Rework

Analisis dan Perbaikan Kualitas Produk Keraton Luxury di PT. X Menggunakan Metode FMEA dan FTA

Dipublikasikan oleh Ririn Khoiriyah Ardianti pada 12 Maret 2025


Pendahuluan

Dalam dunia manufaktur, kualitas produk menjadi salah satu aspek krusial yang menentukan daya saing suatu perusahaan. PT. X, yang bergerak di bidang handmade manufacture, menghadapi permasalahan cacat produksi pada produk Keraton Luxury dengan tingkat rework di atas 5%. Masalah ini menyebabkan peningkatan biaya produksi, yang pada akhirnya berdampak pada harga jual dan daya saing produk.

Penelitian ini menggunakan dua metode analisis utama untuk mengidentifikasi dan mengatasi permasalahan cacat produksi: Failure Mode and Effect Analysis (FMEA) dan Fault Tree Analysis (FTA). Dengan metode ini, PT. X bertujuan untuk menemukan akar penyebab kegagalan serta merancang strategi perbaikan yang efektif.

Failure Mode and Effect Analysis (FMEA)

FMEA adalah teknik yang digunakan untuk mengidentifikasi potensi kegagalan dalam sistem, desain, atau proses sebelum produk mencapai konsumen. Metode ini membantu dalam memahami tiga aspek utama:

  1. Penyebab potensial kegagalan
  2. Dampak dari kegagalan tersebut
  3. Tingkat keparahan dampak kegagalan terhadap produk

Dalam konteks PT. X, FMEA diterapkan untuk menilai tingkat kegagalan dari setiap tahap produksi. Hasil dari analisis ini diperoleh dalam bentuk Risk Priority Number (RPN), yang dihitung berdasarkan faktor Severity (S), Occurrence (O), dan Detection (D):

RPN = S × O × D

Dari hasil perhitungan, ditemukan bahwa dua proses yang memiliki nilai RPN tertinggi adalah:

  • Pembelahan kayu (RPN = 60)
  • Pemberian cat dasar (RPN = 36)

Dua proses ini menjadi prioritas utama dalam strategi perbaikan kualitas.

 

 

Fault Tree Analysis (FTA)

FTA digunakan sebagai pendekatan deduktif untuk menemukan akar penyebab masalah melalui diagram pohon kesalahan. Diagram ini membantu mengidentifikasi faktor-faktor yang memicu terjadinya cacat produksi.

Hasil dari analisis FTA menunjukkan bahwa penyebab utama cacat produksi pada PT. X meliputi:

  • Faktor lingkungan: suhu ruang yang panas, kebisingan tinggi, dan pencahayaan yang kurang memadai.
  • Faktor manusia: kelelahan operator akibat beban kerja yang berlebihan.
  • Faktor teknis: ketajaman pisau mesin yang kurang optimal, proses penyemprotan cat yang tidak sesuai, dan spesifikasi material yang tidak seragam.

Studi Kasus: Implementasi Perbaikan dan Dampaknya

Sebagai contoh penerapan hasil penelitian, perusahaan dapat mengadopsi beberapa strategi berikut:

1. Optimalisasi Lingkungan Kerja

  • Menyediakan sistem ventilasi yang lebih baik untuk mengurangi suhu panas.
  • Mengurangi tingkat kebisingan dengan pemasangan peredam suara di area produksi.
  • Menambah pencahayaan di area pengecatan untuk meningkatkan akurasi pekerjaan operator.
  • Memastikan suhu ruangan tetap stabil dengan penggunaan sistem pendingin udara atau kipas industri.

2. Peningkatan Standar Operasional Prosedur (SOP)

  • Menjadwalkan pemeliharaan rutin pada mesin pemotong untuk memastikan pisau tetap tajam.
  • Melakukan pelatihan berkala bagi operator untuk meningkatkan pemahaman mereka terhadap teknik pengecatan yang benar.
  • Memastikan pengawasan ketat terhadap penggunaan bahan baku agar sesuai dengan standar kualitas yang ditetapkan.
  • Mengembangkan sistem pelaporan kualitas yang lebih transparan dan cepat agar cacat produksi dapat segera diidentifikasi dan diperbaiki.

3. Manajemen Beban Kerja Karyawan

  • Menyediakan waktu istirahat yang lebih terstruktur guna mengurangi kelelahan operator.
  • Membagi tugas produksi lebih merata untuk menghindari beban kerja yang terlalu berat pada individu tertentu.
  • Meningkatkan insentif dan penghargaan bagi karyawan untuk meningkatkan motivasi kerja.
  • Menerapkan sistem rotasi kerja agar operator tidak bekerja di satu posisi dalam jangka waktu yang terlalu lama.

Dengan implementasi strategi ini, diharapkan dapat terjadi penurunan signifikan dalam tingkat rework dan peningkatan efisiensi produksi.

Dampak dan Implikasi Industri

Jika PT. X berhasil menerapkan solusi berdasarkan hasil FMEA dan FTA, dampak positif yang bisa diperoleh meliputi:

  • Penurunan biaya rework: Dengan mengurangi jumlah produk yang perlu diperbaiki, perusahaan dapat menghemat jutaan rupiah per bulan.
  • Peningkatan efisiensi produksi: Proses produksi menjadi lebih lancar dan waktu pengerjaan lebih singkat.
  • Daya saing meningkat: Dengan produk yang lebih berkualitas dan harga yang lebih kompetitif, PT. X dapat memperluas pasar, terutama di wilayah Timur Tengah yang menjadi target utama mereka.
  • Peningkatan kepercayaan pelanggan: Dengan kualitas yang lebih konsisten, pelanggan akan lebih loyal dan cenderung merekomendasikan produk kepada pihak lain.
  • Peluang ekspansi bisnis: Dengan kualitas produk yang lebih baik, PT. X dapat memperluas jangkauan pasar ke negara-negara lain dengan standar kualitas yang lebih ketat.
  • Efisiensi rantai pasok: Pengelolaan produksi yang lebih baik dapat mengoptimalkan rantai pasok, mengurangi pemborosan bahan baku, serta meningkatkan keberlanjutan operasional.
  • Keunggulan kompetitif jangka panjang: Dengan perbaikan kualitas yang berkelanjutan, PT. X dapat mempertahankan posisinya sebagai pemain utama dalam industri manufaktur handmade.

Kesimpulan

Penelitian ini membuktikan bahwa pendekatan FMEA dan FTA merupakan metode yang efektif dalam mengidentifikasi dan mengatasi permasalahan cacat produksi di PT. X. Dengan mengimplementasikan rekomendasi yang telah dirancang, perusahaan dapat mengurangi biaya rework, meningkatkan efisiensi produksi, dan memperkuat daya saingnya di pasar global.

Sebagai langkah lanjut, PT. X disarankan untuk terus memonitor efektivitas strategi perbaikan yang diterapkan serta beradaptasi dengan tren industri dan teknologi terbaru dalam manajemen kualitas. Selain itu, investasi dalam sistem manajemen mutu berbasis teknologi seperti Artificial Intelligence (AI) dan Internet of Things (IoT) dapat membantu perusahaan meningkatkan kontrol kualitas secara real-time dan lebih efisien.

 

Referensi:

  • Kotler, P. (2009). Manajemen Pemasaran. Jakarta: Erlangga.
  • Stamatis, D.H. (1995). Failure Mode and Effect Analysis: FMEA from Theory to Execution. Milwaukee: ASQC Quality.
  • Jurnal Reka Integra, Institut Teknologi Nasional Bandung, Vol. 3, No. 3, Juli 2015.
Selengkapnya
Analisis dan Perbaikan Kualitas Produk Keraton Luxury di PT. X Menggunakan Metode FMEA dan FTA
page 1 of 1