Sumber Air

Kajian Pendahuluan Sistem Pemanfaatan Air Hujan – Solusi Konservasi Air Berkelanjutan

Dipublikasikan oleh Izura Ramadhani Fauziyah pada 05 Juni 2025


Air hujan merupakan sumber air yang melimpah, khususnya saat musim penghujan. Namun, tanpa pengelolaan yang tepat, air hujan justru dapat menimbulkan bencana seperti banjir dan tanah longsor. Oleh karena itu, pengelolaan air hujan secara optimal menjadi sangat penting, terutama dengan cara menampung air hujan dan meresapkannya kembali ke dalam tanah. Paper karya Haryoto Indriatmoko dan Nugro Rahardjo dari Pusat Teknologi Lingkungan BPPT ini memberikan kajian awal mengenai sistem pemanfaatan air hujan, dengan fokus pada praktik terbaik di beberapa negara Asia dan kondisi di Indonesia.

Studi Kasus dan Perbandingan Internasional

Penulis melakukan studi literatur dan banding terhadap penerapan sistem pemanfaatan air hujan di beberapa negara Asia, yaitu Republik Dominika, Singapura, Jepang, China, dan Thailand. Negara-negara ini telah berhasil mengimplementasikan sistem pemanenan air hujan yang efektif, baik untuk memenuhi kebutuhan air bersih maupun untuk konservasi air tanah.

Contoh Implementasi di Negara-negara Asia

  • Singapura: Bandara Changi memanfaatkan air hujan dari atap dan area sekitar sebagai sumber air yang signifikan, menyumbang 28–33% dari total kebutuhan air dengan penghematan sekitar SGD 390.000 per tahun. Sistem ini terintegrasi dengan perencanaan tata kota dan pengelolaan air yang cermat.
  • Jepang: Di Tokyo, arena Sumo dengan atap seluas 8.400 m² menggunakan sistem penampungan air hujan berkapasitas 1.000 m³ yang digunakan untuk menyiram toilet dan pendingin udara. Di tingkat masyarakat, sistem sederhana “Rojison” memanen air hujan dari atap rumah untuk kebutuhan penyiraman kebun dan air darurat.
  • China (Provinsi Gansu): Masyarakat menggunakan tangki bawah tanah berkapasitas 20 m³ yang diperbaiki dengan semen dan dilengkapi sistem pengaliran air hujan. Proyek “1-2-1” yang dimulai sejak 1988 telah membantu lebih dari 200.000 keluarga memperoleh air bersih dan hasil pertanian yang lebih baik.
  • Thailand: Penggunaan guci penyimpan air hujan berkapasitas 100–3.000 liter sangat populer di pedesaan, dengan guci 2.000 liter mampu memenuhi kebutuhan air selama musim kemarau hingga enam bulan.

Kondisi dan Regulasi di Indonesia

Indonesia memiliki curah hujan yang tinggi, namun pengelolaan air hujan masih belum optimal. Luapan air hujan sering menyebabkan banjir dan tanah longsor akibat saluran drainase yang tidak memadai dan berkurangnya ruang terbuka hijau. Pemerintah telah mengeluarkan regulasi seperti SK Gubernur DKI Jakarta No. 115 Tahun 2001 dan Perda No. 20 Tahun 2013 yang mewajibkan pembangunan sumur resapan.

Teknologi dan Metode Pengelolaan

  • Sumur Resapan: Sistem resapan buatan yang menampung air hujan dari atap atau talang dan meresapkannya ke dalam tanah. Bentuknya bisa berupa sumur, kolam resapan, atau saluran porous.
  • Pengisian Air Tanah Buatan (Artificial Recharge): Teknik ini melibatkan penyuntikan air ke dalam aquifer melalui sumur injeksi atau penyebaran permukaan untuk meningkatkan cadangan air tanah dan mencegah intrusi air laut.
  • Penampungan Air Hujan: Sistem yang terdiri dari area tangkapan (atap), sistem pengaliran (talang dan pipa), dan tangki penyimpanan (beton, fiberglass, stainless steel). Sistem ini dapat digunakan untuk memenuhi kebutuhan air domestik dan mengurangi limpasan.

Angka dan Data Teknis

  • Curah hujan tahunan di Indonesia bervariasi dari kurang dari 500 mm hingga lebih dari 4.000 mm, dengan distribusi musiman yang tidak merata.
  • Contoh perhitungan debit air hujan menggunakan rumus rasional Q=C×I×AQ = C \times I \times AQ=C×I×A, di mana CCC adalah koefisien aliran, III intensitas hujan, dan AAA luas atap.
  • Tabel geometri sumur resapan menunjukkan volume resapan efektif yang bervariasi sesuai luas kavling dan kondisi drainase, misalnya untuk kavling 100 m² volume resapan antara 2,6–7,9 m³.

Nilai Tambah dan Implikasi Edukasi

  • Pemanfaatan air hujan tidak hanya mengurangi risiko banjir dan penurunan muka tanah, tetapi juga berkontribusi pada konservasi air tanah yang berkelanjutan.
  • Sistem ini telah terbukti efektif di berbagai negara dan mulai diadopsi di Indonesia, seperti di Pesantren Daar El Fallah, Pandeglang, yang mengaplikasikan sistem penampungan air hujan untuk kebutuhan air minum siswa.
  • Penulis menekankan pentingnya memasukkan edukasi pengelolaan air hujan dalam kurikulum pendidikan dari tingkat dasar hingga menengah atas agar budaya konservasi air tumbuh sejak dini.

Kritik dan Saran Pengembangan

  • Walaupun regulasi sudah ada, implementasi dan monitoring di lapangan masih lemah dan perlu diperkuat.
  • Pengembangan teknologi dan metode yang sesuai dengan kondisi lokal sangat diperlukan untuk meningkatkan efisiensi dan keberlanjutan sistem.
  • Perlu kolaborasi lintas sektor antara pemerintah, swasta, akademisi, dan masyarakat untuk memperluas penerapan sistem pemanfaatan air hujan.

Kesimpulan

Air hujan adalah anugerah alam yang melimpah dan harus dimanfaatkan secara optimal untuk memenuhi kebutuhan air bersih sekaligus melestarikan sumber daya air tanah. Berbagai negara telah membuktikan keberhasilan sistem pemanenan air hujan, yang juga mulai diadopsi di Indonesia dengan dukungan regulasi dan edukasi. Pengelolaan air hujan yang terintegrasi dan berkelanjutan merupakan kunci untuk mengatasi masalah kekurangan air, banjir, dan penurunan muka tanah di perkotaan dan daerah rawan.

Sumber Artikel

Haryoto Indriatmoko dan Nugro Rahardjo. “Kajian Pendahuluan Sistem Pemanfaatan Air Hujan.” Pusat Teknologi Lingkungan, BPPT, 2009.

Selengkapnya
Kajian Pendahuluan Sistem Pemanfaatan Air Hujan – Solusi Konservasi Air Berkelanjutan

Sumber Air

Kajian Pemanfaatan Air Hujan sebagai Pemenuhan Kebutuhan Air Bersih di Pulau Kecil Desa Concong Tengah, Kecamatan Concong, Kabupaten Indragiri Hilir

Dipublikasikan oleh Izura Ramadhani Fauziyah pada 05 Juni 2025


Indonesia sebagai negara kepulauan memiliki sekitar 17.000 pulau besar dan 13.000 pulau kecil, yang secara biofisik, geografis, dan sosial budaya memiliki karakteristik unik. Salah satu masalah utama yang dihadapi pulau-pulau kecil adalah keterbatasan sumber daya air bersih. Air tanah di pulau kecil biasanya merupakan lensa air tawar yang mengapung di atas air payau atau asin, sehingga sangat rentan terhadap intrusi air laut dan perubahan muka air tanah.

Desa Concong Tengah, Kecamatan Concong, Kabupaten Indragiri Hilir, menjadi contoh nyata permasalahan ini. Penduduknya mengandalkan air hujan sebagai sumber utama air bersih, terutama saat musim kemarau ketika air tanah dangkal kering dan air permukaan mengandung bahan organik dan zat besi yang tinggi sehingga tidak layak digunakan. Kondisi ekonomi yang rendah membuat warga kesulitan membeli air bersih dari sumber lain.

Metodologi: Simulasi Hidrologi Kuantitatif dengan Rain Cycle 2

Penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif dengan simulasi menggunakan program bantuan Rain Cycle 2. Data input meliputi:

  • Luas atap rumah tangga (m²)
  • Jumlah anggota keluarga (m³/hari)
  • Data curah hujan harian selama satu tahun (mm/tahun) dari stasiun hidrologi Tembilahan (2010–2014)

Simulasi dilakukan untuk mengukur potensi pemanenan air hujan skala individu dan seberapa besar kebutuhan air bersih masyarakat yang dapat dipenuhi dengan sistem ini.

Hasil Studi Kasus: Potensi Pemenuhan Kebutuhan Air Bersih

Data Curah Hujan dan Luas Atap

  • Curah hujan tahunan rata-rata di Desa Concong Tengah sekitar 4.560,17 mm.
  • Luas atap rata-rata rumah tangga yang digunakan sebagai catchment area adalah 231 m².
  • Jumlah anggota keluarga rata-rata adalah 7 orang.

Simulasi Pemenuhan Kebutuhan Air Bersih

  • Dengan menggunakan 2 tangki fiber berkapasitas 1 m³, pemenuhan kebutuhan air bersih mencapai rata-rata 55,3% pada tahun 2010.
  • Dengan 3 tangki, pemenuhan meningkat menjadi sekitar 66,9%.
  • Dengan 4 tangki, pemenuhan kebutuhan air bersih bisa mencapai 74,7%.

Data serupa untuk tahun-tahun berikutnya menunjukkan fluktuasi, misalnya tahun 2014 dengan 3 tangki hanya mampu memenuhi 53,5% kebutuhan air bersih, yang menunjukkan pengaruh variabilitas curah hujan terhadap ketersediaan air.

Pengaruh Luas Atap dan Jumlah Anggota Keluarga

  • Semakin besar luas atap, semakin tinggi persentase kebutuhan air yang terpenuhi.
  • Semakin banyak anggota keluarga, persentase pemenuhan kebutuhan air menurun karena kebutuhan total meningkat.
  • Contoh: Rumah dengan luas atap 231 m² dan 7 anggota keluarga memiliki pemenuhan kebutuhan air sekitar 70,5% dengan 3 tangki, sedangkan dengan 6 anggota keluarga bisa mencapai 75,5%.

Analisis dan Diskusi

Sensitivitas Curah Hujan

Parameter curah hujan sangat sensitif terhadap kuantitas air hujan yang dapat dipanen. Tahun dengan curah hujan tinggi memberikan kontribusi lebih besar dalam memenuhi kebutuhan air bersih. Sebaliknya, tahun dengan curah hujan rendah menyebabkan penurunan signifikan dalam pemenuhan kebutuhan air.

Kapasitas Tangki dan Kebutuhan Air

Kapasitas tangki penampungan sangat menentukan performa sistem pemanenan air hujan. Penggunaan 3-4 tangki fiber berkapasitas 1 m³ dianggap optimal untuk memenuhi kebutuhan air bersih sebagian besar keluarga di Desa Concong Tengah.

Keterbatasan dan Tantangan

  • Variasi curah hujan tahunan yang tinggi menyebabkan ketidakpastian ketersediaan air sepanjang tahun.
  • Keterbatasan lahan dan kemampuan ekonomi masyarakat untuk memiliki tangki penampungan yang memadai.
  • Perlunya pengelolaan dan pemeliharaan tangki agar kualitas air tetap terjaga.

Nilai Tambah dan Relevansi dengan Tren Global

Pemanfaatan air hujan sebagai sumber air bersih merupakan solusi berkelanjutan yang sesuai dengan prinsip konservasi sumber daya air dan adaptasi perubahan iklim. Studi ini sejalan dengan tren global yang mendorong pengelolaan air hujan di tingkat rumah tangga dan komunitas sebagai bagian dari strategi ketahanan air.

Saran dan Rekomendasi

  • Edukasi dan sosialisasi kepada masyarakat tentang pentingnya pemanenan air hujan dan pemeliharaan sistem.
  • Pengembangan sistem tangki penampungan yang efisien dan terjangkau.
  • Integrasi sistem pemanenan air hujan individu dengan sistem komunal seperti embung atau kolam retensi untuk meningkatkan kapasitas penyimpanan.
  • Kajian lebih lanjut terkait pengaruh perubahan iklim terhadap ketersediaan air hujan di pulau kecil.

Kesimpulan

Penelitian ini membuktikan bahwa pemanenan air hujan skala individu di Desa Concong Tengah mampu memenuhi sebagian besar kebutuhan air bersih masyarakat, dengan persentase pemenuhan yang dipengaruhi oleh luas atap, jumlah anggota keluarga, dan curah hujan tahunan. Sistem ini menjadi alternatif penting untuk mengatasi keterbatasan sumber air bersih di pulau kecil yang rentan terhadap kekeringan dan intrusi air payau.

Sumber Artikel 

Indah Ameliana Beza D., Yohanna Lilis H., Imam Suprayogi. “Kajian Pemanfaatan Air Hujan Sebagai Pemenuhan Kebutuhan Air Bersih Di Pulau Kecil: Studi Kasus Desa Concong Tengah Kecamatan Concong Kabupaten Indragiri Hilir.” Jom FTEKNIK, Vol. 3 No. 1, Februari 2016. Fakultas Teknik, Universitas Riau.

Selengkapnya
Kajian Pemanfaatan Air Hujan sebagai Pemenuhan Kebutuhan Air Bersih di Pulau Kecil Desa Concong Tengah, Kecamatan Concong, Kabupaten Indragiri Hilir

Sumber Air

Penerapan Sistem Pemanen Air Hujan Skala Rumah Tangga di Perumahan Villa Mutiara, Kelurahan Sawah Baru, Ciputat, Tangerang Selatan

Dipublikasikan oleh Izura Ramadhani Fauziyah pada 05 Juni 2025


Fenomena kekeringan pada musim kemarau akibat menurunnya sumber air tanah, seperti sumur, menjadi masalah serius di kawasan perumahan perkotaan. Sebaliknya, intensitas hujan yang tinggi saat musim penghujan sering menyebabkan banjir dan bencana lainnya. Dalam konteks ini, pemanenan air hujan (rainwater harvesting) menjadi solusi sederhana dan murah yang belum banyak diterapkan masyarakat, padahal sangat penting sebagai alternatif sumber air untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari.

Paper karya Mohamad Haifan dkk. (2023) ini mengangkat penerapan sistem pemanen air hujan di salah satu rumah warga di Perumahan Villa Mutiara, Kelurahan Sawah Baru, Kecamatan Ciputat, Tangerang Selatan, dengan tujuan mengolah air hujan menjadi air bersih yang aman dan sehat untuk dikonsumsi.

Metode dan Komponen Sistem Pemanen Air Hujan

Sistem pemanenan air hujan yang diterapkan terdiri dari tiga komponen utama:

  1. Catchment (Penangkap Air Hujan): Permukaan atap rumah yang berfungsi menangkap air hujan.
  2. Delivery System (Sistem Penyaluran): Talang dan pralon yang mengalirkan air hujan dari atap ke tempat penampungan.
  3. Storage Reservoir (Tempat Penyimpanan): Toran air berkapasitas 700 liter sebanyak empat buah, yang menampung air hujan sebelum diproses lebih lanjut.

Air hujan yang masuk ke toran pertama disaring melalui filter pertama untuk menghilangkan kotoran kasar, kemudian air diendapkan selama sekitar 2 jam. Selanjutnya air dialirkan ke filter kedua yang berada di lantai bawah untuk penyaringan lebih halus sebelum masuk ke proses elektrolisis.

Teknologi Elektrolisis untuk Pengolahan Air Hujan

Teknologi elektrolisis yang digunakan dikembangkan oleh Vincentius Kirjito dari Yayasan Bina Swadaya. Proses ini menggunakan arus listrik DC yang dialirkan ke air hujan untuk menghasilkan dua jenis air berdasarkan pH:

  • Air dengan pH tinggi (basa) 11-13: Aman dan sehat untuk dikonsumsi.
  • Air dengan pH rendah (asam) 4-7: Digunakan untuk perawatan luar, seperti perawatan kulit.

Air basa dan asam ditampung dalam bak terpisah, masing-masing dua bak untuk air basa dan satu bak untuk air asam.

Studi Kasus: Implementasi di Perumahan Villa Mutiara, Ciputat

Instalasi pemanen air hujan dipasang di rumah warga di Jl. Intan II BB 10-12, dengan empat toran air berkapasitas total 2800 liter. Air hujan yang jatuh di atap dialirkan melalui talang dan pralon ke toran, kemudian disaring dan diendapkan sebelum diproses elektrolisis.

Hasil Pemanfaatan

  • Air hasil elektrolisis dengan pH tinggi digunakan oleh warga dan jamaah majelis taklim Al Amin untuk keperluan konsumsi sehari-hari.
  • Air dengan pH rendah digunakan untuk perawatan kulit dan dipercaya memberikan manfaat kesehatan.
  • Beberapa warga dari luar daerah seperti Ciputat, Ciledug, dan Serang datang untuk mengambil air hasil elektrolisis ini.

Analisis dan Manfaat Sistem

  • Sederhana dan Murah: Teknologi yang digunakan tidak memerlukan keahlian khusus dan biaya relatif rendah sehingga mudah diterapkan di rumah tangga.
  • Mengatasi Kekurangan Air: Sistem ini menjadi alternatif sumber air saat musim kemarau ketika sumur mulai kering.
  • Kualitas Air Terjamin: Proses elektrolisis efektif membunuh mikroba dan meningkatkan pH air sehingga aman diminum.
  • Manfaat Kesehatan: Air basa yang dihasilkan dipercaya menyehatkan dan air asam bermanfaat untuk perawatan luar.
  • Pengurangan Risiko Banjir: Dengan memanen air hujan, limpasan air berkurang sehingga risiko banjir di kawasan perumahan dapat ditekan.

Kritik dan Saran Pengembangan

  • Skala Terbatas: Sistem ini baru diterapkan di satu rumah, perlu pengembangan skala komunitas agar manfaat lebih luas.
  • Pemeliharaan: Keberhasilan jangka panjang tergantung pada pemeliharaan filter dan sistem elektrolisis oleh pengguna.
  • Edukasi Masyarakat: Perlu sosialisasi berkelanjutan agar masyarakat memahami pentingnya menjaga kebersihan atap dan penampungan.
  • Pengembangan Teknologi: Integrasi sistem filtrasi tambahan dan monitoring kualitas air secara berkala akan meningkatkan keamanan air.
  • Replikasi: Model ini dapat direplikasi di daerah lain dengan potensi curah hujan tinggi dan masalah kekurangan air tanah.

Perbandingan dengan Studi Lain

Penelitian sebelumnya oleh Yulistyorini (2011) dan Aryanto (2017) juga menegaskan pentingnya pemanenan air hujan sebagai alternatif pengelolaan sumber daya air di perkotaan. Studi di wilayah lain menunjukkan bahwa teknologi sederhana dan biaya rendah sangat efektif meningkatkan akses air bersih di rumah tangga.

Kesimpulan

Penerapan sistem pemanen air hujan dengan proses elektrolisis di Perumahan Villa Mutiara, Ciputat, memberikan solusi nyata atas masalah kekurangan air bersih di perkotaan. Sistem ini mudah diterapkan, murah, dan menghasilkan air yang aman dikonsumsi serta bermanfaat untuk kesehatan. Dengan pengelolaan yang baik dan edukasi masyarakat, teknologi ini berpotensi menjadi model konservasi air yang dapat dikembangkan di berbagai wilayah urban di Indonesia.

Sumber Artikel

Mohamad Haifan, Sri Handayani, Ismojo. “Penerapan Sistem Pemanen Air Hujan (Rain Water Harvesting) Skala Rumah Tangga: Studi Kasus di RT 004/01, Kelurahan Sawah Baru, Kecamatan Ciputat, Kota Tangerang Selatan.” Lentera Karya Edukasi: Jurnal Pengabdian kepada Masyarakat, Vol. 3 No. 2, 2023, hlm. 63-72.

Selengkapnya
Penerapan Sistem Pemanen Air Hujan Skala Rumah Tangga di Perumahan Villa Mutiara, Kelurahan Sawah Baru, Ciputat, Tangerang Selatan

Sumber Air

Implementasi Pemanenan Air Hujan (Rainwater Harvesting) pada Masa Pandemi Covid-19 di Kota Serang

Dipublikasikan oleh Izura Ramadhani Fauziyah pada 05 Juni 2025


Ketersediaan air bersih yang berkelanjutan merupakan aspek penting dalam mewujudkan kesejahteraan masyarakat dan mendukung perilaku hidup bersih sehat, terutama di masa pandemi Covid-19. Data Survei Indonesia Water Institute (2021) menunjukkan konsumsi air bersih untuk cuci tangan meningkat hampir tiga kali lipat selama pandemi, dari 4-5 liter menjadi 20-25 liter per orang per hari. Namun, musim penghujan yang melimpah tidak diimbangi dengan kapasitas penyerapan air ke tanah, sehingga limpasan air hujan yang tidak terkendali berpotensi menimbulkan bencana banjir.

Dalam konteks ini, konsep panen air hujan (rainwater harvesting) menjadi solusi penting untuk mengelola air secara terpadu dan berkelanjutan. Paper karya Restu Wigati dkk. (2021) ini mengangkat implementasi teknologi pemanenan air hujan di Mushola Baiturrahman, Kelurahan Tegalsari, Kecamatan Walantaka, Kota Serang, sebagai upaya konservasi air sekaligus mendukung protokol kesehatan selama pandemi.

Metode dan Pelaksanaan Program Pengabdian Masyarakat

Metode Participatory Rural Appraisal (PRA)

Pendekatan PRA digunakan untuk melibatkan masyarakat secara aktif dalam sosialisasi dan implementasi teknologi rainwater harvesting. Sebanyak 20 warga sekitar mushola menjadi mitra program selama tiga bulan (Juli-September 2021).

Tahapan Kegiatan

  1. Persiapan: Identifikasi potensi dan permasalahan air bersih di masyarakat.
  2. Pelaksanaan Program: Pembuatan alat pemanenan air hujan untuk kebutuhan cuci tangan dengan desain tanpa kontak tangan (sensor otomatis).
  3. Deskripsi Produk Teknologi: Penjelasan komponen utama sistem panen air hujan (atap, talang, pipa, tangki penampungan) dan teknik filtrasi sederhana.
  4. Evaluasi dan Keberlanjutan: Pembentukan komunitas Gerakan Nasional Kemitraan Penyelamatan Air (GNKPA) untuk menjaga keberlanjutan program.

Studi Kasus: Mushola Baiturrahman, Kelurahan Tegalsari Kota Serang

Data dan Analisis Kebutuhan Air

  • Jumlah jamaah mushola: 200 orang
  • Kebutuhan air: 5 liter/orang/hari (SNI 03-7065-2005)
  • Luas atap mushola: 289 m²
  • Koefisien runoff: 0,8

Kapasitas Tangki dan Volume Air Hujan

Berdasarkan data curah hujan bulanan rata-rata, volume air hujan yang dapat dipanen mencapai 833,76 m³ per tahun dengan surplus signifikan pada sebagian besar bulan kecuali Agustus yang mengalami defisit 3,63 m³.

  • Kapasitas tangki yang direncanakan: 3,63 m³ (3630 liter)
  • Surplus air hujan tahunan: 472,39 m³

Grafik supply air hujan menunjukkan bahwa pada bulan Januari hingga Juli dan September hingga Desember, volume air hujan yang tersedia cukup untuk memenuhi kebutuhan cuci tangan jamaah mushola.

Desain dan Inovasi Alat Pemanen Air Hujan

Alat pemanen air hujan yang dibuat dilengkapi dengan sensor otomatis pada kran air dan sabun untuk menghindari kontak tangan, mendukung protokol kesehatan Covid-19. Air hujan dialirkan dari atap melalui talang dan pipa ke bak filtrasi, kemudian disimpan dalam tangki penampungan yang siap digunakan.

Keunggulan Teknologi

  • Mengurangi risiko penyebaran Covid-19 melalui kontak tangan.
  • Memanfaatkan sumber air lokal yang melimpah dan belum dimanfaatkan optimal.
  • Teknologi sederhana dan ramah lingkungan.

Hasil dan Dampak Program

  • Peningkatan Kesadaran: Masyarakat lebih memahami pentingnya konservasi air dan teknologi pemanenan air hujan.
  • Pemanfaatan Air Bersih: Air hujan yang telah difiltrasi digunakan sebagai alternatif air bersih untuk cuci tangan di mushola.
  • Publikasi Media Massa: Kegiatan ini mendapat liputan luas di media cetak dan online, memperluas dampak sosialisasi.
  • Hak Cipta: Tim pengabdian memperoleh sertifikat hak cipta untuk alat pemanenan air hujan yang dikembangkan.

Analisis Kualitas Air

Pengujian laboratorium menunjukkan kualitas air hujan memenuhi standar PERMENKES No. 32 Tahun 2017 untuk higiene sanitasi dengan pH 7,19 dan TDS 10,25 mg/L, aman untuk keperluan cuci tangan.

Kritik dan Saran Pengembangan

  • Skala Program: Studi ini masih terbatas pada satu lokasi mushola, perlu pengembangan skala lebih luas di berbagai komunitas.
  • Pemeliharaan: Keberlanjutan program tergantung pada komitmen masyarakat dalam pemeliharaan alat.
  • Perluasan Fungsi: Air hujan dapat dimanfaatkan untuk kebutuhan lain seperti penyiraman taman, toilet, dan bahkan air minum setelah pengolahan lanjutan.
  • Edukasi Berkelanjutan: Perlu program edukasi berkelanjutan untuk meningkatkan kesadaran dan keterampilan masyarakat.

Kesimpulan

Implementasi pemanenan air hujan di masa pandemi Covid-19 di Kota Serang melalui program PPUPIK berhasil meningkatkan akses air bersih alternatif untuk cuci tangan di mushola. Program ini tidak hanya mendukung protokol kesehatan, tetapi juga mengedukasi masyarakat tentang konservasi air dan pembangunan kota berkelanjutan. Dengan teknologi sederhana dan partisipasi aktif masyarakat, rainwater harvesting dapat menjadi solusi efektif menghadapi krisis air bersih dan tantangan pandemi.

Sumber Artikel 

Restu Wigati, Enden Mina, Rama Indera Kusuma, Hendrian Budi Bagus Kuncoro, Woelandari Fathonah, dan Nyi Raden Ruyani. “Implementasi Pemanenan Air Hujan (Rainwater Harvesting) pada Masa Pandemi Covid-19 di Kota Serang.” Dharmakarya: Jurnal Aplikasi Ipteks Untuk Masyarakat, Vol. 11 No. 1, 2021. Fakultas Teknik Universitas Sultan Ageng Tirtayasa.

Selengkapnya
Implementasi Pemanenan Air Hujan (Rainwater Harvesting) pada Masa Pandemi Covid-19 di Kota Serang

Sumber Air

Analisis Pemanfaatan Air Hujan dengan Metode Penampungan Air Hujan untuk Kebutuhan Pertamanan dan Toilet di Gedung IV Fakultas Teknik Universitas Sebelas Maret, Surakarta

Dipublikasikan oleh Izura Ramadhani Fauziyah pada 05 Juni 2025


Ketersediaan air bersih di kawasan perkotaan semakin menipis seiring dengan pesatnya pembangunan gedung bertingkat dan perumahan. Di sisi lain, kebutuhan air bersih terus meningkat, sehingga diperlukan manajemen air yang terpadu dan inovatif. Salah satu solusi yang diangkat dalam paper ini adalah pemanenan air hujan (rainwater harvesting) sebagai alternatif sumber air yang dapat mengurangi ketergantungan pada air PDAM dan air tanah, sekaligus mengatasi masalah limpasan air hujan yang dapat menyebabkan banjir.

Penelitian ini fokus pada pemanfaatan air hujan untuk keperluan pertamanan dan toilet di Gedung IV Fakultas Teknik Universitas Sebelas Maret (UNS), Surakarta, dengan tujuan merancang sistem penampungan air hujan (PAH) yang dapat memenuhi 70% kebutuhan air tersebut.

Metode Penelitian: Deskriptif Kuantitatif dengan Data Curah Hujan dan Kebutuhan Air

Penelitian menggunakan metode deskriptif kuantitatif dengan pengumpulan data primer dan sekunder. Data primer meliputi luas atap Gedung IV (1315,56 m²), luas taman (981,74 m²), jumlah pengguna toilet (702 orang), serta data jumlah mahasiswa, dosen, dan staf. Data sekunder diperoleh dari tiga stasiun hujan di sekitar Surakarta: Mojolaban, Pabelan, dan BPSDA Solo.

Analisis kebutuhan air didasarkan pada standar penggunaan air untuk toilet dan pertamanan, dengan asumsi penggunaan air toilet sebesar 20 liter per orang per hari dan kebutuhan air untuk pertamanan sekitar 0,3–0,4 liter per m² per hari.

Studi Kasus: Data Curah Hujan dan Kebutuhan Air Gedung IV Fakultas Teknik UNS

Data Curah Hujan dan Volume Air Hujan yang Dapat Ditampung

Berdasarkan data curah hujan bulanan selama satu tahun, total curah hujan mencapai 1408 mm (Mojolaban, BPSDA, Pabelan). Dengan luas atap 1315,56 m² dan koefisien runoff 0,9, volume air hujan yang dapat ditampung mencapai 1988,14 m³ per tahun (berdasarkan data gabungan tiga stasiun hujan). Jika menggunakan data Pabelan saja, volume air hujan yang dapat ditampung adalah 1667,28 m³ per tahun.

Kebutuhan Air untuk Toilet dan Pertamanan

Kebutuhan air total untuk toilet dan pertamanan di Gedung IV diperkirakan sebesar 1688 m³ per tahun, dengan kebutuhan 70% dari total sebesar 1181,6 m³ per tahun. Dengan demikian, potensi air hujan yang tersedia dapat memenuhi kebutuhan sebesar 70% tersebut.

Perancangan Sistem Penampungan Air Hujan (PAH)

Kapasitas Tangki PAH

Kapasitas tangki PAH yang dirancang adalah 360 m³ berdasarkan data gabungan stasiun hujan Mojolaban, BPSDA, dan Pabelan, serta 290 m³ berdasarkan data Pabelan. Tangki dirancang dengan ukuran panjang 8 m, lebar 8 m, dan tinggi 6 m, menggunakan pasangan batu bata dan diletakkan di bawah tanah (ground water system).

Sistem Distribusi Air

Air hujan yang ditampung dialirkan menggunakan pompa ke atas untuk digunakan pada toilet dan pertamanan Gedung IV. Sistem ini bertujuan mengurangi penggunaan air PDAM dan air tanah, sekaligus mengurangi limpasan air hujan yang dapat menyebabkan banjir.

Analisis Anggaran

Rancangan anggaran untuk pembuatan tangki PAH berkapasitas 360 m³ sebesar Rp 113.500.000. Anggaran ini mencakup biaya pembangunan tangki, instalasi pompa, dan sistem distribusi air.

Nilai Tambah dan Implikasi Penelitian

  • Konservasi Air: Pemanfaatan air hujan dapat menghemat penggunaan air PDAM hingga 70% untuk kebutuhan toilet dan pertamanan.
  • Pengelolaan Air Terpadu: Sistem ini mendukung pengelolaan air yang berkelanjutan di lingkungan kampus dan dapat direplikasi di gedung-gedung lain.
  • Pengurangan Risiko Banjir: Dengan menampung air hujan, limpasan berkurang sehingga risiko banjir di sekitar kawasan kampus dapat diminimalkan.
  • Penghematan Biaya: Mengurangi pengeluaran untuk pembelian air PDAM, memberikan efisiensi biaya operasional gedung.

Kritik dan Saran

  • Data Curah Hujan: Penelitian menyarankan penggunaan data curah hujan yang lebih terbaru dan lebih representatif untuk meningkatkan akurasi perencanaan.
  • Kapasitas Tangki: Kapasitas tangki yang dirancang masih memenuhi 70% kebutuhan, sehingga perlu pengembangan untuk mencapai 100% kebutuhan air.
  • Perawatan Sistem: Kesiapan pengelolaan dan pemeliharaan sistem PAH harus diperhatikan agar sistem berfungsi optimal dan berkelanjutan.
  • Pengembangan Filter: Penambahan sistem filtrasi air hujan agar kualitas air lebih terjamin terutama untuk penggunaan yang lebih luas.

Perbandingan dengan Penelitian Lain

Penelitian Tri Yayuk Susana (2012) di Gedung Bank Indonesia menunjukkan potensi penghematan air PAM hingga 65,41% dengan sistem pemanenan air hujan untuk pertamanan. Hal ini sejalan dengan hasil penelitian di UNS yang menunjukkan pemenuhan kebutuhan air hingga 70%. Tren global juga mendukung pemanfaatan air hujan sebagai solusi konservasi air di perkotaan.

Kesimpulan

Penelitian ini berhasil merancang sistem penampungan air hujan berkapasitas 360 m³ yang dapat memenuhi 70% kebutuhan air untuk toilet dan pertamanan di Gedung IV Fakultas Teknik UNS. Dengan anggaran Rp 113,5 juta, sistem ini dapat menghemat penggunaan air PDAM dan mendukung pengelolaan air berkelanjutan di lingkungan kampus. Pengembangan dan pengelolaan yang baik akan meningkatkan manfaat sistem ini, sekaligus menjadi model konservasi air yang dapat direplikasi di lingkungan perkotaan lainnya.

Sumber Artikel 

Siti Qomariyah, Solichin, Ardhiyanti Putri. “Analisis Pemanfaatan Air Hujan Dengan Metode Penampungan Air Hujan Untuk Kebutuhan Pertamanan Dan Toilet Gedung IV Fakultas Teknik Universitas Sebelas Maret, Surakarta.” Jurnal Matematika dan Teknik Sipil, Universitas Sebelas Maret, 2016.

Selengkapnya
Analisis Pemanfaatan Air Hujan dengan Metode Penampungan Air Hujan untuk Kebutuhan Pertamanan dan Toilet di Gedung IV Fakultas Teknik Universitas Sebelas Maret, Surakarta

Sumber Air

Perancangan Penampungan Air Hujan dengan Filtrasi Sederhana Skala Unit Rumah di Perumahan Villa Citra Bantarjati

Dipublikasikan oleh Izura Ramadhani Fauziyah pada 05 Juni 2025


Kota Bogor termasuk wilayah dengan curah hujan tinggi, rata-rata tahunan mencapai 3.500–4.000 mm, sehingga memiliki potensi besar untuk pemanenan air hujan. Namun, pemanfaatan air hujan di perkotaan masih terbatas, terutama untuk kebutuhan domestik non-konsumsi seperti mandi, mencuci, dan penyiraman toilet. Paper karya Armin Zuliarti dan Satyanto Krido Saptomo (2021) ini mengkaji perancangan sistem penampungan air hujan (PAH) skala unit rumah di Perumahan Villa Citra Bantarjati, Bogor, lengkap dengan desain filtrasi sederhana untuk meningkatkan kualitas fisik air hujan agar memenuhi standar air kelas II.

Metodologi Penelitian: Data Primer dan Sekunder serta Perancangan Filter

Penelitian dilakukan dengan pengumpulan data primer berupa luas atap rumah (25 m²) dan data sekunder berupa curah hujan maksimum selama 15 tahun terakhir (2006–2020) dari BMKG Bogor. Data penggunaan air rumah tangga juga dikumpulkan untuk menentukan kebutuhan air domestik non-konsumsi dengan asumsi 3 orang per rumah.

Perancangan penampungan air hujan menggunakan perangkat lunak AutoCAD dan SketchUp untuk menghasilkan desain bak penampungan berkapasitas 330 liter. Filter sederhana dirancang menggunakan media berlapis seperti spon, kapas, zeolit, arang aktif (GAC), pasir, dan kerikil dengan susunan dan ketebalan yang telah ditentukan untuk memaksimalkan kualitas air.

Studi Kasus dan Analisis Data Curah Hujan

Data curah hujan harian maksimum selama 15 tahun menunjukkan variasi antara 97,4 mm hingga 169,1 mm per hari, dengan rata-rata 127,31 mm dan deviasi standar 22,15 mm. Analisis frekuensi menggunakan distribusi Gumbel dan Log Pearson III menunjukkan curah hujan rencana untuk periode ulang 2 tahun sebesar 124,31 mm/hari, sesuai dengan standar perencanaan drainase perkotaan.

Intensitas curah hujan dihitung menggunakan rumus Mononobe dengan durasi hujan 120 menit, menghasilkan intensitas 27,15 mm/jam untuk periode ulang 2 tahun.

Perancangan Penampungan dan Neraca Air

Volume air hujan yang dapat dipanen dihitung menggunakan rumus Q = C × i × A, dengan koefisien runoff 0,8, intensitas curah hujan maksimum, dan luas atap 25 m². Hasilnya, rata-rata volume air hujan yang dapat ditampung adalah 155,31 liter/hari setelah memperhitungkan kehilangan 20% akibat limpasan.

Kapasitas bak penampungan yang dirancang sebesar 330 liter, cukup untuk memenuhi kebutuhan domestik non-konsumsi rumah tangga dengan 3 orang, dengan kebutuhan air sekitar 660 liter/hari (220 liter/orang/hari). Simulasi neraca air menunjukkan bahwa kapasitas ini dapat memenuhi sekitar 30% kebutuhan air rumah tangga selama setahun.

Desain dan Susunan Filter Sederhana

Filter air hujan dirancang dengan media berlapis sebagai berikut (dari atas ke bawah):

  • Spon dan kapas (10 cm)
  • Zeolit (15 cm)
  • Spon dan ijuk (15 cm)
  • Granular Activated Carbon (GAC) (15 cm)
  • Spon dan ijuk (15 cm)
  • Kerikil kecil (10 cm)
  • Pasir kasar (10 cm)
  • Pasir halus (15 cm)
  • Kerikil besar (15 cm)
  • Spon dan kapas (15 cm)

Media filter ini berfungsi menghilangkan padatan tersuspensi, bau, zat organik, dan logam berat, sehingga air hujan yang dihasilkan memenuhi baku mutu air kelas II sesuai PP No. 82 Tahun 2001.

Hasil Pengujian Kualitas Air

Pengujian kualitas fisik dan kimia air hujan sebelum dan sesudah filtrasi menunjukkan peningkatan signifikan. Air hasil filtrasi bebas bau, jernih, dan memiliki parameter kimia seperti pH, nitrit, nitrat, dan amonia yang sesuai standar kelas II. Ini membuktikan efektivitas filter sederhana dalam meningkatkan kualitas air hujan untuk kebutuhan domestik non-konsumsi.

Analisis Biaya dan Efisiensi

Biaya operasional pompa untuk mengalirkan air hujan dari tangki ke rumah diperkirakan sekitar Rp 11.379 per tahun dengan konsumsi daya 8,42 kWh. Jika dibandingkan dengan tarif air PDAM golongan menengah (Rp 8.200/m³), penggunaan air hujan dapat menghemat pengeluaran air sekitar Rp 588.621 per tahun per rumah.

Kelebihan dan Nilai Tambah Penelitian

  • Pemanfaatan air hujan dapat mengurangi ketergantungan pada air tanah dan PDAM, sekaligus mengurangi risiko banjir akibat limpasan air hujan.
  • Filter sederhana menggunakan bahan lokal dan mudah didapat, sehingga biaya pembuatan dan perawatan relatif rendah.
  • Sistem ini cocok diterapkan di wilayah dengan curah hujan tinggi seperti Bogor, dan dapat direplikasi di daerah lain dengan karakteristik serupa.
  • Mengedukasi masyarakat tentang pentingnya pengelolaan air hujan dan konservasi sumber daya air.

Kritik dan Saran

  • Penelitian ini fokus pada skala unit rumah, sehingga perlu pengembangan untuk skala komunitas atau kawasan agar dampak konservasi air lebih besar.
  • Kualitas air hujan yang dihasilkan masih untuk kebutuhan non-konsumsi; untuk air minum perlu perlakuan lanjutan.
  • Pemeliharaan filter dan tangki harus rutin dilakukan agar kualitas air tetap terjaga.
  • Disarankan integrasi sistem ini dengan sistem resapan tanah untuk meningkatkan konservasi air tanah.

Kesimpulan

Perancangan penampungan air hujan dengan filtrasi sederhana di Perumahan Villa Citra Bantarjati menunjukkan potensi besar dalam memenuhi kebutuhan air domestik non-konsumsi. Dengan kapasitas tangki 330 liter dan filter media berlapis, air hujan yang dihasilkan memenuhi standar mutu air kelas II. Sistem ini dapat menghemat biaya air PDAM dan mendukung konservasi sumber daya air di daerah dengan curah hujan tinggi seperti Bogor. Implementasi dan pengembangan lebih lanjut sangat direkomendasikan untuk meningkatkan keberlanjutan dan cakupan pemanfaatan air hujan di perkotaan.

Sumber Artikel

Armin Zuliarti, Satyanto Krido Saptomo. "Perancangan Penampungan Air Hujan dengan Filtrasi Sederhana Skala Unit Rumah di Perumahan Villa Citra Bantarjati." JSIL Jurnal Teknik Sipil dan Lingkungan, Vol. 06 No. 03, Desember 2021, Institut Pertanian Bogor.

Selengkapnya
Perancangan Penampungan Air Hujan dengan Filtrasi Sederhana Skala Unit Rumah di Perumahan Villa Citra Bantarjati
« First Previous page 3 of 5 Next Last »