Rekontruksi Pascabencana
Dipublikasikan oleh Wafa Nailul Izza pada 30 Mei 2025
Pendahuluan: Rekonstruksi Pascabencana dan Tantangan Multidimensi di Indonesia
Indonesia, sebagai negara kepulauan dengan risiko bencana tinggi, kerap menghadapi tantangan serius dalam upaya pemulihan pascabencana. Proses rekonstruksi pascabencana bukan sekadar membangun kembali infrastruktur fisik, tetapi juga memulihkan sistem sosial, ekonomi, dan kelembagaan. Paper karya Herlita Prawenti dkk., berjudul Issues and Problems Affecting Post-Disaster Reconstruction Activities in Indonesia yang dipublikasikan dalam IOP Conference Series: Earth and Environmental Science (2023), menyajikan analisis kuantitatif terhadap berbagai kendala yang memengaruhi keberhasilan proyek rekonstruksi pascabencana di Indonesia.
Resensi ini akan mengupas secara mendalam temuan, metodologi, serta memberikan opini kritis dan solusi alternatif berbasis tren global dan pengalaman lokal.
Latar Belakang: Rekonstruksi sebagai Fondasi Ketahanan Jangka Panjang
Prawenti menegaskan bahwa rekonstruksi adalah fase penting dalam siklus manajemen bencana, di mana proses ini bertujuan mengembalikan kondisi sosial dan infrastruktur ke level yang lebih baik dari sebelumnya. Namun, proses ini penuh ketidakpastian dan berisiko gagal jika tidak direncanakan dan dikelola secara sistematis. Studi ini menggunakan pendekatan gabungan (mixed methods), yakni studi literatur, penyebaran kuesioner kepada 26 responden dari BPBD, Kementerian PUPR, dan pihak pelaksana proyek, serta analisis menggunakan metode Relative Importance Index (RII).
Temuan Utama: Enam Aspek Penghambat Rekonstruksi Pascabencana
Peneliti mengelompokkan 41 variabel masalah ke dalam enam aspek utama:
1. Periode Konstruksi
2. Manajemen dan Perencanaan
3. Regulasi
4. Pertanahan
5. Kesehatan dan Keselamatan
6. Keuangan
Semua variabel masuk dalam kategori tingkat pengaruh tinggi-menengah (High-Medium/H–M), artinya masing-masing berpotensi signifikan menghambat keberhasilan rekonstruksi.
1. Aspek Periode Konstruksi: Titik Rawan Kegagalan Implementasi
Aspek ini mencakup 19 indikator dengan nilai RII rata-rata 0.725. Masalah dominan yang teridentifikasi meliputi:
Contoh nyata dapat ditemukan pada proyek rekonstruksi pasca gempa Palu 2018, di mana pelaksanaan pembangunan hunian tetap (huntap) tertunda selama lebih dari satu tahun karena keterbatasan SDM dan buruknya koordinasi lapangan.
2. Aspek Manajemen dan Perencanaan: Minimnya Basis Data dan Strategi
Dari lima indikator, masalah paling menonjol adalah:
Ketiadaan basis data membuat penentuan prioritas dan penyaluran bantuan menjadi lambat. Studi Bilau (2015) menyebut bahwa sistem informasi kerusakan yang buruk menyebabkan penundaan alokasi dana dan keputusan proyek.
3. Aspek Regulasi: Ketidaksiapan Kebijakan dan Kapasitas Lembaga
Empat indikator diidentifikasi dalam aspek ini. Yang tertinggi adalah:
4. Aspek Pertanahan: Legalitas dan Nilai Tanah Jadi Masalah Kritis
Lima indikator diulas, dengan penekanan pada:
Masalah ini sangat terasa pada program relokasi korban erupsi Gunung Merapi, di mana pembebasan lahan membutuhkan waktu bertahun-tahun dan memicu konflik sosial.
5. Aspek Kesehatan dan Keselamatan: Risiko Lingkungan dan Geologis
Masalah yang mencuat di aspek ini antara lain:
Hal ini berhubungan erat dengan pembangunan kembali di daerah terpencil seperti Kepulauan Mentawai atau Papua, di mana akses logistik dan bahaya alam menjadi hambatan besar.
6. Aspek Keuangan: Keterlambatan Pencairan Dana dan Biaya Tak Terduga
Tiga indikator penting:
Aspek ini menunjukkan nilai RII terendah dari seluruh aspek, tetapi tetap masuk kategori pengaruh sedang-tinggi. Realisasi anggaran sering terhambat oleh proses birokrasi atau ketidaksiapan skema pendanaan lintas sektor.
Analisis Tambahan: Keterhubungan Antar Aspek
Menariknya, hasil analisis menunjukkan bahwa aspek periode konstruksi memiliki pengaruh dominan terhadap keseluruhan proses rekonstruksi. Namun, akar masalahnya justru berasal dari aspek manajemen dan regulasi. Artinya, kegagalan teknis di lapangan lebih sering disebabkan oleh kelemahan dalam tahap perencanaan dan kelembagaan.
Opini Kritis: Kelebihan dan Keterbatasan Penelitian
Penelitian ini memiliki kekuatan pada penggabungan pendekatan kuantitatif dan kualitatif. Penggunaan RII sebagai metode skoring memudahkan identifikasi variabel krusial. Namun, ada beberapa hal yang dapat ditingkatkan:
Rekomendasi Praktis dan Strategi Solusi
1. Digitalisasi Basis Data Kerusakan: Membangun sistem dashboard nasional berbasis GIS untuk mencatat dan memetakan kerusakan secara real-time.
2. Penerapan Standar Rekonstruksi: Menyusun SOP nasional yang menjadi acuan lintas daerah, dengan melibatkan akademisi, praktisi, dan pemerintah daerah.
3. Reformasi Regulasi Multi-Level: Sinkronisasi peraturan pusat dan daerah melalui sistem policy harmonization portal.
4. Skema Pendanaan Inovatif: Mendorong pemanfaatan disaster bond, dana kontinjensi daerah, dan kerjasama dengan sektor swasta melalui model Public-Private Partnership (PPP).
5. Pelibatan Masyarakat: Rekonstruksi berbasis komunitas terbukti lebih efektif dalam mempercepat pemulihan sosial dan mencegah konflik lahan.
6. Integrasi Teknologi Konstruksi: BIM (Building Information Modeling) dan drone monitoring perlu diintegrasikan untuk meningkatkan efisiensi dan akurasi pelaksanaan proyek.
Kesimpulan: Membangun Ketangguhan Melalui Rekonstruksi yang Terstruktur dan Inklusif
Paper ini memberikan kontribusi penting dalam memetakan hambatan rekonstruksi pascabencana di Indonesia. Dengan pendekatan yang sistematis dan berbasis data, studi ini menunjukkan bahwa tantangan rekonstruksi bukan semata-mata persoalan teknis, melainkan akumulasi dari isu manajerial, kelembagaan, finansial, hingga partisipasi masyarakat.
Ke depan, strategi rekonstruksi perlu diarahkan pada sinergi multi-pihak, digitalisasi proses, dan penguatan kapasitas lokal agar pemulihan pascabencana tidak sekadar membangun kembali, tetapi juga meningkatkan ketangguhan bangsa.
Sumber Asli Paper:
Prawenti, H., Susilowati, F., Jannah, R. M., & Susanto, S. H. (2023). Issues and Problems Affecting Post-Disaster Reconstruction Activities in Indonesia. IOP Conf. Series: Earth and Environmental Science, 1244, 012039. https://doi.org/10.1088/1755-1315/1244/1/012039