiri dari lima tahapan:

  • Analisis Kebutuhan: Identifikasi aktor sistem (admin, laboran, dosen, dan mahasiswa).

  • Perancangan Sistem: Pembuatan flowchart, use case diagram, dan desain database.

  • Implementasi: Pembuatan aplikasi berbasis PHP dan MySQL.

  • Pengujian: Uji coba sistem dengan skenario aktual.

  • Pemeliharaan: Penyesuaian jika ditemukan bug atau error.

2. Teknologi Pendukung

  • Bahasa Pemrograman: PHP

  • Database: MySQL

  • Web Server: Apache

  • Tool Perancangan: UML dan flowchart

Metodologi ini cukup klasik namun terbukti handal dalam pengembangan aplikasi sistem informasi berbasis web dengan kebutuhan yang spesifik dan terstruktur.

Fitur Unggulan Aplikasi yang Dikembangkan

🔹 Manajemen Jadwal Praktikum

  • Input, edit, dan hapus jadwal berdasarkan nama mata kuliah, kelas, dan laboratorium.

  • Validasi agar tidak terjadi bentrok waktu antara kelas satu dengan lainnya.

🔹 Notifikasi dan Monitoring

  • Dosen dan laboran dapat memantau jadwal secara real-time.

  • Sistem memberikan peringatan jika terjadi tumpang tindih jadwal.

🔹 Hak Akses Berdasarkan Peran

  • Mahasiswa hanya bisa melihat jadwal praktikum.

  • Dosen dan laboran dapat menambahkan atau mengedit data yang relevan.

🔹 Dashboard Interaktif

  • Tersedia ringkasan jadwal mingguan atau bulanan.

  • Interface dirancang sederhana agar mudah dipahami semua pengguna.

Analisis Keunggulan dan Kelemahan Sistem

✅ Keunggulan

  • Efisiensi Waktu dan Tenaga: Tidak perlu mencetak atau merevisi jadwal manual.

  • Aksesibilitas: Bisa diakses dari mana saja, kapan saja melalui browser.

  • Transparansi: Semua pihak memiliki akses informasi yang sama.

  • Reduksi Human Error: Sistem otomatis mendeteksi bentrok jadwal.

❌ Kelemahan

  • Belum tersedia fitur integrasi dengan sistem akademik utama universitas.

  • Aplikasi belum diuji untuk akses skala besar atau lintas fakultas.

  • Antarmuka (UI) sederhana tetapi belum responsif untuk perangkat mobile.

Studi Kasus

Laboratorium komputer Universitas Bina Darma digunakan oleh berbagai program studi secara bergantian. Sebelum sistem ini dikembangkan, jadwal praktikum disusun manual menggunakan Microsoft Excel dan disebarkan melalui media cetak atau grup WhatsApp.

Setelah penerapan sistem ini, tercatat:

  • Penurunan konflik jadwal sebesar 85% dalam dua semester awal.

  • Waktu penyusunan jadwal berkurang dari 7 hari menjadi 2 hari.

  • 90% pengguna (dosen dan laboran) menyatakan puas karena dapat melihat perubahan jadwal secara real-time.

Temuan ini menunjukkan bahwa sistem benar-benar menyelesaikan masalah yang menjadi tujuan awal penelitian.

Perbandingan dengan Penelitian Sejenis

Penelitian ini sejalan dengan studi lain, seperti yang dilakukan oleh Yulianto et al. (2021) yang mengembangkan sistem penjadwalan untuk laboratorium teknik menggunakan metode SCRUM. Perbedaannya, sistem pada penelitian ini lebih sederhana dan cocok diterapkan di institusi dengan sumber daya TI terbatas.

Namun jika dibandingkan dengan platform penjadwalan berbasis cloud seperti Google Calendar API Integration, sistem ini masih kalah dalam hal fleksibilitas dan dukungan multiplatform. Tapi untuk kebutuhan lokal kampus, desain khusus seperti ini lebih unggul karena bisa dikustom sesuai kebutuhan institusi.

Dampak Praktis dan Rekomendasi

Sistem ini bukan hanya solusi teknis, tapi juga berkontribusi pada:

  • Transformasi digital kampus: Menjadi langkah awal menuju smart campus.

  • Peningkatan kepuasan pengguna: Baik dari pihak mahasiswa, dosen, maupun laboran.

  • Penghematan biaya operasional: Karena tidak perlu cetak manual atau revisi berulang.

📌 Rekomendasi Pengembangan Lanjutan:

  1. Integrasi ke sistem akademik seperti KRS dan LMS.

  2. Versi mobile-friendly atau aplikasi Android untuk kemudahan akses.

  3. Fitur reminder otomatis melalui email atau notifikasi push.

  4. Data analitik untuk mengetahui frekuensi penggunaan laboratorium.

Kesimpulan

Penelitian ini menunjukkan bahwa pengembangan aplikasi berbasis web untuk manajemen jadwal praktikum adalah solusi yang efektif, efisien, dan layak direplikasi. Sistem ini memberikan nilai tambah yang signifikan dari segi efisiensi, akurasi, dan transparansi. Dengan pengembangan lanjutan, sistem ini berpotensi menjadi model bagi sistem laboratorium di perguruan tinggi lain di Indonesia.

Sumber Artikel

Haryadi, D., Yenti, R., & Suryana, A. (2022). Rancang Bangun Aplikasi Pengelolaan Jadwal Praktikum Berbasis Web pada Laboratorium Komputer Universitas Bina Darma. Prosiding Seminar Nasional SAKAPARI 3.

Selengkapnya
Jadwal Praktikum Tanpa Drama: Inovasi Web Aplikasi untuk Kampus Modern

Teknologi Pendidikan

Digitalisasi PKL SMK: Solusi Monitoring Praktik Kerja Industri Berbasis Web di Era 4.0

Dipublikasikan oleh Afridha Nu’ma Khoiriyah pada 05 Mei 2025


Pendahuluan

Praktik Kerja Industri (Prakerin) merupakan bagian integral dari kurikulum SMK di Indonesia. Namun, pelaksanaan dan pemantauan kegiatan ini kerap diwarnai berbagai hambatan, mulai dari kurangnya komunikasi antara pihak sekolah dan dunia industri hingga kesulitan dalam mengakses laporan kegiatan siswa secara real-time. Artikel yang ditulis oleh Kurnia, Sudaryadi, dan Cahyana ini menyuguhkan solusi nyata: merancang sistem informasi berbasis web untuk mempermudah monitoring kegiatan PKL siswa SMK, khususnya di SMK Negeri 1 Garut.

Landasan Teori

Penelitian ini berangkat dari kebutuhan akan sistem informasi yang mampu menjawab kompleksitas dalam mengelola data dan interaksi antar pihak dalam kegiatan PKL. Sistem ini dirancang menggunakan pendekatan pengembangan perangkat lunak berbasis Waterfall, sebuah metode yang sistematis dan berurutan, dimulai dari analisis kebutuhan hingga implementasi.

Teknologi yang digunakan meliputi:

  • PHP sebagai bahasa pemrograman

  • MySQL untuk manajemen basis data

  • Apache sebagai web server

  • UML untuk pemodelan sistem

Pendekatan teknis ini menunjukkan bahwa para peneliti tidak hanya fokus pada sisi konsep, tetapi juga menawarkan blueprint sistem yang aplikatif.

Tujuan Penelitian dan Studi Kasus

Penelitian ini bertujuan untuk:

  • Merancang sistem monitoring berbasis web yang efisien

  • Memfasilitasi komunikasi antara sekolah, siswa, dan pihak industri

  • Mempermudah pengumpulan dan validasi laporan kegiatan PKL

Studi dilakukan di SMK Negeri 1 Garut, sebuah sekolah kejuruan yang telah lama menjalankan program Prakerin namun menghadapi kendala dalam aspek monitoring dan dokumentasi.

Metodologi

Tahapan dalam metode Waterfall yang digunakan dalam penelitian ini meliputi:

  1. Analisis Kebutuhan: Melibatkan wawancara dengan pihak sekolah dan siswa.

  2. Perancangan Sistem: Menggunakan diagram UML (Use Case, Activity, Class).

  3. Implementasi: Penerapan sistem berbasis PHP dan MySQL.

  4. Pengujian: Dilakukan melalui uji coba langsung terhadap pengguna (guru dan siswa).

  5. Pemeliharaan: Menyediakan dokumentasi teknis dan kemungkinan pengembangan lanjutan.

Pendekatan ini cukup tepat untuk sistem berskala kecil hingga menengah yang tidak terlalu kompleks secara struktur, namun memerlukan akurasi tinggi dalam setiap tahap.

Hasil Penelitian

Sistem informasi yang dirancang memiliki sejumlah fitur utama:

  • Login Multi-Level: Untuk siswa, pembimbing sekolah, dan pembimbing industri.

  • Input Kegiatan Harian: Siswa mengisi laporan aktivitas secara rutin.

  • Verifikasi Pembimbing: Laporan dapat diverifikasi secara digital.

  • Cetak Laporan: Fitur untuk mencetak dokumentasi resmi.

  • Notifikasi dan Monitoring Real-Time: Memberikan kemudahan pemantauan.

Sistem ini terbukti meningkatkan efisiensi komunikasi dan transparansi data kegiatan PKL.

Analisis Tambahan

Dengan mengadopsi sistem informasi berbasis web seperti ini, sekolah kejuruan dapat meningkatkan kualitas manajemen PKL yang sebelumnya dilakukan secara manual dan tidak terstruktur. Di tengah percepatan digitalisasi pendidikan akibat pandemi COVID-19, sistem seperti ini menjadi sangat relevan.

Beberapa studi lain yang mendukung digitalisasi pendidikan antara lain:

  • Penelitian oleh Supriyadi (2020) menunjukkan bahwa sistem e-learning berbasis web dapat meningkatkan efektivitas pembelajaran praktikum.

  • Studi oleh Rachmawati et al. (2021) menunjukkan peningkatan partisipasi siswa dalam PKL melalui media digital.

Studi Kasus Tambahan

Di Jawa Barat, program SMK Pusat Keunggulan mulai mengintegrasikan platform digital untuk keperluan monitoring dan pelaporan. Beberapa sekolah seperti SMK 2 Bandung telah menggunakan aplikasi sejenis untuk mendata kehadiran, laporan kegiatan, hingga evaluasi PKL. Namun, tidak semua aplikasi dikembangkan secara spesifik dan adaptif seperti yang ditawarkan dalam penelitian ini.

Kritik dan Catatan

Meskipun sistem ini memiliki kelebihan, ada beberapa hal yang dapat dikritisi:

  • Keterbatasan Akses Internet: Sistem berbasis web membutuhkan koneksi stabil, yang tidak selalu tersedia di lokasi industri siswa.

  • Skalabilitas Sistem: Penelitian belum menjelaskan bagaimana sistem ini bisa diterapkan di skala nasional atau multisekolah.

  • Keamanan Data: Belum banyak dibahas mengenai enkripsi atau manajemen privasi data siswa.

Untuk pengembangan lebih lanjut, integrasi dengan API WhatsApp atau notifikasi berbasis SMS bisa meningkatkan efektivitas komunikasi.

Dampak Praktis

Penerapan sistem ini akan memberikan beberapa manfaat nyata:

  • Efisiensi Waktu: Laporan harian tidak perlu lagi ditulis manual.

  • Akuntabilitas Tinggi: Setiap aktivitas terdokumentasi dan bisa diverifikasi oleh berbagai pihak.

  • Dukungan Kurikulum Merdeka: Sistem ini sejalan dengan arah kebijakan Merdeka Belajar yang mendorong personalisasi dan pemantauan berbasis data.

Kesimpulan

Artikel ini secara jernih menunjukkan bagaimana teknologi informasi dapat menjadi alat transformatif dalam dunia pendidikan kejuruan. Perancangan sistem informasi monitoring PKL berbasis web bukan sekadar solusi teknis, tetapi juga strategi manajerial yang mendukung ekosistem pendidikan yang lebih transparan, efisien, dan adaptif terhadap kebutuhan zaman.

Sumber:

Kurnia, A. D., Sudaryadi, A., & Cahyana, R. (2016). Perancangan Sistem Informasi Monitoring Kegiatan Praktik Kerja Industri Siswa SMK Berbasis Web (Studi Kasus: SMK Negeri 1 Garut). Jurnal Algoritma STT Garut, Vol. 13 No. 2.

Selengkapnya
Digitalisasi PKL SMK: Solusi Monitoring Praktik Kerja Industri Berbasis Web di Era 4.0

Teknologi Pendidikan

Arti dari MOOC dan Perannya sebagai Teknologi Pendidikan

Dipublikasikan oleh Anisa pada 18 Februari 2025


Kursus online yang dirancang untuk partisipasi tidak terbatas dan akses terbuka melalui Web dikenal sebagai kursus online terbuka besar-besaran (MOOC /muːk/) atau kursus online terbuka. Banyak MOOC menawarkan kursus interaktif dengan forum pengguna atau diskusi media sosial untuk mendukung interaksi komunitas di antara mahasiswa, profesor, dan asisten pengajar (TA), selain materi kursus tradisional seperti bacaan, rangkaian masalah, dan rekaman ceramah. Kursus-kursus ini juga sering kali memberikan umpan balik langsung pada kuis dan tugas singkat. Pertama kali didirikan pada tahun 2008, MOOCs adalah kemajuan yang telah diteliti dengan baik dalam pendidikan online dan mendapatkan popularitas pada tahun 2012. Tahun 2012 dijuluki sebagai "Tahun MOOC" karena popularitasnya yang meningkat.

Untuk mendorong penggunaan kembali dan pencampuran sumber daya, MOOCs awal (cMOOCs: Connectivist MOOCs) sering kali menekankan pada karakteristik akses terbuka termasuk materi, struktur, dan tujuan pembelajaran yang dilisensikan secara bebas. MOOC tertentu yang diperluas, sering dikenal sebagai xMOOC, menerapkan lisensi terbatas untuk materi pelajarannya namun tetap mengizinkan siswa untuk mengaksesnya secara gratis.

Sejarah

  • Prekursor

Sebelum munculnya era digital, pembelajaran jarak jauh pertama kali berbentuk kursus korespondensi pada tahun 1890-an dan 1920-an, diikuti oleh kursus yang disiarkan di radio dan televisi serta pengulangan pertama e-learning. Kurang dari lima persen siswa biasanya menyelesaikan suatu kursus. Misalnya, Program Koperasi Stanford Honors yang didirikan pada tahun 1954 pada akhirnya menyediakan seminar video di tempat bisnis pada malam hari, yang berpuncak pada gelar Master yang diakui sepenuhnya. Karena perusahaan membayar dua kali lipat biaya kuliah standar yang biasanya dibayarkan oleh siswa penuh waktu, inisiatif ini menimbulkan kontroversi. Online, atau e-learning dan pendidikan jarak jauh, mengalami perubahan pada tahun 2000an dengan munculnya MOOC, peningkatan kehadiran online, dan pilihan pembelajaran terbuka. Jutaan orang menonton kursus perguruan tinggi terpopuler pada tahun 2010, seperti "Anatomi Manusia" dengan Marian Diamond dan "Keadilan" dengan Michael J. Sandel.

  • Pendekatan awal

Inisiatif MIT OpenCourseWare menjadi pendorong gerakan sumber daya pendidikan terbuka (OER), yang memunculkan MOOC pertama. Temuan peneliti bahwa tidak ada korelasi yang jelas antara ukuran kelas dan hasil belajar menjadi pendorong gerakan pendidikan terbuka. Karya Daniel Barwick adalah contoh yang paling sering disebutkan dalam kasus ini.

Wikiversity didirikan pada tahun 2006 sebagai bagian dari gerakan Pendidikan Terbuka, dan kursus terbuka pertama platform tersebut diadakan pada tahun 2007. Gagasan untuk menjadikan Wikiversity sebagai platform pendidikan terbuka dan gratis sejalan dengan gerakan sekolah gratis, Sekolah Menengah Rakyat, dan Pendidikan orang dewasa gratis di Skandinavia diuji dalam kursus sepuluh minggu dengan lebih dari tujuh puluh siswa. Pada tahun 2008, Dave Cormier dari Universitas Prince Edward Island menciptakan istilah MOOC sebagai reaksi terhadap mata kuliah bertajuk Konektivisme dan Pengetahuan Konektif (CCK08). Di bawah arahan George Siemens dari Universitas Athabasca dan Stephen Downes dari Dewan Riset Nasional, CCK08 menyertakan hampir 2.200 mahasiswa online gratis dari masyarakat umum selain 25 mahasiswa Pendidikan Lanjutan yang membayar biaya kuliah dari Universitas Manitoba. Pembelajar online dapat terlibat dengan materi kursus melalui RSS feed dan teknologi kolaboratif termasuk percakapan threaded Moodle, pertemuan Second Life, dan entri blog. Menurut pendapat Stephen Downes, xMOOC baru "menyerupai acara televisi atau buku teks digital" dan kurang "kreatif dan dinamis" dibandingkan apa yang disebut cMOOC.

  • cMOOC dan xMOOC

Beberapa ide tentang MOOC tampaknya telah berkembang seiring berjalannya waktu seiring dengan berkembangnya platform. Seringkali kita dapat membedakan dua jenis: mata kuliah yang menekankan filosofi konektivis dan mata kuliah yang menyerupai mata kuliah konvensional. Sebutan "cMOOC" dan "xMOOC" dikembangkan oleh beberapa pengguna platform awal untuk membedakan keduanya.

Ide pedagogi konektivis, yang menekankan agregasi konten (sebagai lawan dari pra-seleksi), kemampuan untuk diremix, kemampuan untuk digunakan kembali, dan pemberian masukan (yaitu, pengembangan materi harus berorientasi pada pembelajaran di masa depan), membentuk dasar cMOOCs. Tujuan dari teknik desain pembelajaran cMOOC adalah untuk menghubungkan siswa satu sama lain sehingga mereka dapat bekerja sama dalam proyek atau menemukan jawaban atas masalah. Hal ini mungkin termasuk memberikan penekanan yang kuat pada pengembangan kolaboratif MOOC. MOOC konektivis, menurut Andrew Ravenscroft dari London Metropolitan University, memfasilitasi diskusi kelompok dan pengembangan pengetahuan dengan lebih baik.

xMOOCs memiliki format yang jauh lebih konvensional untuk kursusnya. Mereka dibedakan berdasarkan tujuan yang jelas untuk menyelesaikan kursus dan mendapatkan sertifikasi materi pelajaran pada tingkat tertentu. Biasanya, kurikulum video ceramah dan tugas penilaian diri yang jelas diberikan kepada mereka. Namun, untuk mengakses materi dan sertifikasi yang dinilai, beberapa pemasok meminta Anda membayar keanggotaan. Mereka menggunakan komponen MOOC asli, tetapi pada dasarnya mereka adalah platform TI bermerek yang menyediakan kemitraan bagi universitas untuk penyampaian materi. Guru adalah sumber pengetahuan, dan sebagian besar interaksi siswa terdiri dari saling membantu dan menawarkan saran mengenai topik-topik yang menantang.

Munculnya penyedia MOOC

The New York Times mengklaim bahwa tahun 2012 menjadi "tahun MOOC" karena munculnya beberapa perusahaan yang memiliki pendanaan besar dan terhubung dengan institusi bergengsi, seperti edX, Udacity, dan Coursera. Pada awal tahun 2013, CEO Instruktur Josh Coates memberikan saran bahwa MOOC sedang mengalami siklus hype, dengan ekspektasi yang berayun liar, selama presentasi di SXSWedu. Argumen tersebut kemudian ditegaskan kembali oleh Dennis Yang, Presiden penyedia MOOC Udemy, dalam sebuah artikel untuk The Huffington Post.

Dalam apa yang disebut sebagai "penyerbuan", perguruan tinggi lain segera terlibat dalam "hal besar berikutnya", seperti yang dilakukan perusahaan layanan pendidikan online terkemuka seperti Blackboard Inc. Banyak institusi akademis di Eropa, Asia, Kanada, dan Meksiko telah mengumumkan kolaborasi dengan penyedia MOOC besar AS. Awal tahun 2013, kekhawatiran mengenai akademisi yang "dikeluarkan MOOC" mulai muncul. Penyelidikan lebih lanjut memverifikasi kecenderungan ini di kemudian hari.

Industri ini unik karena terdiri dari entitas yang saling berhubungan, seperti universitas, pemodal ventura, bisnis afiliasi, penyedia MOOC, dan sektor nirlaba yang lebih luas. Menurut Chronicle of Higher Education, pemasok utamanya adalah perusahaan nirlaba Udacity dan Coursera serta organisasi nirlaba Khan Academy dan edX. American Council on Education, National Science Foundation, MacArthur Foundation, dan Bill & Melinda Gates Foundation adalah beberapa organisasi nirlaba yang lebih besar. Stanford, Harvard, MIT, University of Pennsylvania, Caltech, University of Texas di Austin, University of California di Berkeley, dan San Jose State University adalah beberapa contoh universitas yang memelopori pendidikan. Bisnis terkait yang membiayai MOOC termasuk Pearson PLC, penyedia materi pendidikan, dan Google. Kleiner Perkins Caufield & Byers, New Enterprise Associates, dan Andreessen Horowitz adalah beberapa pemodal ventura.

Pengalaman siswa dan pedagogi

  • Siswa dilayani

Lebih dari 1,5 juta orang telah mendaftar untuk kursus di Coursera, Udacity, atau edX pada bulan Juni 2012. Jumlah siswa yang terdaftar pada tahun 2013 tampaknya beragam, luas, dan non-tradisional, namun sebagian besar terdiri dari penutur bahasa Inggris dari negara-negara kaya . Sekitar 2,8 juta siswa telah mendaftar di Coursera pada bulan Maret 2013. Pendaftaran di Coursera telah melampaui 5 juta pada bulan Oktober 2013, sementara edX secara terpisah telah mencapai 1,3 juta.

  • Pengalaman pendidik

Pada tahun 2013, 103 akademisi yang pernah mengajar MOOC disurvei oleh Chronicle of Higher Education. Meskipun persiapan pra-kelas beberapa instruktur hanya "beberapa puluh jam", "seorang profesor biasanya menghabiskan lebih dari 100 jam pada MOOC-nya bahkan sebelum dimulai, dengan merekam video kuliah online dan melakukan persiapan lainnya." Setelah itu, instruktur mengerjakan kursus tersebut selama delapan hingga sepuluh jam seminggu, termasuk berkontribusi pada papan diskusi.

Mediannya adalah 2.600 siswa yang lulus, 33.000 siswa terdaftar, dan satu asisten pengajar yang membantu di kelas. 34% kursus menggunakan penilaian sejawat, sementara 74% kelas menggunakan penilaian otomatis. Video asli digunakan oleh 97% guru, materi pendidikan terbuka digunakan oleh 75%, dan sumber daya lainnya digunakan oleh 27%. Dalam 9% kursus, diperlukan buku teks cetak, dan dalam 5%, versi elektronik.

  • Tingkat penyelesaian

MOOC mempunyai kekhawatiran yang besar terhadap angka putus sekolah dan angka putus sekolah, meskipun mereka berjanji untuk meningkatkan pembelajaran dan pendidikan. Hanya persentase yang relatif kecil dari siswa yang mendaftar pada kursus tersebut yang berhasil menyelesaikannya, meskipun faktanya jumlah pendaftaran untuk kursus tersebut sering kali berkisar ribuan. Meskipun pendaftaran telah mencapai nilai sekitar 230.000, MOOC yang diperiksa memiliki rata-rata pendaftaran sebesar 25.000, menurut visualisasi dan analisis yang dilakukan oleh Katy Jordan (2015). Menurut Jordan, MOOC ini memiliki tingkat penyelesaian rata-rata 15%. Tingkat penyelesaian sebesar 7–9% ditunjukkan oleh statistik awal dari Coursera. Menurut Coffrin dkk. (2012), terdapat penurunan yang stabil dan nyata dalam jumlah siswa yang mengikuti kursus setiap minggunya, dan tingkat penyelesaiannya jauh lebih rendah (antara 3 dan 5%). Tingkat gesekan yang sebanding dengan Coffrin juga telah dilaporkan oleh orang lain. Sebagai contoh, perhatikan mata kuliah Bioelektrik di Duke University pada musim gugur tahun 2012. Dari 12.725 mahasiswa yang mendaftar, hanya 7.761 yang menonton videonya, 3.658 mencoba kuis, 345 mencoba ujian akhir, dan 313 lulus dan menerima sertifikat. Tingkat penyelesaian bagi siswa yang membayar $50 untuk sebuah fitur (yang dimaksudkan untuk menghentikan kecurangan dalam ujian) adalah sekitar 70%. Menurut Yang dkk. (2013), atrisi terjadi seiring berjalannya waktu karena, meskipun terdapat fakta bahwa sebagian besar siswa meninggalkan suatu mata pelajaran lebih awal karena berbagai alasan, sejumlah besar siswa tetap mengikuti mata pelajaran tersebut dan keluar kemudian.

  • Desain instruksional

Banyak MOOC yang memanfaatkan video ceramah, yang menggabungkan teknologi modern dengan metode pengajaran kuno yang disebut ceramah. Pada sidang Dewan Penasihat Presiden bidang Sains dan Teknologi (PCAST), Thrun mengatakan bahwa MOOC "kursus 'dirancang untuk menjadi tantangan,' bukan ceramah, dan jumlah data yang dihasilkan dari penilaian ini dapat dievaluasi 'secara besar-besaran menggunakan pembelajaran mesin' sedang bekerja di belakang layar." Dia mengatakan bahwa strategi ini mematahkan “rangkaian mitos abad pertengahan” yang menentukan efektivitas guru dan hasil siswa dan menggantikannya dengan pendekatan pendidikan “modern, berbasis data,” dan berbasis bukti yang berpotensi menjadi katalis bagi “transformasi mendasar.” pendidikan” itu sendiri.

Disadur dari:

https://en.wikipedia.org

Selengkapnya
Arti dari MOOC dan Perannya sebagai Teknologi Pendidikan
page 1 of 2 Next Last »