Sistem Informasi Akademik
Dipublikasikan oleh Muhammad Reynaldo Saputra pada 11 September 2025
Pendahuluan
Tesis “The Solutions to Improve Hotel Restaurant Quality at Scandic Rovaniemi City Hotel” yang ditulis oleh Danh Thanh Tran (2022) dalam program Bachelor of Tourism and Hospitality Management menawarkan telaah mendalam mengenai kualitas layanan restoran hotel. Fokus utamanya adalah memahami tantangan kualitas di restoran Atrium dan Bord milik Scandic Rovaniemi City, Finlandia, serta merumuskan solusi berbasis teori manajemen hospitalitas, kualitas layanan, dan kepuasan pelanggan.
Resensi ini berupaya memparafrasekan isi tesis, menyoroti kerangka teori, hasil studi, serta memberikan refleksi konseptual-kritis mengenai kontribusi ilmiah dan metodologi yang digunakan.
Latar Belakang dan Konteks Penelitian
Pentingnya Restoran Hotel
Dalam industri perhotelan modern, restoran tidak lagi sekadar pelengkap, melainkan bagian strategis yang menentukan citra, kepuasan, dan daya saing hotel. Restoran hotel berfungsi:
Menambah sumber pendapatan signifikan (hingga 30% pada Scandic Rovaniemi City).
Menjadi medium pengalaman budaya (misalnya menu Lapland lokal).
Membangun reputasi melalui kualitas kuliner dan pelayanan.
Situasi di Scandic Rovaniemi City
Hotel memiliki 178 kamar, dua restoran (Atrium & Bord), dan satu lobby bar.
Restoran masih relatif baru (sejak 2017) dan terdampak pandemi Covid-19.
Masih ada keluhan pelanggan terkait variasi menu, minimnya makanan lokal, harga, dan kualitas layanan.
Interpretasi saya: tesis ini merepresentasikan kasus klasik transformasi kualitas layanan pasca-pandemi, di mana ekspektasi pelanggan lebih tinggi daripada standar operasional yang ada.
Kerangka Teori
Konsep Industri Hospitalitas
Hospitality didefinisikan sebagai penerimaan ramah tamu dengan orientasi layanan.
Sektor ini mencakup 4 segmen: F&B, akomodasi, perjalanan, dan rekreasi.
Di Finlandia, industri ini menyumbang hampir 2,7% PDB sebelum pandemi dan mempekerjakan 154.000 orang.
Teori Kualitas Layanan
SERVQUAL (Parasuraman, Zeithaml & Berry): lima dimensi kualitas (reliability, assurance, tangibles, empathy, responsiveness).
Grönroos Model: membedakan kualitas teknis (what) dan kualitas fungsional (how).
Kepuasan pelanggan: dipandang sebagai hasil interaksi pengalaman layanan dan ekspektasi.
Teori Motivasi dan SDM
Maslow’s hierarchy of needs: kebutuhan fisiologis hingga aktualisasi diri.
Herzberg’s two-factor theory: faktor motivator vs. hygiene.
Gaya kepemimpinan: demokratis, otoriter, laissez-faire, transformasional, transaksional.
Refleksi: kerangka teori ini memberi dasar multidimensi, menghubungkan kualitas layanan dengan perilaku manusia, motivasi, dan strategi organisasi.
Metodologi Penelitian
Jenis penelitian: kualitatif dengan pendekatan studi kasus.
Teknik: wawancara semi-terstruktur (18 pertanyaan).
Partisipan: general manager dan F&B manager hotel.
Data: primer dari wawancara, sekunder dari literatur hospitalitas.
Kekuatan metodologi: wawancara memungkinkan insight langsung dari manajemen.
Kelemahan: perspektif pelanggan tidak dikaji langsung, sehingga bias terhadap sudut pandang internal hotel.
Hasil dan Temuan Utama
Solusi untuk Karyawan
Pelatihan berkelanjutan tentang layanan pelanggan dan komunikasi.
Motivasi & insentif (bonus, pengakuan) untuk menurunkan turnover.
Kepemimpinan demokratis/transformasional untuk meningkatkan keterlibatan staf.
Solusi untuk Kualitas Restoran
Diversifikasi menu dengan fokus pada makanan lokal Lapland.
Kualitas produk: bahan segar, presentasi menarik, pilihan sehat/vegan.
Kebersihan & higienitas ditingkatkan sebagai standar pasca-pandemi.
Solusi untuk Metode Manajemen
Pemasaran digital untuk meningkatkan awareness Bord Restaurant.
Fleksibilitas jam operasional agar lebih sesuai dengan kebutuhan pelanggan.
Manajemen sumber daya lebih adaptif pada musim puncak wisata.
Refleksi teoritis: solusi yang ditawarkan menggabungkan prinsip SERVQUAL (tangible, reliability, empathy) dengan teori motivasi, memperlihatkan pendekatan integratif.
Diskusi Reflektif
Kontribusi Ilmiah
Memberikan studi kasus terkini di sektor restoran hotel pasca-Covid.
Menggabungkan teori kualitas layanan dengan manajemen SDM.
Menawarkan rekomendasi berbasis praktik nyata dari wawancara manajerial.
Kritik terhadap Metodologi
Keterbatasan partisipan: hanya dua informan manajerial. Tidak ada data kuantitatif atau survei pelanggan.
Kurangnya triangulasi: hasil lebih bersifat normatif daripada empiris.
Bias persepsi: solusi lebih mencerminkan visi manajemen daripada pengalaman pelanggan.
Interpretasi: meski kontribusinya kuat secara konseptual, riset ini kurang robust secara empiris.
Narasi Argumentatif Penulis
Penulis menyusun alur argumentasi sebagai berikut:
Restoran hotel penting untuk daya saing.
Scandic Rovaniemi City menghadapi tantangan kualitas.
Teori kualitas layanan dan motivasi dapat menjadi basis solusi.
Wawancara manajerial menghasilkan rekomendasi praktis.
Logika argumentatif ini runtut, meski cenderung deskriptif dan kurang kritis terhadap kemungkinan resistensi implementasi solusi.
Implikasi Ilmiah dan Praktis
Implikasi Ilmiah
Memperluas pemahaman tentang integrasi SERVQUAL dalam konteks hotel Nordik.
Menunjukkan hubungan erat antara kualitas layanan dan manajemen SDM.
Memberi dasar untuk penelitian lanjutan dengan metode kuantitatif atau perspektif pelanggan.
Implikasi Praktis
Hotel perlu menyeimbangkan kualitas produk, layanan, dan SDM.
Pentingnya pemasaran digital dalam memperkenalkan restoran hotel.
Manajemen adaptif dan kepemimpinan partisipatif lebih efektif dalam konteks pasca-pandemi.
Kesimpulan
Tesis Danh Thanh Tran memberikan kontribusi berharga dengan menyoroti solusi peningkatan kualitas restoran di Scandic Rovaniemi City. Dengan kerangka teori SERVQUAL, motivasi, dan kepemimpinan, serta temuan kualitatif dari wawancara, tesis ini menghadirkan kombinasi konseptual dan praktis.
Secara reflektif, karya ini menegaskan bahwa kualitas restoran hotel bukan hanya soal produk makanan, melainkan juga manajemen manusia, proses layanan, dan strategi organisasi. Meski terbatas pada perspektif manajemen, penelitian ini membuka jalan untuk riset lebih komprehensif.
Link resmi: Tidak tersedia DOI karena ini merupakan Bachelor Thesis. Dokumen dapat dirujuk melalui Lapland University of Applied Sciences tempat tesis ini diselesaikan.
Sistem Informasi Akademik
Dipublikasikan oleh Muhammad Reynaldo Saputra pada 11 September 2025
Pendahuluan
Artikel “Total Quality Management in Manufacturing Firms: Current and Future Trends” karya Kashif Ali, diterbitkan dalam jurnal Foresight (Emerald Publishing, 2023), menyajikan tinjauan sistematis mengenai perkembangan TQM (Total Quality Management) di industri manufaktur. Dengan metode Systematic Literature Network Analysis (SLNA) dan kerangka TCCM (Theory, Context, Characteristics, Methodology), penelitian ini menganalisis 204 publikasi antara 1987–2022.
Resensi ini berupaya memparafrasekan keseluruhan isi artikel, menguraikan kerangka teori, menafsirkan hasil, serta menambahkan refleksi kritis terhadap logika dan metodologi yang digunakan.
Kerangka Teori: Fondasi TQM
Evolusi Konsep TQM
TQM didefinisikan sebagai pendekatan manajerial komprehensif yang mengintegrasikan semua fungsi untuk mencapai kualitas optimal dan kepuasan pelanggan. Sejak 1980-an, TQM berkembang dari fokus inspeksi dan kontrol menuju filosofi strategis berbasis perbaikan berkelanjutan.
Teori yang Mendasari
Artikel ini menemukan bahwa literatur TQM banyak dipengaruhi oleh teori:
Resource-Based View (RBV): menekankan kualitas sebagai sumber daya strategis unik.
Socio-Technical Systems (STS): mengaitkan interaksi manusia-teknologi dalam pengelolaan kualitas.
Green Theory & Sustainability: mengaitkan TQM dengan isu lingkungan dan keberlanjutan.
Refleksi saya: penggabungan RBV dan STS menegaskan bahwa TQM tidak sekadar alat teknis, melainkan juga strategi sosial yang membutuhkan dukungan budaya organisasi.
Kerangka TCCM
TCCM digunakan untuk mengklasifikasi literatur:
Theory: basis konseptual.
Context: negara, sektor, dan fokus penelitian.
Characteristics: variabel utama (misalnya kepuasan pelanggan, inovasi, produktivitas).
Methodology: pendekatan riset yang dominan.
Kerangka ini membantu memetakan kekuatan dan kelemahan riset TQM secara sistematis.
Metodologi Artikel
Systematic Literature Network Analysis (SLNA)
Artikel menyeleksi 204 publikasi melalui proses pencarian terstandar.
Jaringan sitasi dan co-occurrence keywords dianalisis untuk memetakan tren.
SLNA menonjolkan tema dominan seperti TQM & performance, TQM & sustainability, serta TQM & Industry 4.0.
Refleksi saya: SLNA efektif menampilkan peta riset. Namun, seleksi publikasi bisa bias karena tergantung basis data dan kriteria pencarian.
Distribusi Publikasi
Lonjakan publikasi terjadi pada 1990-an awal, kemudian stabil, lalu meningkat kembali sejak 2010 seiring dengan isu keberlanjutan dan digitalisasi.
Negara dominan: Amerika Serikat, Inggris, India, China.
Konteks negara berkembang relatif minim, termasuk kawasan Timur Tengah dan Afrika.
Interpretasi: ada ketidakseimbangan global dalam riset TQM. Praktik di negara berkembang masih kurang terdokumentasi.
Hasil Empiris dari Review
Jumlah dan Tema Publikasi
Total publikasi: 204 artikel (1987–2022).
Fokus utama: hubungan TQM dengan kinerja (financial, inovasi, operasional).
Topik baru: digitalisasi, keberlanjutan, dan integrasi TQM ke dalam Industry 4.0.
Variabel Dominan
Kinerja organisasi (produktifitas, profitabilitas).
Kepuasan pelanggan.
Keterlibatan karyawan.
Keberlanjutan lingkungan.
Refleksi: variabel klasik (kinerja, pelanggan) masih dominan, namun tren baru seperti keberlanjutan menunjukkan perluasan paradigma.
Tren Teoretis
Peralihan dari teori klasik (efisiensi, kualitas total) menuju teori strategis (RBV, dynamic capabilities).
Munculnya green TQM sebagai fokus baru.
Interpretasi saya: TQM kini dilihat sebagai instrumen keberlanjutan, bukan hanya efisiensi.
Karakteristik Penelitian
Dominasi metode kuantitatif survei (cross-sectional).
Minimnya studi longitudinal dan kualitatif.
Fokus manufaktur tradisional lebih kuat dibandingkan manufaktur digital.
Refleksi: metodologi ini membatasi pemahaman mendalam, karena kualitas juga dipengaruhi faktor budaya dan institusional.
Diskusi Reflektif
Kontribusi Ilmiah Artikel
Sintesis literatur 35 tahun → menunjukkan bagaimana TQM berevolusi.
Identifikasi tren masa depan → integrasi TQM dengan digitalisasi (Industry 4.0 dan 5.0).
TCCM framework → alat analisis untuk memetakan gap riset.
Kritik terhadap Metodologi
Keterbatasan database: studi yang tidak masuk ke database besar bisa terabaikan.
Kurangnya data primer: hanya mengandalkan artikel sekunder.
Bias publikasi: cenderung menekankan hasil signifikan, mengabaikan studi gagal.
Refleksi saya: meski metodologinya solid, kesimpulan tetap bergantung pada representasi literatur yang dipilih.
Narasi Argumentatif Penulis
Artikel menyusun argumen secara runtut:
TQM penting dalam manufaktur modern.
Literatur luas tapi tersebar.
SLNA & TCCM membantu menyusun pemetaan.
Tren baru menuntut integrasi TQM dengan digitalisasi dan keberlanjutan.
Logika ini konsisten, tetapi cenderung normatif. Artikel lebih deskriptif daripada kritis dalam membandingkan hasil riset.
Implikasi Ilmiah dan Praktis
Implikasi Ilmiah
Memperkuat basis konseptual TQM melalui RBV dan STS.
Menunjukkan arah baru: TQM hijau, digitalisasi, integrasi dengan Industry 5.0.
Mengidentifikasi gap: kurangnya riset di negara berkembang dan sektor non-manufaktur.
Implikasi Praktis
Manajer manufaktur harus mengintegrasikan TQM dengan strategi digital dan ramah lingkungan.
Kebijakan industri perlu mendukung riset TQM di negara berkembang.
Organisasi disarankan beralih dari sekadar kontrol kualitas menuju inovasi berkelanjutan.
Kesimpulan
Artikel Kashif Ali berhasil menyajikan tinjauan sistematis tentang TQM di industri manufaktur, mencakup 204 publikasi selama 35 tahun. Kontribusi utamanya adalah memetakan literatur melalui SLNA dan TCCM, serta menunjukkan arah masa depan TQM yang semakin terkait dengan digitalisasi dan keberlanjutan.
Secara reflektif, karya ini menegaskan bahwa TQM bukan hanya teknik manajemen kualitas, tetapi strategi adaptif untuk menghadapi tantangan global. Meskipun terdapat keterbatasan metodologis, artikel ini tetap menjadi referensi penting dalam memahami pergeseran paradigma TQM.
DOI resmi: https://doi.org/10.1108/FS-09-2023-0180
Sistem Informasi Akademik
Dipublikasikan oleh Muhammad Reynaldo Saputra pada 08 September 2025
Pendahuluan
Artikel “The Effects of TQM Practices on Performance of Organizations: A Case of Selected Manufacturing Industries in Saudi Arabia” (Harith Yasa, Alanoud Bandar Alsaud, Hajar Ahmed Almaghrabi, Amani Ahmed Almaghrabi, dan Bestoon Othman, 2021) diterbitkan dalam Management Science Letters. Studi ini menelaah bagaimana Total Quality Management (TQM) dan praktik pemasaran berkontribusi terhadap kinerja organisasi, khususnya di sektor manufaktur Saudi Arabia. Dengan data dari 289 responden dan analisis menggunakan SPSS serta korelasi Pearson, penulis menyajikan temuan empiris yang memperkuat pentingnya TQM dalam meningkatkan daya saing global.
Resensi ini memparafrasekan isi artikel, menyoroti kerangka teori yang digunakan, menguraikan hasil numerik, dan memberikan refleksi kritis atas metodologi serta narasi argumentatif yang ditawarkan.
Kerangka Teoretis
Teori Kontinjensi
Studi ini berlandaskan pada teori kontinjensi struktural (Donaldson, 1996). Inti dari teori ini adalah bahwa tidak ada satu struktur organisasi yang ideal untuk semua situasi. Sebaliknya, organisasi harus menyesuaikan diri dengan faktor-faktor kontinjensi seperti teknologi, ukuran perusahaan, tingkat ketidakpastian, dan akuntabilitas.
Penulis mengadopsi model SARFIT (Structural Adaptation to Regain Fit) dengan lima tahap:
Organisasi berada dalam kondisi fit dengan lingkungannya.
Terjadi perubahan faktor kontinjensi.
Organisasi masuk ke kondisi misfit, kinerja menurun.
Organisasi menyesuaikan struktur untuk mengatasi misfit.
Tercapai fit baru, kinerja meningkat kembali.
Refleksi saya: teori ini relevan dengan konteks manufaktur Saudi, yang menghadapi tekanan globalisasi. TQM diinterpretasikan sebagai mekanisme adaptasi struktural untuk mempertahankan fit.
Konsep TQM dan Pemasaran
TQM dipahami sebagai seperangkat praktik manajerial: keterlibatan karyawan, fokus pada pelanggan, dan peningkatan berkelanjutan. Pemasaran ditempatkan sebagai pendukung TQM, karena kualitas produk harus dikomunikasikan kepada pasar. Secara konseptual, penulis menyatukan dua ranah: proses internal (TQM) dan orientasi eksternal (pemasaran) sebagai determinan kinerja.
Metodologi
Desain Penelitian
Penelitian ini menggunakan deskriptif kuantitatif dengan survei online (SurveyMonkey). 289 karyawan dari berbagai industri manufaktur di Saudi dipilih secara acak. Ukuran sampel dihitung dengan formula Kish, menghasilkan jumlah tepat 289.
Teknik Analisis
Deskriptif statistik: menggambarkan profil responden.
Korelasi Pearson: menilai hubungan antara TQM, pemasaran, dan kinerja.
Hipotesis diuji: keterlibatan karyawan, fokus pelanggan, pemasaran → kinerja organisasi.
Refleksi metodologis: pendekatan ini cukup standar untuk riset manajemen. Namun, penggunaan korelasi saja membatasi inferensi kausalitas; hasil hanya menunjukkan asosiasi.
Hasil Empiris
Profil Responden
Usia dominan: 26–34 tahun (48,9%).
Mayoritas pria: 71,1%.
Jabatan: 52% manajer, 48% pemilik.
Skala usaha bervariasi: karyawan <5 hingga >75 orang; omzet <500 ribu hingga >1 juta riyal.
Interpretasi: sampel merepresentasikan spektrum luas industri manufaktur Saudi, namun dengan bias gender signifikan (maskulin).
Analisis TQM
Keterlibatan karyawan: 48% responden sangat setuju bahwa keterlibatan karyawan berpengaruh positif; hanya 7% ragu.
Fokus pelanggan: 43% sangat setuju bahwa fokus pada pelanggan meningkatkan kinerja; 11% ragu.
Pemasaran: 91% sangat setuju bahwa strategi pemasaran memengaruhi kinerja, tanpa ada yang menolak.
Korelasi Statistik
Keterlibatan karyawan ↔ kinerja: r = 0,247; p = 0,011.
Fokus pelanggan ↔ kinerja: r = 0,214; p = 0,025.
Pemasaran ↔ kinerja: r = 0,431; p = 0,021.
Interpretasi: pemasaran ternyata memiliki kekuatan hubungan lebih tinggi dibanding dimensi TQM lainnya. Hal ini menyoroti pentingnya aspek eksternal dalam performa.
Diskusi Reflektif
Kekuatan Studi
Mengintegrasikan teori kontinjensi dengan praktik TQM.
Menyediakan bukti empiris dari konteks Saudi yang relatif jarang diteliti.
Menampilkan hasil numerik yang jelas (r, p-value) sebagai basis analisis.
Kritik Metodologi
Keterbatasan korelasi: asosiasi tidak sama dengan kausalitas.
Variabel terbatas: hanya menyoroti keterlibatan, pelanggan, pemasaran. Dimensi TQM lain (misalnya proses, sistem terintegrasi) diabaikan.
Bias responden: dominasi pria dan manajer dapat membentuk persepsi positif yang tidak mencerminkan realitas karyawan operasional.
Reduksi kompleksitas: pemasaran diperlakukan homogen, padahal strategi bisa beragam (digital, konvensional, relasi pelanggan).
Refleksi Teoretis
Narasi artikel menegaskan bahwa kualitas internal harus dipadukan dengan komunikasi eksternal. Dalam kerangka kontinjensi, TQM memberi fit internal, sementara pemasaran menjaga fit eksternal dengan lingkungan pasar. Hubungan positif yang ditemukan memperkuat argumen bahwa keberhasilan organisasi adalah hasil dari interaksi keduanya.
Implikasi Ilmiah dan Praktis
Implikasi Ilmiah
Konfirmasi relevansi teori kontinjensi dalam konteks manufaktur Saudi.
Memberikan bukti empiris bahwa pemasaran tidak boleh dipisahkan dari TQM.
Menawarkan model sederhana keterkaitan antara keterlibatan, pelanggan, pemasaran, dan kinerja.
Implikasi Praktis
Manajer manufaktur perlu memperkuat program keterlibatan karyawan (pelatihan, partisipasi keputusan).
Fokus pelanggan harus berbasis riset pasar dinamis.
Pemasaran strategis terbukti sebagai pengungkit utama performa.
Kesimpulan
Artikel ini menyimpulkan bahwa TQM dan pemasaran memiliki pengaruh signifikan terhadap kinerja organisasi manufaktur di Saudi Arabia. Keterlibatan karyawan dan fokus pelanggan penting, tetapi strategi pemasaran terbukti paling kuat. Secara konseptual, karya ini menekankan pentingnya menyesuaikan struktur organisasi dengan faktor internal dan eksternal (kontinjensi) agar tercapai kinerja optimal.
Meski terbatas dalam lingkup variabel dan metodologi, kontribusinya nyata: menunjukkan sinergi TQM dan pemasaran sebagai fondasi keberhasilan organisasi dalam era globalisasi.
DOI resmi: https://doi.org/10.5267/j.msl.2020.9.017
Sistem Informasi Akademik
Dipublikasikan oleh Muhammad Reynaldo Saputra pada 03 September 2025
Pendahuluan
Tesis “Innovative Performance in the CEE Countries: A Cross-Country Study Using Fuzzy-Set Theory” karya Peter Johansson (Lund University, 2001–2002) membahas dinamika kinerja inovatif di tujuh negara Eropa Tengah dan Timur (CEE-7): Bulgaria, Republik Ceko, Hungaria, Polandia, Rumania, Slovakia, dan Slovenia. Dengan memanfaatkan metode fuzzy-set social science, Johansson berupaya menjawab pertanyaan mendasar: bagaimana inovasi terbentuk dalam konteks transformasi pasca-1989, sejauh mana ia terkait dengan kekuatan masyarakat sipil, dan bagaimana letak geografis berperan dalam memperkuat atau melemahkan performa inovatif.
Tulisan ini akan menguraikan tesis tersebut dengan pendekatan konseptual (membedah kerangka teori) dan reflektif (memberi interpretasi serta kritik). Fokus utama ialah kontribusi ilmiah, argumentasi teoretis, hasil empiris, serta potensi implikasi bagi kajian inovasi dan transformasi sosial.
Kerangka Teori: Dari Risiko hingga Inovasi
Risiko dan Pengangguran
Johansson menempatkan risiko pengangguran sebagai latar belakang utama. Ia mengutip definisi risiko sebagai probabilitas efek disfungsional terhadap sistem sosial. Inovasi, dalam kerangka ini, dipandang sebagai sarana mengurangi risiko pengangguran baik jangka pendek (menyerap tenaga kerja) maupun jangka panjang (menciptakan fleksibilitas ekonomi). Refleksi saya: pendekatan ini menegaskan inovasi bukan sekadar agenda ekonomi, melainkan strategi perlindungan sosial.
Globalisasi sebagai Kerangka
Globalisasi diterima sebagai fakta empiris. Johansson mengacu pada dimensi teknologi, ekonomi, politik, dan budaya yang saling mengikat. Negara-negara CEE berada di persimpangan: mereka harus membuka pasar untuk modal asing, tetapi juga menghadapi risiko social dumping dan kompetisi global. Kritiknya tepat: globalisasi menghadirkan peluang dan ancaman, sementara posisi geografis menentukan intensitas tekanan.
Pertumbuhan Ekonomi dan Teori Kesenjangan Teknologi
Neo-klasik cenderung melihat biaya tenaga kerja sebagai faktor utama pertumbuhan. Johansson menolak pandangan ini dengan menekankan teknologi dan inovasi. Ia mengadopsi teori technology-gap, yaitu ketimpangan inovasi antara negara pelopor dan negara pengejar. CEE-7 dilihat sebagai pengejar: difusi teknologi asing penting, tetapi tanpa inovasi domestik mereka tetap tertinggal.
Konsep Inovasi
Mengutip Schumpeter, inovasi dipahami sebagai kombinasi baru: produk, proses, organisasi, atau pasar. Johansson menolak pemisahan inovasi dan difusi; imitasi pun dianggap inovasi karena memerlukan perubahan tindakan. Dua indikator dipilih: Foreign Direct Investment (FDI) sebagai faktor eksternal, dan Research & Development (R&D) sebagai kapasitas internal.
Metodologi Fuzzy-Set: Menjembatani Teori dan Data
Mengapa Fuzzy-Set?
Penelitian sosial sering terjebak antara kuantitatif (N besar) dan kualitatif (N kecil). Johansson memilih fuzzy-set Qualitative Comparative Analysis (fs/QCA) untuk menangani N menengah (7 negara). Metode ini memungkinkan negara diberi skor keanggotaan (0–1) dalam suatu set, misalnya “negara inovatif” atau “negara paternalistik”.
Prinsip Dasar
Negasi: jika negara X 0,8 dalam “inovatif”, maka ia 0,2 dalam “statis”.
Minimum (AND): hasil ditentukan oleh faktor terlemah.
Maksimum (OR): hasil ditentukan oleh faktor terkuat.
Refleksi saya: pendekatan ini membantu memvisualisasi spektrum, bukan dikotomi. Namun, tantangannya ialah subjektivitas penetapan skor fuzzy yang sangat bergantung pada peneliti.
Ideal Types
Johansson menyusun ideal type:
Negara inovatif (FDI tinggi + R&D tinggi).
Negara statis (FDI rendah + R&D rendah).
Masyarakat sipil kuat vs paternalistik.
Geografis Barat vs Geografis Timur.
Dengan ini, ia menilai sejauh mana masing-masing negara CEE masuk atau keluar dari set.
Analisis Empiris: Inovasi di CEE-7
FDI sebagai Indikator
Data FDI per kapita (1989–2000) menunjukkan perbedaan tajam:
Republik Ceko (2.102 USD) & Hungaria (1.935 USD) → skor 1,0 (paling inovatif via FDI).
Slovenia (768 USD) & Polandia (751 USD) → skor menengah (0,59–0,60).
Slovakia (669 USD) → borderline (0,50).
Bulgaria (407 USD) → skor rendah (0,17).
Rumania (303 USD) → hampir nol (0,01).
Refleksi saya: angka ini mengungkap pola klasterisasi barat–timur. Negara dekat inti Eropa menerima lebih banyak modal, sementara Balkan tetap tertinggal.
R&D sebagai Indikator
Proporsi R&D terhadap PDB memperkuat pola:
Slovenia (1,42%) → hampir penuh (0,92).
Slovakia (1,18%) & Ceko (1,16%) → cukup tinggi (0,73–0,74).
Hungaria (0,74%) & Polandia (0,72%) → menengah (0,50).
Bulgaria (0,52%) & Rumania (0,58%) → rendah (0,33–0,38).
Interpretasi: kapasitas penelitian domestik masih terbatas, terutama di Rumania dan Bulgaria. FDI tanpa R&D lokal berisiko hanya menciptakan ketergantungan.
Skor Gabungan Inovasi
Dengan menggabungkan FDI dan R&D, Johansson menyimpulkan:
Ceko & Hungaria → fully capable.
Slovenia & Polandia → more or less capable.
Slovakia → borderline.
Bulgaria & Rumania → incapable.
Refleksi saya: hasil ini menunjukkan spektrum diferensiasi kapitalisme di CEE, mendukung tesis varieties of capitalism. Transformasi pasca-1989 tidak seragam.
Masyarakat Sipil dan Geografi
Masyarakat Sipil
Johansson berargumen bahwa masyarakat sipil yang kuat berfungsi sebagai pondasi institusional inovasi. Data dari Nations in Transit dipakai untuk mengukur kekuatan CS. Negara dengan tradisi organisasi sipil (misalnya Polandia dengan sejarah Solidarność) lebih siap menyerap inovasi. Refleksi saya: indikator CS cukup valid, namun terlalu agregat—dinamika internal (Polandia A vs Polandia B) tidak tercakup.
Faktor Geografis
Geografi dipandang sebagai variabel moderasi: semakin ke timur, semakin lemah fondasi inovatif dan sipil. Johansson menyajikan pola linear: barat (Slovenia, Ceko, Hungaria) lebih maju, timur (Bulgaria, Rumania) lebih tertinggal. Kritik saya: geografi di sini lebih berfungsi sebagai proksi bagi faktor historis-politik ketimbang variabel mandiri.
Narasi Argumentatif dan Logika
Alur Argumentasi
Transformasi pasca-1989 menimbulkan tantangan struktural.
Inovasi menjadi kunci menghadapi pengangguran dan globalisasi.
Inovasi dipahami melalui FDI + R&D.
Hubungan inovasi dengan masyarakat sipil diuji lewat fuzzy-set.
Geografi memperkuat pola klasterisasi.
Kekuatan
Integrasi teori Schumpeter, globalisasi, dan varieties of capitalism.
Pemakaian fuzzy-set sebagai metodologi alternatif.
Data empiris konkret (FDI, R&D, skor CS).
Kelemahan
Penentuan skor fuzzy cukup subjektif.
Faktor politik negara (kebijakan industri, stabilitas) kurang dibahas.
Geografi diperlakukan terlalu simplistik.
Refleksi saya: Johansson berhasil membuka ruang diskusi baru dengan fs/QCA, namun perlu kehati-hatian agar tidak terjebak pada simplifikasi metodologis.
Kritik Metodologis
Indikator terbatas: hanya FDI & R&D, padahal inovasi juga terkait pendidikan, regulasi, dan kultur organisasi.
Data agregat nasional: mengabaikan disparitas regional (misalnya, perbedaan Polandia barat vs timur).
Fuzzy scoring: meskipun transparan, tetap rentan pada bias peneliti.
Asumsi linearitas geografis: padahal sejarah kolonial, relasi Uni Soviet, dan integrasi UE juga berperan.
Namun demikian, penggunaan fuzzy-set sebagai “jembatan” antara teori dan data merupakan kontribusi metodologis signifikan, terutama untuk studi dengan N menengah.
Implikasi Ilmiah
Tesis ini memberikan beberapa implikasi penting:
Konseptual: memperluas pemahaman inovasi sebagai kombinasi faktor eksternal (FDI) dan internal (R&D), terkait erat dengan masyarakat sipil.
Metodologis: memperkenalkan fs/QCA sebagai alternatif bagi studi perbandingan lintas negara dengan N menengah.
Empiris: menegaskan pola barat–timur dalam performa inovatif CEE, mendukung gagasan “varieties of capitalism”.
Kebijakan: menunjukkan perlunya memperkuat masyarakat sipil dan R&D domestik agar FDI memberi efek jangka panjang.
Kesimpulan
Peter Johansson melalui tesis ini berhasil menggabungkan teori globalisasi, inovasi, dan transformasi sosial dengan metode fuzzy-set untuk menganalisis kinerja inovatif negara-negara CEE. Hasilnya menunjukkan diferensiasi tajam antarnegara, di mana kedekatan geografis dengan Eropa Barat dan kekuatan masyarakat sipil menjadi faktor penting.
Secara ilmiah, kontribusinya terletak pada penggunaan fs/QCA untuk menghubungkan konsep abstrak dengan data empiris. Walau terdapat keterbatasan metodologis, karya ini tetap menjadi referensi penting untuk memahami inovasi dalam konteks transformasi pasca-sosialis.
Sistem Informasi Akademik
Dipublikasikan oleh Izura Ramadhani Fauziyah pada 10 Juni 2025
Di tengah derasnya arus digitalisasi, perguruan tinggi di Indonesia berlomba-lomba mengadopsi Sistem Informasi Akademik (SIAKAD) berbasis website. Sistem ini bukan hanya alat administrasi, tetapi juga jantung pengelolaan data dan layanan akademik. Namun, seberapa sukseskah implementasi SIAKAD di kampus? Bagaimana cara mengukurnya secara objektif dan komprehensif?
Artikel berjudul “Analysis of Academic Information System Using Information System Success Model and System Quality Model Case Study of Institut Teknologi Nasional Malang” karya Setyowati, Chamidy, dan Faisal (2024) memberikan jawaban ilmiah atas pertanyaan tersebut. Dengan menggabungkan dua model evaluasi populer—Information System Success Model (ISSM) dan System Quality Model (SQM)—penelitian ini mengupas tuntas faktor-faktor penentu keberhasilan SIAKAD di Institut Teknologi Nasional (ITN) Malang.
Ringkasan Paper: Tujuan, Metode, dan Fokus Analisis
Latar Belakang dan Tujuan
Transformasi digital di dunia pendidikan menuntut sistem informasi yang andal, mudah diakses, dan mampu memberikan manfaat nyata bagi penggunanya. Penelitian ini bertujuan untuk:
Penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif dengan survei kepada 100 pengguna aktif SIAKAD ITN Malang. Para responden diminta menilai tiga aspek utama:
Analisis dilakukan dengan menguji hubungan antara ketiga aspek tersebut dengan niat penggunaan (intention to use), kepuasan pengguna (user satisfaction), dan manfaat bersih (net benefit) yang dirasakan.
Studi Kasus: Implementasi SIAKAD di ITN Malang
Deskripsi Sistem
SIAKAD ITN Malang adalah sistem berbasis website yang mengelola seluruh aktivitas akademik—mulai dari pendaftaran mata kuliah, pengisian nilai, hingga pengelolaan data mahasiswa dan dosen. Sistem ini dirancang untuk meminimalisir kesalahan administrasi, mempercepat proses pelayanan, dan meningkatkan transparansi data akademik.
Temuan Utama dari Survei
Hasil survei terhadap 100 pengguna aktif SIAKAD di ITN Malang menunjukkan bahwa:
Seluruh hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini diterima, menandakan bahwa ketiga aspek (kualitas sistem, informasi, dan layanan) memang berpengaruh signifikan terhadap niat penggunaan, kepuasan pengguna, dan manfaat bersih SIAKAD.
Analisis dan Opini: Implikasi, Kelebihan, dan Kritik
Relevansi dengan Tren Industri
Temuan penelitian ini sangat relevan dengan tren global digitalisasi pendidikan. Banyak studi internasional menunjukkan bahwa kualitas sistem dan informasi adalah kunci utama keberhasilan adopsi sistem informasi di perguruan tinggi. Di era di mana mahasiswa dan dosen semakin melek digital, kecepatan akses, akurasi data, dan kemudahan penggunaan menjadi tuntutan utama.
Nilai Tambah Penelitian
Keunggulan utama penelitian ini terletak pada penggunaan dua model evaluasi sekaligus (ISSM dan SQM), sehingga analisis menjadi lebih komprehensif. Data empiris dari 100 responden juga memperkuat validitas hasil penelitian, karena menggambarkan pengalaman nyata pengguna SIAKAD di lapangan.
Kritik dan Saran Pengembangan
Namun, ada beberapa catatan kritis:
Saran untuk penelitian selanjutnya adalah memperluas cakupan sampel ke beberapa perguruan tinggi lain, serta menambah variabel analisis seperti keamanan data, integrasi dengan sistem eksternal, dan pengalaman pengguna mobile.
Perbandingan dengan Penelitian Lain
Jika dibandingkan dengan penelitian serupa di perguruan tinggi lain, hasil penelitian ini konsisten dalam menegaskan pentingnya kualitas sistem dan informasi. Namun, beberapa studi di luar negeri menambahkan variabel lain seperti dukungan organisasi dan manajemen perubahan sebagai faktor penentu keberhasilan implementasi SIAKAD.
Sebagai contoh, di beberapa universitas di Amerika Serikat, adopsi SIAKAD berbasis cloud mampu meningkatkan efisiensi administrasi hingga 30%. Namun, tantangan utamanya justru terletak pada pelatihan pengguna dan keamanan data. Sementara itu, studi di Malaysia menemukan bahwa dukungan manajemen dan pelatihan intensif bagi pengguna menjadi pembeda antara implementasi SIAKAD yang sukses dan yang gagal.
Studi Kasus Nyata: Dampak SIAKAD di ITN Malang
Penelitian ini memberikan gambaran nyata tentang dampak positif SIAKAD di ITN Malang. Dengan 100 responden yang terdiri dari mahasiswa, dosen, dan staf administrasi, ditemukan bahwa:
Kesimpulan: Relevansi dan Arah Penelitian Selanjutnya
Penelitian ini menegaskan bahwa keberhasilan SIAKAD berbasis website sangat dipengaruhi oleh kualitas informasi, kualitas sistem, dan kualitas layanan. Ketiga aspek ini tidak hanya meningkatkan kepuasan pengguna, tetapi juga memberikan manfaat nyata bagi institusi, baik dalam bentuk efisiensi administrasi maupun peningkatan kualitas layanan akademik.
Ke depan, penelitian serupa sebaiknya:
Sumber Asli Artikel
setyowati, K. D., Chamidy, T., & Faisal, M. (2024). Analysis of Academic Information System Using Information System Success Model and System Quality Model Case Study of Institut Teknologi Nasional Malang. Transactions on Informatics and Data Science, 1(1), 33–44. DOI: 10.24090/tids.v1i1.12234