Teknologi Manufaktur Digital

Digital Twin untuk Maintenance Industri – State of the Art dan Gap Analysis

Dipublikasikan oleh Anjas Mifta Huda pada 28 Agustus 2025


 Mengapa Digital Twin Penting di Era Industri 4.0?

Dalam beberapa tahun terakhir, konsep Digital Twin (DT) semakin menjadi topik penting di dunia industri, terutama sejak era Industri 4.0 mulai diterapkan secara luas. Paper berjudul Using Digital Twin for Maintenance Applications in Manufacturing: State of the Art and Gap Analysis karya Panagiotis Aivaliotis, Konstantinos Georgoulias, dan Kosmas Alexopoulos membahas bagaimana DT digunakan dalam konteks pemeliharaan prediktif, apa saja hasil temuan riset terbaru, hingga gap yang masih harus diatasi agar teknologi ini dapat berjalan efektif di lapangan.

Secara definisi, Digital Twin adalah salinan digital dari objek fisik seperti mesin, pabrik, bahkan manusia, yang diperbarui secara otomatis melalui aliran data real-time dari sensor. Dengan adanya DT, perusahaan dapat melakukan pemeliharaan prediktif (predictive maintenance), yakni memprediksi kapan sebuah mesin akan rusak dan menjadwalkan perawatan sebelum kerusakan itu benar-benar terjadi.

Pendekatan ini jauh lebih unggul dibanding pemeliharaan reaktif (reactive maintenance), yang menunggu mesin rusak sebelum diperbaiki, maupun pemeliharaan preventif (preventive maintenance), yang dilakukan berdasarkan jadwal tanpa melihat kondisi aktual. Dengan DT, perusahaan dapat beralih ke strategi condition-based maintenance, di mana keputusan perawatan didasarkan pada data nyata.

Dalam konteks industri, penerapan DT untuk maintenance dapat menghasilkan manfaat nyata:

  • Mengurangi downtime dengan mendeteksi masalah lebih awal.
  • Menghemat biaya operasional karena perawatan dilakukan sesuai kebutuhan, bukan sekadar rutin.
  • Meningkatkan keselamatan dengan memprediksi potensi bahaya sebelum terjadi.
  • Meningkatkan umur mesin melalui simulasi kerusakan dan perencanaan perawatan yang lebih baik.

Paper ini tidak hanya merangkum penelitian-penelitian terkait DT dalam maintenance, tetapi juga mengidentifikasi gap atau kekurangan dalam riset yang ada serta memberikan usulan arah penelitian ke depan.

Struktur Digital Twin dalam Maintenance

Untuk memahami bagaimana DT bekerja, penulis paper menjelaskan bahwa model DT terdiri dari tiga elemen utama:

  1. Objek fisik (physical object) – mesin atau peralatan nyata yang beroperasi di dunia nyata.
  2. Objek virtual (virtual object) – model digital yang merepresentasikan kondisi fisik mesin.
  3. Koneksi data (data connection) – saluran informasi yang menghubungkan mesin nyata dengan model digital secara real-time.

Ketiga elemen ini bekerja secara terpadu. Data dari sensor yang dipasang pada mesin dikirimkan ke model digital, sehingga model tersebut selalu mencerminkan kondisi aktual mesin. Sebaliknya, simulasi di dalam model digital dapat memprediksi bagaimana mesin akan berperilaku dalam berbagai skenario, termasuk potensi kerusakan yang mungkin terjadi.

Konsep kunci yang dibahas dalam paper adalah Remaining Useful Life (RUL), yaitu perkiraan sisa umur operasional suatu mesin atau komponennya. Dengan menghitung RUL menggunakan DT, perusahaan dapat merencanakan maintenance sebelum terjadi kerusakan fatal. Inilah yang membuat DT begitu relevan dalam strategi predictive maintenance.

Temuan Utama dari Literatur

Paper ini melakukan review literatur dari berbagai sumber, terutama database ScienceDirect dan Scopus, dengan periode publikasi antara tahun 2010 hingga 2017. Pemilihan periode ini penting karena konsep DT mulai berkembang signifikan setelah kemunculan Industri 4.0.

Beberapa temuan penting yang dirangkum adalah sebagai berikut:

1. Akar Historis Digital Twin

Konsep DT pertama kali diperkenalkan oleh NASA sebagai model probabilistik multi-fisika untuk kendaraan ruang angkasa. Tujuan awalnya adalah untuk memantau kondisi pesawat secara real-time selama misi. Dari sini, DT berkembang ke sektor lain seperti aerospace dan otomotif.

2. Aplikasi Virtual Commissioning (VC)

Salah satu aplikasi nyata dari DT adalah Virtual Commissioning (VC), yaitu metode pengujian sistem produksi melalui simulasi digital. Dengan VC, perusahaan dapat memangkas hingga 75% waktu commissioning, sehingga biaya peluncuran lini produksi baru juga lebih hemat.

3. Monitoring Kesehatan Mesin (Health Monitoring)

Penelitian menunjukkan bahwa DT memungkinkan pemantauan mesin CNC secara real-time. Data sensor dikirim ke cloud, lalu diproses untuk menghasilkan simulasi kondisi mesin di masa depan. Dengan cara ini, perusahaan dapat mengetahui kapan mesin akan membutuhkan maintenance.

4. Cloud-based Digital Twin

Beberapa penelitian mengusulkan penggunaan DT berbasis cloud. Data dari mesin dikumpulkan lalu dikirim ke database cloud, yang kemudian digunakan untuk memperbarui model simulasi digital. Dengan begitu, perhitungan RUL bisa dilakukan lebih akurat untuk jangka waktu yang lebih panjang.

5. Human-Robot Collaboration

DT juga digunakan untuk mengoptimalkan interaksi manusia dengan robot di lantai produksi. Dengan simulasi digital, potensi tabrakan atau bahaya bisa diantisipasi sebelum proses produksi berlangsung.

Gap Analysis: Kekurangan yang Masih Ada

Meskipun banyak penelitian menunjukkan potensi besar DT, paper ini menyoroti sejumlah gap yang masih perlu diperhatikan:

  1. Tidak ada framework umum
    Setiap penelitian menggunakan pendekatan berbeda, sehingga belum ada metodologi standar yang bisa diterapkan secara universal di berbagai industri.
  2. Kompleksitas mesin industri
    Pabrik memiliki banyak jenis mesin dengan desain berbeda. Membuat model DT untuk setiap mesin bisa sangat rumit dan mahal.
  3. Kurangnya mekanisme sinkronisasi data
    Hingga kini belum ada metodologi baku yang dapat memastikan model digital selalu sinkron dengan kondisi fisik mesin.
  4. Tantangan komputasi
    Model DT bisa menjadi sangat kompleks dan memerlukan kapasitas komputasi tinggi. Tanpa optimasi, proses simulasi bisa memakan waktu lama dan tidak efisien.
  5. Kurangnya metodologi untuk update model
    Model DT seharusnya dapat diperbarui secara otomatis berdasarkan data sensor, namun mekanisme ini masih dalam tahap riset.

Dampak Praktis Bagi Industri

Dari hasil tinjauan literatur, ada beberapa dampak praktis yang langsung relevan bagi industri:

  • Efisiensi Biaya: predictive maintenance dapat mengurangi biaya perawatan tak terduga. Misalnya, kerusakan mesin produksi otomotif yang menyebabkan downtime sehari bisa merugikan perusahaan hingga miliaran rupiah. Dengan DT, risiko ini bisa ditekan.
  • Produktivitas Tinggi: karena downtime berkurang, kapasitas produksi meningkat.
  • Keselamatan Kerja: DT mampu mendeteksi kerusakan sebelum menimbulkan bahaya fisik bagi operator.
  • Keunggulan Kompetitif: perusahaan yang lebih dulu mengadopsi DT akan lebih unggul dibanding pesaing karena mampu mengoperasikan lini produksi dengan lebih stabil.

Kritik Terhadap Temuan Paper

Meski paper ini komprehensif, ada beberapa kritik yang perlu dicatat:

  1. Kurang menyoroti aspek biaya implementasi
    Adopsi DT memerlukan investasi besar: sensor, perangkat IoT, software simulasi, hingga cloud computing. Bagi UMKM industri, biaya ini bisa menjadi penghalang.
  2. Standarisasi minim
    Paper ini benar menyoroti gap standar, namun belum banyak menawarkan solusi praktis terkait bagaimana standar bisa dibangun bersama antara vendor, asosiasi industri, dan lembaga penelitian.
  3. Kesiapan SDM
    Paper kurang membahas aspek human capital. Padahal, implementasi DT membutuhkan teknisi yang terampil membaca data, memahami simulasi, dan mengoperasikan sistem berbasis cloud.

Rekomendasi untuk Implementasi di Industri

Dari resensi ini, ada beberapa langkah aplikatif yang bisa diambil oleh perusahaan manufaktur:

  • Mulai kecil, lalu skalakan
    Jangan langsung mencoba menerapkan DT pada seluruh pabrik. Mulailah dengan satu mesin kritis, lalu perbesar skala penerapan.
  • Integrasi hybrid
    Gabungkan data sensor real-time dengan data historis agar prediksi lebih akurat.
  • Investasi pada pelatihan SDM
    Tanpa operator dan teknisi yang terampil, DT hanya akan menjadi proyek gagal.
  • Dorong kolaborasi lintas industri
    Vendor mesin, perusahaan manufaktur, dan akademisi harus bekerja sama membangun framework umum DT.
  • Optimasi komputasi
    Gunakan metode pemodelan yang efisien agar simulasi DT tidak menghambat operasional.

Kesimpulan

Paper ini memberikan gambaran menyeluruh mengenai potensi Digital Twin untuk maintenance di industri manufaktur, mulai dari pemantauan kesehatan mesin hingga penghitungan Remaining Useful Life (RUL).

Manfaatnya sangat nyata: downtime berkurang, biaya lebih efisien, umur mesin lebih panjang, dan keselamatan meningkat. Namun, masih ada sejumlah tantangan besar, terutama terkait framework standar, kompleksitas mesin, sinkronisasi data, dan kesiapan SDM.

Bagi industri, adopsi DT adalah langkah strategis untuk memenangkan persaingan di era Industri 4.0. Namun implementasi harus dilakukan bertahap, terukur, dan disertai investasi pada teknologi serta manusia.

📖 Sumber Paper:
Aivaliotis, P., Georgoulias, K., & Alexopoulos, K. (2019). Using digital twin for maintenance applications in manufacturing: State of the Art and Gap analysis. 2019 IEEE International Conference on Engineering, Technology and Innovation (ICE/ITMC).
DOI: 10.1109/ICE.2019.8792618

Selengkapnya
Digital Twin untuk Maintenance Industri – State of the Art dan Gap Analysis

Teknologi Manufaktur Digital

Digital Twin Fidelity Requirements Model for Manufacturing

Dipublikasikan oleh Anjas Mifta Huda pada 25 Agustus 2025


Perkembangan Industri 4.0 telah membawa perubahan besar dalam cara perusahaan manufaktur beroperasi. Di masa lalu, fokus utama manufaktur hanya sebatas pada produktivitas, kualitas, dan efisiensi tenaga kerja. Namun sekarang, perusahaan tidak lagi cukup hanya mengandalkan metode tradisional. Globalisasi, perubahan permintaan pelanggan yang cepat, serta dorongan kompetisi internasional memaksa perusahaan untuk mengadopsi digitalisasi sebagai pilar utama strategi mereka. Salah satu konsep yang dianggap revolusioner adalah Digital Twin (DT).

Digital Twin pada dasarnya adalah replika digital dari sistem fisik. Jika kita punya sebuah mesin di pabrik, maka DT adalah bayangan digital yang bisa memantau, menganalisis, bahkan melakukan simulasi dari kondisi dan perilaku mesin tersebut. Dengan dukungan teknologi seperti Internet of Things (IoT), Artificial Intelligence (AI), Big Data, dan Cyber-Physical Systems (CPS), DT bisa bertindak sebagai jembatan antara dunia nyata dan dunia virtual.

Namun, di balik potensi besar itu, ada masalah mendasar: tingkat fidelity atau seberapa detail DT harus dibuat. Banyak literatur akademik menekankan bahwa DT sebaiknya high-fidelity, yaitu meniru sistem fisik secara sangat detail dan realistis. Definisi seperti yang digunakan NASA, misalnya, menggambarkan DT sebagai simulasi multiphysics yang sangat kompleks. Tapi di sisi lain, perusahaan dalam dunia nyata sering hanya butuh solusi praktis yang lebih murah, cepat, dan tepat sasaran.

Pertanyaan besar pun muncul: apakah benar selalu dibutuhkan DT dengan fidelity setinggi mungkin? Jawaban atas pertanyaan ini menjadi fokus utama paper karya Kober, Adomat, Ahanpanjeh, Fette, dan Wulfsberg (2022) berjudul Digital Twin Fidelity Requirements Model for Manufacturing. Paper ini memperkenalkan kerangka baru bernama Digital Twin Fidelity Requirements Model (DT-FRM), yang membantu perusahaan menentukan tingkat fidelity secukupnya sesuai kebutuhan, bukan sekadar mengikuti tren akademik.

👉 Paper ini tersedia resmi di: https://doi.org/10.15488/12145

Analisis Literatur: Temuan dari 77 Artikel

Sebelum merumuskan DT-FRM, tim penulis melakukan analisis literatur yang cukup komprehensif. Mereka meneliti 77 artikel tentang aplikasi Digital Twin di manufaktur. Tujuannya untuk melihat sejauh mana literatur akademik mempertimbangkan aspek fidelity dalam implementasi DT.

Hasilnya cukup mengejutkan dan menunjukkan adanya gap besar antara teori dan praktik:

  • 78% artikel tidak menjelaskan prosedur implementasi DT. Mayoritas hanya memaparkan hasil akhir atau arsitektur sistem DT yang telah dibuat, tanpa memberikan gambaran langkah demi langkah bagaimana DT tersebut dikembangkan.
  • Dari sisanya yang membahas prosedur, sebagian besar hanya relevan untuk kasus spesifik. Misalnya, prosedur yang cocok untuk mesin CNC belum tentu cocok diterapkan di lini produksi otomotif.
  • 65% aplikasi memang punya prosedur terstruktur, tapi tetap tidak menyinggung aspek fidelity secara detail.
  • Soal fidelity, distribusinya adalah:
    • 63% artikel sama sekali tidak membahas fidelity.
    • 22% artikel menekankan bahwa DT harus high-fidelity tanpa mempertanyakan relevansinya.
    • 13% artikel menyebutkan bahwa fidelity harus dipilih sesuai kebutuhan aplikasi, dengan beberapa artikel mencontohkan bahwa detail tertentu bisa diabaikan demi efisiensi.

Kesimpulan dari analisis ini: ada kecenderungan akademisi memandang DT hanya dari kacamata teknis dan detail tinggi, sementara dunia industri sebenarnya lebih membutuhkan panduan praktis yang mempertimbangkan biaya, waktu, dan tujuan bisnis.

Digital Twin Fidelity Requirements Model (DT-FRM)

Untuk menjawab kesenjangan tersebut, penulis mengembangkan Digital Twin Fidelity Requirements Model (DT-FRM). Model ini disusun dengan pendekatan Design Science Research (DSR), yang berfokus pada penciptaan solusi (artefak) untuk masalah nyata.

Konsep Dasar DT-FRM

Prinsip utama DT-FRM adalah: fidelity harus ditentukan berdasarkan masalah yang ingin diselesaikan, bukan berdasarkan asumsi bahwa semakin detail semakin baik. Dengan kata lain, fidelity bukan tujuan, melainkan alat.

DT-FRM mengajarkan bahwa membangun DT ultra-detail bisa saja tidak efisien jika ternyata sebagian besar detail tersebut tidak berkontribusi terhadap penyelesaian masalah.

Langkah-Langkah DT-FRM

  1. Definisi Masalah Awal
    Proyek DT harus dimulai dengan problem statement yang jelas. Misalnya, apakah tujuan utama ingin mengurangi downtime mesin, meningkatkan umur alat, atau memperbaiki efisiensi energi.
  2. Identifikasi Target Variables (TV)
    Target Variables biasanya berupa KPI (Key Performance Indicators). Contoh: tool life, output rate, energy efficiency. TV menjadi representasi masalah utama yang akan diselesaikan.
  3. Derivasi Intermediate Variables (IV) dan Elementary Variables (EV)
    • IV (Intermediate Variables) adalah variabel turunan yang mempengaruhi TV tetapi tidak bisa langsung dikendalikan.
    • EV (Elementary Variables) adalah variabel paling dasar yang bisa dikendalikan secara langsung oleh manusia atau sistem digital. Contoh: kecepatan rotasi mesin, suhu pendingin, tekanan udara.
  4. Prioritisasi EV
    Tidak semua EV sama penting. DT-FRM menggunakan sensitivity analysis untuk melihat EV mana yang paling berpengaruh pada perubahan TV. EV dengan kontribusi besar dan bisa dikendalikan dengan realistis diberi prioritas tinggi.
  5. Elaborasi Fidelity EV
    Setelah menentukan EV yang prioritas, langkah berikutnya adalah menentukan tingkat fidelity yang dibutuhkan untuk tiap EV. Di sini ada dua dimensi utama:
    • Level of Integration:
      • Modeling: pertukaran data manual.
      • Shadowing: data dari fisik ke virtual otomatis, tapi kontrol masih manual.
      • Twinning: dua arah otomatis penuh.
    • Dimensi Fidelity: terdiri dari toleransi (seberapa presisi data), frekuensi (seberapa sering data diperbarui), dan latensi (seberapa cepat data harus diproses).

Hasil akhir dari proses ini biasanya berupa DT Fidelity Requirements Matrix, semacam peta visual yang menunjukkan tingkat fidelity yang dibutuhkan tiap variabel.

Dampak Praktis bagi Industri

Penerapan DT-FRM bisa membawa manfaat nyata bagi perusahaan:

  • Efisiensi Biaya
    Implementasi DT full high-fidelity biasanya sangat mahal. Dengan DT-FRM, perusahaan hanya perlu investasi pada variabel yang penting, sehingga pengeluaran bisa ditekan.
  • Fokus pada Value
    Alih-alih terjebak membuat DT yang super kompleks, perusahaan bisa langsung fokus pada solusi praktis yang memberi dampak besar terhadap KPI.
  • Pendekatan Bertahap
    Perusahaan bisa memulai dengan DT sederhana, lalu secara bertahap meningkatkan fidelity sesuai kebutuhan. Ini membuat adopsi teknologi lebih realistis, terutama untuk UKM.
  • Pengambilan Keputusan Lebih Rasional
    Dengan cost-benefit analysis berbasis fidelity, manajemen bisa melihat secara jelas apakah implementasi DT memang layak dan kapan harus ditunda.
  • Menghindari Over-Engineering
    Terlalu banyak detail bisa membuat DT justru sulit dipakai. DT-FRM mencegah hal ini dengan menekankan fidelity secukupnya.

Kritik dan Opini terhadap Paper

Meski DT-FRM merupakan kontribusi penting, ada beberapa catatan:

  1. Minim Studi Kasus Nyata
    Model ini masih berupa kerangka konseptual. Akan lebih kuat jika dilengkapi dengan contoh implementasi nyata di pabrik.
  2. Kompleks untuk UKM
    Proses analisis variabel (TV-IV-EV) dan sensitivity analysis mungkin terlalu rumit untuk perusahaan kecil.
  3. Kurang Mengeksplorasi Potensi Inovasi
    Paper lebih menekankan aspek biaya, padahal DT juga berpotensi membuka inovasi baru, seperti model bisnis berbasis data.

Namun demikian, poin utama paper ini berhasil menggeser paradigma: Digital Twin tidak harus selalu ultra-realistic. Fidelity yang pas sesuai konteks bisa memberikan hasil optimal dengan biaya lebih rendah.

Relevansi di Dunia Nyata

Implementasi DT-FRM dapat berdampak luas di berbagai sektor:

  • Otomotif dan Aerospace: industri besar yang selama ini terbiasa dengan DT kompleks bisa menghemat biaya dengan menerapkan fidelity secukupnya.
  • UKM Manufaktur: bisa memulai adopsi DT dengan sederhana tanpa harus menunggu modal besar.
  • Engineer dan Peneliti: memiliki panduan sistematis dalam menentukan kapan DT benar-benar bermanfaat.

Kesimpulan

Paper Kober et al. (2022) berhasil memberikan perspektif baru dalam diskusi tentang Digital Twin. Jika sebelumnya DT selalu dikaitkan dengan high-fidelity yang kompleks dan mahal, kini muncul pemahaman bahwa fidelity harus dipilih berdasarkan masalah dan manfaat yang ingin dicapai.

Dengan DT-FRM, perusahaan punya kerangka praktis untuk menghindari pemborosan biaya, meningkatkan efisiensi implementasi, dan memastikan DT benar-benar memberikan nilai tambah.

Pelajaran penting dari paper ini adalah:

  • Fidelity bukan tujuan, melainkan sarana.
  • Tidak semua detail harus dimodelkan.
  • Implementasi DT bisa dimulai sederhana, lalu ditingkatkan secara bertahap.

👉 Untuk membaca paper lengkapnya: https://doi.org/10.15488/12145

Selengkapnya
Digital Twin Fidelity Requirements Model for Manufacturing

Teknologi Manufaktur Digital

Resensi Digital Twin untuk Orkestrasi Dinamis Sistem Otonom dan Tertanam

Dipublikasikan oleh Anjas Mifta Huda pada 13 Agustus 2025


Memahami Konteks Industri 4.0 dan Peran Digital Twin

Industri manufaktur global sedang berada di titik transformasi besar. Munculnya paradigma Industri 4.0 membawa pendekatan baru dalam produksi, yang menuntut integrasi antara teknologi informasi (Information Technology, IT) dan teknologi operasional (Operational Technology, OT). Dalam konteks ini, sistem produksi tidak lagi cukup hanya otomatis, tetapi juga harus cerdas, adaptif, dan mampu mengatur diri sendiri sesuai kondisi yang berubah. Permintaan pasar yang cepat berubah, peningkatan kebutuhan kustomisasi produk, serta tekanan untuk menjaga efisiensi biaya membuat pabrik-pabrik perlu mengadopsi konsep seperti lot-size-one—yakni kemampuan memproduksi satu unit produk yang unik secara efisien. Dalam situasi seperti ini, proses reconfigurasi produksi yang cepat menjadi sangat krusial.

Salah satu teknologi kunci yang mendukung visi tersebut adalah Digital Twin atau Jumeau Numérique. Digital Twin adalah representasi digital yang terhubung secara langsung dengan aset fisik di dunia nyata. Hubungan ini bersifat dinamis, sehingga setiap perubahan pada aset fisik akan tercermin di kembarannya di dunia digital secara real-time. Digital Twin tidak hanya sekadar model visual, tetapi sebuah entitas digital yang memiliki kemampuan analisis, prediksi, dan optimasi. Dengan cara ini, Digital Twin menjadi pusat pengambilan keputusan yang memungkinkan pabrik untuk memantau, mengontrol, dan bahkan mengubah proses produksi secara otomatis.

Penelitian oleh Yining Huang yang dibahas dalam resensi ini mengambil fokus pada bagaimana Digital Twin dapat digunakan untuk mengorkestrasi sistem otonom dan tertanam (autonomous and embedded systems) secara dinamis. Karya ini memusatkan perhatian pada tiga tantangan utama yang dihadapi industri ketika mencoba menerapkan Digital Twin pada skala penuh, yaitu interoperabilitas, adaptabilitas, dan robustness atau ketahanan sistem terhadap gangguan. Untuk menjawab tantangan ini, Huang mengusulkan sebuah arsitektur bernama Capability-Based Self-Adaptive Manufacturing Architecture atau CBSAM, yang menggabungkan pendekatan Model-Driven Engineering (MDE), ontologi untuk interoperabilitas semantik, dan kerangka kerja adaptasi otomatis MAPE-K (Monitor, Analyze, Plan, Execute – Knowledge).

Dalam resensi ini, pembahasan akan mengalir mulai dari konteks dan tantangan penelitian, penjelasan metodologi CBSAM, implementasi dalam skenario nyata, hingga analisis dampak praktis dan kritik terhadap temuan tersebut.

Tantangan Penelitian: Interoperabilitas, Adaptabilitas, dan Robustness

Ketika konsep Digital Twin diterapkan di dunia industri, terdapat kesenjangan besar antara teori dan implementasi. Huang mengidentifikasi tiga kelompok tantangan utama yang harus diatasi.

Pertama adalah Interoperabilitas, yang dapat dibagi menjadi dua dimensi: sintaksis (syntactic interoperability) dan semantik (semantic interoperability). Interoperabilitas sintaksis berarti sistem-sistem berbeda mampu bertukar data dengan format yang disepakati, menggunakan protokol komunikasi yang kompatibel, dan mengikuti aturan atau standar tertentu. Contoh format ini termasuk JSON, XML, atau OPC UA sebagai protokol industri. Namun, masalah muncul ketika sistem berasal dari vendor berbeda dengan format data proprietary, sehingga integrasi menjadi mahal dan rumit. Di sisi lain, interoperabilitas semantik mengacu pada kemampuan sistem untuk memahami makna data yang dipertukarkan. Misalnya, jika dua mesin berbeda menyebut parameter yang sama dengan nama berbeda, sistem harus mampu memahami bahwa keduanya merujuk pada hal yang identik. Tanpa semantik yang seragam, sistem bisa membuat keputusan salah meski datanya terkirim dengan benar.

Kedua adalah Adaptabilitas, yaitu kemampuan sistem untuk beradaptasi terhadap perubahan secara cepat dan efektif. Dalam industri, perubahan ini bisa berupa variasi permintaan pasar, gangguan rantai pasok, atau perubahan tujuan internal perusahaan. Adaptabilitas menuntut sistem untuk dapat melakukan re-planning atau perencanaan ulang alur produksi secara otomatis ketika proses berubah. Hal ini juga termasuk reconfiguration cepat, yakni penyesuaian ulang sumber daya tanpa menghentikan produksi dalam waktu lama. Pada praktiknya, pabrik yang tidak memiliki sistem adaptif akan mengalami downtime yang mahal setiap kali terjadi perubahan.

Ketiga adalah Robustness, yang dalam konteks ini berarti ketahanan sistem terhadap gangguan atau kondisi ekstrem. Robustness mencakup fault tolerance (toleransi terhadap kegagalan) dan kemampuan self-healing (memperbaiki diri sendiri). Sistem yang robust dapat terus beroperasi meskipun ada komponen yang gagal, dengan melakukan penyesuaian otomatis. Misalnya, jika satu mesin rusak, sistem bisa memindahkan pekerjaan ke mesin lain tanpa menghentikan seluruh lini produksi.

Huang menegaskan bahwa ketiga tantangan ini saling terkait. Interoperabilitas memungkinkan integrasi, adaptabilitas memungkinkan respons cepat, dan robustness memastikan kelangsungan operasi. Tanpa salah satunya, manfaat Digital Twin tidak akan maksimal.

Metodologi CBSAM: Arsitektur Produksi Self-Adaptive Berbasis Kapabilitas

Untuk menjawab tantangan tersebut, Huang mengembangkan CBSAM yang merupakan kombinasi dari berbagai pendekatan teknik. Inti dari CBSAM adalah bahwa sistem produksi tidak didefinisikan berdasarkan mesin tertentu, tetapi berdasarkan kapabilitas yang dibutuhkan untuk menyelesaikan suatu proses. Dengan demikian, sumber daya dapat diganti atau ditambah selama kapabilitasnya sesuai.

Arsitektur CBSAM dibangun di atas Model-Driven Engineering atau MDE. MDE adalah pendekatan rekayasa perangkat lunak yang memanfaatkan model sebagai pusat proses pengembangan. Dalam konteks Digital Twin, MDE digunakan untuk membuat model digital dari setiap komponen sistem produksi, yang kemudian dapat diubah menjadi kode eksekusi secara otomatis. Salah satu implementasi MDE yang digunakan dalam penelitian ini adalah Papyrus4Manufacturing atau P4M, yang merupakan ekstensi dari alat pemodelan UML Papyrus. P4M dirancang untuk membuat model Asset Administration Shell atau AAS.

AAS adalah standar representasi digital aset dalam kerangka Industri 4.0. AAS memisahkan model menjadi submodel yang berbeda, seperti submodel kapabilitas, submodel data operasional, dan submodel pemantauan. Dengan AAS, setiap aset—apakah itu mesin, sensor, atau proses—dapat memiliki representasi digital yang seragam dan terstandarisasi. Standar ini menjadi kunci dalam mengatasi masalah interoperabilitas sintaksis.

Untuk mengatasi interoperabilitas semantik, CBSAM menggunakan ontologi, yaitu representasi formal pengetahuan yang mendefinisikan konsep dan hubungan antar konsep. Ontologi yang dipakai adalah MaRCO atau Manufacturing Resource Capability Ontology. MaRCO mendeskripsikan kapabilitas mesin secara formal, sehingga sistem dapat memahami makna di balik data kapabilitas tersebut. Dengan MaRCO, CBSAM dapat melakukan capability matching—memilih mesin atau sumber daya yang sesuai dengan kebutuhan proses berdasarkan makna, bukan sekadar label.

CBSAM juga mengintegrasikan Capability-Based Engineering atau CBE. Dalam CBE, perencanaan proses produksi dimulai dari daftar kapabilitas yang dibutuhkan. Sistem kemudian secara otomatis mencocokkan kapabilitas tersebut dengan sumber daya yang tersedia, memanfaatkan ontologi untuk memastikan pencocokan yang tepat.

Akhirnya, CBSAM mengadopsi kerangka kerja MAPE-K yang terdiri dari empat langkah—Monitoring, Analysis, Planning, Execution—ditambah Knowledge sebagai basis pengetahuan. MAPE-K digunakan untuk membuat sistem self-adaptive. Data dari dunia nyata dimonitor secara real-time, dianalisis untuk mendeteksi perubahan atau gangguan, kemudian digunakan untuk membuat rencana penyesuaian, dan dieksekusi secara otomatis. Pengetahuan yang diperoleh dari setiap siklus disimpan untuk meningkatkan keputusan di masa depan.

Implementasi: Dari Konsep ke Aplikasi Nyata

Implementasi CBSAM dilakukan melalui pengembangan perangkat lunak dan validasi pada sebuah testbed akademik bernama LocalSEA. P4M digunakan untuk membuat model AAS yang kemudian dikonversi menjadi kode eksekusi menggunakan middleware Eclipse BaSyx. BaSyx adalah platform open-source yang mendukung eksekusi model AAS, termasuk konektivitas dengan protokol industri seperti OPC UA, MQTT, dan HTTP.

Untuk mengorkestrasi proses produksi, digunakan BPMN atau Business Process Model and Notation. BPMN menyediakan notasi visual untuk menggambarkan alur kerja proses bisnis. Namun, karena BPMN tidak dapat dieksekusi langsung, digunakan Node-RED sebagai mesin eksekusi. Node-RED adalah alat pemrograman visual yang dapat menghubungkan berbagai layanan, sensor, dan perangkat melalui alur kerja. Dengan Node-RED, BPMN dapat dijalankan untuk mengendalikan digital twin dan perangkat fisik secara sinkron.

Testbed LocalSEA mereplikasi lingkungan pabrik mini, lengkap dengan perangkat keras, perangkat lunak, dan jaringan komunikasi. Testbed ini digunakan untuk menguji kemampuan CBSAM dalam melakukan reconfigurasi otomatis dan penanganan gangguan. Hasil uji coba menunjukkan bahwa CBSAM dapat melakukan capability matching otomatis, menyesuaikan proses ketika terjadi perubahan, dan meminimalkan downtime.

Analisis Dampak Praktis pada Dunia Industri

Dari sudut pandang praktis, CBSAM menawarkan beberapa keuntungan signifikan. Pertama, kemampuan untuk melakukan produksi fleksibel dengan variasi tinggi tanpa mengorbankan efisiensi. Hal ini sangat penting di era di mana personalisasi produk menjadi keunggulan kompetitif. Kedua, reconfigurasi cepat mengurangi downtime, yang secara langsung berdampak pada penghematan biaya dan peningkatan produktivitas. Ketiga, kemampuan prediktif dan preventif dalam mendeteksi gangguan meningkatkan keandalan sistem dan mengurangi risiko kerugian besar akibat kegagalan.

Bagi perusahaan skala besar, CBSAM menawarkan kerangka kerja untuk mengintegrasikan berbagai sistem dari vendor berbeda tanpa terjebak dalam ekosistem tertutup. Sementara itu, bagi UMKM manufaktur, pendekatan ini bisa menjadi jalan untuk mengadopsi otomatisasi cerdas tanpa investasi besar dalam integrasi sistem.

Opini dan Kritik terhadap Temuan

Menurut pandangan penulis resensi ini, kekuatan terbesar penelitian Huang adalah pendekatan holistik yang mencakup seluruh siklus hidup sistem produksi, dari spesifikasi hingga pemeliharaan. Integrasi standar AAS, ontologi, MDE, dan MAPE-K menunjukkan pemahaman mendalam terhadap kebutuhan industri. Validasi melalui testbed nyata juga meningkatkan kredibilitas temuan.

Namun, ada beberapa keterbatasan yang perlu dicatat. Pertama, implementasi skala industri penuh belum dilakukan. Meskipun testbed memberikan bukti konsep, kompleksitas di lapangan, seperti integrasi dengan rantai pasok global, belum teruji. Kedua, isu keamanan siber belum menjadi fokus utama, padahal konektivitas yang luas membuka potensi serangan. Ketiga, adopsi standar AAS di industri masih bervariasi, sehingga penerapan CBSAM mungkin memerlukan adaptasi tambahan.

Kesimpulan: Fondasi untuk Pabrik Masa Depan

Penelitian ini membuktikan bahwa kombinasi Digital Twin, MDE, ontologi, dan MAPE-K dapat menciptakan sistem manufaktur yang interoperable, adaptif, dan robust. CBSAM memberikan peta jalan yang jelas menuju pabrik cerdas yang mampu beroperasi secara otonom dan merespons perubahan dengan cepat.

Dengan penelitian lanjutan untuk mengatasi keterbatasan yang ada, khususnya pada aspek keamanan dan implementasi skala penuh, CBSAM berpotensi menjadi standar baru dalam desain dan pengelolaan sistem manufaktur di era Industri 4.0.

📄 Sumber resmi: Yining Huang, 2024 – Digital Twin for the Dynamic Orchestration of Autonomous and Embedded System

Selengkapnya
Resensi Digital Twin untuk Orkestrasi Dinamis Sistem Otonom dan Tertanam

Teknologi Manufaktur Digital

Digital Twin Berbasis Simulasi untuk Sistem Manufaktur – Model Aplikasi dan Studi Kasus Industri

Dipublikasikan oleh Anjas Mifta Huda pada 12 Agustus 2025


Sumber: Malik, A. A. (2023). Simulation Based High Fidelity Digital Twins of Manufacturing Systems: An Application Model and Industrial Use Case. Proceedings of the 2023 Winter Simulation Conference. DOI: 10.1109/WSC57314.2023.10385577

Pendahuluan: Menghadapi Kompleksitas Manufaktur Modern

Dalam dekade terakhir, industri manufaktur menghadapi tekanan besar untuk beroperasi lebih cepat, lebih fleksibel, dan lebih akurat. Dorongan menuju Industry 4.0 membuat sistem produksi menjadi semakin kompleks, dengan integrasi teknologi otomasi, robotika, Internet of Things (IoT), dan analitik data tingkat lanjut.

Paper yang dibahas ini mengangkat teknologi Digital Twin (DT) sebagai solusi untuk mempercepat desain, commissioning, reconfiguring, hingga pemeliharaan sistem manufaktur. Digital Twin didefinisikan sebagai representasi virtual yang sangat mirip dengan sistem fisik, lengkap dengan kinematika, logika kontrol, antarmuka manusia-mesin, dan parameter produksi.

Penerapan DT memungkinkan verifikasi dan validasi dilakukan jauh sebelum peralatan fisik dibangun, sehingga proses pengembangan bisa dilakukan secara parallel alih-alih sekuensial. Perubahan mendasar ini memberikan dampak signifikan pada kecepatan pengembangan, pengurangan kesalahan, dan peningkatan reliabilitas sistem.

Latar Belakang: Keterbatasan Metode Tradisional

Pengembangan sistem manufaktur secara tradisional mengikuti alur linear:

  1. Desain mekanis dibuat terlebih dahulu.
  2. Pembuatan fisik dilakukan sesuai desain.
  3. Komponen elektrik dan kontrol diintegrasikan.
  4. Pengujian dilakukan di tahap akhir (commissioning).

Masalahnya, jika ditemukan kesalahan di tahap akhir, perbaikannya membutuhkan waktu lama dan biaya besar. Hal ini sering kali mengakibatkan:

  • Waktu ke pasar (time-to-market) yang molor.
  • Kerugian finansial baik langsung (biaya tenaga kerja) maupun tidak langsung (hilangnya peluang penjualan).
  • Rekonfigurasi sulit saat terjadi perubahan permintaan atau desain produk.

Dalam kondisi pasar yang kompetitif, keterlambatan ini dapat membuat perusahaan kehilangan daya saing.

Evolusi Teknologi: Dari Virtual Commissioning ke Digital Twin

Sebelum Digital Twin populer, banyak industri sudah menggunakan Virtual Commissioning (VC), yaitu metode pengujian logika kontrol menggunakan simulasi 3D. VC membantu menemukan kesalahan lebih awal, tetapi biasanya hanya mencakup simulasi kinematika atau logika kontrol secara terpisah.

Digital Twin hadir dengan pendekatan lebih holistik:

  • Menyatukan simulasi kinematika, logika kontrol, dan data produksi dalam satu lingkungan.
  • Memungkinkan koneksi bidirectional antara dunia virtual dan fisik.
  • Mendukung pengujian berkelanjutan sepanjang siklus hidup sistem.

DT diibaratkan seperti kembaran digital yang terus hidup dan berkembang bersama versi fisiknya.

Kerangka Kerja DTxD: Digital Twin untuk Pengembangan Sistem Manufaktur

Penulis memperkenalkan kerangka kerja Digital Twin-based Manufacturing System Development (DTxD) yang memiliki dua dimensi utama: membangun blok penyusun DT dan menggunakan DT sepanjang siklus hidup sistem.

1. Virtual Devices

Tahap pertama adalah membuat perangkat virtual yang meniru peralatan fisik dengan tingkat akurasi tinggi. Model ini mencakup:

  • Dimensi dan bentuk fisik.
  • Properti material.
  • Jenis sambungan (joint type) dan batas pergerakan.
  • Kecepatan maksimum.

Prosesnya meliputi:

  1. Membuat model dasar dan urutan operasi (mirip Gantt chart).
  2. Mengubahnya menjadi simulasi siklus berulang yang berjalan terus-menerus.
  3. Mengintegrasikan kontrol PLC virtual agar simulasi benar-benar menyerupai kondisi nyata.

Contoh perangkat lunak yang digunakan: Tecnomatix Process Simulate (Siemens) untuk kinematika, atau alternatif open source seperti Unity dan Unreal Engine.

2. Emulated Industrial Computers (PLC Virtual)

PLC (Programmable Logic Controller) adalah komputer industri yang mengatur logika operasi mesin. Dalam pendekatan DTxD:

  • Program PLC dibuat di tahap desain, bukan saat commissioning.
  • Program yang divalidasi di DT dapat langsung digunakan di PLC fisik.
  • Contoh software: TIA Portal (Siemens) untuk pemrograman PLC virtual.

3. Human-Machine Interface (HMI)

HMI adalah antarmuka yang digunakan operator untuk mengendalikan mesin. Dengan DT:

  • HMI dibuat versi virtualnya.
  • Operator bisa berlatih tanpa risiko kerusakan fisik.
  • Teknologi HMI bisa berupa layar sentuh, AR (Augmented Reality), atau perangkat mobile.

4. Virtual Controller

Ini adalah “jembatan” antara simulasi mekanis dan logika kontrol. Virtual Controller:

  • Menggunakan protokol komunikasi seperti OPC UA atau MQTT.
  • Menghubungkan PLC virtual dengan model kinematika.
  • Memungkinkan pengujian sistem tanpa perangkat fisik.

Implementasi di Sepanjang Siklus Hidup Sistem

DT tidak hanya digunakan saat desain atau commissioning, tapi juga selama operasional dan rekonstruksi sistem.

DT-Design

  • Digunakan untuk menguji desain dan perilaku mesin sebelum ada perangkat fisik.
  • Mendukung eksperimen what-if untuk optimasi awal.

DT-Commissioning

  • Perangkat fisik diuji bersama DT.
  • Potensi tabrakan, kesalahan logika, dan masalah koordinasi dapat diidentifikasi lebih awal.
  • Integrasi antara perangkat nyata dan virtual dilakukan melalui protokol seperti TCP/IP.

DT-Operations & Reconfiguration

  • Memungkinkan pelatihan operator dalam lingkungan virtual.
  • Mendukung predictive maintenance.
  • Memfasilitasi perubahan desain atau produk baru dengan cepat.

Studi Kasus: Produksi Valve Assembly di Jerman

Studi kasus berasal dari produsen otomasi industri di Jerman yang memproduksi valve assembly. Sistem ini:

  • Terdiri dari 6 stasiun: robot kartesian, ring pressing, leakage test, robot pengiriman, dll.
  • Waktu siklus: 90 detik per komponen.
  • Produksi harian: ~280 unit per shift.

Proses pengembangan menggunakan:

  • Tecnomatix Process Simulate untuk model kinematika.
  • TIA Portal untuk pemrograman PLC.
  • SIMIT untuk pemodelan perilaku elektronik.

Hasil utama:

  • Pengurangan jam kerja pengembangan dan commissioning sebesar 20–25%.
  • Program otomatisasi yang divalidasi di DT bisa langsung digunakan di mesin nyata.
  • Deteksi dini kesalahan logika.

Dampak Ekonomi

Menurut data penulis:

  • 70–90% waktu commissioning sering hilang karena keterlambatan.
  • Kesalahan di program kontrol adalah penyebab utama.
  • DT mampu menghemat waktu, mengurangi biaya tenaga kerja, dan mempercepat time-to-market.

Penulis bahkan membuat aplikasi perhitungan manfaat ekonomi berbasis Microsoft Power Apps untuk menghitung penghematan waktu dan biaya.

Analisis dan Opini

Kelebihan

  1. Pengembangan paralel mengurangi waktu total proyek.
  2. Integrasi penuh antara mekanis, elektrik, dan logika kontrol.
  3. Pelatihan aman untuk operator baru.

Kekurangan & Tantangan

  1. Investasi awal tinggi (software, hardware, pelatihan).
  2. Kebutuhan data akurat untuk model DT.
  3. Skill lintas disiplin yang tidak selalu tersedia di semua perusahaan.

Kritik terhadap Temuan

Menurut gua, penelitian ini sangat solid, tapi ada catatan:

  • Studi kasus hanya dari perusahaan besar di Jerman, belum membahas adaptasi di UMKM atau industri negara berkembang.
  • Ketergantungan pada ekosistem Siemens membuat interoperabilitas dengan sistem lain kurang dibahas.
  • Keamanan siber pada koneksi real-time DT belum dijelaskan detail.

Relevansi Industri

DT relevan untuk industri:

  • Otomotif (peluncuran model baru).
  • Elektronik konsumen (perakitan cepat).
  • Energi terbarukan (optimasi pabrik panel surya).
  • Makanan & minuman (penyesuaian lini produksi sesuai permintaan).

Kesimpulan

Paper ini menunjukkan bahwa Digital Twin mampu memangkas waktu pengembangan hingga 35%, meningkatkan reliabilitas, dan mendukung fleksibilitas sepanjang siklus hidup sistem. Hambatan awal berupa biaya dan kebutuhan SDM dapat diimbangi oleh manfaat jangka panjang, terutama di industri padat modal dan waktu.

Integrasi DT dengan AI, VR/AR, dan analitik prediktif berpotensi membawa revolusi berikutnya di dunia manufaktur.

Selengkapnya
Digital Twin Berbasis Simulasi untuk Sistem Manufaktur – Model Aplikasi dan Studi Kasus Industri
page 1 of 1