Riset dan Inovasi
Dipublikasikan oleh Sirattul Istid'raj pada 26 Mei 2025
Pendahuluan
Sektor konstruksi memegang peranan vital dalam perekonomian global, namun terus menghadapi kritik mengenai efisiensi, keterlambatan proyek, dan minimnya inovasi. Disertasi doktoral Lena Borg (2015) dari KTH Royal Institute of Technology menjadi kontribusi penting dalam menganalisis bagaimana kontrak pengadaan dapat mendorong inovasi dan produktivitas sektor ini. Terdiri dari lima studi utama, karya ini mengurai hubungan antara desain kontrak, insentif inovasi, dan pengukuran produktivitas di sektor konstruksi Swedia. Resensi ini menyajikan ringkasan kritis, studi kasus, serta refleksi atas temuan dan dampak praktis dari penelitian tersebut.
Latar Belakang: Tantangan Konstruksi Global
Meskipun sektor konstruksi menyumbang 10% terhadap PDB global (UNEP, 2015), produktivitasnya stagnan dibanding sektor lain. Di Swedia, investasi konstruksi mencakup 9,6% dari PDB (2014), namun sektor ini dikenal konservatif dan lambat beradaptasi.
Beberapa kritik umum:
Ketidakpastian kontrak
Kualitas bangunan buruk
Kurangnya insentif inovasi
Ketidakakuratan data produktivitas
Dengan realitas ini, Lena Borg menawarkan pendekatan sistematis berbasis studi empiris dan kerangka teoritis untuk memahami dan memperbaiki kinerja sektor konstruksi.
Tujuan dan Ruang Lingkup Penelitian
Penelitian ini menjawab tiga pertanyaan utama:
Bagaimana desain kontrak pengadaan mempengaruhi inovasi?
Bagaimana cara mendorong inovasi "baik" dalam konstruksi?
Bagaimana mengukur produktivitas dengan lebih akurat?
Kelima studi dalam disertasi dibagi ke dalam tiga topik riset:
Kontrak Pengadaan
Inovasi
Produktivitas
Studi dan Temuan Utama
Strukturisasi Kontrak Pengadaan
Kontribusi utama adalah kerangka sistematis untuk mengklasifikasi kontrak berdasarkan:
Tanggung jawab desain vs konstruksi
Durasi kontrak (jangka pendek vs panjang)
Pembagian risiko
Kerangka ini membantu klien dan pembuat kebijakan memilih model kontrak yang tepat. Kontrak DBB (Design-Bid-Build) tetap dominan, meski terbukti kurang mendorong inovasi.
Kontrak Terpadu Berbasis Layanan
Studi ini mengevaluasi kontrak yang menggabungkan desain, konstruksi, dan pemeliharaan. Meski teorinya kontrak ini memberi insentif inovasi jangka panjang, praktiknya tidak otomatis meningkatkan profit.
Isu yang muncul:
Moral Hazard: Kontraktor mungkin menekan kualitas selama fase desain demi efisiensi jangka pendek.
Risiko Alih Tanggung Jawab: Kontrak terpadu bisa menjadi alat untuk mengalihkan risiko ke kontraktor, bukan menciptakan kolaborasi sejati.
Inovasi Baik vs Buruk
Kritik utama pada pendekatan konvensional adalah fokus pada kuantitas inovasi, bukan kualitasnya. Lena Borg mengusulkan klasifikasi inovasi:
Inovasi Baik: Meningkatkan kualitas, efisiensi jangka panjang, atau keberlanjutan.
Inovasi Buruk: Meningkatkan profit jangka pendek, namun menurunkan kinerja jangka panjang.
Temuan penting:
Insentif internal perusahaan lebih efektif mendorong inovasi daripada kebijakan pemerintah.
Transparansi dan klasifikasi inovasi dibutuhkan untuk menghindari "pseudo-innovations".
Studi Kasus Laundry di Apartemen Swedia
Perubahan regulasi mendorong pengembang beralih dari laundry komunal ke mesin cuci di unit. Ini inovatif secara desain namun memiliki:
Efek positif: Ruang lebih fleksibel bagi penghuni.
Efek negatif: Peningkatan penggunaan energi jika tidak diimbangi teknologi efisien.
Temuan ini menunjukkan bahwa inovasi desain bisa berdampak eksternal yang tidak terduga.
Akurasi Pengukuran Produktivitas
Produktivitas sektor konstruksi sering kali diremehkan karena pengukuran tidak memperhitungkan:
Peningkatan kualitas produk akhir
Kompleksitas desain
Efek geografis dan regulasi
Borg dan Song menyarankan penggabungan variabel kualitatif seperti fitur bangunan dalam indeks harga agar lebih mencerminkan nilai tambah sesungguhnya.
Analisis Lintas Studi
Kekuatan:
Studi menyeluruh berbasis data Swedia dan teori ekonomi organisasi.
Menjembatani kesenjangan antara akademik dan praktik industri.
Kelemahan:
Fokus geografis pada Swedia mengurangi generalisasi global.
Beberapa studi memiliki sampel kecil (misal: hanya dua wawancara pada Paper II).
Perbandingan dengan Studi Lain
Latham (UK, 1994) dan Egan Report (1998) juga mendorong kolaborasi kontraktual, sejalan dengan ide Borg.
Studi di Australia dan Kanada menekankan pendekatan terstandardisasi, mirip dengan kerangka kontrak di Paper I.
Di Indonesia, rendahnya produktivitas banyak dikaitkan dengan ketidakterpaduan proses desain dan pembangunan, mendukung argumen Borg mengenai pentingnya kontrak DB.
Implikasi Praktis
Rekomendasi untuk Sektor Konstruksi:
Gunakan Kontrak Terpadu Secara Selektif: Hindari penggunaan hanya untuk transfer risiko.
Kembangkan Sistem Evaluasi Inovasi: Fokus pada dampak jangka panjang, bukan sekadar jumlah.
Perbaiki Pengukuran Produktivitas: Tambahkan indikator kualitas dan kompleksitas.
Dorong Kolaborasi Lebih Awal: Libatkan kontraktor sejak fase desain untuk solusi yang efisien.
Tingkatkan Kompetensi Klien: Agar lebih mampu menilai solusi teknis jangka panjang.
Kesimpulan
Disertasi Lena Borg membuka diskusi penting mengenai akar permasalahan produktivitas dan inovasi sektor konstruksi. Ia menyoroti pentingnya membangun sistem insentif yang mendorong inovasi berkualitas dan pengukuran kinerja yang adil. Kontribusi utama terletak pada pemahaman bahwa keberhasilan kontrak bukan sekadar struktur formal, tetapi hasil dari interaksi kompleks antara desain kontrak, perilaku aktor, dan kondisi pasar.
Meski berfokus pada Swedia, temuan-temuan ini sangat relevan secara internasional, termasuk Indonesia, yang tengah gencar membenahi infrastruktur dan sistem pengadaan proyek.
Sumber Referensi
Borg, L. (2015). Procurement Contracts, Innovation and Productivity in the Construction Sector: Five Studies. Doctoral Thesis, KTH Royal Institute of Technology. https://www.diva-portal.org/smash/record.jsf?pid=diva2%3A853275
Riset dan Inovasi
Dipublikasikan oleh Sirattul Istid'raj pada 06 Maret 2025
Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) menegaskan pentingnya Indonesia meningkatkan strategi inovasi untuk menjadi negara yang tangguh dan tahan bencana. Menurut Direktur BPPT, Hammam Riza, upaya meningkatkan kapasitas dalam mengurangi kerentanan dan risiko bencana harus dilakukan melalui penelitian, pengembangan, dan penerapan program teknis di bidang kebencanaan. Hal ini termasuk kebijakan penelitian kebencanaan.
Webinar Strategi dan Inovasi Teknologi dijadwalkan diselenggarakan di Jakarta pada hari Kamis. Paradigma ekosistem inovasi bencana telah berubah, dengan semakin menyadari kebutuhan akan isu-isu kunci seperti pengembangan teknologi sistem peringatan dini multi-ancaman berbasis masyarakat, prakiraan berbasis dampak, peringatan berbasis risiko, dan sistem peringatan multi-bahaya global.
Hammam menekankan perlunya kebijakan dan strategi yang fokus pada penelitian kebencanaan setelah terbentuknya Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN). Tantangan ke depan adalah memasukkan hasil penelitian dan inovasi bencana Indonesia sebagai prioritas nasional dan mendorong inovasi nasional serta global untuk mengurangi risiko bencana.
Meskipun frekuensi bencana meningkat di Indonesia dan menimbulkan kerugian ekonomi, pemerintah tetap melaksanakan program pemulihan ekonomi secara menyeluruh di semua sektor selama pandemi. Oleh karena itu, sinergi diperlukan untuk mengantisipasi bencana dan meminimalisir dampaknya.
BPPT tengah mengembangkan teknologi kebencanaan dalam negeri, termasuk penerapan Sistem Peringatan Dini Tsunami Indonesia (InaTEWS), teknologi modifikasi cuaca, dan penerapan kecerdasan buatan dalam penanggulangan tsunami serta kebakaran hutan dan lahan (Kalhutla).
Sumber: mediaindonesia.com
Riset dan Inovasi
Dipublikasikan oleh Sirattul Istid'raj pada 06 Maret 2025
BRIN Dorong Inovasi Energi dan Manufaktur untuk Mendukung Indonesia Emas 2045.
Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) menjadi garda terdepan dalam mewujudkan visi Indonesia Emas 2045, khususnya dalam sektor energi dan manufaktur. Langkah ini merupakan bagian dari strategi pemerintah untuk mengoptimalkan potensi riset dan inovasi guna mencapai ketahanan ekonomi dan daya saing global. Melalui berbagai program penelitian yang didukung BRIN, para peneliti dan inovator Indonesia didorong untuk mengembangkan solusi inovatif di bidang energi dan manufaktur. Tujuan utamanya adalah memberikan kontribusi signifikan terhadap terciptanya industri yang berkelanjutan dan efisien, sejalan dengan pembangunan berkelanjutan.
Salah satu upaya yang dilakukan adalah penyelenggaraan Seri Webinar ENMA dengan tema "Energi". Acara ini diselenggarakan oleh Organization for Research in Energy and Manufacturing (OREM), yang bergerak dalam berbagai penelitian dan inovasi di bidang energi dan manufaktur. Webinar tersebut merupakan wadah untuk akuntabilitas, menerima masukan dari masyarakat, dan membina kolaborasi antara lembaga penelitian energi dan manufaktur dengan pemangku kepentingan terkait.
Dalam webinar tersebut, Direktur Pusat Penelitian Industri Proses dan Teknologi Manufaktur (PR TIPM), Heng Saputra, menjelaskan bahwa PRTIPM telah membentuk 16 kelompok penelitian yang mencakup berbagai aspek seperti bahan bakar, petrokimia, rantai pasok, dan teknologi manufaktur. Komitmen PRTIPM adalah menjadi pionir dalam mewujudkan visi Indonesia sebagai negara maju.
Selanjutnya, Direktur Pusat Penelitian Konversi dan Konservasi Energi (PR KKE), Chuk Supriyadi, menyoroti penelitiannya tentang optimalisasi sistem energi, energi terbarukan, dan konservasi energi. PR KKE berupaya menciptakan solusi efektif melalui kerja sama yang berkelanjutan.
Di sisi lain, Direktur Pusat Penelitian Teknologi Pengujian dan Standar (PR TPS), Teguh Muttaqie, menghadapi tantangan terkait tren, transisi, dan krisis energi. PR TPS menekankan pentingnya mengembangkan sistem manajemen energi yang responsif terhadap standar teknis dan kebutuhan energi yang terus berkembang. Dalam semangat "Indonesia Emas 2045", BRIN berkomitmen untuk menjadi katalis utama dalam terbentuknya ekosistem inovasi yang inklusif. BRIN berperan sentral dalam membentuk masa depan Indonesia sebagai negara maju dan berdaya saing global.
Sumber: www.brin.go.id
Riset dan Inovasi
Dipublikasikan oleh Sirattul Istid'raj pada 06 Maret 2025
Agus Kissmant, seorang peneliti di Pusat Penelitian Konversi dan Konservasi Energi Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), telah mengembangkan karbon hitam hijau sebagai bahan baku dari biomassa kelapa sawit. Karbon hitam tersebut digunakan sebagai pewarna dan penguat dalam produk non-ban, seperti ban mobil, ikat pinggang, tabung, dan barang-barang karet lainnya.
Pada acara monitoring dan evaluasi hibah penelitian kelapa sawit yang diselenggarakan oleh Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS) di Samaung Samadikun BRIN Bandung Sains dan Bidang Teknologi pada 10 hingga 11 Januari, Agus menjelaskan latar belakang penelitian ini. Dia menyoroti bahwa perkebunan kelapa sawit merupakan sumber biomassa yang sangat melimpah. Namun, limbah seperti daun-daun, tandan kosong, dan batang pohon kelapa sawit yang tersisa dari proses reboisasi belum dimanfaatkan secara optimal.
Agus menekankan bahwa limbah tandan kosong kelapa sawit yang mencapai 59 juta ton per tahun dapat diolah menjadi karbon hitam, menghasilkan sekitar 3 juta ton. Pengembangan teknologi ini dianggap sebagai potensi besar untuk meningkatkan ekspor Indonesia. Tujuan dari penelitian ini adalah mengembangkan teknologi produksi karbon hitam dari biomassa, dengan melakukan proses pirolisis biomassa di bagian hulu untuk mencapai efisiensi ekonomi yang optimal.
Agus menyoroti bahwa karbon hitam dari biomassa kelapa sawit menjadi pasar baru yang penting, terutama karena selama ini hanya tersedia dari bahan bakar fosil. Hal ini sejalan dengan upaya untuk mencapai net-zero emisi, yang menjadi prioritas saat ini. Teknologi produksi yang diusulkan melibatkan proses gasifikasi pada tandan kosong pada suhu rendah untuk menghasilkan gas sintesis dan minyak pirolisis atau tar. Gas sintesis digunakan sebagai bahan bakar dalam proses produksi, sementara minyak pirolisis berfungsi sebagai bahan baku.
Hasil dari penelitian tahun pertama telah menghasilkan karbon hitam berkualitas tinggi yang dapat digunakan sebagai bahan baku di beberapa pabrik ban. Teknologi pengolahan bahan baku dan bahan bakar jelaga berbasis gas sintesis termal harus segera diimplementasikan. Penelitian lebih lanjut akan meliputi penyiapan bahan baku produksi gas pirosin dari tandan kosong kelapa sawit, optimalisasi produksi di reaktor karbon hitam untuk mencapai kualitas yang lebih baik, dan pengembangan ekstraksi karbon hitam dari jelaga.
Sumber: www.brin.go.id
Riset dan Inovasi
Dipublikasikan oleh Sirattul Istid'raj pada 06 Maret 2025
Humas BRIN di Tangsel, Jakarta, sebuah wilayah metropolitan yang padat penduduk di Asia Tenggara dan sekitarnya, mengidentifikasi polusi udara sebagai masalah serius. Pertumbuhan ekonomi yang pesat, urbanisasi yang cepat, dan mobilitas penduduk yang tinggi telah meningkatkan emisi gas dan partikel berbahaya ke atmosfer. Sumber polusi ini berasal dari aktivitas industri, lalu lintas, dan gaya hidup sehari-hari, yang menghasilkan emisi yang merusak kualitas udara. Tingkat partikel kecil dengan diameter kurang dari 2,5 mikrometer (PM 2.5) di wilayah Jakarta dan sekitarnya menjadi perhatian utama. Partikel PM 2.5 berasal dari berbagai sumber seperti knalpot kendaraan, industri, pembakaran biomassa, serta proses alami seperti debu dan bakteri. Kepadatan lalu lintas dan banyaknya industri di wilayah tersebut memperparah tingkat PM 2.5.
Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) bekerja sama dengan PT Nafas Applications India melalui Pusat Pengujian Teknologi dan Standar (PRTPS) untuk mengembangkan data sensor dan metode berbasis data dalam mempelajari sumber polusi. Kerjasama ini bertujuan untuk mengembangkan zona udara bersih di wilayah yang terkena dampak emisi energi tradisional. BRIN dan PT Nafas Application India akan memantau kualitas udara menggunakan data sensor dari berbagai sumber, yang kemudian digunakan untuk menyelidiki sumber pencemaran, termasuk menentukan sumber yang paling berkontribusi terhadap peningkatan PM 2.5. Selain itu, kerja sama ini bertujuan untuk menciptakan zona udara bersih di wilayah yang terkena dampak emisi energi tradisional. BRIN dan PT Nafas Application India akan bekerja sama dengan pemerintah daerah dan pemangku kepentingan lainnya untuk mengembangkan strategi mitigasi yang tepat untuk mengurangi tingkat PM 2.5.
Direktur Organization for Research on Energy and Manufacturing (OREM), Hasnan Abimanyu, menyatakan bahwa kemitraan ini akan memperkuat kontribusi BRIN dalam kemajuan teknologi dan penelitian terkait pengumpulan data. Sementara itu, CEO PT Nafas Applications India, Nathan Roestady, menggarisbawahi pentingnya kerja sama dengan BRIN dalam mengatasi masalah polusi udara yang kompleks. Teg Muttaky, direktur Pusat Penelitian Teknologi dan Standar Pengujian, menambahkan bahwa kerja sama ini merupakan langkah awal yang baik untuk tahun 2024. Kerjasama ini diharapkan dapat memberikan wawasan berharga dan langkah nyata dalam mengatasi permasalahan pencemaran udara di Jakarta dan sekitarnya, serta memberikan dasar untuk mengembangkan strategi mitigasi yang tepat untuk menjaga lingkungan yang lebih bersih dan sehat bagi seluruh masyarakat di wilayah tersebut.
Sumber: www.brin.go.id
Riset dan Inovasi
Dipublikasikan oleh Sirattul Istid'raj pada 06 Maret 2025
Humas BRIN melaporkan bahwa Teknologi Organic Rankine Cycle (ORC) dianggap sebagai solusi potensial untuk energi baru terbarukan (EBT) yang efisien dan dapat diandalkan. Teknologi ini mampu menghasilkan listrik dari berbagai sumber panas, termasuk energi panas bumi, limbah panas, dan energi matahari. ORC adalah siklus termodinamika yang menggunakan cairan organik sebagai media kerja untuk menghasilkan listrik. Teknologi ini dapat digunakan pada berbagai rentang suhu panas, termasuk sumber panas yang tidak dapat dimanfaatkan dengan teknologi konvensional, seperti panas bumi suhu rendah dan limbah panas.
Untuk mendukung penelitian dan pengembangan teknologi ORC guna meningkatkan efisiensi dan kinerjanya, Organisasi Penelitian Energi dan Manufaktur (OREM) - Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) dan PT Bumi Resik Nusantara Raya (PT. BRNR) sepakat untuk bekerja sama. Mereka akan mengoptimalkan penggunaan listrik dan menghasilkan energi listrik yang lebih bersih dan terjangkau. Kesepakatan ini dituangkan dalam Memorandum of Understanding (MoU) yang ditandatangani pada Rabu (17 Januari 2021) di BJ Habibie Serpong KST.
Hasnan Abimanyu, Ketua OREM, menyatakan bahwa kemitraan ini merupakan langkah penting dalam mengeksplorasi potensi energi terbarukan. Xhaka, perwakilan PT Bumi Resik Nusantara Raya, menyambut baik kesempatan untuk berkolaborasi dengan BRIN dalam pengembangan teknologi ORC. Mereka berharap kerja sama ini dapat mencapai kemajuan signifikan dalam energi ramah lingkungan.
Proyek pengembangan prototipe turbin ORC yang dilakukan oleh tim kolaboratif ini diharapkan dapat memberikan dampak positif terhadap penyediaan listrik yang bersih dan terjangkau. Selain itu, kerja sama ini juga diharapkan dapat memfasilitasi pertukaran pengetahuan dan teknologi antara sektor publik dan swasta. Pengembangan turbin ORC kecil ini dianggap sebagai langkah maju dalam pengembangan energi terbarukan di Indonesia, yang diharapkan dapat membantu mengurangi ketergantungan pada energi fosil dan meningkatkan penggunaan energi terbarukan. Selain itu, diharapkan juga dapat memberikan manfaat ekonomi dan sosial yang signifikan bagi masyarakat setempat.
Sebagai informasi tambahan, kegiatan ini didukung oleh mekanisme RISPRO (Pendanaan Penelitian Inovatif-Produktif Komersial) - LPDP - dan kontribusi dari mitra PT. Bumi Resik Nusantara.
Sumber: www.brin.go.id