Sumber Air
Dipublikasikan oleh Izura Ramadhani Fauziyah pada 05 Juni 2025
Air hujan merupakan sumber air yang melimpah, khususnya saat musim penghujan. Namun, tanpa pengelolaan yang tepat, air hujan justru dapat menimbulkan bencana seperti banjir dan tanah longsor. Oleh karena itu, pengelolaan air hujan secara optimal menjadi sangat penting, terutama dengan cara menampung air hujan dan meresapkannya kembali ke dalam tanah. Paper karya Haryoto Indriatmoko dan Nugro Rahardjo dari Pusat Teknologi Lingkungan BPPT ini memberikan kajian awal mengenai sistem pemanfaatan air hujan, dengan fokus pada praktik terbaik di beberapa negara Asia dan kondisi di Indonesia.
Studi Kasus dan Perbandingan Internasional
Penulis melakukan studi literatur dan banding terhadap penerapan sistem pemanfaatan air hujan di beberapa negara Asia, yaitu Republik Dominika, Singapura, Jepang, China, dan Thailand. Negara-negara ini telah berhasil mengimplementasikan sistem pemanenan air hujan yang efektif, baik untuk memenuhi kebutuhan air bersih maupun untuk konservasi air tanah.
Contoh Implementasi di Negara-negara Asia
Kondisi dan Regulasi di Indonesia
Indonesia memiliki curah hujan yang tinggi, namun pengelolaan air hujan masih belum optimal. Luapan air hujan sering menyebabkan banjir dan tanah longsor akibat saluran drainase yang tidak memadai dan berkurangnya ruang terbuka hijau. Pemerintah telah mengeluarkan regulasi seperti SK Gubernur DKI Jakarta No. 115 Tahun 2001 dan Perda No. 20 Tahun 2013 yang mewajibkan pembangunan sumur resapan.
Teknologi dan Metode Pengelolaan
Angka dan Data Teknis
Nilai Tambah dan Implikasi Edukasi
Kritik dan Saran Pengembangan
Kesimpulan
Air hujan adalah anugerah alam yang melimpah dan harus dimanfaatkan secara optimal untuk memenuhi kebutuhan air bersih sekaligus melestarikan sumber daya air tanah. Berbagai negara telah membuktikan keberhasilan sistem pemanenan air hujan, yang juga mulai diadopsi di Indonesia dengan dukungan regulasi dan edukasi. Pengelolaan air hujan yang terintegrasi dan berkelanjutan merupakan kunci untuk mengatasi masalah kekurangan air, banjir, dan penurunan muka tanah di perkotaan dan daerah rawan.
Sumber Artikel
Haryoto Indriatmoko dan Nugro Rahardjo. “Kajian Pendahuluan Sistem Pemanfaatan Air Hujan.” Pusat Teknologi Lingkungan, BPPT, 2009.
Sumber Air
Dipublikasikan oleh Izura Ramadhani Fauziyah pada 05 Juni 2025
Indonesia sebagai negara kepulauan memiliki sekitar 17.000 pulau besar dan 13.000 pulau kecil, yang secara biofisik, geografis, dan sosial budaya memiliki karakteristik unik. Salah satu masalah utama yang dihadapi pulau-pulau kecil adalah keterbatasan sumber daya air bersih. Air tanah di pulau kecil biasanya merupakan lensa air tawar yang mengapung di atas air payau atau asin, sehingga sangat rentan terhadap intrusi air laut dan perubahan muka air tanah.
Desa Concong Tengah, Kecamatan Concong, Kabupaten Indragiri Hilir, menjadi contoh nyata permasalahan ini. Penduduknya mengandalkan air hujan sebagai sumber utama air bersih, terutama saat musim kemarau ketika air tanah dangkal kering dan air permukaan mengandung bahan organik dan zat besi yang tinggi sehingga tidak layak digunakan. Kondisi ekonomi yang rendah membuat warga kesulitan membeli air bersih dari sumber lain.
Metodologi: Simulasi Hidrologi Kuantitatif dengan Rain Cycle 2
Penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif dengan simulasi menggunakan program bantuan Rain Cycle 2. Data input meliputi:
Simulasi dilakukan untuk mengukur potensi pemanenan air hujan skala individu dan seberapa besar kebutuhan air bersih masyarakat yang dapat dipenuhi dengan sistem ini.
Hasil Studi Kasus: Potensi Pemenuhan Kebutuhan Air Bersih
Data Curah Hujan dan Luas Atap
Simulasi Pemenuhan Kebutuhan Air Bersih
Data serupa untuk tahun-tahun berikutnya menunjukkan fluktuasi, misalnya tahun 2014 dengan 3 tangki hanya mampu memenuhi 53,5% kebutuhan air bersih, yang menunjukkan pengaruh variabilitas curah hujan terhadap ketersediaan air.
Pengaruh Luas Atap dan Jumlah Anggota Keluarga
Analisis dan Diskusi
Sensitivitas Curah Hujan
Parameter curah hujan sangat sensitif terhadap kuantitas air hujan yang dapat dipanen. Tahun dengan curah hujan tinggi memberikan kontribusi lebih besar dalam memenuhi kebutuhan air bersih. Sebaliknya, tahun dengan curah hujan rendah menyebabkan penurunan signifikan dalam pemenuhan kebutuhan air.
Kapasitas Tangki dan Kebutuhan Air
Kapasitas tangki penampungan sangat menentukan performa sistem pemanenan air hujan. Penggunaan 3-4 tangki fiber berkapasitas 1 m³ dianggap optimal untuk memenuhi kebutuhan air bersih sebagian besar keluarga di Desa Concong Tengah.
Keterbatasan dan Tantangan
Nilai Tambah dan Relevansi dengan Tren Global
Pemanfaatan air hujan sebagai sumber air bersih merupakan solusi berkelanjutan yang sesuai dengan prinsip konservasi sumber daya air dan adaptasi perubahan iklim. Studi ini sejalan dengan tren global yang mendorong pengelolaan air hujan di tingkat rumah tangga dan komunitas sebagai bagian dari strategi ketahanan air.
Saran dan Rekomendasi
Kesimpulan
Penelitian ini membuktikan bahwa pemanenan air hujan skala individu di Desa Concong Tengah mampu memenuhi sebagian besar kebutuhan air bersih masyarakat, dengan persentase pemenuhan yang dipengaruhi oleh luas atap, jumlah anggota keluarga, dan curah hujan tahunan. Sistem ini menjadi alternatif penting untuk mengatasi keterbatasan sumber air bersih di pulau kecil yang rentan terhadap kekeringan dan intrusi air payau.
Sumber Artikel
Indah Ameliana Beza D., Yohanna Lilis H., Imam Suprayogi. “Kajian Pemanfaatan Air Hujan Sebagai Pemenuhan Kebutuhan Air Bersih Di Pulau Kecil: Studi Kasus Desa Concong Tengah Kecamatan Concong Kabupaten Indragiri Hilir.” Jom FTEKNIK, Vol. 3 No. 1, Februari 2016. Fakultas Teknik, Universitas Riau.
Sumber Air
Dipublikasikan oleh Izura Ramadhani Fauziyah pada 05 Juni 2025
Fenomena kekeringan pada musim kemarau akibat menurunnya sumber air tanah, seperti sumur, menjadi masalah serius di kawasan perumahan perkotaan. Sebaliknya, intensitas hujan yang tinggi saat musim penghujan sering menyebabkan banjir dan bencana lainnya. Dalam konteks ini, pemanenan air hujan (rainwater harvesting) menjadi solusi sederhana dan murah yang belum banyak diterapkan masyarakat, padahal sangat penting sebagai alternatif sumber air untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari.
Paper karya Mohamad Haifan dkk. (2023) ini mengangkat penerapan sistem pemanen air hujan di salah satu rumah warga di Perumahan Villa Mutiara, Kelurahan Sawah Baru, Kecamatan Ciputat, Tangerang Selatan, dengan tujuan mengolah air hujan menjadi air bersih yang aman dan sehat untuk dikonsumsi.
Metode dan Komponen Sistem Pemanen Air Hujan
Sistem pemanenan air hujan yang diterapkan terdiri dari tiga komponen utama:
Air hujan yang masuk ke toran pertama disaring melalui filter pertama untuk menghilangkan kotoran kasar, kemudian air diendapkan selama sekitar 2 jam. Selanjutnya air dialirkan ke filter kedua yang berada di lantai bawah untuk penyaringan lebih halus sebelum masuk ke proses elektrolisis.
Teknologi Elektrolisis untuk Pengolahan Air Hujan
Teknologi elektrolisis yang digunakan dikembangkan oleh Vincentius Kirjito dari Yayasan Bina Swadaya. Proses ini menggunakan arus listrik DC yang dialirkan ke air hujan untuk menghasilkan dua jenis air berdasarkan pH:
Air basa dan asam ditampung dalam bak terpisah, masing-masing dua bak untuk air basa dan satu bak untuk air asam.
Studi Kasus: Implementasi di Perumahan Villa Mutiara, Ciputat
Instalasi pemanen air hujan dipasang di rumah warga di Jl. Intan II BB 10-12, dengan empat toran air berkapasitas total 2800 liter. Air hujan yang jatuh di atap dialirkan melalui talang dan pralon ke toran, kemudian disaring dan diendapkan sebelum diproses elektrolisis.
Hasil Pemanfaatan
Analisis dan Manfaat Sistem
Kritik dan Saran Pengembangan
Perbandingan dengan Studi Lain
Penelitian sebelumnya oleh Yulistyorini (2011) dan Aryanto (2017) juga menegaskan pentingnya pemanenan air hujan sebagai alternatif pengelolaan sumber daya air di perkotaan. Studi di wilayah lain menunjukkan bahwa teknologi sederhana dan biaya rendah sangat efektif meningkatkan akses air bersih di rumah tangga.
Kesimpulan
Penerapan sistem pemanen air hujan dengan proses elektrolisis di Perumahan Villa Mutiara, Ciputat, memberikan solusi nyata atas masalah kekurangan air bersih di perkotaan. Sistem ini mudah diterapkan, murah, dan menghasilkan air yang aman dikonsumsi serta bermanfaat untuk kesehatan. Dengan pengelolaan yang baik dan edukasi masyarakat, teknologi ini berpotensi menjadi model konservasi air yang dapat dikembangkan di berbagai wilayah urban di Indonesia.
Sumber Artikel
Mohamad Haifan, Sri Handayani, Ismojo. “Penerapan Sistem Pemanen Air Hujan (Rain Water Harvesting) Skala Rumah Tangga: Studi Kasus di RT 004/01, Kelurahan Sawah Baru, Kecamatan Ciputat, Kota Tangerang Selatan.” Lentera Karya Edukasi: Jurnal Pengabdian kepada Masyarakat, Vol. 3 No. 2, 2023, hlm. 63-72.
Sumber Air
Dipublikasikan oleh Izura Ramadhani Fauziyah pada 05 Juni 2025
Ketersediaan air bersih yang berkelanjutan merupakan aspek penting dalam mewujudkan kesejahteraan masyarakat dan mendukung perilaku hidup bersih sehat, terutama di masa pandemi Covid-19. Data Survei Indonesia Water Institute (2021) menunjukkan konsumsi air bersih untuk cuci tangan meningkat hampir tiga kali lipat selama pandemi, dari 4-5 liter menjadi 20-25 liter per orang per hari. Namun, musim penghujan yang melimpah tidak diimbangi dengan kapasitas penyerapan air ke tanah, sehingga limpasan air hujan yang tidak terkendali berpotensi menimbulkan bencana banjir.
Dalam konteks ini, konsep panen air hujan (rainwater harvesting) menjadi solusi penting untuk mengelola air secara terpadu dan berkelanjutan. Paper karya Restu Wigati dkk. (2021) ini mengangkat implementasi teknologi pemanenan air hujan di Mushola Baiturrahman, Kelurahan Tegalsari, Kecamatan Walantaka, Kota Serang, sebagai upaya konservasi air sekaligus mendukung protokol kesehatan selama pandemi.
Metode dan Pelaksanaan Program Pengabdian Masyarakat
Metode Participatory Rural Appraisal (PRA)
Pendekatan PRA digunakan untuk melibatkan masyarakat secara aktif dalam sosialisasi dan implementasi teknologi rainwater harvesting. Sebanyak 20 warga sekitar mushola menjadi mitra program selama tiga bulan (Juli-September 2021).
Tahapan Kegiatan
Studi Kasus: Mushola Baiturrahman, Kelurahan Tegalsari Kota Serang
Data dan Analisis Kebutuhan Air
Kapasitas Tangki dan Volume Air Hujan
Berdasarkan data curah hujan bulanan rata-rata, volume air hujan yang dapat dipanen mencapai 833,76 m³ per tahun dengan surplus signifikan pada sebagian besar bulan kecuali Agustus yang mengalami defisit 3,63 m³.
Grafik supply air hujan menunjukkan bahwa pada bulan Januari hingga Juli dan September hingga Desember, volume air hujan yang tersedia cukup untuk memenuhi kebutuhan cuci tangan jamaah mushola.
Desain dan Inovasi Alat Pemanen Air Hujan
Alat pemanen air hujan yang dibuat dilengkapi dengan sensor otomatis pada kran air dan sabun untuk menghindari kontak tangan, mendukung protokol kesehatan Covid-19. Air hujan dialirkan dari atap melalui talang dan pipa ke bak filtrasi, kemudian disimpan dalam tangki penampungan yang siap digunakan.
Keunggulan Teknologi
Hasil dan Dampak Program
Analisis Kualitas Air
Pengujian laboratorium menunjukkan kualitas air hujan memenuhi standar PERMENKES No. 32 Tahun 2017 untuk higiene sanitasi dengan pH 7,19 dan TDS 10,25 mg/L, aman untuk keperluan cuci tangan.
Kritik dan Saran Pengembangan
Kesimpulan
Implementasi pemanenan air hujan di masa pandemi Covid-19 di Kota Serang melalui program PPUPIK berhasil meningkatkan akses air bersih alternatif untuk cuci tangan di mushola. Program ini tidak hanya mendukung protokol kesehatan, tetapi juga mengedukasi masyarakat tentang konservasi air dan pembangunan kota berkelanjutan. Dengan teknologi sederhana dan partisipasi aktif masyarakat, rainwater harvesting dapat menjadi solusi efektif menghadapi krisis air bersih dan tantangan pandemi.
Sumber Artikel
Restu Wigati, Enden Mina, Rama Indera Kusuma, Hendrian Budi Bagus Kuncoro, Woelandari Fathonah, dan Nyi Raden Ruyani. “Implementasi Pemanenan Air Hujan (Rainwater Harvesting) pada Masa Pandemi Covid-19 di Kota Serang.” Dharmakarya: Jurnal Aplikasi Ipteks Untuk Masyarakat, Vol. 11 No. 1, 2021. Fakultas Teknik Universitas Sultan Ageng Tirtayasa.
Sumber Air
Dipublikasikan oleh Izura Ramadhani Fauziyah pada 05 Juni 2025
Ketersediaan air bersih di kawasan perkotaan semakin menipis seiring dengan pesatnya pembangunan gedung bertingkat dan perumahan. Di sisi lain, kebutuhan air bersih terus meningkat, sehingga diperlukan manajemen air yang terpadu dan inovatif. Salah satu solusi yang diangkat dalam paper ini adalah pemanenan air hujan (rainwater harvesting) sebagai alternatif sumber air yang dapat mengurangi ketergantungan pada air PDAM dan air tanah, sekaligus mengatasi masalah limpasan air hujan yang dapat menyebabkan banjir.
Penelitian ini fokus pada pemanfaatan air hujan untuk keperluan pertamanan dan toilet di Gedung IV Fakultas Teknik Universitas Sebelas Maret (UNS), Surakarta, dengan tujuan merancang sistem penampungan air hujan (PAH) yang dapat memenuhi 70% kebutuhan air tersebut.
Metode Penelitian: Deskriptif Kuantitatif dengan Data Curah Hujan dan Kebutuhan Air
Penelitian menggunakan metode deskriptif kuantitatif dengan pengumpulan data primer dan sekunder. Data primer meliputi luas atap Gedung IV (1315,56 m²), luas taman (981,74 m²), jumlah pengguna toilet (702 orang), serta data jumlah mahasiswa, dosen, dan staf. Data sekunder diperoleh dari tiga stasiun hujan di sekitar Surakarta: Mojolaban, Pabelan, dan BPSDA Solo.
Analisis kebutuhan air didasarkan pada standar penggunaan air untuk toilet dan pertamanan, dengan asumsi penggunaan air toilet sebesar 20 liter per orang per hari dan kebutuhan air untuk pertamanan sekitar 0,3–0,4 liter per m² per hari.
Studi Kasus: Data Curah Hujan dan Kebutuhan Air Gedung IV Fakultas Teknik UNS
Data Curah Hujan dan Volume Air Hujan yang Dapat Ditampung
Berdasarkan data curah hujan bulanan selama satu tahun, total curah hujan mencapai 1408 mm (Mojolaban, BPSDA, Pabelan). Dengan luas atap 1315,56 m² dan koefisien runoff 0,9, volume air hujan yang dapat ditampung mencapai 1988,14 m³ per tahun (berdasarkan data gabungan tiga stasiun hujan). Jika menggunakan data Pabelan saja, volume air hujan yang dapat ditampung adalah 1667,28 m³ per tahun.
Kebutuhan Air untuk Toilet dan Pertamanan
Kebutuhan air total untuk toilet dan pertamanan di Gedung IV diperkirakan sebesar 1688 m³ per tahun, dengan kebutuhan 70% dari total sebesar 1181,6 m³ per tahun. Dengan demikian, potensi air hujan yang tersedia dapat memenuhi kebutuhan sebesar 70% tersebut.
Perancangan Sistem Penampungan Air Hujan (PAH)
Kapasitas Tangki PAH
Kapasitas tangki PAH yang dirancang adalah 360 m³ berdasarkan data gabungan stasiun hujan Mojolaban, BPSDA, dan Pabelan, serta 290 m³ berdasarkan data Pabelan. Tangki dirancang dengan ukuran panjang 8 m, lebar 8 m, dan tinggi 6 m, menggunakan pasangan batu bata dan diletakkan di bawah tanah (ground water system).
Sistem Distribusi Air
Air hujan yang ditampung dialirkan menggunakan pompa ke atas untuk digunakan pada toilet dan pertamanan Gedung IV. Sistem ini bertujuan mengurangi penggunaan air PDAM dan air tanah, sekaligus mengurangi limpasan air hujan yang dapat menyebabkan banjir.
Analisis Anggaran
Rancangan anggaran untuk pembuatan tangki PAH berkapasitas 360 m³ sebesar Rp 113.500.000. Anggaran ini mencakup biaya pembangunan tangki, instalasi pompa, dan sistem distribusi air.
Nilai Tambah dan Implikasi Penelitian
Kritik dan Saran
Perbandingan dengan Penelitian Lain
Penelitian Tri Yayuk Susana (2012) di Gedung Bank Indonesia menunjukkan potensi penghematan air PAM hingga 65,41% dengan sistem pemanenan air hujan untuk pertamanan. Hal ini sejalan dengan hasil penelitian di UNS yang menunjukkan pemenuhan kebutuhan air hingga 70%. Tren global juga mendukung pemanfaatan air hujan sebagai solusi konservasi air di perkotaan.
Kesimpulan
Penelitian ini berhasil merancang sistem penampungan air hujan berkapasitas 360 m³ yang dapat memenuhi 70% kebutuhan air untuk toilet dan pertamanan di Gedung IV Fakultas Teknik UNS. Dengan anggaran Rp 113,5 juta, sistem ini dapat menghemat penggunaan air PDAM dan mendukung pengelolaan air berkelanjutan di lingkungan kampus. Pengembangan dan pengelolaan yang baik akan meningkatkan manfaat sistem ini, sekaligus menjadi model konservasi air yang dapat direplikasi di lingkungan perkotaan lainnya.
Sumber Artikel
Siti Qomariyah, Solichin, Ardhiyanti Putri. “Analisis Pemanfaatan Air Hujan Dengan Metode Penampungan Air Hujan Untuk Kebutuhan Pertamanan Dan Toilet Gedung IV Fakultas Teknik Universitas Sebelas Maret, Surakarta.” Jurnal Matematika dan Teknik Sipil, Universitas Sebelas Maret, 2016.
Sumber Air
Dipublikasikan oleh Izura Ramadhani Fauziyah pada 05 Juni 2025
Kota Bogor termasuk wilayah dengan curah hujan tinggi, rata-rata tahunan mencapai 3.500–4.000 mm, sehingga memiliki potensi besar untuk pemanenan air hujan. Namun, pemanfaatan air hujan di perkotaan masih terbatas, terutama untuk kebutuhan domestik non-konsumsi seperti mandi, mencuci, dan penyiraman toilet. Paper karya Armin Zuliarti dan Satyanto Krido Saptomo (2021) ini mengkaji perancangan sistem penampungan air hujan (PAH) skala unit rumah di Perumahan Villa Citra Bantarjati, Bogor, lengkap dengan desain filtrasi sederhana untuk meningkatkan kualitas fisik air hujan agar memenuhi standar air kelas II.
Metodologi Penelitian: Data Primer dan Sekunder serta Perancangan Filter
Penelitian dilakukan dengan pengumpulan data primer berupa luas atap rumah (25 m²) dan data sekunder berupa curah hujan maksimum selama 15 tahun terakhir (2006–2020) dari BMKG Bogor. Data penggunaan air rumah tangga juga dikumpulkan untuk menentukan kebutuhan air domestik non-konsumsi dengan asumsi 3 orang per rumah.
Perancangan penampungan air hujan menggunakan perangkat lunak AutoCAD dan SketchUp untuk menghasilkan desain bak penampungan berkapasitas 330 liter. Filter sederhana dirancang menggunakan media berlapis seperti spon, kapas, zeolit, arang aktif (GAC), pasir, dan kerikil dengan susunan dan ketebalan yang telah ditentukan untuk memaksimalkan kualitas air.
Studi Kasus dan Analisis Data Curah Hujan
Data curah hujan harian maksimum selama 15 tahun menunjukkan variasi antara 97,4 mm hingga 169,1 mm per hari, dengan rata-rata 127,31 mm dan deviasi standar 22,15 mm. Analisis frekuensi menggunakan distribusi Gumbel dan Log Pearson III menunjukkan curah hujan rencana untuk periode ulang 2 tahun sebesar 124,31 mm/hari, sesuai dengan standar perencanaan drainase perkotaan.
Intensitas curah hujan dihitung menggunakan rumus Mononobe dengan durasi hujan 120 menit, menghasilkan intensitas 27,15 mm/jam untuk periode ulang 2 tahun.
Perancangan Penampungan dan Neraca Air
Volume air hujan yang dapat dipanen dihitung menggunakan rumus Q = C × i × A, dengan koefisien runoff 0,8, intensitas curah hujan maksimum, dan luas atap 25 m². Hasilnya, rata-rata volume air hujan yang dapat ditampung adalah 155,31 liter/hari setelah memperhitungkan kehilangan 20% akibat limpasan.
Kapasitas bak penampungan yang dirancang sebesar 330 liter, cukup untuk memenuhi kebutuhan domestik non-konsumsi rumah tangga dengan 3 orang, dengan kebutuhan air sekitar 660 liter/hari (220 liter/orang/hari). Simulasi neraca air menunjukkan bahwa kapasitas ini dapat memenuhi sekitar 30% kebutuhan air rumah tangga selama setahun.
Desain dan Susunan Filter Sederhana
Filter air hujan dirancang dengan media berlapis sebagai berikut (dari atas ke bawah):
Media filter ini berfungsi menghilangkan padatan tersuspensi, bau, zat organik, dan logam berat, sehingga air hujan yang dihasilkan memenuhi baku mutu air kelas II sesuai PP No. 82 Tahun 2001.
Hasil Pengujian Kualitas Air
Pengujian kualitas fisik dan kimia air hujan sebelum dan sesudah filtrasi menunjukkan peningkatan signifikan. Air hasil filtrasi bebas bau, jernih, dan memiliki parameter kimia seperti pH, nitrit, nitrat, dan amonia yang sesuai standar kelas II. Ini membuktikan efektivitas filter sederhana dalam meningkatkan kualitas air hujan untuk kebutuhan domestik non-konsumsi.
Analisis Biaya dan Efisiensi
Biaya operasional pompa untuk mengalirkan air hujan dari tangki ke rumah diperkirakan sekitar Rp 11.379 per tahun dengan konsumsi daya 8,42 kWh. Jika dibandingkan dengan tarif air PDAM golongan menengah (Rp 8.200/m³), penggunaan air hujan dapat menghemat pengeluaran air sekitar Rp 588.621 per tahun per rumah.
Kelebihan dan Nilai Tambah Penelitian
Kritik dan Saran
Kesimpulan
Perancangan penampungan air hujan dengan filtrasi sederhana di Perumahan Villa Citra Bantarjati menunjukkan potensi besar dalam memenuhi kebutuhan air domestik non-konsumsi. Dengan kapasitas tangki 330 liter dan filter media berlapis, air hujan yang dihasilkan memenuhi standar mutu air kelas II. Sistem ini dapat menghemat biaya air PDAM dan mendukung konservasi sumber daya air di daerah dengan curah hujan tinggi seperti Bogor. Implementasi dan pengembangan lebih lanjut sangat direkomendasikan untuk meningkatkan keberlanjutan dan cakupan pemanfaatan air hujan di perkotaan.
Sumber Artikel
Armin Zuliarti, Satyanto Krido Saptomo. "Perancangan Penampungan Air Hujan dengan Filtrasi Sederhana Skala Unit Rumah di Perumahan Villa Citra Bantarjati." JSIL Jurnal Teknik Sipil dan Lingkungan, Vol. 06 No. 03, Desember 2021, Institut Pertanian Bogor.