Reformasi Air

Mengapa Kota Gagal Atasi Krisis Air? Ini Peran Friksi Kelembagaan yang Sering Diabaikan

Dipublikasikan oleh Dewi Sulistiowati pada 29 Juli 2025


Air Bukan Cuma Masalah Teknologi

Krisis air kota bukan hanya disebabkan oleh kekurangan air atau infrastruktur fisik yang usang. Sebuah studi terbaru dari tiga kota di Phoenix Metropolitan Area menunjukkan bahwa friksi kelembagaan—yaitu hambatan dalam pengambilan keputusan karena biaya politik dan institusional—berperan besar dalam menentukan seberapa baik kota merespons krisis pasokan air.

Manajemen air urban modern tidak cukup mengandalkan teknologi. Ia juga butuh tata kelola yang responsif dan fleksibel.

Konsep Friksi Kelembagaan dalam Sistem Sosio-Hidrologi

Friksi kelembagaan adalah resistensi internal dalam organisasi atau institusi yang memperlambat tindakan, meski krisis sudah tampak jelas. Contohnya: butuh bertahun-tahun untuk menyetujui kenaikan tarif air, walau pasokan kritis.

Dalam sistem sosio-hidrologi perkotaan, ada dua jenis umpan balik penting:

  • Operasional: Bagaimana air dikonsumsi, dihemat, dan dialirkan.
  • Politik-ekonomi: Bagaimana keputusan seperti investasi dan tarif dibuat.

Model ini menggabungkan keduanya melalui pendekatan Coupled Infrastructure Systems (CIS), mencakup aliran air, informasi, dan investasi.

Tiga Keputusan Kunci yang Diuji Model

Peneliti membangun Urban Water Infrastructure Investment Model (UWIIM) untuk memetakan pengaruh kelembagaan terhadap:

  1. Investasi Infrastruktur
  2. Penetapan Tarif
  3. Pembatasan Konsumsi (curtailment)

Masing-masing keputusan diuji terhadap dua parameter:

  • Biaya institusional (ϵ): Seberapa besar hambatan untuk bertindak.
  • Fleksibilitas institusi (λ): Seberapa cepat institusi merespons krisis.

Studi Kasus: Tiga Kota di Wilayah Phoenix

Model diterapkan pada tiga kota:

  • Phoenix (kota besar, akses air luas)
  • Scottsdale (akses air baik, ketergantungan tinggi pada air tanah)
  • Queen Creek (kecil, tumbuh cepat, bergantung pada kredit air tanah)

Ketiganya menghadapi ancaman penurunan drastis pasokan dari Sungai Colorado akibat perubahan iklim dan pembatasan alokasi.

Hasil Utama: Sensitivitas vs Fleksibilitas

1. Phoenix

  • Andalkan pasokan dari SRP dan CAP.
  • Sensitivitas rendah terhadap pemotongan air karena redundansi pasokan tinggi.
  • Namun, kelembagaan lambat bisa meningkatkan beban tarif jika respon investasi tertunda.

2. Scottsdale

  • Bergantung pada air tanah saat CAP dipotong.
  • Sensitivitas tinggi terhadap harga, karena harus berinvestasi besar untuk menangani kekurangan.
  • Jika friksi institusional tinggi, investasi tertunda dan tarif meningkat tajam di masa depan.

3. Queen Creek

  • Kecil tapi agresif dalam investasi.
  • Tanpa friksi kelembagaan, mampu beradaptasi meski pemotongan CAP besar.
  • Saat ϵ dan λ meningkat, respons investasi tertunda → memicu kekurangan air dan tarif melonjak.

Studi Kuantitatif: Pengaruh Parameter Friksi

Model menunjukkan bahwa:

  • Kenaikan ϵ2 (biaya institusional untuk investasi) hingga 0.5 bisa menunda aksi hingga pasokan hanya 60% dari kebutuhan.
  • λ tinggi membuat institusi terlalu kaku: tidak merespons kecuali krisis sudah parah.
  • Kombinasi ϵ tinggi + λ tinggi = Resep bencana: lambat bertindak, mahal, dan tidak efektif.

📌 Contoh:

Queen Creek kehilangan mayoritas pasokan CAP saat terjadi pemotongan 20%. Jika fleksibilitas institusi rendah (λ tinggi), kota harus menaikkan tarif hingga 0,69% untuk setiap 1% pemotongan air jauh lebih mahal dibanding kota lain.

Implikasi Lebih Luas untuk Kota Lain

Studi ini memperkuat argumen bahwa kelembagaan yang adaptif jauh lebih penting daripada sekadar memiliki banyak sumber air. Kota dengan pasokan terbatas bisa lebih tangguh jika:

  • Proses pengambilan keputusan cepat
  • Struktur tarif fleksibel
  • Investasi bisa dieksekusi tanpa birokrasi berlebihan

Kritik terhadap Model Konvensional

Sebagian besar model manajemen air hanya melihat umpan balik operasional:

Berapa banyak air yang dibutuhkan? Bagaimana menyalurkannya?

Namun, proses pengambilan kebijakan—termasuk debat politik, pengesahan anggaran, penolakan publik—sering diabaikan, padahal itulah sumber masalah sebenarnya.

Saran untuk Reformasi Manajemen Air Perkotaan

1. Bangun Protokol Respons yang Jelas

  • Atur ambang batas tindakan: Jika penurunan air mencapai X%, maka lakukan Y
  • Hindari “lampu mati” birokrasi: institusi harus punya response rules yang fleksibel

2. Kurangi Biaya Keputusan Politik

  • Buat jalur investasi cepat untuk proyek krusial
  • Bangun kepercayaan publik agar kenaikan tarif bisa diterima jika dibutuhkan

3. Perkuat Sistem Informasi

  • Alirkan data secara real-time ke pengambil kebijakan
  • Edukasi publik tentang konsekuensi dari tidak bertindak

Kesimpulan: Institusi Bisa Jadi Solusi atau Sumber Masalah

Krisis air kota tidak hanya soal pasokan. Ia adalah soal:

  • Bagaimana kota membuat keputusan
  • Seberapa cepat bertindak
  • Bagaimana sistem politik memroses informasi dan tekanan publik

Friksi kelembagaan adalah variabel tersembunyi yang menentukan apakah kota akan bertahan atau tumbang di tengah krisis air.

📚 Sumber Asli:

Wiechman, A., Alonso Vicario, S., Anderies, J. M., Garcia, M., Azizi, K., & Hornberger, G. (2024). Institutional Dynamics Impact the Response of Urban Socio‐Hydrologic Systems to Supply Challenges. Water Resources Research, 60, e2023WR035565.

Selengkapnya
Mengapa Kota Gagal Atasi Krisis Air? Ini Peran Friksi Kelembagaan yang Sering Diabaikan
page 1 of 1