Sistem Infrastruktur Regional dan Perkotaan
Dipublikasikan oleh Timothy Rumoko pada 11 November 2025
Latar Belakang Teoretis
Penelitian ini berakar pada sebuah tantangan fundamental dalam studi perkotaan: meskipun para filsuf sejak lama mempostulatkan bahwa "semua entitas bergerak dan tidak ada yang diam," dan kita secara intuitif mengetahui bahwa kawasan miskin perkotaan sangat dinamis, saat ini tidak ada "kompendium kumuh global" atau ontologi sistematis yang melacak bentuk-bentuk fisik kemiskinan perkotaan di seluruh dunia. Latar belakang masalah yang diangkat adalah bahwa kegagalan untuk memetakan dan memahami dinamika ini—baik konstruksi maupun destruksi—bukanlah karena kurangnya kepentingan, melainkan karena kurangnya (geo)data yang konsisten.
Kerangka teoretis yang diusung oleh para penulis adalah bahwa kemajuan dalam data Pengamatan Bumi (Earth Observation - EO), khususnya ketersediaan data beresolusi sangat tinggi (VHR), menawarkan kemampuan baru untuk menganalisis penampilan morfologis kemiskinan perkotaan secara spasiotemporal. Dengan berlandaskan pada studi-studi sebelumnya yang telah menggunakan EO untuk pemetaan statis, penelitian ini bertujuan untuk mengisi kesenjangan pengetahuan dengan berfokus pada transisi waktu (time transitions). Tujuan utamanya adalah untuk mendapatkan pemahaman yang lebih baik tentang dinamika morfologis pada model kota beresolusi tinggi (LoD-1) di 16 lokasi studi yang mewakili kemiskinan perkotaan secara global, dan dengan demikian mulai membangun ontologi global multi-temporal yang sistematis.
Metodologi dan Kebaruan
Penelitian ini mengadopsi metodologi studi kuantitatif eksploratif, yang membandingkan perubahan morfologis di 16 lokasi studi yang tersebar di Afrika, Asia, Amerika, dan Eropa (misalnya, Makoko, Ulaanbaatar, Lima, Philadelphia, Evry). Proses metodologisnya sangat terstruktur:
Akuisisi Data: Menggunakan data satelit optik VHR multi-temporal (misalnya, Quickbird, WorldView) dengan resolusi geometris hingga 0,46m pada dua titik waktu yang berbeda (t1 dan t2).
Ekstraksi Fitur: Menangkap lingkungan fisik yang terbangun dengan mengidentifikasi bangunan dan blok pada level resolusi tinggi (LoD-1).
Perhitungan Variabel: Untuk setiap lokasi, penulis menghitung tiga variabel spasial utama untuk mengukur morfologi: (1) jumlah total bangunan, (2) ukuran rata-rata bangunan dalam m2, dan (3) ketinggian rata-rata bangunan (dioperasionalkan sebagai jumlah lantai).
Analisis dan Visualisasi: Perubahan antar-kota (inter-urban) divisualisasikan menggunakan radar chart, sementara dinamika di dalam kota (intra-urban) diilustrasikan menggunakan boxplot.
Kebaruan dari karya ini terletak pada cakupan globalnya yang komparatif. Alih-alih menyajikan studi kasus tunggal, penelitian ini secara inovatif mencoba menerapkan metode yang konsisten di 16 lokasi yang sangat beragam untuk mengidentifikasi pola transformasi makro, yang berfungsi sebagai langkah awal menuju ontologi global yang selama ini hilang.
Temuan Utama dengan Kontekstualisasi
Analisis data kuantitatif dari 16 lokasi studi menghasilkan serangkaian temuan yang menyoroti perbedaan tajam dalam dinamika kemiskinan perkotaan di seluruh dunia.
Dinamika Tinggi di "Global South": Temuan utama adalah bahwa kawasan di Afrika, Asia, dan Amerika Selatan menunjukkan "dinamika morfologis yang signifikan." Contoh yang paling mencolok adalah Makoko (Nigeria) dan Ulaanbaatar (Mongolia), yang menunjukkan perubahan jumlah bangunan tertinggi, masing-masing +17,1% dan 28,7%, dalam periode waktu yang dianalisis.
Stabilitas di "Global North": Berbeda dengan ekspektasi, kawasan miskin perkotaan yang diidentifikasi di Amerika Utara dan Eropa (seperti Philadelphia, AS, atau Le Pyramide, Prancis) menunjukkan "dinamika intra-urban yang jauh lebih sedikit." Kawasan-kawasan ini memiliki "karakter formal" yang lebih kuat dan mengalami "transformasi morfologis yang secara signifikan lebih sedikit." Philadelphia, misalnya, hanya menunjukkan perubahan +0,3% pada jumlah bangunan.
Indikator Perubahan: Ditemukan bahwa perubahan morfologis sering kali paling jelas tercermin dalam jumlah bangunan. Hal ini mengindikasikan bahwa proses konstruksi atau destruksi skala kecil yang terus-menerus adalah penanda utama dari dinamika di area-area ini.
Secara kontekstual, temuan-temuan ini secara empiris mengonfirmasi bahwa "kemiskinan perkotaan" bukanlah fenomena fisik yang monolitik; ia memiliki wujud dan, yang lebih penting, laju perubahan yang sangat berbeda tergantung pada konteks regional, formalitas, dan kemungkinan rencana tata ruang yang mengikat secara hukum.
Keterbatasan dan Refleksi Kritis
Penulis secara transparan mengakui keterbatasan utama dari studi eksploratif ini. Pertama, sampel yang digunakan (16 lokasi studi) relatif kecil, sehingga generalisasi tidak dapat diterima (generalization is not admissible).
Secara kritis, metodologi ini juga memiliki tantangan. Mendigitasi poligon bangunan di kawasan miskin perkotaan yang padat dan kompleks secara visual merupakan tugas yang sulit dan bergantung pada keahlian. Meskipun teknik manual (seperti MVII) mungkin menawarkan akurasi yang lebih tinggi, biayanya mahal, menyoroti adanya pertukaran antara skalabilitas dan presisi dalam analisis EO.
Implikasi Ilmiah di Masa Depan
Secara praktis, implikasi dari penelitian ini sangat signifikan. Ia memberikan bukti konsep (proof of concept) bahwa data VHR EO adalah alat yang layak dan kuat untuk mulai mengisi kesenjangan data global dan memantau perubahan fisik di kawasan yang paling rentan di dunia.
Untuk penelitian di masa depan, karya ini secara efektif meletakkan fondasi dan seruan untuk tindakan. Sebagaimana dinyatakan oleh penulis, langkah berikutnya yang paling logis adalah membangun akuisisi geodata LoD-1 yang lebih luas yang berisi populasi dasar yang jauh lebih besar. Hanya dengan kumpulan data yang lebih besar inilah komunitas ilmiah dapat beralih dari studi eksploratif individual ke ontologi global yang sistematis dan multi-temporal yang sangat dibutuhkan untuk memahami kemiskinan perkotaan.
Sumber
Kraff, N. J., Wurm, M., & Taubenböck, H. (2020). The dynamics of poor urban areas - analyzing morphologic transformations across the globe using Earth observation data. Cities, 107, 102905.
Sistem Infrastruktur Regional dan Perkotaan
Dipublikasikan oleh Hansel pada 11 November 2025
I. Prolog: Dilema Kota Perbatasan yang Terkunci Geografis
Kota Bengkayang, yang kini menyandang status sebagai ibu kota kabupaten di Kalimantan Barat, berada di persimpangan sejarah dan geografi. Kota ini memiliki mandat strategis yang ambisius: bertransformasi dari pusat kecamatan yang sederhana menjadi Pusat Kegiatan Wilayah Promosi (PKWp).1 Status ini bukan sekadar gelar administratif, melainkan penegasan peran regionalnya sebagai simpul penting dalam konstelasi Segitiga Emas Singbebas—menghubungkan Singkawang, Bengkayang, dan Sambas—serta sebagai gerbang logistik vital menuju kawasan perbatasan negara.1
Namun, visi besar untuk menjadi pusat regional ini terbentur pada realitas fisik yang keras. Pusat kota Bengkayang saat ini, yang berlokasi di Kelurahan Bumi Emas, secara inheren tercekik oleh kondisi geografisnya. Lahan di wilayah ini terbatas dan topografinya dikelilingi perbukitan serta jurang. Tingkat kontur dan kelerengan yang tidak merata membuat upaya pengembangan kota menjadi sulit, menghambat ekspansi infrastruktur yang dibutuhkan oleh sebuah PKWp.1
Tantangan alamiah lain yang mengejutkan peneliti adalah kerentanan kota terhadap bencana. Kota Bengkayang dilewati oleh Sungai Sebalo, yang secara rutin membanjiri kawasan rendah saat musim hujan.1 Kondisi ini menempatkan bencana banjir sebagai pertimbangan utama yang tidak dapat diabaikan dalam perencanaan tata ruang. Realitas geografis yang penuh risiko ini mendesak pemerintah untuk mencari solusi intervensi tata ruang yang radikal.
Konsep ‘Kawasan Kota Tumbuh Baru’ pun muncul sebagai jawaban. Ini bukan hanya rencana ekspansi biasa, tetapi sebuah keputusan strategis untuk merelokasi atau mendesentralisasi gravitasi kota. Tujuan utamanya adalah mewujudkan pemanfaatan ruang yang aman, nyaman, produktif, dan berkembang, menjauhi hambatan geografis dan risiko bencana yang mengunci pusat kota lama.1 Keberhasilan rencana ini sangat bergantung pada keberanian politik untuk menggeser fokus pembangunan dari pusat lama yang rentan ke blok-blok baru yang teruji kelayakan lahannya dan menjamin mitigasi risiko di masa depan.
II. Analisis Kritis Penentu Prioritas: Mengapa Mandat Kebijakan Lebih Penting daripada Uang
Untuk memastikan konsep pengembangan kawasan tumbuh ini berjalan secara optimal dan terstruktur, para ahli dari berbagai disiplin (perencana, pejabat, tokoh masyarakat) menggunakan metode ilmiah Analytical Hierarchy Process (AHP). AHP berfungsi sebagai alat pengambilan keputusan multi-kriteria untuk mengolah input dari keadaan fisik (topografi, kondisi alam), sosial budaya (demografi), dan ekonomi (pusat kegiatan komersial).1
Melalui analisis AHP, bobot kepentingan relatif dari setiap kriteria penentu prioritas pengembangan kawasan diukur secara kuantitatif. Hasilnya mengungkapkan hierarki nilai yang menarik perhatian, menunjukkan bahwa Bengkayang mengutamakan legalitas rencana induk di atas dinamika pasar saat ini.
Struktur Keputusan Empat Pilar
Prioritas pembangunan disaring melalui empat pilar penilaian utama, dengan distribusi bobot sebagai berikut:
Peran tata ruang (RTRW/RDTR) dan fungsi kawasan memiliki bobot penentu sebesar 44,13%, hampir separuh dari total keputusan. Keterangan ini menjelaskan bahwa komitmen tertinggi para pemangku kepentingan di Bengkayang adalah kepatuhan terhadap legalitas rencana induk yang telah ditetapkan dan penegasan fungsi wilayah yang diamanatkan, seperti PKWp dan Singbebas.1 Angka bobot ini lebih dari empat kali lipat lebih berat daripada faktor Perekonomian, yang hanya menyumbang 8,68% dari keputusan keseluruhan.
Kediktatoran Rencana Induk
Dominasi mutlak kriteria Peran RTRW/RDTR menunjukkan bahwa strategi pengembangan ini bersifat proaktif—yaitu, membangun infrastruktur dan legitimasi regional terlebih dahulu sebelum menunggu pertumbuhan ekonomi terjadi secara organik. Ini adalah strategi "menciptakan pasar, bukan sekadar merespons pasar yang sudah ada."
Fokus utama di dalam kriteria tata ruang (44,13%) berada pada sub-kriteria Fungsi yang memiliki bobot global sebesar 0.2978.1 Data ini menegaskan bahwa apa yang akan dilakukan di Bengkayang—fungsinya sebagai pusat perdagangan lokal, jasa keuangan, simpul transportasi, dan jasa pemerintahan—adalah jauh lebih penting daripada dinamika ekonomi saat ini. Ini menunjukkan bahwa fondasi pembangunan harus diletakkan pada mandat kebijakan yang kuat.
III. Persaingan Dua Kutub Pertumbuhan: Logistik Institusi vs. Human Capital
Setelah menetapkan kerangka kriteria penilaian, analisis AHP diarahkan untuk menentukan prioritas blok wilayah mana yang harus segera dikembangkan. Hasilnya mengidentifikasi dua blok yang sangat krusial, menunjukkan urgensi ganda bagi kota ini: pembangunan institusi dan pembangunan sumber daya manusia. Kedua blok ini terletak di Kelurahan Sebalo, menandai pergeseran fokus pembangunan dari pusat kota lama di Bumi Emas.
Blok E Memimpin dengan Selisih Tipis
Hasil perhitungan AHP menetapkan urutan prioritas kegiatan pengembangan kawasan tumbuh, di mana Blok E dan Blok D menduduki posisi teratas:
Perbedaan bobot antara keduanya hanya 0.006287 poin. Kesenjangan ini setara dengan perlombaan tata ruang yang sangat ketat, di mana Blok E memenangkan garis finis hanya dengan selisih ujung ban. Kemenangan tipis Blok E ini bersifat simbolis, menegaskan bahwa penataan institusional dan legitimasi status PKWp adalah langkah awal yang sedikit lebih diutamakan.
Fungsi Strategis Blok Prioritas
Kedua blok prioritas ini memiliki fungsi yang saling melengkapi dan dirancang untuk mendorong pertumbuhan regional secara berkelanjutan.
Blok E: Pusat Legitimasi Regional
Blok E, yang terletak di Kelurahan Sebalo bagian utara, diarahkan sebagai Pusat Kawasan Pemerintahan, Olahraga, dan MICE (Meeting-Incentive-Conference-Exhibition).1 Pengembangan di blok ini berfokus pada:
Pengembangan ini bertujuan untuk menciptakan infrastruktur Hard Space yang menarik kegiatan pertemuan regional dan memperkuat fungsi Bengkayang sebagai simpul transportasi dan jasa pemerintahan. Dengan memprioritaskan Blok E, pemerintah daerah mengambil langkah logis untuk mendirikan struktur kelembagaan yang kuat, yang pada akhirnya akan menarik investasi dan pegawai, menjadi basis pasar untuk pengembangan selanjutnya.
Blok D: Investasi Jangka Panjang dalam Human Capital
Blok D, yang berada di Kelurahan Sebalo bagian selatan, diarahkan sebagai Pusat Pendidikan Tinggi.1 Blok ini didedikasikan untuk pengembangan sumber daya manusia (SDM) regional, mencakup:
Investasi di Blok D ini secara langsung menunjang fungsi ekonomi wilayah Singbebas dan mendorong perekonomian wilayah belakang (hinterland). Jika Blok E memberikan legitimasi dan logistik instan, Blok D memberikan fondasi bagi pertumbuhan yang berkelanjutan melalui peningkatan kualitas SDM lokal.
Prioritas Penyangga untuk Keterpaduan
Selain Blok E dan Blok D yang menjadi kutub pertumbuhan utama, terdapat blok-blok lain yang berperan sebagai penyangga dan pendukung:
Blok-blok ini diarahkan untuk pengembangan permukiman dengan kepadatan sedang dan kawasan perdagangan dan jasa skala lokal. Struktur prioritas ini menunjukkan strategi pembangunan bertahap: pertama, fokus pada institusi dan infrastruktur regional (E), diikuti oleh pengembangan pendidikan (D), dan diselesaikan dengan pembangunan permukiman pendukung (A, B, C).
IV. Membangun Kota yang Terkoneksi dan Berkelanjutan
Konsep kota tumbuh di Bengkayang tidak akan berhasil tanpa pembenahan total pada jaringan infrastruktur yang ada, terutama di sektor transportasi. Permasalahan utama yang dihadapi saat ini adalah koridor Jalan Bengkayang - Sanggau Ledo yang merupakan satu-satunya akses.1 Kondisi ini menyebabkan potensi kemacetan parah di masa depan seiring bertambahnya populasi dan kegiatan ekonomi.
Menciptakan Akses Terintegrasi Melalui Jalan Lingkar
Untuk menyelesaikan masalah ini, konsep pengembangan mengusulkan pembangunan jalan lingkar yang terintegrasi dan terkoneksi.1 Pengembangan sistem dan simpul transportasi ini dirancang untuk:
Pembangunan jalan lingkar ini bukan sekadar solusi kemacetan, melainkan kunci untuk memperkuat fungsi Bengkayang sebagai pusat distribusi barang, gudang logistik, dan jasa keuangan di perbatasan, yang merupakan fungsi turunan utama dari peran Bengkayang sebagai pusat perdagangan lokal.1
Komitmen Lingkungan dan Mitigasi Bencana
Mengingat Bengkayang rentan terhadap bencana banjir dan memiliki topografi yang sulit, aspek lingkungan diletakkan sebagai fondasi perencanaan. Analisis AHP menggarisbawahi pentingnya Daya Dukung Lahan (bobot lokal 0.1113) dibandingkan Daya Tampung (bobot lokal 0.0247).1 Keamanan dan kelayakan teknis lingkungan diutamakan di atas jumlah populasi yang bisa ditampung, memastikan bahwa Kawasan Tumbuh Baru akan dibangun di lokasi yang paling stabil secara geologis.
Secara eksplisit, arahan pengembangan fungsi kawasan di perkotaan Bengkayang harus memiliki Fungsi Lindung dan Fungsi Budidaya.1
Komitmen terhadap keseimbangan ekologis diwujudkan melalui mandat Ruang Terbuka Hijau (RTH) yang ambisius. Konsep Pengembangan Kawasan RTH yang Layak dan bermanfaat untuk Publik diusulkan mencapai sekitar 40% dari kawasan.1 Angka 40% ini, yang secara signifikan lebih tinggi dari standar RTH minimum nasional, mencerminkan kesadaran kritis terhadap pentingnya menjaga keseimbangan ekologis. Rasio ini setara dengan mengalokasikan hampir setengah dari area pengembangan baru sebagai paru-paru kota, menjadikannya alat mitigasi bencana yang vital di tengah ancaman banjir dan menjamin terwujudnya tujuan kota yang 'Aman, Nyaman, dan Berkelanjutan'.1
V. Kritik Realistis dan Proyeksi Dampak Nyata
Meskipun konsep pengembangan kawasan tumbuh ini memberikan peta jalan yang jelas dan terstruktur, terdapat tantangan realistis serta keterbatasan studi yang perlu dipertimbangkan dalam implementasinya.
Tantangan di Lapangan: Keterbatasan Lingkup dan Pendanaan
Kritik realistis terhadap studi ini adalah fokusnya yang sangat detail pada pengembangan pusat perkotaan (Blok E dan D di Kelurahan Sebalo). Walaupun pemindahan gravitasi kota adalah langkah krusial untuk legitimasi PKWp, keterbatasan studi di daerah perkotaan ini berpotensi mengecilkan dampak dan perhatian yang dibutuhkan oleh wilayah belakang (hinterland).1 Padahal, wilayah belakang inilah yang merupakan pendorong utama ekonomi Bengkayang, khususnya dalam sektor pertanian dan perkebunan.1 Pengembangan di wilayah belakang, seperti Pusat Pemasaran Hasil Pertanian, memerlukan sinkronisasi yang sama intensifnya dengan pembangunan infrastruktur MICE di Blok E.
Tantangan implementasi terbesar yang harus diantisipasi adalah pendanaan dan sinkronisasi lintas sektor. Jalan arteri primer yang menghubungkan Bengkayang ke perbatasan adalah tanggung jawab pemerintah pusat (APBN), sementara jalan kolektor primer (K1) yang menghubungkan ke kabupaten lain merupakan tanggung jawab provinsi.1 Konsep pengembangan ini menuntut koordinasi finansial yang mulus antara pemerintah pusat, provinsi, dan kabupaten untuk mewujudkan jalan lingkar dan infrastruktur utama lainnya dalam waktu singkat.
Siapa yang Diuntungkan: Cerita di Balik Data
Keberhasilan implementasi konsep Kawasan Tumbuh Baru akan memberikan dampak nyata pada berbagai lapisan masyarakat dan ekonomi regional:
VI. Penutup dan Pernyataan Dampak Nyata
Konsep Pengembangan Kawasan Kota Tumbuh sebagai Pusat Kegiatan Wilayah di Kota Bengkayang adalah cetak biru yang didorong oleh komitmen kebijakan yang kuat dan mitigasi risiko lingkungan. Melalui analisis AHP, penelitian ini berhasil menentukan bahwa fondasi legalitas tata ruang (bobot 44,13%) dan keamanan (Daya Dukung Lahan) adalah prioritas utama sebelum pertimbangan ekonomi jangka pendek.
Prioritas utama pembangunan diarahkan pada Blok E (Pusat Pemerintahan, MICE) dan Blok D (Pusat Pendidikan Tinggi), yang secara kolektif akan menciptakan pusat pelayanan regional yang multifungsi.1 Urutan prioritas ini, di mana Blok E unggul tipis, mencerminkan strategi pembangunan yang logis: membangun legitimasi institusional terlebih dahulu untuk menarik investasi, yang kemudian menjadi basis bagi pengembangan sumber daya manusia melalui pendidikan tinggi yang berkelanjutan.
Jika rencana detail tata ruang ini diterapkan sesuai urutan prioritas AHP yang telah disepakati—dengan fokus awal pada pembangunan Blok E dan Blok D serta segera mewujudkan jaringan transportasi terintegrasi melalui pembangunan jalan lingkar—temuan ini diproyeksikan mampu menarik investasi baru dan mengurangi disparitas pendapatan masyarakat di wilayah Bengkayang hingga 15–20% dalam waktu lima tahun, menjamin kota ini bertransformasi menjadi Pusat Kegiatan Wilayah yang mandiri, aman, dan berkesinambungan.1
Sumber Artikel:
Erwin, P. (n.d.). KONSEP PENGEMBANGAN KAWASAN TUMBUH SEBAGAI PUSAT KEGIATAN WILAYAH DI KOTA BENGKAYANG DAN SEKITARNYA. **.
Sistem Infrastruktur Regional dan Perkotaan
Dipublikasikan oleh Ririn Khoiriyah Ardianti pada 19 Februari 2025
Perencanaan perkotaan adalah perencanaan tata ruang kota yang mencakup segala aspek kehidupan dalam masyarakat. Pendekatan yang digunakan dalam perencanaan kota yaitu pembuatan gambaran pola lingkungan fisik yang ada dan hubungan ruang kota dengan fungsi yang saling berkaitan. Penyeenggaraan perencanaan kota dapat mendukung pembangunan berkelanjutandalam bidang sosial, ekonomi, dan lingkungan hidup.
Perencanaan perkotaan berhadapan dengan lingkungan binaan dari perspektif munisipal dan metropolitan. Profesi lainnya yang berhadapan dengan detail yang lebih kecil, disebut arsitektur dan desain urban. Perencanaan wilayah berhadapan dengan lingkungan yang masih lumayan besar, pada tingkatan yang kurang mendetail. Orang Mesir Hippodamus sering dianggap sebagai Bapak Perencanaan Kota, untuk desainnya Miletus, meskipun contoh kota terencana "permeate antiquity". Muslim diperkirakan merupakan asal ide penzonaan resmi (lihat haram dan hima dan lebih umum khalifa), atau stewardship di mana mereka timbul), meskipun penggunaan modern di Barat berawal dari ide Congres Internationaux d'Architecture Moderne. Perencanaan kota termasuk pengorganisasian, atau memengaruhi, distribusi penggunaan tanah dalam wilayah yang telah dibuat atau dimaksudkan untuk dibuat.
Persyaratan
Perencanaan perkotaan dilakukan sebagai suatu produk pembangunan sehingga proses tata ruang kota dilakukan secara terpadu. Perencanaan tata ruang terpadu meliputi perencanaan fisik, perencanaan spasial, kemitraan, dan kelengkapan sumber daya. Selain itu, perencanaan perkotaan dilandasi pada pemenuhan kepentingan masyarakat. Pertimbangan utama dalam perencanaan perkotaan adalah ketersediaan sumber daya dan tingkat keberhasilan dari perencanaan.
Lingkup
Lingkup utama dari perencanaan perkotaan adalah perencanaan tata ruang dan kota. Penerapan perencanaan perkotaan memerlukan pemahaman tentang bentuk dan struktur kota sebagai landasan pengaplikasian teori. Bentuk kota merupakan pola bangunan dan sebaran kawasan yang tidak digunakan untuk pertanian. Kota dapat berbentuk linier, jaring, bintang, menjalar, menyebar, dan melingkar. Sedangkan struktur kota adalah pola yang terbentuk dari sebaran kegiatan perkotaan. Struktur kota dapat berbentuk melingkar, bersektor, atau memusat .
Peran
Perencanaan perkotaan berperan dalam mengendalikan perubahan di dalam kota yang terjadi secara terus menerus. Kota selalu mengalami perubahan sosial, perubahan politik, perubahan budaya dan perubahan ekonomi. Perubahan-perubahan yang terjadi selalu berkaitan dengan unsur ruang, kepentingan publik, dan keputusan dalam menanggapi perubahan. Karenanya, perencanaan kota dapat menjadi penentu dalam perkembangan dan pertumbuhan suatu kota.
Perencanaan kota juga dapat menciptakan taraf hidup yang layak bagi masyarakat melalui kondisi kerja yang merata untuk semua lapisan masyarakat. Pemerataan biaya hidup akan membentuk keberagaman sosial yang memiliki kesatuan sosial. Perencanaan kota juga dapat membantu proses globalisasi yang tetap mempertahankan warisan budaya yang beragam. Selain itu, perencanaan kota juga mampu mewujudkan pemenuhan kebutuhanyang berbeda dari berbagai kelompok.
Sumber Artikel : Wikipedia
Sistem Infrastruktur Regional dan Perkotaan
Dipublikasikan oleh Ririn Khoiriyah Ardianti pada 19 Februari 2025
Kawasan Perkotaan adalah wilayah yang mempunyai kegiatan utama bukan pertanian dengan susunan fungsi kawasan sebagai tempat permukiman perkotaan, pemusatan dan distribusi pelayanan jasa pemerintahan, pelayanan sosial, dan kegiatan ekonomi.
Kawasan perkotaan yang besar dengan jumlah penduduk diatas satu juta orang dan berdekatan dengan beberapa kota satelit disebut sebagai wilayah metropolitan.
Sumber Artikel : Wikipedia
Sistem Infrastruktur Regional dan Perkotaan
Dipublikasikan oleh Ririn Khoiriyah Ardianti pada 19 Februari 2025
Pemintakatan (bahasa Inggris: zoning) adalah metode perencanaan penggunaan tanah yang digunakan oleh pemerintah lokal di sebagian besar negara maju. Pemintakatan bisa dilakukan berdasarkan penggunaan yang diizinkan untuk suatu lahan atau berdasarkan aturan lain seperti tinggi bangunan yang diperkenankan untuk suatu kawasan tertentu. Sejak dulu, metode perencanaan kota serupa telah digunakan untuk mengatur penggunaan berbagai area untuk keperluan tertentu di banyak kota.
Sumber Artikel : Wikipedia
Sistem Infrastruktur Regional dan Perkotaan
Dipublikasikan oleh Ririn Khoiriyah Ardianti pada 19 Februari 2025
Perancangan perkotaan berhubungan dengan perencanaan kota, tetapi memfokuskan pada perancangan fisik suatu tempat dan berhadapan dengan skala yang lebih detail. Dia dapat termasuk seni dari perancangan perkotaan dan unsur arsitektur dan arsitektur lansekap. Perabot jalan memainkan peran yang semakin penting dalam perencanaan kota dan menambah pemasukan kota dengan iklan luar rumah.
Perancangan perkotaan mengarah ke perhatian kolektif serius untuk ruang tiga-dimensi dan pemikiran sebanyak mungkin terhadap area publik antara atau di bawah gedung seperti untuk gedung itu sendiri. Ini akan membutuhkan pengertian terhadap iklim mikro, ketahanan material, kepraktisan perawatan dan harapan dari pengguna masa depan.
Tidak ada satupun definisi yang lengkap tentang urban design (perancangan perkotaan). Setiap zaman dan kebudayaan mempunyai definisi sendiri yang didasarkan pada harapan-harapannya sendiri dan kemungkinan-kemungkinannya. Urban design adalah suatu fenomena yang berhubungan erat dengan arsitektur dan perencanaan; urban design dapat mewujudkan dirinya dalam bentuk tampak depan bangunan, disain sebuah jalan, atau sebuah rencana untuk seluruh kota atau wilayah. Singkatnya, urban design berkenaan dengan bentuk daripada wilayah perkotaan. Urban design dapat dibagi menjadi dua kategori, yaitu yang sadar-diri dan yang tidak sadar-diri.
1. Urban design yang sadar-diri
Urban design yang sadar-diri adalah yang diciptakan oleh orang-orang yang menganggap diri mereka sebagai designer. Kepentingan mereka adalah mempergunakan keahlian design mereka untuk menciptakan suatu lingkungan perkotaam yang nyaman. Suatu design yang sadar-diri biasanya didasarkan dengan jelas. Disain yang dibuat oleh Michelangelo untuk Plazza di Campidoglio di Roma pada abad ke enambelas, disusun dengan sangat seksama dan sangat sadar-diri, oleh seorang ahli dalam prinsip-prinsip keindahan . Plazza tersebut sampai sekarang masih tetap merupakan salah satu alun-alun yang paling baik di dunia.
2. Urban design yang tidak sadar-diri
Urban design yang tidak sadar-diri adalah yang diciptakan oleh orang-orang yang tidak menganggap diri mereka sebagai designer, tetapi mempunyai peranan dalam mempengaruhi bentuk lingkungan perkotaan. Suatu design yang tidak sadar-diri biasanya didasarkan pada intuisi-intuisi yang tidak dikemukakan dengan jelas. Suatu lapangan di Pulau Santorini di Yunani, di depan gereja St. George di kota kecil Oia merupakan urban design yang tidak sadar-diri. Penduduk Oia membangun alun-alun tersebut menggunakan teknologi bangunan penghargaan terhadap bentuk yang telah diwariskan melalui beberapa generasi.
Dalam bidang urban design telah banyak kontribusi-kontribusi besar yang diberikan oleh designer-designer sadar-diri dan tidak sadar-diri.
Bagi seorang arsitek, tindakan yang sederhana untuk meletakkan suatu bangunan dalam suatu lingkungan kota merupakan sebuah tindakan urban design, sebab bangunan kota itu mengubah karakter daripada lingkungan tersebut. Karena seorang arsitek biasanya bekerja dalam situasi resmi yang tertentu, maka suatu pilihan akan dapat dilakukan. Pilihan tersebut terletak antara menerima situasi yang sudah ada atau membuat sebuah pernyataan yang dapat mengubah situasi tersebut. Hal ini merupakan keputusan urban design paling penting yang harus dilaksanakan. Keputusan-keputusan penting lainnya berkenaan dengan rencana atau maksud daripada sebuah bangunan, dan besarnya bangunan itu. Keputusan ini sering kali dibuat oleh orang lain, bukan oleh arsitek tersebut. Namun demikian si arsitek berada dalam posisi yang ideal untuk memperhatikan dampak keindahan daripada keputusan-keputusan tersebut dalam bentuk kota.
Keputusan-keputusan dari perencana kota juga mempengaruhi urban design. Penempatan jalan-jalan, pelayanan umum (infrastruktur), dan aktivitas-aktivitas, merupakan bagian dari bentuk kota. Kemampuan perencana kota untuk mengendalikan bentuk kota ditentukan oleh kewenangan pengaturan dari pemerintah, dan oleh sikap masyarakat dan swasta terhadap perkembangan. Dalam sebuah masyarakat yang sekompleks masyarakat kita, ratusan keputusan-keputusan yang dibuat setiap hari membentuk disain daripada kota.
Karena adanya kompleksitas pengambilan keputusan yang mempengaruhi bentuk kota, maka baik perencana maupun arsitek semakin tertarik pada proses yang menyebabkan perubahan-perubahan bentuk kota. Tiada seorangpun individu yang mempunyai kekuasaan yang cukup besar, dalam masyarakat otokratis sekalipun, untuk mengendalikan bentuk lingkungan perkotaan. Suatu pemahaman atas determinan-determinan budaya yang mempengaruhi bentuk kota adalah sangat penting bagi orang yang ingin mempengaruhi bentuk kota secara positif.
Sumber Artikel : Wikipedia