Teknik Transportasi

NZ$1,9 Juta Setahun: Mengurai Risiko Bencana dan Dampak Ekonomi Penutupan Jalan Raya Utama di Selandia Baru

Dipublikasikan oleh Raihan pada 27 Oktober 2025


Mengurai Risiko dan Dampak Bencana pada Jaringan Transportasi: Studi Kasus Desert Road

Riset oleh Erica Dalziell dan Alan Nicholson, yang diterbitkan dalam Journal of Transportation Engineering (2001), menyajikan kerangka kerja komprehensif untuk mengevaluasi risiko dan dampak ekonomi dari penutupan jalan akibat bahaya alam dan kecelakaan pada jaringan jalan raya. Studi ini berfokus pada seksi Desert Road dari Jalan Raya Utama utara-selatan Selandia Baru, State Highway 1 (SH 1), jalur penting yang menghubungkan Wellington dan Auckland. Pendekatan ini merupakan respons terhadap perhatian yang berkembang mengenai kerentanan sistem lifeline dan secara krusial menggeser fokus rekayasa lifeline dari hanya biaya perbaikan infrastruktur ke biaya pengguna dan biaya sosial yang timbul selama periode gangguan. Para penulis mencatat bahwa biaya tersebut, seperti biaya pekerjaan sementara dan peningkatan biaya pengguna, cenderung lebih besar daripada biaya perbaikan langsung.

Penelitian ini mengadopsi teknik analisis risiko (identifikasi bahaya, penilaian risiko, evaluasi risiko) dan manajemen risiko. Empat bahaya utama diidentifikasi yang berpotensi menutup Desert Road: salju dan es, letusan gunung berapi dan lahar, gempa bumi, dan kecelakaan lalu lintas. Pengujian dilakukan dengan memodelkan frekuensi kejadian dan durasi penutupan jalan untuk setiap bahaya, kemudian menilai dampaknya pada pola aliran lalu lintas menggunakan model penugasan lalu lintas SATURN.

Paradigma Baru Penilaian Biaya Penutupan Jalan

Dalam melakukan penilaian risiko, para penulis menekankan bahwa biaya penutupan tidak hanya bergantung pada durasi, tetapi juga pada ketersediaan rute alternatif dan korelasi antar-rute. Korelasi ini sangat penting, terutama pada peristiwa bencana besar yang efeknya dapat meluas dan menutup rute alternatif secara simultan, seperti letusan gunung berapi. Model ini mempertimbangkan 22 skenario penutupan, termasuk kombinasi penutupan Desert Road dengan rute alternatif terdekat (seperti SH 4, SH 47, dan SH 49).

Secara kuantitatif, penutupan Desert Road saja diperkirakan merugikan perekonomian Selandia Baru hampir NZ$8.000 per jam. Namun, ketika rute alternatif utama utara-selatan terdekat, State Highway 4 (SH 4), juga ditutup secara simultan, biaya penutupan melonjak hingga hampir NZ$23.000 per jam. Temuan ini menunjukkan bahwa dampak penutupan sangat bergantung pada karakteristik jaringan jalan dan keberadaan rute alternatif yang resilien.

Secara metodologis, studi ini secara eksplisit mengintegrasikan konsep elastisitas permintaan perjalanan () ke dalam model lalu lintas. Integrasi ini sangat penting karena memperhitungkan kecenderungan pelancong untuk membatalkan atau menunda perjalanan ketika biaya perjalanan meningkat, yang mencerminkan hilangnya manfaat pengguna (lost user benefit). Dengan mengabaikan elastisitas (), total perjalanan diprediksi meningkat sekitar dan total biaya meningkat di seluruh jaringan. Namun, ketika elastisitas diperhitungkan (menggunakan , yang memberikan kesesuaian yang baik dengan aliran yang diamati selama penutupan 9 hari ), jumlah total perjalanan diprediksi menurun sebesar , total perjalanan menurun , dan total biaya menurun .

Perubahan kecil ini (hanya beberapa persen) sangat penting, karena model menunjukkan bahwa hanya setelah hilangnya manfaat perjalanan diperhitungkan, kerugian ekonomi akibat penutupan jalan dapat diperoleh. Koefisien elastisitas tinggi yang diamati () juga dikaitkan dengan faktor eksternalitas, seperti cuaca dingin yang membuat perjalanan rekreasi tidak menarik, sehingga menyebabkan pembatalan perjalanan.

Kontribusi Utama terhadap Bidang

Penelitian ini memberikan kontribusi yang kuat dalam dua aspek utama:

  1. Kerangka Penilaian Risiko Probabilistik: Penggunaan simulasi Monte Carlo untuk menghasilkan distribusi probabilitas (bukan hanya estimasi titik tunggal) untuk biaya penutupan tahunan dan rasio manfaat-biaya opsi mitigasi. Pendekatan ini secara efektif mengakomodasi ketidakpastian yang melekat dalam frekuensi dan konsekuensi bahaya.
  2. Identifikasi Bahaya Paling Signifikan: Analisis risiko sistemik mengungkapkan bahwa salju dan es adalah bahaya yang paling signifikan dalam hal biaya tahunan rata-rata, diperkirakan mencapai sekitar **NZ\approx$ NZ\approx$ NZ\approx$ NZ$200.000).
  3. Analisis Mitigasi Berbasis Risiko Total: Penilaian kelayakan opsi mitigasi didasarkan pada pengurangan risiko total (probabilitas dikalikan konsekuensi). Analisis menunjukkan bahwa semua opsi mitigasi yang dipertimbangkan secara ekonomi menarik, dengan semua opsi diharapkan memberikan manfaat terukur setidaknya empat kali lipat biaya implementasi dan pemeliharaan. Sebagai contoh, penggunaan garam menunjukkan rasio manfaat-biaya yang sangat tinggi (rata-rata 35), namun dibatalkan karena dampak ekologis yang merugikan di Taman Nasional Tongariro. Sebaliknya, penggunaan Road Weather Information System (RWIS) dalam kombinasi dengan Calcium Magnesium Acetate (CMA) meningkatkan rasio manfaat-biaya secara substansial dengan mengurangi tingkat aplikasi (menghemat biaya CMA) dan mengurangi dampak ekologis.

Keterbatasan dan Pertanyaan Terbuka

Meskipun model ini kuat, beberapa keterbatasan memerlukan investigasi akademis lebih lanjut:

  • Asumsi Pengetahuan Sempurna: Model lalu lintas mengasumsikan pelancong memiliki pengetahuan sempurna tentang penutupan jalan saat memulai perjalanan, yang berpotensi menyebabkan perkiraan biaya penutupan yang kurang akurat (lebih rendah) untuk insiden jangka pendek, di mana pengemudi mungkin sudah berada di jaringan saat penutupan terjadi.
  • Biaya Non-Moneter: Dampak sosial ekonomi dan ekologis (misalnya, isolasi komunitas, pergeseran pendapatan bisnis, dampak lingkungan) tidak dikuantifikasi dalam biaya total, meskipun diakui sebagai biaya yang penting.
  • Waktu Pemulihan Bencana Besar: Perkiraan biaya gempa bumi didasarkan pada penutupan total hingga perbaikan jembatan selesai (160 hari untuk MMI 9). Para penulis mengakui bahwa jalan pintas sementara (seperti Jembatan Bailey atau ford) kemungkinan besar akan digunakan, yang berarti biaya tahunan aktual akibat gempa kemungkinan lebih rendah dari yang diestimasi.

5 Rekomendasi Riset Berkelanjutan (dengan Justifikasi Ilmiah)

Bagi komunitas akademik dan penerima hibah, temuan ini membuka beberapa jalur riset kritis untuk memperkuat ketahanan sistem transportasi:

  1. Pemodelan Penugasan Lalu Lintas Dinamis (DTA) dengan Informasi Tidak Sempurna
    • Basis Temuan: Model saat ini mengasumsikan pengetahuan sempurna, yang dapat meremehkan biaya penutupan jangka pendek.
    • Metode, Variabel, atau Konteks Baru: Mengembangkan model Dynamic Traffic Assignment (DTA) yang memasukkan variabel tingkat diseminasi informasi (misalnya, penggunaan variable message signs atau media sosial) dan waktu reaksi pengemudi (misalnya, waktu yang dibutuhkan pengemudi untuk mengubah rute setelah menyadari penutupan).
    • Perlunya Penelitian Lanjutan: Riset ini harus mengukur perbedaan biaya per jam antara asumsi pengetahuan sempurna dan respons pengguna yang tertunda, yang sangat penting untuk insiden yang sering terjadi, seperti kecelakaan lalu lintas dan penutupan akibat es.
  2. Kuantifikasi Moneter Eksternalitas Lingkungan dalam Analisis Benefit-Cost (BCA)
    • Basis Temuan: Opsi mitigasi dengan BCA tertinggi (garam) ditolak karena dampak ekologis, tetapi dampak ini tidak dikuantifikasi secara moneter.
    • Metode, Variabel, atau Konteks Baru: Menerapkan metode penilaian moneter (valuation) seperti Contingent Valuation atau Choice Experiment untuk mengkuantifikasi biaya bayangan (shadow cost) yang dihindari dengan menggunakan alternatif yang lebih ramah lingkungan (CMA) daripada bahan kimia tradisional (garam) di kawasan taman nasional.
    • Perlunya Penelitian Lanjutan: Ini akan memberikan rasio BCA yang disesuaikan secara holistik, memungkinkan pembuat kebijakan untuk membandingkan secara langsung opsi mitigasi berdasarkan manfaat ekonomi dan nilai lingkungan yang dilindungi.
  3. Memperluas Model Keterkaitan Multi-Hazard Sistemik
    • Basis Temuan: Interdependensi one-way ditemukan (misalnya, es meningkatkan kecelakaan). Namun, studi ini tidak sepenuhnya mengeksplorasi sinergi multi-hazard yang kompleks.
    • Metode, Variabel, atau Konteks Baru: Membangun matriks risiko multi-hazard yang menyelidiki bagaimana kerusakan parsial dari satu bahaya (misalnya, retak jembatan dari gempa MMI 5-6 ) meningkatkan kerentanan sistem terhadap bahaya lain (misalnya, keruntuhan akibat lahar berikutnya atau banjir).
    • Perlunya Penelitian Lanjutan: Penelitian ini akan memperluas pemahaman dari interaksi searah ke keterkaitan sistemik (domino effect), yang sangat relevan untuk rekayasa lifeline di zona seismik dan vulkanik.
  4. Segmentasi Elastisitas Permintaan Berdasarkan Tujuan Perjalanan
    • Basis Temuan: Elastisitas permintaan perjalanan yang tinggi () dikaitkan dengan pembatalan perjalanan rekreasi.
    • Metode, Variabel, atau Konteks Baru: Melakukan analisis regresi untuk memisahkan koefisien elastisitas berdasarkan kategori perjalanan yang berbeda (bisnis/komersial vs. rekreasi) dan waktu hari (siang vs. malam, mengingat es terbentuk di malam hari ).
    • Perlunya Penelitian Lanjutan: Segmentasi ini akan memungkinkan operator jaringan untuk memprediksi secara lebih tepat dampak biaya ekonomi dari pembatalan perjalanan komersial versus rekreasi, sehingga mengoptimalkan prioritas pemulihan dan pengalihan rute untuk lalu lintas yang paling sensitif terhadap waktu.
  5. Analisis Biaya Seumur Hidup (LCA) Mitigasi Temporer vs. Permanen
    • Basis Temuan: Biaya gempa bumi sangat tinggi karena waktu penutupan yang lama, tetapi opsi mitigasi temporer (jembatan Bailey) dapat mengurangi durasi secara drastis.
    • Metode, Variabel, atau Konteks Baru: Mengembangkan model Life Cycle Assessment (LCA) yang secara eksplisit membandingkan Net Present Value antara mitigasi jangka panjang (retrofitting seismik jembatan ) dan biaya kesiapan untuk mitigasi jangka pendek/sementara (pre-positioning jembatan Bailey).
    • Perlunya Penelitian Lanjutan: Ini akan memberikan justifikasi investasi yang kuat bagi penerima hibah untuk mengalokasikan dana antara biaya modal awal yang tinggi untuk penguatan dan biaya yang lebih rendah untuk rencana kontinjensi siap pakai, terutama untuk bahaya yang jarang terjadi tetapi berdampak tinggi (ekor panjang distribusi probabilitas).

Penelitian lebih lanjut harus melibatkan kolaborasi antara universitas teknik dan perencanaan regional, badan operasi jalan raya nasional (Transit New Zealand), dan lembaga geologi dan vulkanologi untuk memastikan keberlanjutan dan validitas hasil.

Sertakan tautan DOI resmi sebagai acuan utama: Baca paper aslinya di sini

 

Selengkapnya
NZ$1,9 Juta Setahun: Mengurai Risiko Bencana dan Dampak Ekonomi Penutupan Jalan Raya Utama di Selandia Baru

Teknik Transportasi

Membangun Masa Depan yang Lebih Kuat: Pendekatan Kuantitatif untuk Ketahanan Jaringan Jalan Terhadap Bencana Banjir

Dipublikasikan oleh Raihan pada 27 Oktober 2025


Analisis Mendalam: Mengukur Ketahanan Jaringan Jalan Terhadap Sistem Transportasi Tangguh Banjir

Latar Belakang dan Tujuan Penelitian

Di tengah peningkatan tajam dalam tingkat keparahan dan frekuensi bencana alam yang dipicu oleh perubahan iklim, membangun ketahanan infrastruktur kritis—khususnya sistem transportasi—telah menjadi isu kebijakan global yang mendesak. Banjir, sebagai salah satu bencana alam yang paling sering terjadi, memiliki dampak langsung dan tidak langsung yang signifikan terhadap kesejahteraan manusia, fungsi ekosistem, dan pertumbuhan ekonomi akibat terhambatnya perdagangan logistik dan operasional rantai pasokan bantuan kemanusiaan. Meskipun penting, belum ada cara langsung yang terstandardisasi untuk mengukur ketangguhan (robustness) transportasi, yang didefinisikan sebagai dimensi proaktif dari kemampuan sistem untuk menahan bencana alam.

Penelitian ini bertujuan untuk menjembatani kesenjangan tersebut dengan secara kuantitatif mengukur ketangguhan infrastruktur transportasi terhadap bencana banjir. Tujuan ini dicapai melalui implementasi empiris kerangka kerja analitis empat tahap, berfokus pada sistem jaringan jalan dan risiko banjir di Chiang Mai, Thailand.

Jalur Logis Perjalanan Temuan

Riset ini mengikuti kerangka kerja empat tahap yang dimodifikasi dari Mens et al., memetakan respons sistem terhadap gangguan banjir:

  1. Tahap 1: Menentukan Sistem dan Gangguan Sistem didefinisikan sebagai jaringan jalan urban di Chiang Mai, dengan gangguan utamanya adalah banjir lokal (local flooding) yang disebabkan oleh curah hujan tinggi, deforestasi di hulu, penyempitan Sungai Ping, dan sistem drainase jalan yang tidak memadai .
  2. Tahap 2: Menggambarkan Respons Sistem Respons sistem diilustrasikan sebagai fungsi dari luas area yang rusak terhadap tingkat air banjir. Temuan ini menunjukkan hubungan langsung: seiring meningkatnya ketinggian air, jumlah area terdampak juga meningkat. Dengan tidak adanya tanggul, tidak ada banjir hingga gangguan mencapai 3,7 meter (Level 1). Luas kerusakan memuncak pada 25,83 km² pada ketinggian air 4,6 meter (Level 7).
  3. Tahap 3: Menentukan Ambang Batas Pemulihan (Recovery Threshold) Tahap ini menetapkan batas di mana pemulihan sistem menjadi "menantang" atau bahkan menyebabkan "pergeseran rezim" (regime shift). Ambang batas pemulihan yang diukur untuk area terdampak di Chiang Mai diusulkan sebesar 6,33% dari total area provinsi, yang setara dengan 233.632 orang terdampak pada ketinggian air 4,7 meter. Meskipun hanya 6,33% dari area, wilayah ini sangat penting secara ekonomi, mencakup pusat perdagangan, sekolah (21 sekolah), rumah sakit besar, dan terminal bus . Ambang batas ini kemudian digunakan sebagai indikasi titik tanpa pemulihan (point of no recovery).
  4. Tahap 4: Mengkuantifikasi Ketangguhan Ketangguhan dikuantifikasi melalui penerapan model Sentralitas Betweenness Tepi (Edge-) dan Node (Node-). Model ini mengukur proporsi respons dengan menilai kemungkinan suatu node (persimpangan) atau tepi (ruas jalan) digunakan untuk menghubungkan pasangan node mana pun. Node atau tepi dengan nilai sentralitas yang tinggi dianggap sebagai bagian penting dari jaringan yang dapat menyebabkan gangguan parah jika tidak ada rute alternatif.
    • Temuan kuantitatif sentralitas Betweenness: Temuan menunjukkan bahwa jumlah tautan, node, dan mobil yang terdampak meningkat sebanding dengan naiknya permukaan air.
      • Pada Level 7 (4,6 m), jumlah tautan terdampak mencapai 422.
      • Jumlah node terdampak mencapai 270.
      • Jumlah mobil terdampak (dalam PCU) mencapai 1.541.569.

Temuan ini menunjukkan hubungan kuat antara tingkat air banjir dan gangguan jaringan transportasi yang terukur—menunjukkan potensi kuat untuk objek penelitian baru dalam pemodelan dampak.

Kontribusi Utama terhadap Bidang

Kontribusi utama penelitian ini adalah dalam menyediakan metodologi kuantitatif baru untuk mengevaluasi ketahanan transportasi selama banjir. Secara khusus, penggunaan model sentralitas Edge- dan Node-Betweenness diaplikasikan untuk:

  • Mengukur Ketangguhan Proaktif: Tidak hanya mengandalkan area yang rusak—yang umum dalam manajemen risiko banjir—tetapi juga memasukkan indikator transportasi yang sangat berharga: jumlah tautan, node, dan mobil yang terdampak. Ini memberikan perspektif yang lebih mendalam mengenai kekuatan jaringan dan prioritas restorasi.
  • Mengembangkan Kurva Respons Sistem: Penelitian ini berhasil mengkuantifikasi respons sistem risiko banjir dalam hal area yang rusak, tautan terdampak, dan node terdampak, yang dapat digunakan perencana untuk mengembangkan alat yang lebih canggih untuk mengukur ketangguhan.
  • Mendefinisikan Titik Kritis (Critical Point): Penelitian ini memberikan tolok ukur yang jelas untuk titik tanpa pemulihan berdasarkan kriteria sosio-ekonomi (6,33% area terdampak, mencakup institusi kritis).

Keterbatasan dan Pertanyaan Terbuka

Meskipun memberikan kontribusi yang signifikan, penelitian ini memiliki beberapa keterbatasan dan meninggalkan pertanyaan terbuka:

  • Batasan Geografis dan Tipe Banjir: Studi ini berfokus secara empiris pada banjir lokal dan dampaknya di Chiang Mai, Thailand. Pertanyaan terbuka adalah bagaimana kerangka kerja ini akan beradaptasi dengan tipe banjir lain—seperti banjir sungai (riverine floods) atau banjir bandang (flash floods) yang lebih parah—di wilayah geografis yang berbeda.
  • Kriteria Pemulihan yang Diusulkan: Kriteria pemulihan seperti 6,33% dari area terdampak adalah kriteria yang direkomendasikan dan didasarkan pada asumsi nilai ekonomi daerah tersebut. Keterbatasan ini menunjukkan perlunya penelitian lebih lanjut untuk memvalidasi atau menyempurnakan ambang batas ini melalui analisis biaya-manfaat atau simulasi sosial-ekonomi yang lebih rinci.
  • Aspek Organisasi Ketahanan: Penelitian ini berfokus pada dimensi teknis ketahanan (ketangguhan). Dimensi organisasi ketahanan—yang meliputi jaringan, kepemimpinan, budaya, kesiapan, dan pemulihan cepat—tidak dipertimbangkan.
  • Titik Tanpa Pemulihan yang Dinamis: Disebutkan bahwa titik tanpa pemulihan kemungkinan bukan titik perbedaan tunggal, melainkan proses bertahap, atau "area tanpa pemulihan". Selain itu, titik tanpa pemulihan yang dihitung berdasarkan ambang batas area terdampak belum terlampaui pada 4,6 m. Ini menunjukkan bahwa titik kritis ini perlu diukur lebih lanjut berdasarkan fungsionalitas tautan dan node yang benar-benar tidak dapat berfungsi.

5 Rekomendasi Riset Berkelanjutan

Rekomendasi ini diformulasikan untuk mendorong penelitian akademik yang lebih mendalam, divalidasi, dan komprehensif, memanfaatkan dasar-dasar yang telah ditetapkan oleh studi ini.

  1. Menguji Kerangka Kerja di Berbagai Tipe Bencana (Banjir Bandang) dan Jaringan Lain (Rel/Air)

Justifikasi Ilmiah: Penelitian ini terfokus pada banjir lokal di Chiang Mai. Namun, banjir bandang diketahui sebagai jenis banjir yang paling parah. Penelitian lanjutan harus menerapkan kerangka kerja empat tahap ke banjir bandang di wilayah dengan topografi pegunungan curam untuk melihat apakah respons sistem (Tahap 2) menunjukkan kurva yang lebih curam (tingkat kerusakan yang lebih tinggi dalam rentang gangguan yang lebih sempit). Metode/Variabel Baru: Menggunakan data curah hujan dan limpasan hulu yang lebih terperinci dan mengintegrasikan model hidrodinamik dengan Sentralitas Betweenness pada jaringan transportasi selain jalan (misalnya, jaringan kereta api atau jalur air).

  1. Mengembangkan Indeks Ketangguhan Gabungan yang Mengintegrasikan Variabel Teknis dan Organisasi

Justifikasi Ilmiah: Studi saat ini berfokus hanya pada dimensi teknis (ketangguhan). Untuk mencapai pemahaman yang lebih holistik tentang ketahanan transportasi, dimensi organisasi—seperti leadership, readiness, dan cost-effectiveness—juga harus dipertimbangkan. Metode/Variabel Baru: Membuat Indeks Ketangguhan Gabungan (CRI). Ini akan menggabungkan hasil Sentralitas Betweenness (variabel teknis) dengan data survei atau wawancara yang mengukur variabel organisasi, seperti waktu pemulihan rata-rata dan rasio biaya-efektivitas tindakan mitigasi.

  1. Analisis Sensitivitas Komparatif terhadap Ambang Batas Pemulihan (Recovery Thresholds)

Justifikasi Ilmiah: Ambang batas pemulihan 6,33% area yang terdampak di Chiang Mai diusulkan sebagai titik kritis. Diperlukan validasi ilmiah yang ketat untuk memastikan bahwa kriteria ini berlaku secara universal. Metode/Variabel Baru: Melakukan analisis sensitivitas di mana ambang batas pemulihan diuji pada berbagai tingkat gangguan di sistem yang berbeda (misalnya, kota dengan kepadatan populasi atau nilai ekonomi yang jauh berbeda) untuk melihat bagaimana titik tanpa pemulihan bergeser. Variabel baru yang fokus pada kehilangan nilai tambah dalam bisnis (kerugian tidak langsung) dapat digunakan untuk mengkuantifikasi ambang batas ekonomi secara lebih akurat.

  1. Memodelkan Ulang Alokasi Sumber Daya untuk Restorasi dengan Sentralitas Betweenness yang Dinamis

Justifikasi Ilmiah: Model Sentralitas Betweenness telah berhasil digunakan untuk mengukur bobot setiap bagian jalan dalam mendukung restorasi pasca-bencana. Penggunaan Sentralitas Betweenness untuk mengukur jumlah mobil terdampak juga dapat memecahkan masalah penugasan lalu lintas pasca-banjir. Metode/Variabel Baru: Mengembangkan model optimasi alokasi sumber daya restorasi dinamis yang menggunakan Sentralitas Betweenness yang dihitung secara real-time atau near-real-time saat banjir meningkat (Level 1 hingga 7) untuk mengidentifikasi tautan paling kritis yang harus dibuka terlebih dahulu guna meminimalkan PCU terdampak.

  1. Studi Mendalam tentang Dampak Edge-Betweenness pada Logistik Kemanusiaan (Humanitarian Logistics)

Justifikasi Ilmiah: Penelitian ini menggarisbawahi bagaimana jaringan jalan yang rusak menghambat logistik kemanusiaan. Edge-Betweenness mengukur kepentingan relatif ruas jalan. Penelitian lebih lanjut diperlukan untuk secara eksplisit menghubungkan data Sentralitas Betweenness dengan kebutuhan spesifik logistik. Metode/Variabel Baru: Menggunakan Sentralitas Edge-Betweenness untuk mengidentifikasi "jalan kehidupan" yang paling penting (jalur terpendek ke rumah sakit seperti McCormick Hospital) dan menentukan peningkatan waktu tempuh akibat kerusakan. Hasilnya dapat berfungsi sebagai indikator yang dapat dikuantifikasi untuk pengurangan penderitaan manusia dan potensi kematian.

Penelitian lebih lanjut harus melibatkan institusi seperti Pusat Keunggulan dalam Teknologi Infrastruktur dan Teknik Transportasi (ExCITE), Departemen Pekerjaan Umum dan Tata Ruang Kota Thailand, dan Universitas Internasional untuk memastikan keberlanjutan dan validitas hasil di berbagai konteks global.

Baca paper aslinya di sini

 

Selengkapnya
Membangun Masa Depan yang Lebih Kuat: Pendekatan Kuantitatif untuk Ketahanan Jaringan Jalan Terhadap Bencana Banjir
page 1 of 1