Riset dan Inovasi
Dipublikasikan oleh Muhammad Reynaldo Saputra pada 05 Agustus 2025
Pendahuluan: Menggeser Paradigma Lama
Industri farmasi saat ini berada di tengah transisi penting menuju pendekatan yang lebih ilmiah, sistematis, dan berbasis risiko. Artikel “Application of Quality by Design in the Current Drug Development” menyoroti urgensi transformasi dari pendekatan berbasis Quality by Testing (QbT) menuju Quality by Design (QbD), dengan argumen utama bahwa kualitas produk seharusnya ditanamkan sejak tahap awal pengembangan, bukan hanya diuji setelah diproduksi.
Makalah ini menyajikan narasi yang kuat dan sistematis tentang bagaimana QbD diterapkan secara praktis dalam seluruh siklus hidup obat, mulai dari tahap formulasi hingga produksi, dengan membentangkan kerangka kerja yang didukung prinsip ilmiah dan ekspektasi regulator.
Kontribusi Ilmiah Utama
Artikel ini menawarkan kontribusi penting dalam tiga bidang utama:
Sintesis kerangka teoretis QbD dan aplikasinya dalam industri farmasi.
Penjabaran tahapan implementasi QbD secara praktis, termasuk metodologi dan tools yang digunakan.
Refleksi kritis terhadap keuntungan dan tantangan dari pendekatan QbD.
Melalui struktur naratif yang progresif, artikel ini menjelaskan bagaimana pendekatan QbD memungkinkan produksi obat yang lebih konsisten, efisien, dan terkontrol secara ilmiah.
Kerangka Teoretis: Pilar-pilar Quality by Design
1. Definisi dan Visi QbD
Quality by Design diartikan sebagai pendekatan sistematik untuk pengembangan obat, yang dimulai dengan tujuan yang telah ditentukan sebelumnya dan menekankan pemahaman produk serta proses secara mendalam, disertai pengendalian berbasis ilmu pengetahuan dan risiko.
Penulis menyelaraskan visi QbD dengan pedoman ICH Q8, Q9, dan Q10, yang secara kolektif membentuk kerangka regulasi modern dalam pengembangan farmasi.
2. Unsur Kunci QbD
Makalah ini merinci komponen utama QbD sebagai berikut:
Target Product Profile (TPP): Deskripsi awal terhadap produk jadi, termasuk rute pemberian, dosis, dan atribut kualitas kritis.
Critical Quality Attributes (CQAs): Karakteristik fisik, kimia, biologis, atau mikrobiologis yang harus dikontrol agar menjamin mutu.
Critical Material Attributes (CMAs) & Critical Process Parameters (CPPs): Parameter yang memiliki dampak langsung terhadap CQA dan harus dimonitor atau dikendalikan.
Control Strategy: Rangkaian kontrol berbasis ilmu untuk menjamin bahwa proses tetap dalam ruang desain yang disetujui.
Design Space: Kombinasi multidimensional parameter input dan proses yang diketahui menjamin mutu produk.
Tahapan Implementasi QbD: Dari Teori ke Praktik
H2: Langkah-langkah Sistematik dalam QbD
Artikel ini menyajikan roadmap rinci untuk implementasi QbD sebagai berikut:
1. Penetapan Target Product Profile (TPP)
Langkah awal berupa penjabaran atribut produk ideal yang menjadi acuan sepanjang pengembangan.
2. Identifikasi CQAs
Menggunakan data literatur, riset awal, dan analisis risiko, peneliti menentukan karakteristik utama produk yang perlu dikontrol.
3. Identifikasi CPP dan CMA
Tahap ini mencakup pemetaan atribut bahan baku dan variabel proses yang berdampak langsung terhadap CQA.
4. Risk Assessment
Metode seperti Failure Mode and Effects Analysis (FMEA) digunakan untuk menilai potensi risiko dari masing-masing parameter.
5. Desain Eksperimen (DoE)
Penggunaan teknik statistika (seperti factorial design, response surface methodology) untuk memetakan pengaruh parameter terhadap output.
6. Pembentukan Design Space
Hasil DoE diintegrasikan untuk menghasilkan ruang desain multidimensi yang memetakan kondisi operasi aman dan optimal.
7. Strategi Kontrol
Meliputi kontrol terhadap bahan baku, proses, dan produk akhir untuk menjaga konsistensi.
8. Manajemen Siklus Hidup Produk
Menggabungkan pendekatan QbD dengan perbaikan berkelanjutan selama proses komersialisasi.
Sorotan Angka dan Refleksi Teoretis
Studi Kasus: Efektivitas DoE dalam Mengembangkan Tablet
Penulis menampilkan satu studi formulasi tablet sebagai ilustrasi penerapan QbD:
Variasi kadar pengikat (binder) dan kecepatan granulator menghasilkan tablet dengan kekerasan yang sangat bervariasi.
Dengan pendekatan DoE, peneliti mampu mengidentifikasi bahwa kombinasi optimal antara kadar pengikat 4% dan kecepatan impeller 50 rpm menghasilkan tablet dengan CQA ideal.
Refleksi:
Data ini menunjukkan nilai praktis dari QbD: bukan sekadar menghasilkan kualitas yang konsisten, tetapi juga efisiensi eksperimen—karena hanya perlu melakukan uji coba dalam jumlah terbatas, namun informatif.
Kekuatan Argumentasi dan Koherensi Logika
Narasi yang Sistematis dan Instruktif
Makalah ini memiliki struktur yang sangat pedagogis. Penulis memulai dengan definisi konseptual, menjelaskan prinsip dasar, lalu memandu pembaca melalui tiap langkah implementasi dengan logika progresif. Ini membuat topik teknis terasa dapat diakses dan aplikatif.
Penekanan pada Saling Keterkaitan antar Elemen
Setiap komponen QbD tidak diperlakukan sebagai entitas terpisah, tetapi sebagai bagian dari sistem holistik. Misalnya, pemilihan bahan baku (CMA) dikaitkan langsung dengan kebutuhan CQA, dan seluruhnya dikaitkan dengan TPP awal. Logika sistemik ini memperkuat argumen bahwa QbD bukan sekadar metode, tetapi paradigma desain menyeluruh.
Kritik terhadap Pendekatan Penulis
1. Kekurangan Kedalaman pada Aspek Implementasi Nyata
Meskipun artikel menjabarkan tahapan QbD secara menyeluruh, terdapat keterbatasan dalam menggambarkan tantangan implementasi riil di industri, seperti:
Ketersediaan data eksperimental dalam fase awal.
Hambatan budaya organisasi dalam mengadopsi pendekatan ilmiah.
Kompleksitas komunikasi lintas departemen dalam menyelaraskan CQA dan strategi kontrol.
2. Kurang Bahasan pada Integrasi Digital dan Real-Time Monitoring
Artikel kurang menyinggung dimensi digitalisasi dan pemantauan real-time, yang kini menjadi pilar dalam praktik QbD modern—terutama di era Process Analytical Technology (PAT) dan continuous manufacturing.
3. Minim Visualisasi Data dan Studi Kasus
Kecuali satu ilustrasi formulasi tablet, makalah ini relatif miskin contoh numerik lain yang menunjukkan dampak QbD terhadap variabilitas produk atau efisiensi proses. Padahal, kehadiran grafik atau visualisasi bisa memperkuat kekuatan argumentasi.
Daftar Keunggulan QbD Menurut Artikel
H3: Nilai Strategis dari QbD yang Ditekankan
✅ Meningkatkan efisiensi proses pengembangan.
✅ Mengurangi kebutuhan rework dan batch rejection.
✅ Memberikan fleksibilitas operasional dalam ruang desain tanpa memerlukan notifikasi ulang ke regulator.
✅ Meningkatkan pemahaman proses secara ilmiah.
✅ Memungkinkan kontrol berbasis risiko daripada hanya inspeksi akhir.
Implikasi Ilmiah dan Potensi Lanjutan
Artikel ini memperkuat urgensi mengintegrasikan prinsip QbD dalam pendidikan farmasi, pelatihan industri, dan sistem regulasi. Penulis mengimplikasikan bahwa masa depan industri obat akan sangat bergantung pada kemampuan untuk merancang proses dan produk dengan pemahaman mendalam sejak awal.
Potensi masa depan termasuk:
Integrasi QbD dengan machine learning untuk prediksi kualitas produk.
Pengembangan sistem kendali adaptif berbasis model.
Adopsi QbD dalam obat biologis dan terapi canggih (ATMPs).
Kesimpulan: QbD sebagai Paradigma, Bukan Sekadar Alat
Artikel ini memberikan pencerahan penting bahwa Quality by Design bukanlah sebuah teknik semata, tetapi filosofi ilmiah yang menyatukan desain produk, pemahaman proses, dan jaminan mutu dalam satu sistem yang kohesif.
Meskipun artikel ini tidak menyentuh seluruh kompleksitas dunia nyata, ia tetap berperan sebagai fondasi konseptual dan instruksi praktis bagi siapa pun yang ingin memahami bagaimana obat masa kini dan masa depan seharusnya dikembangkan—bukan berdasarkan dugaan, tetapi desain yang terinformasi.
📘 Link resmi paper: https://doi.org/10.1016/j.ijpharm.2018.11.032
Riset dan Inovasi
Dipublikasikan oleh Sirattul Istid'raj pada 26 Mei 2025
Pendahuluan
Sektor konstruksi memegang peranan vital dalam perekonomian global, namun terus menghadapi kritik mengenai efisiensi, keterlambatan proyek, dan minimnya inovasi. Disertasi doktoral Lena Borg (2015) dari KTH Royal Institute of Technology menjadi kontribusi penting dalam menganalisis bagaimana kontrak pengadaan dapat mendorong inovasi dan produktivitas sektor ini. Terdiri dari lima studi utama, karya ini mengurai hubungan antara desain kontrak, insentif inovasi, dan pengukuran produktivitas di sektor konstruksi Swedia. Resensi ini menyajikan ringkasan kritis, studi kasus, serta refleksi atas temuan dan dampak praktis dari penelitian tersebut.
Latar Belakang: Tantangan Konstruksi Global
Meskipun sektor konstruksi menyumbang 10% terhadap PDB global (UNEP, 2015), produktivitasnya stagnan dibanding sektor lain. Di Swedia, investasi konstruksi mencakup 9,6% dari PDB (2014), namun sektor ini dikenal konservatif dan lambat beradaptasi.
Beberapa kritik umum:
Ketidakpastian kontrak
Kualitas bangunan buruk
Kurangnya insentif inovasi
Ketidakakuratan data produktivitas
Dengan realitas ini, Lena Borg menawarkan pendekatan sistematis berbasis studi empiris dan kerangka teoritis untuk memahami dan memperbaiki kinerja sektor konstruksi.
Tujuan dan Ruang Lingkup Penelitian
Penelitian ini menjawab tiga pertanyaan utama:
Bagaimana desain kontrak pengadaan mempengaruhi inovasi?
Bagaimana cara mendorong inovasi "baik" dalam konstruksi?
Bagaimana mengukur produktivitas dengan lebih akurat?
Kelima studi dalam disertasi dibagi ke dalam tiga topik riset:
Kontrak Pengadaan
Inovasi
Produktivitas
Studi dan Temuan Utama
Strukturisasi Kontrak Pengadaan
Kontribusi utama adalah kerangka sistematis untuk mengklasifikasi kontrak berdasarkan:
Tanggung jawab desain vs konstruksi
Durasi kontrak (jangka pendek vs panjang)
Pembagian risiko
Kerangka ini membantu klien dan pembuat kebijakan memilih model kontrak yang tepat. Kontrak DBB (Design-Bid-Build) tetap dominan, meski terbukti kurang mendorong inovasi.
Kontrak Terpadu Berbasis Layanan
Studi ini mengevaluasi kontrak yang menggabungkan desain, konstruksi, dan pemeliharaan. Meski teorinya kontrak ini memberi insentif inovasi jangka panjang, praktiknya tidak otomatis meningkatkan profit.
Isu yang muncul:
Moral Hazard: Kontraktor mungkin menekan kualitas selama fase desain demi efisiensi jangka pendek.
Risiko Alih Tanggung Jawab: Kontrak terpadu bisa menjadi alat untuk mengalihkan risiko ke kontraktor, bukan menciptakan kolaborasi sejati.
Inovasi Baik vs Buruk
Kritik utama pada pendekatan konvensional adalah fokus pada kuantitas inovasi, bukan kualitasnya. Lena Borg mengusulkan klasifikasi inovasi:
Inovasi Baik: Meningkatkan kualitas, efisiensi jangka panjang, atau keberlanjutan.
Inovasi Buruk: Meningkatkan profit jangka pendek, namun menurunkan kinerja jangka panjang.
Temuan penting:
Insentif internal perusahaan lebih efektif mendorong inovasi daripada kebijakan pemerintah.
Transparansi dan klasifikasi inovasi dibutuhkan untuk menghindari "pseudo-innovations".
Studi Kasus Laundry di Apartemen Swedia
Perubahan regulasi mendorong pengembang beralih dari laundry komunal ke mesin cuci di unit. Ini inovatif secara desain namun memiliki:
Efek positif: Ruang lebih fleksibel bagi penghuni.
Efek negatif: Peningkatan penggunaan energi jika tidak diimbangi teknologi efisien.
Temuan ini menunjukkan bahwa inovasi desain bisa berdampak eksternal yang tidak terduga.
Akurasi Pengukuran Produktivitas
Produktivitas sektor konstruksi sering kali diremehkan karena pengukuran tidak memperhitungkan:
Peningkatan kualitas produk akhir
Kompleksitas desain
Efek geografis dan regulasi
Borg dan Song menyarankan penggabungan variabel kualitatif seperti fitur bangunan dalam indeks harga agar lebih mencerminkan nilai tambah sesungguhnya.
Analisis Lintas Studi
Kekuatan:
Studi menyeluruh berbasis data Swedia dan teori ekonomi organisasi.
Menjembatani kesenjangan antara akademik dan praktik industri.
Kelemahan:
Fokus geografis pada Swedia mengurangi generalisasi global.
Beberapa studi memiliki sampel kecil (misal: hanya dua wawancara pada Paper II).
Perbandingan dengan Studi Lain
Latham (UK, 1994) dan Egan Report (1998) juga mendorong kolaborasi kontraktual, sejalan dengan ide Borg.
Studi di Australia dan Kanada menekankan pendekatan terstandardisasi, mirip dengan kerangka kontrak di Paper I.
Di Indonesia, rendahnya produktivitas banyak dikaitkan dengan ketidakterpaduan proses desain dan pembangunan, mendukung argumen Borg mengenai pentingnya kontrak DB.
Implikasi Praktis
Rekomendasi untuk Sektor Konstruksi:
Gunakan Kontrak Terpadu Secara Selektif: Hindari penggunaan hanya untuk transfer risiko.
Kembangkan Sistem Evaluasi Inovasi: Fokus pada dampak jangka panjang, bukan sekadar jumlah.
Perbaiki Pengukuran Produktivitas: Tambahkan indikator kualitas dan kompleksitas.
Dorong Kolaborasi Lebih Awal: Libatkan kontraktor sejak fase desain untuk solusi yang efisien.
Tingkatkan Kompetensi Klien: Agar lebih mampu menilai solusi teknis jangka panjang.
Kesimpulan
Disertasi Lena Borg membuka diskusi penting mengenai akar permasalahan produktivitas dan inovasi sektor konstruksi. Ia menyoroti pentingnya membangun sistem insentif yang mendorong inovasi berkualitas dan pengukuran kinerja yang adil. Kontribusi utama terletak pada pemahaman bahwa keberhasilan kontrak bukan sekadar struktur formal, tetapi hasil dari interaksi kompleks antara desain kontrak, perilaku aktor, dan kondisi pasar.
Meski berfokus pada Swedia, temuan-temuan ini sangat relevan secara internasional, termasuk Indonesia, yang tengah gencar membenahi infrastruktur dan sistem pengadaan proyek.
Sumber Referensi
Borg, L. (2015). Procurement Contracts, Innovation and Productivity in the Construction Sector: Five Studies. Doctoral Thesis, KTH Royal Institute of Technology. https://www.diva-portal.org/smash/record.jsf?pid=diva2%3A853275
Riset dan Inovasi
Dipublikasikan oleh Sirattul Istid'raj pada 06 Maret 2025
Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) menegaskan pentingnya Indonesia meningkatkan strategi inovasi untuk menjadi negara yang tangguh dan tahan bencana. Menurut Direktur BPPT, Hammam Riza, upaya meningkatkan kapasitas dalam mengurangi kerentanan dan risiko bencana harus dilakukan melalui penelitian, pengembangan, dan penerapan program teknis di bidang kebencanaan. Hal ini termasuk kebijakan penelitian kebencanaan.
Webinar Strategi dan Inovasi Teknologi dijadwalkan diselenggarakan di Jakarta pada hari Kamis. Paradigma ekosistem inovasi bencana telah berubah, dengan semakin menyadari kebutuhan akan isu-isu kunci seperti pengembangan teknologi sistem peringatan dini multi-ancaman berbasis masyarakat, prakiraan berbasis dampak, peringatan berbasis risiko, dan sistem peringatan multi-bahaya global.
Hammam menekankan perlunya kebijakan dan strategi yang fokus pada penelitian kebencanaan setelah terbentuknya Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN). Tantangan ke depan adalah memasukkan hasil penelitian dan inovasi bencana Indonesia sebagai prioritas nasional dan mendorong inovasi nasional serta global untuk mengurangi risiko bencana.
Meskipun frekuensi bencana meningkat di Indonesia dan menimbulkan kerugian ekonomi, pemerintah tetap melaksanakan program pemulihan ekonomi secara menyeluruh di semua sektor selama pandemi. Oleh karena itu, sinergi diperlukan untuk mengantisipasi bencana dan meminimalisir dampaknya.
BPPT tengah mengembangkan teknologi kebencanaan dalam negeri, termasuk penerapan Sistem Peringatan Dini Tsunami Indonesia (InaTEWS), teknologi modifikasi cuaca, dan penerapan kecerdasan buatan dalam penanggulangan tsunami serta kebakaran hutan dan lahan (Kalhutla).
Sumber: mediaindonesia.com
Riset dan Inovasi
Dipublikasikan oleh Sirattul Istid'raj pada 06 Maret 2025
BRIN Dorong Inovasi Energi dan Manufaktur untuk Mendukung Indonesia Emas 2045.
Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) menjadi garda terdepan dalam mewujudkan visi Indonesia Emas 2045, khususnya dalam sektor energi dan manufaktur. Langkah ini merupakan bagian dari strategi pemerintah untuk mengoptimalkan potensi riset dan inovasi guna mencapai ketahanan ekonomi dan daya saing global. Melalui berbagai program penelitian yang didukung BRIN, para peneliti dan inovator Indonesia didorong untuk mengembangkan solusi inovatif di bidang energi dan manufaktur. Tujuan utamanya adalah memberikan kontribusi signifikan terhadap terciptanya industri yang berkelanjutan dan efisien, sejalan dengan pembangunan berkelanjutan.
Salah satu upaya yang dilakukan adalah penyelenggaraan Seri Webinar ENMA dengan tema "Energi". Acara ini diselenggarakan oleh Organization for Research in Energy and Manufacturing (OREM), yang bergerak dalam berbagai penelitian dan inovasi di bidang energi dan manufaktur. Webinar tersebut merupakan wadah untuk akuntabilitas, menerima masukan dari masyarakat, dan membina kolaborasi antara lembaga penelitian energi dan manufaktur dengan pemangku kepentingan terkait.
Dalam webinar tersebut, Direktur Pusat Penelitian Industri Proses dan Teknologi Manufaktur (PR TIPM), Heng Saputra, menjelaskan bahwa PRTIPM telah membentuk 16 kelompok penelitian yang mencakup berbagai aspek seperti bahan bakar, petrokimia, rantai pasok, dan teknologi manufaktur. Komitmen PRTIPM adalah menjadi pionir dalam mewujudkan visi Indonesia sebagai negara maju.
Selanjutnya, Direktur Pusat Penelitian Konversi dan Konservasi Energi (PR KKE), Chuk Supriyadi, menyoroti penelitiannya tentang optimalisasi sistem energi, energi terbarukan, dan konservasi energi. PR KKE berupaya menciptakan solusi efektif melalui kerja sama yang berkelanjutan.
Di sisi lain, Direktur Pusat Penelitian Teknologi Pengujian dan Standar (PR TPS), Teguh Muttaqie, menghadapi tantangan terkait tren, transisi, dan krisis energi. PR TPS menekankan pentingnya mengembangkan sistem manajemen energi yang responsif terhadap standar teknis dan kebutuhan energi yang terus berkembang. Dalam semangat "Indonesia Emas 2045", BRIN berkomitmen untuk menjadi katalis utama dalam terbentuknya ekosistem inovasi yang inklusif. BRIN berperan sentral dalam membentuk masa depan Indonesia sebagai negara maju dan berdaya saing global.
Sumber: www.brin.go.id
Riset dan Inovasi
Dipublikasikan oleh Sirattul Istid'raj pada 06 Maret 2025
Agus Kissmant, seorang peneliti di Pusat Penelitian Konversi dan Konservasi Energi Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), telah mengembangkan karbon hitam hijau sebagai bahan baku dari biomassa kelapa sawit. Karbon hitam tersebut digunakan sebagai pewarna dan penguat dalam produk non-ban, seperti ban mobil, ikat pinggang, tabung, dan barang-barang karet lainnya.
Pada acara monitoring dan evaluasi hibah penelitian kelapa sawit yang diselenggarakan oleh Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS) di Samaung Samadikun BRIN Bandung Sains dan Bidang Teknologi pada 10 hingga 11 Januari, Agus menjelaskan latar belakang penelitian ini. Dia menyoroti bahwa perkebunan kelapa sawit merupakan sumber biomassa yang sangat melimpah. Namun, limbah seperti daun-daun, tandan kosong, dan batang pohon kelapa sawit yang tersisa dari proses reboisasi belum dimanfaatkan secara optimal.
Agus menekankan bahwa limbah tandan kosong kelapa sawit yang mencapai 59 juta ton per tahun dapat diolah menjadi karbon hitam, menghasilkan sekitar 3 juta ton. Pengembangan teknologi ini dianggap sebagai potensi besar untuk meningkatkan ekspor Indonesia. Tujuan dari penelitian ini adalah mengembangkan teknologi produksi karbon hitam dari biomassa, dengan melakukan proses pirolisis biomassa di bagian hulu untuk mencapai efisiensi ekonomi yang optimal.
Agus menyoroti bahwa karbon hitam dari biomassa kelapa sawit menjadi pasar baru yang penting, terutama karena selama ini hanya tersedia dari bahan bakar fosil. Hal ini sejalan dengan upaya untuk mencapai net-zero emisi, yang menjadi prioritas saat ini. Teknologi produksi yang diusulkan melibatkan proses gasifikasi pada tandan kosong pada suhu rendah untuk menghasilkan gas sintesis dan minyak pirolisis atau tar. Gas sintesis digunakan sebagai bahan bakar dalam proses produksi, sementara minyak pirolisis berfungsi sebagai bahan baku.
Hasil dari penelitian tahun pertama telah menghasilkan karbon hitam berkualitas tinggi yang dapat digunakan sebagai bahan baku di beberapa pabrik ban. Teknologi pengolahan bahan baku dan bahan bakar jelaga berbasis gas sintesis termal harus segera diimplementasikan. Penelitian lebih lanjut akan meliputi penyiapan bahan baku produksi gas pirosin dari tandan kosong kelapa sawit, optimalisasi produksi di reaktor karbon hitam untuk mencapai kualitas yang lebih baik, dan pengembangan ekstraksi karbon hitam dari jelaga.
Sumber: www.brin.go.id
Riset dan Inovasi
Dipublikasikan oleh Sirattul Istid'raj pada 06 Maret 2025
Humas BRIN di Tangsel, Jakarta, sebuah wilayah metropolitan yang padat penduduk di Asia Tenggara dan sekitarnya, mengidentifikasi polusi udara sebagai masalah serius. Pertumbuhan ekonomi yang pesat, urbanisasi yang cepat, dan mobilitas penduduk yang tinggi telah meningkatkan emisi gas dan partikel berbahaya ke atmosfer. Sumber polusi ini berasal dari aktivitas industri, lalu lintas, dan gaya hidup sehari-hari, yang menghasilkan emisi yang merusak kualitas udara. Tingkat partikel kecil dengan diameter kurang dari 2,5 mikrometer (PM 2.5) di wilayah Jakarta dan sekitarnya menjadi perhatian utama. Partikel PM 2.5 berasal dari berbagai sumber seperti knalpot kendaraan, industri, pembakaran biomassa, serta proses alami seperti debu dan bakteri. Kepadatan lalu lintas dan banyaknya industri di wilayah tersebut memperparah tingkat PM 2.5.
Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) bekerja sama dengan PT Nafas Applications India melalui Pusat Pengujian Teknologi dan Standar (PRTPS) untuk mengembangkan data sensor dan metode berbasis data dalam mempelajari sumber polusi. Kerjasama ini bertujuan untuk mengembangkan zona udara bersih di wilayah yang terkena dampak emisi energi tradisional. BRIN dan PT Nafas Application India akan memantau kualitas udara menggunakan data sensor dari berbagai sumber, yang kemudian digunakan untuk menyelidiki sumber pencemaran, termasuk menentukan sumber yang paling berkontribusi terhadap peningkatan PM 2.5. Selain itu, kerja sama ini bertujuan untuk menciptakan zona udara bersih di wilayah yang terkena dampak emisi energi tradisional. BRIN dan PT Nafas Application India akan bekerja sama dengan pemerintah daerah dan pemangku kepentingan lainnya untuk mengembangkan strategi mitigasi yang tepat untuk mengurangi tingkat PM 2.5.
Direktur Organization for Research on Energy and Manufacturing (OREM), Hasnan Abimanyu, menyatakan bahwa kemitraan ini akan memperkuat kontribusi BRIN dalam kemajuan teknologi dan penelitian terkait pengumpulan data. Sementara itu, CEO PT Nafas Applications India, Nathan Roestady, menggarisbawahi pentingnya kerja sama dengan BRIN dalam mengatasi masalah polusi udara yang kompleks. Teg Muttaky, direktur Pusat Penelitian Teknologi dan Standar Pengujian, menambahkan bahwa kerja sama ini merupakan langkah awal yang baik untuk tahun 2024. Kerjasama ini diharapkan dapat memberikan wawasan berharga dan langkah nyata dalam mengatasi permasalahan pencemaran udara di Jakarta dan sekitarnya, serta memberikan dasar untuk mengembangkan strategi mitigasi yang tepat untuk menjaga lingkungan yang lebih bersih dan sehat bagi seluruh masyarakat di wilayah tersebut.
Sumber: www.brin.go.id