Predictive Maintenance

Panduan Implementasi Predictive Maintenance di Organisasi Publik: Studi Kasus Rijkswaterstaat

Dipublikasikan oleh Anjas Mifta Huda pada 11 Agustus 2025


Predictive Maintenance (PdM) — atau pemeliharaan prediktif — adalah strategi perawatan berbasis data yang bertujuan memprediksi kapan suatu aset akan mengalami kerusakan sehingga perbaikan bisa dilakukan sebelum kegagalan terjadi. Strategi ini memanfaatkan sensor (perangkat pengumpul data kondisi fisik aset), dashboard (antarmuka visual data), dan algoritma analitik (pemroses data prediksi) untuk meningkatkan keandalan dan mengurangi biaya perawatan.

Namun, implementasi PdM bukanlah sekadar memasang sensor atau software. Proses ini membutuhkan perubahan budaya organisasi, penyesuaian struktur kerja, dan integrasi lintas departemen. Di lingkungan organisasi publik seperti Rijkswaterstaat — lembaga pemerintah Belanda yang mengelola ribuan aset infrastruktur vital seperti jembatan, terowongan, kanal, dan jalan raya — tantangan ini jadi berlipat ganda.

Rijkswaterstaat sedang menjalankan program Data Gedreven Asset Management (DGAM) atau manajemen aset berbasis data. DGAM adalah pendekatan strategis untuk beralih dari preventive maintenance (pemeliharaan terjadwal) menuju PdM. Penelitian ini fokus membuat Predictive Maintenance Implementation Process (PIP) — panduan terstruktur yang dirancang untuk memandu implementation manager (manajer implementasi) menghadapi hambatan teknis, organisasi, dan sosial saat membawa PdM ke lingkungan yang kompleks.

Latar Belakang dan Tantangan Implementasi

Mengapa implementasi PdM di organisasi publik sulit? Penulis menemukan beberapa faktor utama yang membedakannya dari perusahaan swasta:

  1. Struktur Organisasi Terfragmentasi
    Rijkswaterstaat dibagi menjadi unit nasional dan regional. Unit nasional mengurus proyek besar atau kebijakan strategis, sedangkan unit regional mengurus operasi harian aset di wilayah masing-masing. Otonomi tinggi di level regional sering menyebabkan perbedaan prioritas dan hambatan koordinasi.
  2. Keragaman Aset
    Aset yang dikelola sangat bervariasi: dari jembatan, pintu air, terowongan, hingga jalan raya. Bahkan untuk jenis aset yang sama, seperti pintu air, komponen seperti pompa, sensor, dan metode pencatatan data bisa berbeda total.
  3. Proses Anggaran yang Kaku
    Anggaran tahunan ditetapkan pada Budget Day (Prinsjesdag) setiap bulan September, dan sulit diubah setelahnya. Ini membuat penyesuaian cepat terhadap kebutuhan proyek inovasi menjadi tantangan besar.
  4. Budaya Kerja yang Belum Data-Driven
    Berdasarkan wawancara internal, banyak staf belum terbiasa membuat keputusan berbasis data. Beberapa bahkan ragu terhadap manfaat DGAM, karena hasil langsungnya belum terlihat.

Kategori Tantangan

Dari wawancara dengan staf DGAM dan pegawai regional, penulis mengelompokkan tantangan ke dalam tiga kategori besar:

  • Organizational Processes (Proses Organisasi)
    Termasuk struktur birokrasi yang rumit, proses lama yang sulit diubah, dan koordinasi lintas unit yang lemah.
  • Technical Processes (Proses Teknis)
    Kualitas data rendah, data tidak lengkap, integrasi antar-sistem minim, serta kurangnya infrastruktur sensor di beberapa aset.
  • Social Factors (Faktor Sosial)
    Resistensi terhadap perubahan, ketidakjelasan manfaat bagi pengguna, dan kurangnya keterlibatan stakeholder sejak awal.

Kerangka Teoritis: Kombinasi Teori Inovasi dan PdM

Implementasi PdM dalam penelitian ini dilihat sebagai innovation implementation (implementasi inovasi). Penulis mengadopsi model Determinants and Consequences of Implementation Effectiveness dari Klein & Sorra (1996).

Model ini menekankan dua pilar utama:

  1. Implementation Climate (Iklim Implementasi) – Lingkungan yang mendukung keberhasilan inovasi, termasuk pelatihan, komunikasi jelas, dan insentif.
  2. Innovation-Values Fit (Kecocokan Nilai Inovasi) – Tingkat kesesuaian inovasi dengan nilai dan kekuatan organisasi.

Tanpa kombinasi keduanya, inovasi cenderung gagal meski teknologinya bagus. Misalnya, jika sistem baru tidak sesuai dengan pola kerja yang menjadi kekuatan organisasi, adopsinya akan rendah.

Selain itu, penelitian menambahkan faktor khusus untuk PdM:

  • Kualitas Data dan Integrasi Sistem – Data harus akurat, lengkap, dan konsisten antar sistem.
  • Kapasitas Teknis – Ketersediaan sensor, dashboard, tenaga ahli, dan software analitik.
  • Fleksibilitas Algoritma – Model prediksi harus adaptif terhadap perubahan kondisi operasional.

Metodologi: Design Science Research

Penulis menggunakan Design Science Research Methodology (DSRM) untuk mengembangkan PIP. Langkah-langkahnya meliputi:

  1. Identifikasi masalah melalui studi literatur dan wawancara.
  2. Penentuan tujuan solusi bersama pengguna akhir (manajer implementasi DGAM).
  3. Desain awal PIP.
  4. Demonstrasi pada kasus nyata dan historis.
  5. Evaluasi efektivitas PIP.
  6. Iterasi perbaikan.
  7. Finalisasi dan komunikasi hasil.

Terdapat dua iterasi desain:

  • Versi 1: Diuji di Lock Eefde (kasus historis DGAM) dan Salland Twente Tunnel (lokasi implementasi aktif).
  • Versi 2: Perbaikan dengan penekanan pada kolaborasi nasional–regional dan penyusunan roadmap visual.

Predictive Maintenance Implementation Process (PIP)

PIP terdiri dari dua bagian utama:

Bagian "What" – Framework Factors

Daftar faktor yang harus dipenuhi agar implementasi PdM sukses:

  • Kepemimpinan dan Dukungan Manajemen – Komitmen pimpinan memastikan sumber daya memadai.
  • Kapasitas Teknis – Peralatan, perangkat lunak, dan tenaga ahli tersedia.
  • Kesiapan Organisasi – Proses internal siap mendukung keputusan berbasis data.
  • Pelatihan dan Kompetensi – Program peningkatan keterampilan staf disiapkan.
  • Pengelolaan Data – Standar kualitas data, keamanan, dan integrasi terjaga.

Bagian "How" – Langkah Implementasi

  1. Analisis Kebutuhan – Menentukan aset prioritas berdasarkan risiko dan dampak.
  2. Desain Sistem – Memilih sensor, metode pengumpulan data, dan dashboard analitik.
  3. Pilot Project – Uji coba di lokasi terbatas untuk validasi teknis dan organisasi.
  4. Evaluasi dan Perbaikan – Menggunakan umpan balik untuk iterasi selanjutnya.
  5. Ekspansi Skala – Menerapkan PdM ke aset lain dengan penyesuaian konteks lokal.

Roadmap Visual

Roadmap adalah representasi visual dari PIP yang:

  • Menyatukan visi dan pemahaman tim nasional–regional.
  • Menjelaskan tahapan dari persiapan hingga operasional penuh.
  • Menggambarkan framework factors dalam format yang mudah dipahami.

Hasil Demonstrasi PIP

Lock Eefde

Implementasi awal DGAM di sini menunjukkan pentingnya melibatkan tim regional sejak awal. Pendekatan sukarela (voluntary) lebih efektif daripada pendekatan wajib (mandatory).

Salland Twente Tunnel

Tantangan utama adalah standarisasi data dari kontraktor yang berbeda. Meski teknologi tersedia, variasi format data menghambat analisis.

Relevansi di Dunia Nyata

Temuan ini berlaku untuk berbagai industri:

  • Transportasi – Pengelolaan jembatan, rel kereta, dan bandara.
  • Manufaktur – Pabrik dengan lini produksi multi-komponen.
  • Energi – Pembangkit listrik dan jaringan distribusi.

Pelajaran Penting:

  • Dukungan organisasi sama pentingnya dengan kecanggihan teknologi.
  • Visualisasi roadmap mengurangi miskomunikasi antar-stakeholder.
  • Pelibatan pengguna sejak awal meningkatkan tingkat adopsi.

Opini dan Kritik

Kekuatan PIP:

  • Integrasi teori inovasi dengan faktor teknis PdM.
  • Fokus pada konteks organisasi publik.
  • Penggunaan roadmap untuk komunikasi yang jelas.

Kelemahan:

  • Minim metrik kuantitatif manfaat finansial.
  • Basis wawancara internal rawan bias.
  • Sedikit membahas performa teknis algoritma PdM.

Implikasi

Untuk Industri:

  • Gunakan framework factors sebagai checklist awal.
  • Bangun koordinasi lintas departemen sebelum proyek dimulai.
  • Sediakan pelatihan berkelanjutan untuk transisi budaya data-driven.

Untuk Pemerintah:

  • Fleksibilitas anggaran sangat penting.
  • Standarisasi format dan kualitas data harus menjadi kebijakan nasional.

Kesimpulan

Implementasi PdM adalah transformasi budaya dan proses, bukan sekadar proyek teknologi. PIP dari penelitian ini:

  • Mengidentifikasi faktor kunci keberhasilan.
  • Memberikan panduan langkah demi langkah.
  • Menyediakan roadmap yang memudahkan kolaborasi.

Dengan pendekatan ini, organisasi publik maupun swasta dapat meminimalkan risiko kegagalan dan memaksimalkan manfaat PdM untuk jangka panjang.
 

Sumber Paper:
M.M. van de Maat, Guiding the Implementation of Predictive Maintenance Projects by Developing a Predictive Maintenance Implementation Process, University of Twente, 2023.
Link Resmi PDF

Selengkapnya
Panduan Implementasi Predictive Maintenance di Organisasi Publik: Studi Kasus Rijkswaterstaat

Predictive Maintenance

Meningkatkan Efisiensi Industri melalui Predictive Maintenance: Resensi Kritis atas Paper “On Predictive Maintenance in Industry 4.0: Overview, Models, and Challenges”

Dipublikasikan oleh Anjas Mifta Huda pada 05 Agustus 2025


Dalam dunia industri modern yang bergerak cepat dan penuh tekanan pasar, efisiensi dan keandalan operasional menjadi aspek vital bagi keberlangsungan dan daya saing perusahaan. Salah satu pendekatan paling transformatif yang berkembang dalam konteks Revolusi Industri 4.0 adalah Predictive Maintenance (pemeliharaan prediktif). Paper berjudul "On Predictive Maintenance in Industry 4.0: Overview, Models, and Challenges" karya Mounia Achouch et al. menyajikan ulasan komprehensif mengenai konsep, model, alat bantu, dan tantangan yang dihadapi dalam implementasi Predictive Maintenance (PdM) di lingkungan industri cerdas. Resensi ini akan menyajikan pemaparan menyeluruh dan aplikatif dari isi paper tersebut, sekaligus memberikan analisis interpretatif yang menyoroti dampaknya secara praktis terhadap dunia nyata dan kebutuhan industri.

Pengantar: Apa Itu Predictive Maintenance?
Predictive Maintenance adalah strategi pemeliharaan berbasis teknologi digital, yang bertujuan untuk mendeteksi potensi kerusakan atau penurunan performa mesin sebelum terjadi kegagalan aktual. Pendekatan ini menggunakan sensor, Internet of Things (IoT), Big Data, serta algoritma kecerdasan buatan (Artificial Intelligence/AI) untuk memantau kondisi aset secara real-time dan membuat prediksi berdasarkan data historis maupun kondisi aktual. Paper ini menekankan bahwa PdM bukan hanya alat prediksi semata, melainkan bagian integral dari ekosistem Industry 4.0, yang menciptakan manufaktur cerdas dan berkelanjutan.

Tren dan Pentingnya Predictive Maintenance
Paper menunjukkan bahwa pasar global untuk Maintenance 4.0 mengalami pertumbuhan signifikan dan diprediksi terus meningkat hingga 2030. Hal ini mencerminkan pengakuan industri terhadap efektivitas PdM dalam mengurangi downtime, memperpanjang umur mesin, dan menghemat biaya pemeliharaan. PdM juga dinilai berperan penting dalam merespons kompleksitas interaksi dalam ekosistem manufaktur yang semakin besar dan terintegrasi. Dalam hal ini, keandalan sistem menjadi tolak ukur utama keberhasilan PdM, karena setiap kegagalan bisa berarti kerugian besar dalam bentuk kehilangan produksi, biaya perbaikan, dan bahkan reputasi perusahaan.

Alur Kerja Predictive Maintenance: Lima Tahapan Utama
Penulis menguraikan lima tahapan inti dalam siklus hidup proyek Predictive Maintenance:

  1. Pemahaman Proyek (Understanding the Project)
    Tahapan ini mencakup identifikasi tujuan bisnis, sistem yang akan dipelihara, parameter yang perlu dipantau, serta potensi jenis kerusakan. Tujuan utamanya adalah merumuskan kebutuhan teknis dan strategis secara akurat. Kegagalan memahami ruang lingkup dapat menyebabkan salah kaprah dalam pengambilan data atau fokus model yang tidak tepat sasaran.
  2. Pengumpulan dan Persiapan Data (Data Collection & Preparation)
    Proses ini melibatkan akuisisi data sensor, validasi, pembersihan data dari outlier, dan rekayasa fitur (feature engineering). Sekitar 70–90% waktu proyek biasanya dihabiskan pada tahap ini. Data merupakan bahan bakar utama dari setiap sistem PdM. Tanpa data yang cukup dan berkualitas, model prediksi akan rapuh. Di sinilah tantangan teknis sering muncul, seperti kalibrasi sensor, ketidaksesuaian frekuensi data, serta perbedaan struktur file yang menghambat proses ETL (Extract, Transform, Load).
  3. Pemodelan Data (Modeling)
    Data yang telah diproses digunakan untuk melatih model pembelajaran mesin (Machine Learning), seperti klasifikasi, regresi, atau clustering, tergantung pada permasalahan yang ingin diselesaikan. Pemilihan algoritma seperti Random Forest, Support Vector Machines (SVM), atau bahkan Deep Learning harus mempertimbangkan kompleksitas sistem, ukuran data, serta kebutuhan interpretabilitas dari model. Semakin kompleks model, semakin besar pula tuntutan terhadap kapasitas komputasi dan infrastruktur data.
  4. Evaluasi dan Implementasi Model (Evaluation & Deployment)
    Model dievaluasi berdasarkan akurasi dan kemampuannya untuk digeneralisasi. Setelah lolos evaluasi, model diimplementasikan dalam sistem produksi. Dalam tahap ini, sering terjadi tantangan saat model diterjemahkan dari lingkungan pengujian (sandbox) ke lingkungan nyata (production), terutama bila tidak tersedia integrasi antar platform digital. Deployment juga melibatkan monitoring performa secara berkelanjutan dan menyertakan feedback loop agar model bisa belajar dari data baru.
  5. Pengambilan Keputusan (Decision Making)
    Langkah ini melibatkan penentuan waktu perbaikan berdasarkan hasil prediksi, ketersediaan sumber daya, serta evaluasi hasil keputusan untuk perbaikan berkelanjutan. Keputusan bisa mencakup tindakan langsung seperti penggantian komponen, penjadwalan ulang produksi, atau pemanggilan teknisi.

Model Predictive Maintenance: CBM, PHM, dan RUL
Dalam mendesain PdM, paper ini mengidentifikasi tiga model utama:

  1. Condition-Based Maintenance (CBM)
    CBM merekomendasikan perawatan berdasarkan kondisi aktual mesin, menggunakan sistem modular tujuh lapis: sensor, pemrosesan sinyal, pemantauan status, penilaian kesehatan, prognostik, pendukung keputusan, dan antarmuka pengguna. Model ini cocok untuk industri dengan tingkat otomasi tinggi dan infrastruktur sensor yang mapan, seperti manufaktur otomotif dan industri energi.
  2. Prognostics and Health Management (PHM)
    PHM berkembang dari sektor militer dan kini diadopsi luas oleh industri. Pendekatannya menggabungkan pemantauan kondisi dan prediksi performa di masa depan, menciptakan sistem manajemen prediktif yang lebih proaktif. PHM lebih unggul dalam lingkungan operasional yang sangat kompleks seperti penerbangan, pertambangan, dan industri berat lainnya.
  3. Remaining Useful Life (RUL)
    RUL memperkirakan waktu tersisa sebelum suatu aset gagal. Terdapat dua pendekatan: berbasis fisika (physics-based) dan berbasis data (data-driven), yang masing-masing memiliki keunggulan dan tantangan tersendiri. Dalam praktiknya, estimasi RUL sangat bermanfaat dalam pengaturan logistik, manajemen suku cadang, dan perencanaan kapasitas produksi.

Teknologi Pendukung PdM di Era Industry 4.0
Paper ini menjelaskan teknologi utama yang mendukung PdM:

  • Cyber-Physical Systems (CPS): Integrasi sistem fisik dan digital dalam bentuk arsitektur 5C (Connection, Conversion, Cyber, Cognition, Configuration).
  • Industrial IoT (IIoT): Jaringan perangkat sensor yang saling terhubung secara otomatis tanpa intervensi manusia.
  • Big Data: Analisis data dalam volume, kecepatan, dan variasi tinggi, memperkuat pengambilan keputusan yang berbasis data.
  • Digital Twin: Replika digital dari sistem fisik yang memungkinkan simulasi, prediksi, dan visualisasi dalam konteks nyata.
  • Augmented Reality (AR): Antarmuka interaktif untuk mendukung inspeksi teknis, pelatihan teknisi, dan panduan perbaikan secara real-time.
  • Artificial Intelligence (AI): Inti dari model prediktif dalam PdM, yang memanfaatkan pembelajaran mesin dan pembelajaran mendalam (deep learning).

Tantangan Praktis dalam Implementasi PdM
Meskipun prospektif, PdM menghadapi sejumlah kendala:

  1. Keterbatasan Finansial dan Organisasi
    Biaya awal instalasi sensor, pelatihan staf, serta pengembangan model cukup tinggi. ROI perlu diperhitungkan dengan cermat. Terlebih pada perusahaan kecil menengah (UKM) yang mungkin belum memiliki sistem digitalisasi yang solid.
  2. Kualitas dan Aksesibilitas Data
    Data yang tidak lengkap atau berkualitas rendah dapat merusak akurasi model. Sensor juga rentan terhadap kerusakan dan degradasi. Selain itu, keberagaman sistem lama (legacy systems) membuat integrasi data menjadi tantangan tersendiri.
  3. Ketergantungan pada Intervensi Manusia
    Kebanyakan sistem belum sepenuhnya otonom. Keputusan akhir masih berada di tangan operator manusia. Hal ini memperlihatkan bahwa transformasi digital juga memerlukan transformasi budaya kerja.
  4. Kesulitan Integrasi dan Pembaruan Model
    Model yang dibangun oleh peneliti sering sulit diintegrasikan oleh tim IT perusahaan. Pembaruan model pun rentan terhadap drift konsep jika data baru tidak divalidasi. Dibutuhkan mekanisme MLOps (Machine Learning Operations) untuk menjamin keberlanjutan sistem prediktif secara jangka panjang.

Analisis dan Kritik Konstruktif
Paper ini memberikan struktur naratif yang jelas, informatif, dan sangat berguna bagi praktisi industri maupun akademisi. Namun, terdapat beberapa aspek yang dapat ditingkatkan:

  • Kurangnya studi kasus industri yang beragam (hanya satu kasus kompresor), padahal aplikasi PdM melintasi sektor yang sangat luas.
  • Minimnya diskusi mengenai implikasi sosial, hukum, dan etika, seperti privasi data mesin dan tanggung jawab bila prediksi gagal.
  • Belum menyentuh aspek pelatihan pengguna akhir dan manajemen perubahan yang krusial dalam implementasi teknologi baru.

Kesimpulan
Paper ini sukses menguraikan pentingnya Predictive Maintenance sebagai bagian vital dari transformasi digital industri. Dengan pemetaan model CBM, PHM, dan RUL, serta workflow proyek PdM yang sistematis, perusahaan memiliki panduan konkret untuk memulai atau menyempurnakan strategi maintenance mereka. Kendati masih ada tantangan teknis dan organisasi, potensi PdM dalam menurunkan biaya operasional dan meningkatkan keberlanjutan sangatlah signifikan.

Dengan pemahaman mendalam terhadap aspek teknis dan aplikatif dari PdM yang disampaikan dalam paper ini, pembaca diharapkan mampu mengadaptasi pendekatan yang sesuai dengan kondisi dan kesiapan digital di perusahaannya masing-masing.

DOI Paper: https://doi.org/10.3390/app12168081

 

Selengkapnya
Meningkatkan Efisiensi Industri melalui Predictive Maintenance: Resensi Kritis atas Paper “On Predictive Maintenance in Industry 4.0: Overview, Models, and Challenges”
page 1 of 1