Pertanian
Dipublikasikan oleh Muhammad Ilham Maulana pada 01 Maret 2024
Subsidi pertanian adalah dukungan keuangan yang diberikan oleh pemerintah kepada petani dan pelaku bisnis pertanian untuk membantu mendukung pendapatan mereka, mengatur pasokan komoditas pertanian, dan memengaruhi permintaan serta penawaran komoditas tertentu. Subsidi ini dapat diberikan untuk berbagai jenis komoditas, baik hasil pertanian maupun hasil peternakan, dan bisa bersifat umum atau ditujukan untuk tujuan penggunaan khusus, seperti dalam program pemberian makanan di sekolah. Meskipun demikian, subsidi pertanian sering kali menjadi topik kontroversial karena keterlibatan besar perusahaan agribisnis yang memiliki kepentingan politik dan ekonomi dalam hal tersebut.
Dampak Subsidi Pertanian
Subsidi pertanian berfungsi sebagai aliran uang dari pembayar pajak ke pemilik lahan usaha tani, namun dampaknya kompleks dan sering kontroversial.
1. Perdagangan Internasional dan Harga Pangan Global
Subsidi komoditas pertanian yang diekspor dapat menurunkan harga global, menguntungkan konsumen di negara berkembang. Namun, hal ini merugikan petani non-subsidi dan meningkatkan kemiskinan dengan mengurangi harga pangan. Perdebatan seputar subsidi pertanian sering menghambat pembicaraan perdagangan internasional.
2. Kemiskinan di Negara Berkembang
Subsidi pertanian di negara maju menurunkan harga pangan global, sehingga petani di negara berkembang sulit bersaing. Dampaknya termasuk peningkatan kemiskinan di kalangan petani non-subsidi. Contohnya, Haiti mengalami penurunan produksi beras lokal karena tidak bisa bersaing dengan impor beras yang disubsidi.
3. Dampak pada Asupan Nutrisi
Subsidi pangan berkalori tinggi dapat menyebabkan obesitas karena harga yang murah. Misalnya, jagung digunakan sebagai pakan ternak, meningkatkan kandungan lemak dalam daging sapi. Namun, penelitian mengenai kaitan kebijakan pertanian dengan obesitas masih kontroversial.
4. Dampak Lingkungan
Subsidi pada pertanian skala besar mendorong pertanian monokultur yang merusak lingkungan dan mengancam keberlangsungan lebah sebagai penyerbuk alami. Subsidi pada industri daging juga menyebabkan masalah lingkungan seperti emisi gas rumah kaca dan konsumsi air yang besar.
Intervensi pemerintah melalui subsidi pertanian dapat mengganggu mekanisme pasar, memengaruhi produksi dan harga komoditas, serta menyebabkan ketidakadilan ekonomi.
Subsidi Pertanian di Berbagai Wilayah
Uni Eropa
Afrika
Selandia Baru
Amerika Serikat
Asia
Disadur dari: https://id.wikipedia.org/wiki/Subsidi_pertanian
Pertanian
Dipublikasikan oleh Muhammad Ilham Maulana pada 01 Maret 2024
Ekologi Pertanian adalah studi tentang proses ekologi yang mengatur sistem produksi pertanian, dengan membawa prinsip-prinsip ekologi ke dalam ekosistem pertanian. Istilah ini sering disalahartikan sebagai "sains, olahraga, praktik" meskipun sebenarnya lebih tepat didefinisikan sebagai bidang ilmu yang berkaitan dengan ekosistem pertanian daripada metode pertanian spesifik.
Strategi ekologi
Pakar ekologi pertanian mendukung penggunaan teknologi dalam pertanian dengan mempertimbangkan aspek keberagaman hayati, sosial, dan manusia. Mereka menganggap bahwa teknologi harus digunakan secara bijaksana sesuai dengan karakteristik unik dari setiap ekosistem pertanian. Studi ekologi pertanian mengkaji produktivitas, stabilitas, keberlanjutan, dan kesetaraan dalam ekosistem pertanian, dengan pendekatan interdisipliner yang melibatkan ilmu alam, sosial, ekonomi, dan budaya.
Pendekatan
Ekologi pertanian didefinisikan sebagai studi tentang hubungan antara tanaman pertanian dan lingkungan, serta interaksi antara tanaman, hewan, manusia, dan lingkungan dalam sistem pertanian. Pendekatan ekologi pertanian dapat bervariasi tergantung pada lokasi geografisnya, dengan fokus politik yang berbeda-beda di berbagai belahan bumi. Di samping itu, terdapat pendekatan berbasis ekologi populasi yang menganalisis dinamika populasi spesies dalam ekosistem pertanian.
Ekologi pertanian inklusif menganggapnya sebagai bagian integral dari pertanian secara keseluruhan, dengan mempertimbangkan hubungan antara ekologi alam dan ekologi pertanian. Ini menekankan pentingnya pengelolaan lingkungan pertanian yang terencana dengan baik, di mana manusia berinteraksi dengan organisme dalam lingkungan tersebut.
Disadur dari: https://id.wikipedia.org/wiki/Ekologi_pertanian
Pertanian
Dipublikasikan oleh Muhammad Ilham Maulana pada 01 Maret 2024
Ketahanan pangan, juga dikenal sebagai jaminan pangan, merujuk pada ketersediaan pangan dan kemampuan individu untuk mengaksesnya. Ketika sebuah rumah tangga memiliki ketahanan pangan, berarti penghuninya tidak mengalami kelaparan atau hidup dalam ketakutan akan kelaparan. Faktor-faktor seperti kekeringan, gangguan dalam distribusi, kekurangan bahan bakar, instabilitas ekonomi, konflik, dan lain sebagainya dapat mengganggu ketahanan pangan. Evaluasi ketahanan pangan mencakup keswadayaan individu (self-sufficiency) dan ketergantungan eksternal, yang melibatkan berbagai risiko.
Komponen utama ketahanan pangan, menurut World Health Organization, meliputi ketersediaan pangan, akses pangan, dan pemanfaatan pangan. Ketersediaan pangan mencakup kemampuan memiliki pangan yang cukup untuk kebutuhan dasar, sedangkan akses pangan melibatkan kemampuan untuk mendapatkan bahan pangan yang bernutrisi secara ekonomi dan fisik. Pemanfaatan pangan mencakup kemampuan dalam memanfaatkan bahan pangan dengan tepat, sementara FAO menambahkan kestabilan dari ketiga komponen tersebut dalam jangka waktu yang panjang.
Di India, kebijakan pangan seperti subsidi yang diberikan oleh pemerintah berdampak pada akses masyarakat terhadap bahan pangan. Melalui sebuah rencana ambisius, pemerintah India berencana memberikan subsidi kepada dua pertiga populasi negara tersebut. Rencana ini akan memberikan lima kilogram bahan pangan berharga murah setiap bulannya kepada 800 juta penduduk miskin.
Pertumbuhan produksi pangan per kapita selalu meningkat sejak tahun 1961. Sumber: Food and Agriculture Organization.
Sejarah Singkat
Ketahanan pangan adalah kondisi yang berkaitan dengan ketersediaan pangan yang berkelanjutan. Kekhawatiran terhadap ketahanan pangan telah ada sepanjang sejarah manusia. Misalnya, sejak 10.000 tahun yang lalu, lumbung padi Tiongkok berperan sebagai pusat peradaban Tiongkok kuno dan Mesir kuno. Pada masa kelaparan, masyarakat mengalami kesulitan hidup tanpa makanan yang cukup. Namun, konsep ketahanan pangan pada awalnya hanya dipahami pada tingkat nasional, di mana suatu negara dianggap memiliki ketahanan pangan jika produksi pangan meningkat untuk memenuhi permintaan dan menjaga stabilitas harga. Definisi baru mengenai ketahanan pangan diperkenalkan pada Konferensi Tingkat Tinggi Pangan Dunia pada tahun 1966. Definisi ini menekankan ketahanan pangan dari sudut pandang individu daripada negara.
Pilar Ketahanan Pangan
Ketersediaan pangan berkaitan dengan aspek produksi, distribusi, dan pertukaran pangan. Produksi pangan dipengaruhi oleh berbagai faktor seperti kepemilikan lahan, manajemen tanah, pemilihan dan manajemen tanaman pertanian, serta pemuliaan dan manajemen hewan ternak. Distribusi pangan melibatkan penyimpanan, pemrosesan, transportasi, pengemasan, dan pemasaran bahan pangan. Infrastruktur dan teknologi penyimpanan pangan memengaruhi jumlah bahan pangan yang hilang selama proses distribusi. Akses pangan mengacu pada kemampuan seseorang untuk membeli dan mengalokasikan bahan pangan, serta faktor selera dan preferensi individu dan rumah tangga. Akses terhadap bahan pangan bergantung pada pendapatan, kepemilikan lahan, dan lokasi geografis. Pemanfaatan pangan dipengaruhi oleh keamanan pangan, penyediaan fasilitas kesehatan, sanitasi, dan edukasi tentang nutrisi dan penyiapan makanan. Stabilitas pangan mencakup kemampuan seseorang untuk mendapatkan bahan pangan secara konsisten selama periode waktu tertentu, baik dalam situasi transisi, musiman, maupun permanen. Stabilitas pangan merupakan tingkat tertinggi dalam kepemilikan atau penguasaan pangan, setelah ketahanan pangan dan kemandirian pangan.
Tantangan Menuju Ketahanan Pangan
Erosi Tanah dan Degradasi Lahan: Proses erosi tanah oleh angin dan degradasi lahan akibat praktik pertanian intensif mengancam kesuburan tanah dan hasil panen. Sekitar 40% lahan pertanian dunia mengalami degradasi serius, yang jika terus berlanjut dapat mengakibatkan kekurangan pangan di beberapa wilayah, seperti yang terjadi di Afrika.
Hama dan Penyakit: Penyakit tanaman seperti penyakit Ug99 pada gandum dapat mengakibatkan kerugian hasil panen hingga 100%, mengancam ketersediaan pangan. Pemanfaatan keanekaragaman genetika dapat membantu dalam menciptakan varietas tanaman yang lebih tahan terhadap penyakit.
Krisis Air Global: Penurunan tinggi muka air tanah akibat pemompaan berlebihan telah menyebabkan kelangkaan air di beberapa negara. Hal ini berpotensi menyebabkan penurunan produksi tanaman pangan dan kenaikan harga pangan, seperti yang terjadi di beberapa negara Asia dan Afrika.
Perebutan Lahan: Kepemilikan lahan lintas batas negara semakin meningkat, dengan beberapa negara atau perusahaan mengamankan lahan di negara lain untuk tujuan pertanian atau produksi biofuel. Ini dapat mengakibatkan persaingan yang lebih ketat dalam akses lahan untuk produksi pangan.
Perubahan Iklim: Fenomena cuaca ekstrem seperti kekeringan dan banjir diperkirakan akan meningkat akibat perubahan iklim. Ini akan berdampak pada produktivitas pertanian dan ketersediaan pangan di masa depan, serta dapat meningkatkan harga pangan. Daerah-daerah di sekitar Himalaya dan sungai-sungai besar seperti Ganga di India dapat terpengaruh secara signifikan oleh perubahan iklim, mengancam ketahanan pangan penduduk setempat.
Dampak dari tantangan ini dapat mengancam ketahanan pangan global dan memerlukan langkah-langkah adaptasi dan mitigasi yang tepat untuk menjaga ketersediaan pangan di masa depan.
Dissadur dari: https://id.wikipedia.org/wiki/Ketahanan_pangan
Pertanian
Dipublikasikan oleh Muhammad Ilham Maulana pada 01 Maret 2024
Keamanan hayati (biosecurity) adalah seperangkat prinsip yang digunakan untuk mengurangi risiko yang mungkin timbul ketika seseorang menangani atau bekerja dengan bahaya biologis, terutama di lingkungan laboratorium, praktik, dan kegiatan penanggulangannya. Biosecurity bertujuan untuk melindungi personel dan memastikan keamanan biologis dengan mengelola risiko ilmiah secara aman. Selain itu, biosecurity juga mencakup aspek keamanan pangan dan manajemen risiko terkait organisme hasil rekayasa genetika. Meskipun sering digunakan secara bersamaan atau bergantian, istilah keamanan hayati, biosecurity, dan biosafety semuanya bertujuan untuk mengurangi risiko terkait dengan bahaya biologis. Namun, biosecurity secara khusus mengacu pada upaya untuk mencegah intrusi, penyebaran, dan pelarian dari ancaman biologis dan informasi biologis yang tidak diinginkan.
Sejarah Singkat
Munculnya mikrobiologi modern pada abad ke-19 memungkinkan para ilmuwan untuk melakukan eksperimen dengan berbagai mikroorganisme. Meskipun infeksi yang berasal dari laboratorium telah ada sejak zaman Louis Pasteur dan Robert Koch, kesadaran akan perlunya melindungi keselamatan para pekerja yang berurusan dengan mikroorganisme dan bahan biologis lainnya baru meningkat pada abad ke-20.
Pada tahun 1955, diadakan Konferensi Keselamatan Hayati pertama di Maryland untuk berbagi pengetahuan tentang berbagai isu keselamatan, termasuk isu kimiawi, radiologis, dan industri di laboratorium. Konferensi ini kemudian melahirkan Asosiasi Keselamatan Hayati Amerika (ABSA) pada tahun 1984 dengan tujuan mempromosikan keselamatan bagi para pekerja profesional.
Penerapan keselamatan hayati di laboratorium mikrobiologi dimulai di Amerika Utara dan Britania Raya pada awal tahun 1970-an, di mana personel laboratorium diberikan pelatihan tentang penggunaan alat pelindung diri dan metode pembatasan fisik untuk mencegah penyebaran agen biologis. Konferensi Asilomar tentang DNA Rekombinan yang diadakan pada tahun 1975 membahas potensi bahaya biologis dan mengatur penerapan bioteknologi agar tidak membahayakan masyarakat.
Salah satu kecelakaan laboratorium yang berdampak besar adalah flu Rusia pada tahun 1977, di mana virus H1N1 diduga keluar dari laboratorium dan menyebar di masyarakat.
Berbagai organisasi kemudian menerbitkan panduan keselamatan hayati, seperti Manual Keselamatan Hayati Laboratorium oleh WHO pada tahun 1983 dan Keselamatan Hayati dalam Laboratorium Mikrobiologis dan Biomedis oleh CDC pada tahun 1984.
Pada tahun 2000, Protokol Cartagena tentang Keamanan Hayati disepakati oleh berbagai negara untuk mengatur perpindahan organisme hidup termodifikasi antar negara. Selain itu, Organisasi Standardisasi Internasional menerbitkan standar ISO 35001:2019 tentang Sistem Manajemen Biorisiko Laboratorium, yang mendefinisikan keselamatan hayati sebagai praktik dan pengendalian untuk mengurangi risiko paparan atau pelepasan bahan biologis yang tidak disengaja.
Disadur dari: https://id.wikipedia.org/wiki/Keselamatan_hayati
Pertanian
Dipublikasikan oleh Muhammad Ilham Maulana pada 01 Maret 2024
Kebijakan pertanian merujuk kepada serangkaian regulasi yang berkaitan dengan pertanian baik dalam negeri maupun impor hasil pertanian. Biasanya, pemerintah menerapkan kebijakan pertanian dengan maksud mencapai berbagai tujuan di pasar produk pertanian dalam negeri. Tujuan tersebut mungkin meliputi jaminan pasokan yang cukup, stabilitas harga, peningkatan kualitas produk, seleksi varietas produk, optimalisasi penggunaan lahan, dan peningkatan kesejahteraan petani.
Kepentingan kebijakan pertanian
Ruang lingkup dan permasalahan dalam kebijakan pertanian mencakup berbagai aspek, antara lain:
Pengurangan Kemiskinan
Pertanian masih menjadi penyumbang terbesar dalam menyediakan mata pencaharian bagi 75% populasi miskin di pedesaan. Untuk meningkatkan kesempatan kerja di sektor pertanian bagi warga miskin, penting untuk memperhatikan infrastruktur, pendidikan, dan layanan informasi di wilayah pedesaan.
Keamanan Hayati
Dalam konteks pertanian industri, keamanan hayati bertujuan untuk mencegah penyebaran penyakit ke hewan ternak dan manusia, seperti flu burung, penyakit sapi gila, dan penyakit lain yang berpotensi merugikan sumber daya hayati setempat.
Ketahanan Pangan
Ketahanan pangan adalah kondisi di mana manusia memiliki akses fisik dan ekonomi terhadap makanan yang mencukupi dan aman untuk menjalani kehidupan yang aktif dan sehat. Faktor-faktor penting dalam menciptakan ketahanan pangan meliputi ketersediaan, akses, pemanfaatan, dan stabilitas bahan pangan dalam jangka waktu yang panjang. Ancaman terhadap ketahanan pangan termasuk pertumbuhan populasi global, perubahan pola diet, dan dampak perubahan iklim.
Kedaulatan Pangan
Kedaulatan pangan adalah hak bagi manusia untuk menentukan sistem pangan mereka sendiri, meliputi produksi, distribusi, dan konsumsi pangan. Gerakan ini menekankan peran manusia dalam pembuatan kebijakan pangan, mengutamakan petani, warga desa, nelayan, dan komunitas lokal, dibandingkan dengan dominasi korporasi dan pasar global.
Disadur dari: https://id.wikipedia.org/wiki/Kebijakan_pertanian
Pertanian
Dipublikasikan oleh Muhammad Ilham Maulana pada 29 Februari 2024
Pertanian adalah kegiatan manusia yang melibatkan pemanfaatan sumber daya hayati untuk memproduksi pangan, bahan baku industri, atau sumber energi, serta untuk mengelola lingkungan hidup. Hal ini meliputi menanam tanaman, bercocok tanam, beternak, serta penggunaan mikroorganisme dan enzim biologis dalam pengolahan produk lanjutan seperti keju dan tempe.
Selain itu, pertanian juga mencakup perikanan dan eksploitasi hutan. Meskipun sebagian besar penduduk dunia mencari nafkah dari pertanian, kontribusinya terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) global hanya sekitar 4%. Kelompok Ilmu Pertanian mempelajari pertanian dengan dukungan ilmu pengetahuan seperti ilmu tanah, meteorologi, teknik pertanian, biokimia, dan statistik karena pertanian terkait erat dengan faktor-faktor ruang dan waktu.
Petani adalah istilah yang digunakan untuk merujuk pada orang yang menjalankan pertanian, seperti petani tembakau atau petani ikan. Secara khusus, orang yang memelihara ternak disebut peternak.
Cakupan Pertanian
Pertanian, dalam arti luasnya, mencakup segala kegiatan yang melibatkan penggunaan makhluk hidup seperti tanaman, hewan, dan mikroba untuk kepentingan manusia. Secara khusus, pertanian merujuk pada kegiatan pembudidayaan tanaman.
Terdapat berbagai macam usaha pertanian dengan subjek yang berbeda-beda. Kehutanan, misalnya, melibatkan pohon dan biasanya dilakukan di lahan hutan. Peternakan menggunakan hewan darat dan seringkali melibatkan hewan vertebrata kecuali ikan dan amfibia, sementara perikanan berfokus pada hewan perairan. Namun, banyak usaha pertanian yang melibatkan kombinasi dari subjek-subjek tersebut untuk efisiensi dan peningkatan keuntungan.
Segala usaha pertanian pada dasarnya bersifat ekonomis, melibatkan pengetahuan tentang pengelolaan tempat usaha, pemilihan bibit, metode budidaya, pengumpulan hasil, distribusi produk, pengolahan, pengemasan, dan pemasaran. Pertanian intensif, yang merupakan bagian dari agribisnis, menekankan efisiensi untuk mencapai keuntungan maksimal.
Di sisi lain, ada pertanian berkelanjutan yang memperhatikan kelestarian lingkungan dan memasukkan pengetahuan lokal serta aspek kelestarian daya dukung lahan dan lingkungan sebagai faktor penting dalam perhitungan efisiensinya. Namun, pertanian berkelanjutan biasanya memberikan hasil yang lebih rendah dibandingkan dengan pertanian industrial.
Pertanian modern biasanya menggabungkan elemen-elemen dari kedua pendekatan tersebut. Selain itu, ada juga pertanian ekstensif yang melibatkan sedikit masukan dan pertanian subsisten yang dilakukan tanpa motif bisnis, hanya untuk memenuhi kebutuhan sendiri atau komunitasnya.
Pertanian memiliki dua ciri khas utama: melibatkan volume besar barang dan memiliki risiko yang relatif tinggi karena melibatkan makhluk hidup dalam proses produksinya. Beberapa bentuk pertanian modern telah mengurangi ciri-ciri ini, tetapi kebanyakan usaha pertanian di dunia masih menghadapi tantangan tersebut.
Sejarah singkat pertanian dunia
Diperkirakan bahwa manusia pertama menjinakkan anjing sebelum mulai bercocok tanam, menjadikannya sebagai penjinakan hewan pertama. Praktik agroekosistem awal menggunakan hutan sebagai sumber makanan. Hortikultura dimulai dengan memanfaatkan tanaman hutan di sekitar sungai, di mana masyarakat secara bertahap menjadi akrab dengan pohon dan semak yang berguna. Pertanian pertama kali berkembang sekitar 12.000 tahun yang lalu di Timur Dekat, fokus pada budidaya biji-bijian dan kacang-kacangan. Periode Neolitik, Zaman Perunggu, dan Megalitik mengalami perubahan dalam kepercayaan, dari menyembah dewa pemburu menjadi dewa kesuburan dan pangan.
Di Tiongkok, kucing dijinakkan untuk mengendalikan hewan pengerat di ladang. Pertanian dan peternakan menyebar ke Eropa, Afrika Utara, Asia Timur, dan Asia Tenggara. Hewan peliharaan pertama yang dijinakkan termasuk kambing/domba, babi, kucing, sapi, kuda, kerbau, dan yak. Budidaya ikan air tawar telah dikenal di Tiongkok dan Jepang selama 2000 tahun, sedangkan budidaya ikan laut berkembang pada abad ke-20. Pertanian sayuran dan buah-buahan telah dikenal sejak zaman Mesir Kuno dan Yunani Kuno. Tanaman serat seperti ganja, kapas, dan rami juga ditanam. Pemanfaatan unsur hara tanah, seperti pupuk kandang dan abu, telah dikembangkan di berbagai belahan dunia.
Pertanian Kontemporer
Pertanian di abad ke-20 ditandai dengan peningkatan produktivitas, penggunaan pestisida dan pupuk sintetik, pembiakan selektif, dan mekanisasi. Namun, kekhawatiran akan dampak lingkungan menyebabkan berkembangnya gerakan pertanian organik. Gerakan ini didorong oleh sertifikasi bahan pangan organik pertama di dunia pada tahun 1991 oleh Uni Eropa. Pada tahun 2005, Kebijakan Pertanian Bersama Uni Eropa direformasi untuk mendukung pertanian organik.
Gerakan pertanian berkelanjutan semakin meluas sebagai respons terhadap perhatian terhadap masalah lingkungan. Pada tahun 2007, harga biji-bijian meningkat karena permintaan sebagai pakan ternak di Cina dan India, serta untuk produksi biofuel. Namun, hal ini juga menyebabkan kerusuhan karena harga pangan naik. Peningkatan pertanian skala kecil diusulkan sebagai solusi untuk meningkatkan suplai bahan pangan dan ketahanan pangan. Meskipun demikian, terjadi degradasi lahan yang serius, terutama di Afrika, yang dapat mengancam ketahanan pangan di masa depan.
China menjadi produsen hasil pertanian terbesar di dunia pada tahun 2009, diikuti oleh Uni Eropa, India, dan Amerika Serikat. Amerika Serikat memiliki produktivitas pertanian 1,7 kali lebih tinggi dibandingkan tahun 1948. Enam negara, termasuk Amerika Serikat dan Kanada, menyumbang 90% biji-bijian bahan pangan yang diperdagangkan di dunia. Defisit air semakin meningkat, meningkatkan impor biji-bijian di negara berkembang, dan potensial terjadi juga di negara besar seperti China dan India.
Tenaga Kerja Pertanian
Pada tahun 2011, ILO menyatakan bahwa lebih dari 1 miliar orang bekerja di sektor pertanian, di mana sekitar 70% di antaranya adalah pekerja anak-anak. Pertanian juga menjadi sektor dengan jumlah pekerja wanita yang signifikan di berbagai negara. Meskipun demikian, sektor jasa menjadi sektor yang mengalahkan pertanian dalam jumlah pekerja pada tahun 2007, dengan tren penurunan jumlah pekerja pertanian yang cenderung berlanjut.
Pekerja pertanian menghadapi risiko tinggi terhadap cedera, penyakit paru-paru, kehilangan pendengaran, penyakit kulit, dan kanker akibat penggunaan bahan kimia dan paparan sinar matahari. Pada pertanian industri, cedera sering terjadi akibat penggunaan alat dan mesin pertanian, serta paparan bahan kimia. ILO mencatat bahwa pertanian merupakan salah satu sektor ekonomi yang paling berbahaya, dengan perkiraan 170 ribu kematian pekerja pertanian setiap tahun.
Sistem pertanian bervariasi tergantung pada faktor-faktor seperti sumber daya, geografi, kebijakan pemerintah, dan budaya petani. Beberapa sistem termasuk pertanian berpindah, pertanian monokultur, tanaman rotasi, dan sistem polikultur. Sementara itu, sistem produksi hewan ternak dapat berdasarkan sumber pakan yang digunakan, dengan beberapa negara industri menggunakan sistem kandang penuh untuk produksi daging dan produk peternakan lainnya. Namun, praktik seperti penggunaan hormon pertumbuhan menjadi kontroversi di berbagai tempat di dunia.
Masalah lingkungan
Transformasi lahan untuk keperluan pertanian dan penggunaan sumber daya air menjadi dua masalah utama yang dihadapi dalam konteks pertanian modern. Transformasi lahan menyebabkan hilangnya keanekaragaman hayati, dengan sekitar 39-50% lahan dunia telah diubah oleh manusia. Degradasi lahan, termasuk deforestasi, desertifikasi, erosi, dan salinisasi, menjadi masalah serius yang mempengaruhi produktivitas ekosistem jangka panjang.
Masalah eutrofikasi juga muncul akibat aliran nutrisi dari lahan pertanian ke ekosistem perairan, menyebabkan peningkatan populasi alga dan tumbuhan air yang dapat mengakibatkan kebinasaan ikan dan kehilangan keanekaragaman hayati. Penggunaan air dalam pertanian juga menjadi perhatian, karena pertanian memanfaatkan sekitar 70% air tawar dunia. Terjadi penurunan ketersediaan air di berbagai daerah, yang dapat mengakibatkan kompetisi penggunaan air antara sektor pertanian, industri, dan perkotaan.
Penggunaan pestisida juga menjadi masalah lingkungan, dengan peningkatan penggunaan sejak tahun 1950-an. Pestisida dapat menyebabkan resistensi pada hama dan memicu dampak negatif pada kesehatan manusia dan lingkungan. Sementara itu, perubahan iklim juga memiliki dampak yang signifikan pada pertanian, termasuk perubahan pola cuaca, kekeringan, dan banjir yang dapat mempengaruhi produksi pangan.
Dalam menghadapi masalah ini, perlu adanya pendekatan yang berkelanjutan dalam manajemen lahan, penggunaan air, dan penggunaan pestisida dalam pertanian. Selain itu, langkah-langkah adaptasi juga perlu diambil untuk mengatasi dampak perubahan iklim pada produksi pangan.
Ekonomi Pertanian
Ekonomi pertanian melibatkan produksi, distribusi, dan konsumsi produk serta jasa pertanian. Sejak akhir abad ke-19, kajian ekonomi pertanian telah berkembang pesat, dipengaruhi oleh berbagai sistem pertanian dari masa lampau seperti sistem bagi hasil dan sistem feodal. Meskipun harga pangan yang dipengaruhi oleh aktivitas pertanian cenderung meningkat, biaya langsung yang dikeluarkan oleh petani telah berkurang karena efisiensi dalam produksi dan peningkatan nilai tambah melalui pemrosesan dan pemasaran.
Digitalisasi menjadi kunci dalam meningkatkan efisiensi dan produktivitas di sektor pertanian. Teknologi digital dapat membantu petani dalam berbagai aspek, mulai dari budidaya hingga pemasaran produk. Namun, masih diperlukan upaya untuk mengintegrasikan teknologi digital secara luas di kalangan petani.
Kebijakan pemerintah juga memiliki dampak signifikan pada pasar produk pertanian melalui berbagai insentif seperti pajak, subsidi, dan tarif. Sejak tahun 1960-an, kebijakan ini telah mempengaruhi pertanian di negara berkembang dan maju. Meskipun beberapa negara telah melakukan kesepakatan untuk membatasi distorsi kebijakan perdagangan pertanian antara tahun 1980-an dan 2000-an, masih terdapat distorsi kebijakan pada tahun 2009 yang mempengaruhi harga beberapa komoditas pertanian seperti gula, susu, dan beras. Subsidi kapas di negara maju, misalnya, telah menekan harga kapas di pasar global dan merugikan petani kapas di negara berkembang.
Disadur dari: https://id.wikipedia.org/wiki/Pertanian