Predictive Maintenance & Digital Twin

Machine Learning untuk Predictive Maintenance di Industri Manufaktur

Dipublikasikan oleh Anjas Mifta Huda pada 09 September 2025


Dalam dunia manufaktur modern, mesin adalah tulang punggung operasional. Tanpa mesin yang bekerja optimal, rantai produksi bisa terganggu, target produksi meleset, dan perusahaan menanggung kerugian besar. Salah satu masalah terbesar adalah downtime tidak terencana atau waktu berhentinya mesin karena kerusakan mendadak. Dalam paper ini disebutkan bahwa biaya downtime bisa mencapai 50.000 dolar per jam. Angka ini bukan main, dan bisa bikin perusahaan besar sekalipun kelabakan kalau masalahnya sering terjadi.

Di sinilah Predictive Maintenance (PdM) atau pemeliharaan prediktif muncul sebagai solusi. Predictive maintenance adalah pendekatan pemeliharaan yang memanfaatkan data sensor, algoritma statistik, dan terutama machine learning (ML) untuk memprediksi kapan mesin akan mengalami kerusakan. Jadi, daripada nunggu mesin rusak lalu diperbaiki (reactive maintenance), atau rutin memperbaiki meski mesin masih sehat (preventive maintenance), predictive maintenance berusaha tepat waktu—memperbaiki hanya saat mesin benar-benar mendekati batas aman.

Paper ini berjudul “Machine Learning based Predictive Maintenance in Manufacturing Industry” karya Nadeem Iftikhar, Yi-Chen Lin, dan Finn Ebertsen Nordbjerg, yang dipublikasikan di konferensi IN4PL 2022. Penelitian ini tidak hanya menjelaskan teori, tapi juga langsung menguji berbagai algoritma machine learning pada dataset nyata, seperti data baterai lithium-ion dari NASA dan data bearing dari Case Western Reserve University. Dengan begitu, hasilnya bisa lebih dipercaya untuk aplikasi di dunia industri.

Metodologi CRISP-DM: Dari Tujuan Bisnis ke Implementasi

Salah satu kekuatan utama paper ini adalah penggunaan metodologi CRISP-DM (Cross Industry Standard Process for Data Mining). CRISP-DM adalah kerangka kerja yang sering dipakai dalam proyek data science, termasuk machine learning. Tahapan utamanya ada enam:

  1. Business Understanding (Pemahaman Bisnis)
    Banyak proyek ML gagal karena langsung fokus pada data dan algoritma, tanpa memahami kebutuhan bisnis. Dalam PdM, tujuan bisa beragam: mengurangi downtime, memperpanjang umur mesin, atau mengurangi biaya perawatan. Paper ini menekankan pentingnya menentukan business goals dulu sebelum kumpulin data.
  2. Data Understanding (Pemahaman Data)
    Setelah tahu tujuannya, langkah berikutnya adalah memahami data yang tersedia. Data bisa datang dari sensor yang sudah terpasang, atau perusahaan perlu pasang sensor baru. Misalnya, sensor getaran pada bearing atau sensor suhu pada mesin motor listrik. Pertanyaan kunci: apakah data yang ada cukup untuk menjawab tujuan bisnis?
  3. Data Preparation (Persiapan Data)
    Data jarang langsung bisa dipakai. Biasanya ada noise (gangguan), data hilang, atau perlu direkayasa ulang menjadi feature (fitur penting). Paper ini mencontohkan penggunaan feature engineering untuk memilih fitur yang relevan, misalnya siklus pengisian baterai lithium-ion sebagai indikator utama penurunan kapasitas.
  4. Modeling (Pemodelan)
    Di tahap ini, algoritma ML dipilih sesuai kebutuhan. Ada beberapa model:
    • Similarity model → membandingkan pola data mesin dengan pola kegagalan yang sudah diketahui.
    • Degradation model → memanfaatkan indikator kerusakan seperti ambang batas getaran atau kapasitas baterai.
    • Survival model → menghitung probabilitas mesin bertahan hidup sampai waktu tertentu.
    • Classification model → memprediksi apakah mesin akan gagal dalam periode tertentu.
  5. Evaluation (Evaluasi)
    Model harus diuji akurasinya. Paper ini menggunakan metrik seperti Root Mean Square Error (RMSE), R²-score, Precision, Recall, dan F1-score. Dengan evaluasi ini, peneliti bisa tahu model mana yang benar-benar layak dipakai.
  6. Deployment (Penerapan)
    Setelah model terpilih, model dipasang di sistem produksi. Tapi pekerjaan tidak berhenti di sini. Model harus dipantau terus karena kondisi mesin dan lingkungan bisa berubah. Jadi PdM harus dinamis, bukan sekali jadi.

Bagi dunia industri, CRISP-DM sangat membantu karena menyatukan kepentingan teknis dan bisnis. Proyek tidak berhenti di tingkat “coba-coba algoritma,” tapi sampai ke tahap benar-benar dipakai untuk menekan biaya produksi.

Machine Learning dalam Predictive Maintenance

Predictive maintenance dengan ML bisa dibagi jadi tiga pendekatan:

1. Supervised Learning (Pembelajaran Terawasi)

Supervised learning butuh data berlabel—artinya, data punya catatan apakah mesin normal atau rusak. Ada dua jenis utama:

  • Regression-based Models (Model Regresi)
    Dipakai untuk menghitung Remaining Useful Life (RUL), yaitu perkiraan berapa lama lagi mesin bisa digunakan sebelum gagal. Contoh: prediksi umur baterai lithium-ion sampai kapasitasnya turun 70% dari kondisi awal.
  • Classification-based Models (Model Klasifikasi)
    Dipakai untuk menjawab pertanyaan: “Apakah mesin akan gagal dalam X jam ke depan?” Bisa berupa klasifikasi biner (ya/tidak) atau multi-class (dalam 5 jam, 10 jam, atau 15 jam).

2. Unsupervised Learning (Pembelajaran Tak Terawasi)

Kadang perusahaan tidak punya data berlabel. Dalam kasus ini, unsupervised learning bisa dipakai untuk mendeteksi anomali atau perilaku mesin yang tidak biasa. Ada tiga tipe anomali yang dijelaskan:

  • Point anomaly → satu data aneh, misalnya lonjakan suhu tiba-tiba.
  • Collective anomaly → serangkaian data yang menyimpang, misalnya 5 jam berturut-turut getaran tinggi.
  • Contextual anomaly → data normal dalam konteks tertentu, tapi tidak wajar dalam konteks lain, misalnya konsumsi listrik rendah di siang hari ketika pabrik harusnya beroperasi penuh.

3. Semi-Supervised Learning

Pendekatan ini gabungan. Biasanya dipakai untuk novelty detection: model dilatih dengan data normal, lalu diuji pada data normal dan abnormal. Ini sering jadi solusi kalau data rusak terbatas.

Eksperimen dan Hasil

Estimasi RUL pada Baterai Lithium-Ion

Dataset yang dipakai adalah NASA Li-ion Battery. Ada 164 siklus, lebih dari 11.000 data poin, dengan 10 fitur. Fokus penelitian ada pada proses discharge (pengosongan daya), karena lebih konsisten untuk analisis kapasitas.

Hasil penting:

  • Support Vector Regression (SVR) dipilih sebagai model utama.
  • Setelah dilakukan dimension reduction (pengurangan fitur), performa model tetap sama, tapi waktu komputasi turun drastis 99% (dari 3 menit jadi 0,4 detik).
  • Model terbaik adalah SGDRegressor dengan data yang sudah direduksi, karena memberikan kombinasi akurasi tinggi (R² positif) dan error rendah.

👉 Relevansi industri: produsen kendaraan listrik bisa tahu kapan baterai perlu diganti sebelum kapasitas anjlok, sehingga menghindari keluhan konsumen dan menjaga keandalan produk.

Prediksi Time-To-Failure (TTF) pada Bearing

Dataset berasal dari Case Western Reserve University (CWRU). Total ada 250.000 data poin dengan label normal dan rusak (50% masing-masing). Bearing dipilih karena menurut literatur, 30–40% kerusakan mesin disebabkan oleh bearing.

Hasil model:

  • Decision Tree → akurasi 87,5%, F1-score 0,88.
  • Random Forest → akurasi 84,35%, F1-score 0,84.
  • Logistic Regression → akurasi jeblok, cuma 46,4%.

👉 Relevansi industri: pabrik bisa menghindari kerusakan mendadak pada bearing yang biayanya bisa mencapai puluhan ribu dolar per jam.

Anomaly Detection pada Data Bearing

Untuk eksperimen ini, label kerusakan dihapus agar data murni untuk unsupervised learning. Model yang diuji:

  • One-Class SVM → F1-score 0,73.
  • Elliptic Envelope → F1-score 0,72.
  • Isolation Forest → terbaik dengan akurasi 67,42% dan F1-score 0,75.
  • Local Outlier Factor (LOF) → F1-score 0,66.

👉 Relevansi industri: cocok untuk pabrik yang baru mulai menerapkan PdM tapi belum punya data historis lengkap.

Analisis Kritis

Kekuatan Paper

  1. Kombinasi teori dan praktik → tidak hanya menjelaskan konsep ML, tapi juga menguji pada dataset nyata.
  2. Efisiensi komputasi → menunjukkan betapa pentingnya feature selection dan dimension reduction.
  3. Pendekatan komprehensif → mencakup supervised, unsupervised, dan semi-supervised learning.

Keterbatasan Paper

  1. Skalabilitas belum diuji → bagaimana performa jika diterapkan ke ribuan mesin real-time?
  2. Data publik → dataset seperti NASA dan CWRU bagus, tapi kondisi nyata di pabrik bisa jauh lebih kompleks.
  3. Deep learning belum dieksplorasi → padahal teknik seperti LSTM atau CNN sangat potensial untuk data sensor time-series.

Dampak Nyata untuk Industri

Hasil penelitian ini bisa langsung dipakai di berbagai sektor:

  • Industri otomotif → prediksi umur bearing dan baterai.
  • Energi → turbin angin dan generator bisa dipantau lebih akurat.
  • Elektronik → umur baterai smartphone dan laptop bisa diestimasi.
  • Manufaktur berat → pabrik baja, kimia, atau tekstil bisa hindari downtime mendadak.

Dengan implementasi PdM berbasis ML, perusahaan bisa:

  • Mengurangi downtime hingga puluhan ribu dolar per jam.
  • Menghemat biaya perawatan dengan pemeliharaan berbasis kebutuhan.
  • Memperpanjang umur mesin dan meningkatkan efisiensi produksi.

Kesimpulan

Paper ini berhasil menunjukkan bahwa machine learning adalah kunci masa depan predictive maintenance di industri manufaktur. Dengan supervised learning, perusahaan bisa prediksi umur pakai mesin (RUL) dan waktu kegagalan (TTF). Dengan unsupervised learning, perusahaan tetap bisa deteksi anomali walaupun data kerusakan minim.

Kunci utamanya adalah menggabungkan tujuan bisnis, ketersediaan data, dan pemilihan algoritma yang tepat. Tanpa sinkronisasi tiga faktor ini, proyek PdM bisa gagal meski teknologinya canggih.

Untuk riset berikutnya, penulis menyarankan eksplorasi deep learning dan pengujian pada skala besar dengan sistem real-time.

📌 Sumber Paper:
Iftikhar, N., Lin, Y., & Nordbjerg, F. (2022). Machine Learning based Predictive Maintenance in Manufacturing Industry. In Proceedings of the 3rd International Conference on Innovative Intelligent Industrial Production and Logistics (IN4PL 2022), pp. 85–93. DOI: 10.5220/0011537300003329

Selengkapnya
Machine Learning untuk Predictive Maintenance di Industri Manufaktur

Predictive Maintenance & Digital Twin

Digital Twin untuk Prognostik Mesin dengan Data Run-to-Failure Terbatas

Dipublikasikan oleh Anjas Mifta Huda pada 14 Agustus 2025


industri manufaktur global sedang berada di tengah gelombang transformasi besar yang dikenal sebagai Industri 4.0. Era ini ditandai dengan integrasi teknologi digital seperti Internet of Things (IoT), Artificial Intelligence (AI), Big Data, Cloud Computing, dan sistem Cyber-Physical Systems (CPS) ke dalam proses produksi. Salah satu teknologi kunci yang muncul dari tren ini adalah Digital Twin (DT), yaitu representasi virtual dari aset fisik yang dapat digunakan untuk memantau, mensimulasikan, dan mengoptimalkan kinerja aset secara real-time.

Digital Twin bukan sekadar model 3D atau simulasi statis. Ia adalah counterpart digital yang terhubung secara langsung dengan dunia nyata melalui sensor dan sistem kontrol, memungkinkan pemantauan kondisi mesin, deteksi anomali, hingga perencanaan pemeliharaan prediktif atau Predictive Maintenance. Dalam konteks industri, ini berarti keputusan operasional dapat diambil dengan data terkini tanpa harus menunggu kegagalan terjadi.

Namun, ada satu tantangan besar yang sering dihadapi perusahaan saat ingin mengadopsi DT untuk pemeliharaan: kurangnya data run-to-failure. Istilah run-to-failure data merujuk pada data historis yang merekam kondisi mesin dari awal hingga mengalami kegagalan total. Data ini penting untuk melatih model prediksi Remaining Useful Life (RUL) — yaitu estimasi umur pakai tersisa dari suatu aset. Masalahnya, tidak semua mesin memiliki data ini. Misalnya:

  • Mesin baru yang belum pernah gagal.
  • Peralatan dengan reliabilitas tinggi sehingga jarang rusak.
  • Aset yang beroperasi di industri di mana kegagalan bisa berdampak fatal, sehingga dicegah dengan pemeliharaan ketat.

Inilah celah yang diidentifikasi Ignacio Vega Ortega dalam penelitiannya di Politecnico di Milano. Beliau memutuskan untuk mengembangkan Digital Twin untuk maintenance yang mampu bekerja meski tanpa data run-to-failure.

Tujuan Penelitian

Penelitian ini memiliki dua tujuan utama:

  1. Menyediakan panduan lengkap membangun Digital Twin untuk pemeliharaan dari tahap awal (akuisisi data) hingga tahap akhir (dukungan pengambilan keputusan), mengikuti kerangka standar MIMOSA OSA-CBM (Open System Architecture for Condition-Based Maintenance) yang mengacu pada ISO-13374.
  2. Mengembangkan metode prediksi RUL tanpa data run-to-failure, dengan memilih pendekatan model degradasi statistik yang sesuai.

Untuk mewujudkan hal ini, penelitian dilakukan di I.4.0 Lab — laboratorium industri 4.0 milik Politecnico di Milano — dengan fokus pada mesin bor (drilling machine) yang memiliki risiko kegagalan tinggi.

Pendekatan dan Metodologi

Ignacio menggunakan MATLAB/Simulink sebagai platform pengembangan DT. Pemilihan ini didasari pada hasil positif proyek sebelumnya di laboratorium yang juga memakai software ini, sehingga integrasi menjadi lebih mudah.

Desain sistem mengikuti alur OSA-CBM, yang terdiri dari:

  1. Data Acquisition (Akuisisi Data)
  2. Data Manipulation (Manipulasi Data)
  3. State Detection (Deteksi Kondisi)
  4. Health Assessment (Penilaian Kesehatan Aset)
  5. Prognostic Assessment (Prediksi Umur Pakai)
  6. Advisory Generation (Pemberian Rekomendasi Maintenance)

Mari kita bahas satu per satu.

1. Data Acquisition

Tahap awal melibatkan pengumpulan dua jenis data:

  • Sinyal PLC (Programmable Logic Controller): Memberi informasi status mesin seperti Working, Idle, Error, Emergency, atau Energy Saving.
  • Data sensor akselerometer: Mengukur getaran pada tiga sumbu (X, Y, Z) di poros bor. Getaran ini menjadi indikator utama kondisi mekanik.

Kelebihan metode ini adalah penggunaan sensor yang relatif murah dan umum di industri, sehingga model dapat direplikasi tanpa biaya tambahan besar.

2. Data Manipulation

Data mentah tidak langsung bisa digunakan untuk analisis. Di tahap ini, data getaran diubah menjadi nilai Root Mean Square (RMS) per siklus kerja mesin (±11 detik per siklus). RMS merupakan representasi energi getaran yang memudahkan identifikasi tren degradasi.

3. State Detection

Karena tidak ada data “sehat” historis, Ignacio melakukan uji produksi 100 unit untuk menetapkan baseline RMS mesin dalam kondisi baik. Distribusi RMS untuk setiap sumbu diuji normalitasnya, lalu batas upper limit ditentukan dengan rumus:

RMSUp = μ + 3σ
(μ = rata-rata, σ = standar deviasi)

Jika RMS melebihi batas ini, sistem menganggap ada anomali.

4. Health Assessment

Mesin dibagi ke dalam tiga status:

  • Healthy: RMS < RMSUp → hanya monitoring.
  • Abnormal: RMSUp < RMS < RMSFault → mulai prediksi RUL.
  • Fault: RMS ≥ RMSFault → mesin dianggap gagal.

Nilai RMSFault diperoleh dengan membandingkan dengan mesin referensi yang mengalami kegagalan.

5. Prognostic Assessment

Di sinilah inovasi utama penelitian ini: Exponential Degradation Model (EDM).
EDM adalah model statistik yang memprediksi tren degradasi berdasarkan nilai RMS saat ini, tanpa memerlukan data run-to-failure historis. Model ini bekerja dengan memperbarui koefisien setiap siklus, sehingga estimasi RUL selalu up-to-date.

Hasil prediksi dilengkapi dengan confidence interval (CI). CI ini akan semakin sempit seiring bertambahnya data, sehingga prediksi menjadi lebih pasti.

6. Advisory Generation

Modul ini menampilkan informasi yang mudah dipahami operator:

  • Mesin sehat → tidak perlu maintenance.
  • Mesin abnormal → jadwalkan maintenance dalam X hari.
  • Mesin gagal → hentikan operasi segera.

Perhitungan hari menggunakan konversi dari jumlah siklus ke hari berdasarkan utilization rate dan production capacity.

Kontribusi Penelitian

Dari dua gap literatur yang diidentifikasi, penelitian ini menghasilkan:

  • Blueprint lengkap pembuatan DT untuk maintenance yang mudah direplikasi di aset lain.
  • Metode prediksi RUL untuk kondisi minim data run-to-failure menggunakan EDM.
  • Implementasi lokal (on-premise) tanpa bergantung cloud, sehingga waktu respons cepat dan aman untuk lingkungan industri dengan pembatasan data.

Relevansi di Dunia Nyata

Pendekatan ini punya banyak aplikasi industri:

  • Pabrik manufaktur berproduksi kontinu seperti otomotif atau elektronik, di mana downtime tak terencana sangat mahal.
  • Peralatan baru dalam tahap komisioning yang belum punya catatan kegagalan.
  • Industri berstandar reliabilitas tinggi seperti penerbangan, pembangkit listrik, dan migas, yang jarang sekali mengalami kegagalan besar.

Selain itu, sifat sistem yang bekerja real-time membuatnya cocok untuk aset kritis yang memerlukan keputusan cepat.

Kekuatan Model

  • Fleksibilitas: Bisa diaplikasikan ke berbagai aset berputar dengan pola degradasi kumulatif.
  • Efisiensi: Tidak memerlukan infrastruktur cloud besar.
  • Skalabilitas: Bisa diperluas dari level komponen ke sistem atau fleet monitoring.

Keterbatasan dan Kritik Konstruktif

Meski kuat, sistem ini punya beberapa keterbatasan:

  1. Ketergantungan pada sensor tunggal: Kegagalan sensor getaran dapat menurunkan akurasi.
  2. Asumsi distribusi normal: Tidak semua pola degradasi mengikuti distribusi ini.
  3. Validasi lapangan: Uji di pabrik nyata akan menguji ketahanan model terhadap variabilitas operasional.

Potensi perbaikan di masa depan termasuk integrasi multi-sensor (getaran, suhu, arus listrik), penerapan model hybrid (gabungan fisik + statistik), dan konektivitas langsung ke sistem ERP/MES untuk otomatisasi jadwal maintenance.

Implikasi Bisnis

  • Penghematan biaya: Mengurangi downtime tak terduga.
  • Transisi ke predictive maintenance: Cocok untuk perusahaan yang ingin beralih dari preventive maintenance berbasis waktu.
  • Peningkatan daya saing: Perusahaan lebih siap menghadapi otomatisasi penuh.

Kesimpulan

Penelitian Ignacio Vega Ortega berhasil menawarkan solusi praktis untuk masalah nyata di industri: bagaimana memprediksi umur pakai mesin meski tanpa data run-to-failure. Dengan menggabungkan blueprint pengembangan DT dan metode EDM, model ini membuka jalan bagi adopsi predictive maintenance yang lebih cepat, murah, dan efektif.

Bagi perusahaan yang ingin mengoptimalkan pemeliharaan aset, pendekatan ini adalah langkah strategis yang tidak hanya menghemat biaya tetapi juga meningkatkan keandalan operasional.

Sumber Paper:
Ignacio Vega Ortega. Development of a Digital Twin to support machine prognostics with low availability of run-to-failure data. Politecnico di Milano, 2019. DOI: 10.13140/RG.2.2.12345.67890 (contoh DOI, sesuaikan dengan yang asli)

Selengkapnya
Digital Twin untuk Prognostik Mesin dengan Data Run-to-Failure Terbatas
page 1 of 1