Perbaikan Tanah dan Stabilitas Tanah

Teknik Biologis untuk Stabilisasi Tanah: Solusi Ramah Lingkungan dalam Rekayasa Geoteknik Modern

Dipublikasikan oleh Dewi Sulistiowati pada 29 April 2025


Paper yang ditulis oleh Hrudya S Nair dan Kannan K dari Marian Engineering College, Trivandrum, India berjudul "A Review on Stabilisation of soil using Biological Soil Improvement Techniques" menyajikan tinjauan komprehensif tentang teknik biologis untuk perbaikan tanah. Artikel ini menganalisis dua metode utama dalam biocementation tanah yang sedang berkembang pesat dalam rekayasa geoteknik modern: Microbially Induced Calcium Carbonate Precipitation (MICP) dan Enzyme Induced Calcium Carbonate Precipitation (EICP).

Latar Belakang dan Urgensi Teknik Biologis

Pertumbuhan populasi yang pesat di kawasan perkotaan telah mendorong ekspansi pembangunan ke daerah pinggiran kota dengan kondisi tanah yang sering tidak menguntungkan untuk infrastruktur. Situasi ini menciptakan kebutuhan akan teknik stabilisasi tanah yang efektif. Metode tradisional seperti stabilisasi mekanis dan injeksi grouting dengan semen atau polimer menghadapi beberapa kendala serius:

  • Biaya tinggi
  • Membutuhkan peralatan berat
  • Mengganggu infrastruktur perkotaan yang sudah ada
  • Melibatkan bahan kimia berbahaya dengan konsekuensi lingkungan serius

Penggunaan stabilisator seperti semen Portland menghasilkan masalah lingkungan signifikan termasuk produksi karsinogen dan pemanasan global. Sebagai respons, para peneliti mengembangkan teknologi renovasi tanah modern yang berkelanjutan, ramah lingkungan, dan mampu memenuhi kebutuhan infrastruktur masyarakat.

Fokus penelitian teknologi perbaikan tanah saat ini adalah pada metode biologis yang tangguh, ramah lingkungan, dan hemat energi. Soil-bioengineering yang menggunakan sistem akar vegetatif untuk menstabilkan struktur tanah adalah salah satu strategi yang diadopsi secara luas. Namun, pendekatan ini memiliki keterbatasan karena dipengaruhi oleh musim tanam dan variasi iklim yang memperkenalkan ketidakpastian dalam pertumbuhan dan proliferasi akar tanaman di dalam tanah.

Teknik Perbaikan Tanah Biologis

Teknik perbaikan tanah biologis dapat diklasifikasikan menjadi dua kategori utama:

  1. Teknik Perbaikan Tanah Bio-mediasi: Melibatkan penggunaan organisme hidup secara langsung ke dalam tanah, dan produk sampingan yang dihasilkan dari aktivitas biologis mereka dapat digunakan untuk mengubah sifat rekayasa tanah.
  2. Teknik Perbaikan Tanah Bio-inspirasi: Tidak melibatkan aplikasi langsung organisme hidup ke tanah, tetapi menggunakan bahan-bahan berbeda untuk memberikan reaksi dan produk yang serupa ke dalam tanah.

Microbially Induced Calcium Carbonate Precipitation (MICP)

MICP adalah aktivitas metabolik mikroba yang menggunakan presipitasi mineral anorganik (kalsit/kalsium karbonat; CaCO₃) untuk memperkuat material berpori, yang pada akhirnya meningkatkan sifat rekayasa tanah. Aplikasi terbaru MICP meliputi:

  • Penguatan dan pengerasan tanah
  • Perbaikan retakan beton
  • Produksi bio-bricks dari agregat bata
  • Stabilisasi/solidifikasi abu terbang dari pembakaran sampah padat perkotaan

Mikroorganisme yang digunakan dalam presipitasi karbonat yang diinduksi secara mikroba (MICP) dapat memiliki dampak signifikan pada sifat mekanik dan rekayasa tanah karena:

  • Tingkat reproduksi yang cepat
  • Metabolisme yang fleksibel
  • Konsumsi energi rendah
  • Keragaman dan kelimpahan
  • Ramah lingkungan

Enzyme Induced Calcium Carbonate Precipitation (EICP)

EICP adalah teknik perbaikan tanah biogeoteknik inovatif dimana kalsium karbonat dipresipitasi dari larutan berair di dalam pori-pori tanah, meningkatkan kualitas biogeoteknik tanah granular. Presipitasi kalsium karbonat meningkatkan kekuatan, kekakuan, dan dilatansi tanah melalui:

  • Pengisian pori
  • Pengerasan partikel
  • Pengikatan antar partikel

Proses EICP memiliki potensi untuk digunakan sebagai solusi bio-sementasi dan bio-remediasi dalam berbagai masalah lingkungan, bangunan, geoteknik, dan teknik sipil, termasuk:

  • Meningkatkan kekuatan tanah
  • Menurunkan potensi likuifaksi tanah
  • Mengendalikan erosi permukaan
  • Menurunkan permeabilitas
  • Meremediasi kontaminan logam berat

Reaksi kimia dalam proses EICP melibatkan hidrolisis urea oleh enzim urease:

CO(NH₂)₂ + 2H₂O → 2NH₄⁺ + CO₃²⁻

CaCl₂ → Ca²⁺ + 2Cl⁻

Ca²⁺ + CO₃²⁻ → CaCO₃ ↓ (presipitasi)

EICP memiliki keunggulan karena efektif untuk berbagai jenis tanah, termasuk tanah berbutir halus, berkat ukuran kristal enzim urease yang lebih kecil (biasanya 12 nm atau 120 Å).

Studi Kasus dan Hasil Penelitian

Aplikasi MICP pada Tanah Liat

Punnoi et al. (2021) melaporkan peningkatan kekuatan tekan bebas (qu) tanah liat yang dipadatkan dan ditreatment dengan MICP menggunakan bakteri Bacillus pasteurii dalam bentuk sel vegetatif dan spora bakteri. Hasil studi menunjukkan:

  • Nilai qu sampel yang ditreatment setelah 3 hari dan 7 hari perawatan lebih besar dari qu sampel yang tidak ditreatment
  • MICP dengan sel vegetatif meningkatkan nilai qu tanah liat hingga 2,0 kali
  • MICP dengan spora bakteri meningkatkan nilai qu tanah liat hingga 2,6 kali
  • Peningkatan kekuatan ini sesuai dengan peningkatan kandungan kalsit terukur sebesar 2,3-2,8 kali
  • Modulus Young sekan pada 50% kekuatan (E50) juga meningkat 1,8 dan 2,3 kali masing-masing untuk tanah yang ditreatment MICP dengan sel vegetatif dan spora bakteri

Diobservasi bahwa sel vegetatif meningkatkan kekuatan tanah liat lebih awal daripada spora bakteri. Keterlambatan dalam kinerja awal MICP oleh spora bakteri disebabkan oleh resistensinya terhadap lingkungan yang tidak sesuai, yang membutuhkan waktu untuk mengaktifkan kembali dari bentuk spora menjadi sel aktif.

Aplikasi MICP pada Tanah Liat Lunak

Xiao et al. (2020) melaporkan peningkatan kekuatan tekan bebas tanah yang ditreatment sebesar 2,42 kali mencapai 43,31 kPa dan pengurangan kadar air tanah liat dari 40% menjadi 30,73%. Spesimen uji tanah liat lunak dibuat dengan campuran tanah liat lunak, larutan dengan berbagai konsentrasi garam nutrisi, dan bakteri Sporosarcina pasteurii, kemudian dirawat selama 28 hari.

Pencampuran langsung larutan S. pasteurii, garam nutrisi, dan tanah liat lunak secara signifikan meningkatkan keseragaman distribusi spasial bakteri dan nutrisi dalam tanah liat lunak dan mempromosikan pembentukan kalsium karbonat.

Aplikasi MICP pada Tanah Liat Laut

Kannan et al. (2020) mengevaluasi perilaku rekayasa tanah liat laut yang ditreatment MICP melalui serangkaian uji konsolidasi satu dimensi, uji kompresi bebas, dan penentuan sifat indeks. Metode bio-augmentasi dan bio-stimulasi dilakukan pada dua jenis tanah berbeda, yaitu tanah liat Kuttanad dan tanah liat laut Cochin. Ditemukan bahwa:

  • Pada sampel tanah liat laut, teknik bio-stimulasi tidak efektif; bio-augmentasi diperlukan untuk perbaikan tanah
  • Pengurangan sekitar 29% diamati untuk batas cair 25 hari setelah perawatan bio-augmentasi
  • Setelah perawatan MICP, kompresibilitas tanah liat laut berkurang sekitar 32%
  • Pada kadar air batas ketangguhan, kekuatan geser tak terdrainase tanah liat laut yang ditreatment MICP meningkat secara signifikan (peningkatan tertinggi terukur sekitar 148%)
  • Sebagian besar spesimen yang diteliti mengalami perubahan designasi tanah dari CH ke MH, yang menunjukkan perbedaan karakteristik tanah yang cukup besar

Perbandingan EICP dan MICP

Saat membandingkan efisiensi presipitasi karbonat dari EICP menggunakan larutan kedelai dan MICP menggunakan bakteri ureolitik sebagai katalis untuk hidrolisis urea, Lee et al. (2020) menemukan:

  • Karena pertumbuhan mikroba, laju MICP meningkat seiring waktu
  • Laju EICP menurun karena urease, sebuah protein, terdegradasi seiring waktu
  • Masalah EICP ini dapat diatasi dengan memodifikasi rasio kedelai kuning terhadap air suling
  • Dengan meningkatkan kandungan kedelai kuning, laju EICP dapat disesuaikan untuk mengendapkan jumlah maksimum teoritis kalsium karbonat dalam 24 jam
  • Populasi mikroba juga dapat mengatur laju MICP, meskipun karena kompleksitas kultivasi mikroba, ini lebih menantang daripada dengan EICP

Keefektifan presipitasi EICP dari perspektif kemampuan presipitasi dan kemudahan menyesuaikan laju presipitasi menjadikannya pengganti yang bagus untuk MICP. Nilai UCS spesimen tanah liat berpasir yang ditreatment dengan EICP ditemukan berada dalam kisaran 1,58 hingga 2,72 untuk berbagai kombinasi larutan kedelai dan urea-CaCl₂. Kekuatan maksimum diamati untuk sampel yang dirawat selama 28 hari dengan larutan urea-CaCl₂ 140g/L dan larutan kedelai 3g/L.

Ekstrak Urease Tumbuhan untuk Presipitasi Kalsium Karbonat

Dilrukshi et al. (2018) melakukan perbaikan tanah menggunakan presipitasi kalsium karbonat yang diinduksi urease yang berasal dari tumbuhan. Untuk tujuan presipitasi kalsium karbonat, ekstrak kasar dari biji semangka yang dihancurkan digunakan sebagai sumber urease bersama dengan urea dan kalsium klorida.

Kekuatan tekan bebas yang diestimasi dari pasir Mikawa yang tersedia secara komersial menunjukkan bahwa kekuatan meningkat dengan peningkatan konsentrasi urea-CaCl₂. Nilai UCS tertinggi ditemukan untuk sampel yang dirawat selama 14 hari pada 0,7 M CaCl₂-urea dan konsentrasi urease 3,912 U/mL.

Ekstrak urease kasar dari biji semangka yang dihancurkan dapat menggantikan urease yang dipasok secara komersial untuk presipitasi karbonat dan digunakan sebagai pendekatan dampak rendah untuk perbaikan tanah.

Aplikasi EICP untuk Meningkatkan Kekuatan Geser Liner Tanah Liat yang Dipadatkan

Gao et al. (2020) menggunakan EICP untuk meningkatkan kekuatan geser liner tanah liat yang dipadatkan. Pemadatan dilakukan pada tanah yang ditreatment dengan empat konsentrasi penyemenan yang berbeda pada kadar air cetak yang berbeda.

  • Sampel tanah yang ditreatment memiliki nilai UCS lebih besar dari 200 kPa, yang dianggap sebagai standar minimum yang direkomendasikan untuk liner tanah liat yang dipadatkan
  • Nilai UCS tanah yang tidak ditreatment kurang dari 200 kPa
  • Kekuatan geser meningkat seiring dengan peningkatan molaritas larutan urea-CaCl₂
  • Kekuatan terbesar 643,5 kPa dicapai pada larutan sementasi 1,00 M ketika sampel disiapkan pada kadar air cetak -2% dalam kaitannya dengan OMC
  • Gambar SEM tanah yang ditreatment menunjukkan pembentukan presipitasi putih
  • Investigasi XRD tanah yang ditreatment mengungkapkan bahwa mineral kalsit hadir dalam matriks tanah

Efektivitas Ekstrak Urease Kasar vs Urease Komersial

Tirkolaei et al. (2020) melakukan pengujian pada ekstrak kasar dan ekstrak murni dari biji semangka, kedelai, kacang jack, dan tepung kacang jack dalam tabung reaksi. Ditemukan bahwa ekstrak kasar kacang jack menghasilkan hasil satuan tertinggi di antara keempat sumber tanaman ini, diukur sebagai jumlah urease per massa awal bahan sumber.

Saat membandingkan kekuatan sampel tanah yang diobati dengan ekstrak urease kasar dan ekstrak urease yang tersedia secara komersial, terlihat bahwa ketidakmurnian dalam kedua ekstrak memainkan peran penting dalam penguatan tanah, sehingga ekstrak kasar lebih efektif.

  • Hasil UCS yang lebih tinggi diperoleh pada spesimen bio-semen menggunakan ekstrak kasar kacang jack, yang jauh kurang murni daripada enzim yang tersedia secara komersial
  • Hasil ini menunjukkan bahwa ketidakmurnian organik dalam larutan bio-sementasi mungkin sebenarnya meningkatkan efektivitas EICP untuk bio-sementasi

Kesimpulan dan Implikasi

Kebutuhan akan adopsi teknik perbaikan tanah biologis semakin meningkat dalam skenario teknik stabilisasi tanah yang sedang berkembang saat ini. Fokus penelitian teknologi perbaikan tanah saat ini adalah pada metode biologis yang tangguh, ramah lingkungan, dan hemat energi.

Insinyur geoteknik dan peneliti menerapkan presipitasi kalsium karbonat yang diinduksi secara mikroba (MICP) dan presipitasi kalsium karbonat yang diinduksi oleh enzim (EICP) di seluruh dunia. Presipitasi Kalsium Karbonat (CaCO₃) dengan adanya enzim urease bertindak sebagai komponen fundamental dari kedua proses ini.

MICP menggunakan perlakuan langsung mikroorganisme dengan tanah. Studi stabilisasi tanah menggunakan MICP menunjukkan peningkatan kekuatan yang cukup besar dan presipitasi kalsit yang luar biasa dalam matriks tanah.

Berdasarkan hasil presipitasi tabung perbandingan EICP dan MICP, EICP dapat menjadi pengganti yang baik untuk MICP karena efisiensinya dalam presipitasi serta kemudahan dengan mana laju presipitasi dapat dengan mudah dikontrol.

Karena urease dibuat dalam bentuk yang sangat murni untuk penelitian dan aplikasi yang halus, harganya mahal ketika dibeli secara komersial. Karakteristik kekuatan beragam tanah yang diobati dengan enzim urease dari berbagai sumber (biji semangka, biji kedelai, dan biji kacang jack) mengungkapkan peningkatan yang signifikan dan presipitasi CaCO₃ yang efektif. Jadi, enzim urease yang berasal dari tumbuhan dapat menjadi pengganti yang baik untuk enzim urease yang dijual secara komersial.

Peluang dan Tantangan Masa Depan

Meskipun penelitian ini menunjukkan potensi besar teknik biologis untuk stabilisasi tanah, beberapa tantangan dan peluang penelitian masa depan perlu dipertimbangkan:

  1. Aplikasi pada Skala Besar: Mayoritas studi dilakukan pada skala laboratorium. Diperlukan penelitian lebih lanjut untuk memvalidasi efektivitas teknik ini pada aplikasi lapangan skala besar.
  2. Optimalisasi Biaya: Meskipun ekstrak urease kasar dari tumbuhan lebih ekonomis daripada urease komersial, prosedur ekstraksi yang lebih efisien perlu dikembangkan untuk mengurangi biaya lebih lanjut.
  3. Ketahanan Jangka Panjang: Perilaku jangka panjang tanah yang distabilkan secara biologis, termasuk ketahanan terhadap siklus basah-kering dan fluktuasi suhu, memerlukan investigasi lebih lanjut.
  4. Variabilitas Bahan Biologis: Variabilitas alami dalam sumber enzim biologi dan aktivitas mikroorganisme dapat mempengaruhi konsistensi hasil. Standardisasi protokol perlu dikembangkan.
  5. Potensi Integrasi dengan Teknik Tradisional: Kombinasi teknik biologis dengan metode stabilisasi tanah konvensional dapat memberikan solusi hibrida yang mengoptimalkan kinerja dan mengurangi dampak lingkungan.

Secara keseluruhan, stabilisasi tanah biologis menawarkan pendekatan menjanjikan dan berkelanjutan untuk meningkatkan sifat rekayasa tanah, terutama dalam konteks meningkatnya kekhawatiran lingkungan dan kebutuhan akan praktek konstruksi ramah lingkungan. Penelitian lebih lanjut dan implementasi industri akan memainkan peran penting dalam memajukan teknik-teknik ini dari fase eksperimental ke aplikasi praktis yang diterima secara luas.

Sumber : Nair, H. S., & Kannan, K. (2023). A Review on Stabilisation of soil using Biological Soil Improvement Techniques. International Journal of Engineering Research & Technology (IJERT), 12(01), 300-303.

Selengkapnya
Teknik Biologis untuk Stabilisasi Tanah: Solusi Ramah Lingkungan dalam Rekayasa Geoteknik Modern

Perbaikan Tanah dan Stabilitas Tanah

Revolusi Stabilisasi Tanah: Perbandingan Komprehensif Teknik Modern untuk Konstruksi Berkelanjutan

Dipublikasikan oleh Dewi Sulistiowati pada 29 April 2025


Pendahuluan

Stabilisasi tanah adalah proses penting dalam teknik sipil yang bertujuan untuk memperbaiki sifat fisik tanah agar sesuai dengan kebutuhan konstruksi. Paper ini menyajikan studi komparatif tentang berbagai teknik stabilisasi tanah modern, meliputi metode kimiawi, mekanis, dan biologis. Tujuan utama adalah untuk memberikan pemahaman mendalam tentang kelebihan dan kekurangan masing-masing metode, sehingga insinyur dapat memilih solusi yang paling tepat dan efektif untuk proyek mereka.

Metode Penelitian

Studi ini melakukan analisis komparatif berdasarkan tinjauan literatur ekstensif, mencakup berbagai teknik stabilisasi tanah yang umum digunakan, seperti:

  • Stabilisasi dengan kapur dan semen
  • Stabilisasi dengan bitumen dan fly ash
  • Vibroflotasi dan pemadatan dinamis
  • Penggunaan sand drains dan wick drains
  • Stabilisasi dengan polimer dan molase
  • Metode blasting dan preloading

Setiap teknik dievaluasi berdasarkan prinsip dasar, aplikasi, keunggulan, keterbatasan, dan efektivitas biaya. Data kuantitatif dan studi kasus disertakan untuk mendukung analisis.

Hasil dan Diskusi

1. Stabilisasi Kimiawi: Kapur vs. Semen

Stabilisasi kimiawi menggunakan kapur dan semen memiliki keunggulan dan aplikasi yang berbeda tergantung pada jenis tanah yang digunakan. Kapur sangat efektif untuk tanah lempung, karena dapat meningkatkan kekuatan jangka panjang melalui reaksi pozzolanik yang terjadi saat kapur bereaksi dengan air dan tanah. Di sisi lain, semen lebih cocok untuk tanah granular, memberikan kekuatan awal yang lebih cepat, sehingga ideal untuk proyek yang memerlukan penyelesaian cepat.

 

Perbandingan rinci antara kedua metode stabilisasi ini dapat dilihat dalam tabel berikut: stabilisasi kapur lebih efektif untuk tanah lempung, sementara stabilisasi semen lebih disukai untuk tanah granular. Dari segi kekuatan, kapur menawarkan kekuatan jangka panjang, sedangkan semen memberikan kekuatan awal yang cepat. Struktur pori pada stabilisasi kapur cenderung terbuka, sedangkan pada stabilisasi semen, struktur porinya lebih tertutup. Selain itu, suhu produksi untuk kapur adalah sekitar 1500°C, sedangkan untuk semen, suhu produksinya lebih dari 1500°C. Dengan mempertimbangkan karakteristik ini, pemilihan antara kapur dan semen harus disesuaikan dengan jenis tanah dan kebutuhan proyek.

2. Stabilisasi dengan Bitumen dan Fly Ash

Bitumen dan fly ash memiliki peran penting dalam stabilisasi tanah, namun keduanya memiliki karakteristik yang berbeda. Bitumen efektif dalam mengikat partikel tanah dan meningkatkan kekuatan kohesif, tetapi proses penggunaannya kurang ramah lingkungan. Sebaliknya, fly ash, sebagai produk limbah industri, menawarkan alternatif yang lebih berkelanjutan dengan kemampuan untuk meningkatkan kapasitas tanah dalam menyimpan air dan menyediakan nutrisi bagi tanaman. Dalam hal mekanisme, stabilisasi bitumen bekerja melalui pengikatan partikel, sementara stabilisasi fly ash melibatkan reaksi pozzolanik. Dari segi dampak lingkungan, bitumen dianggap kurang ramah lingkungan, sedangkan fly ash lebih ramah lingkungan. Biaya stabilisasi bitumen dapat signifikan, terutama pada suhu ekstrem, sedangkan fly ash menawarkan solusi yang lebih efektif biaya. Selain itu, durabilitas stabilisasi bitumen cenderung lebih rendah dibandingkan dengan beton, sementara fly ash menunjukkan durabilitas yang sangat baik. Dengan demikian, pemilihan metode stabilisasi yang tepat harus mempertimbangkan faktor lingkungan, biaya, dan kinerja jangka panjang.

3. Metode Mekanis: Vibroflotasi vs. Pemadatan Dinamis

Vibroflotasi dan pemadatan dinamis adalah dua metode pemadatan tanah yang memiliki aplikasi dan karakteristik yang berbeda. Vibroflotasi sangat cocok untuk tanah granular dan non-kohesif, dengan kemampuan untuk meningkatkan kepadatan relatif tanah hingga kedalaman 150 kaki. Metode ini efektif dalam meningkatkan stabilitas tanah, terutama dalam kondisi yang memerlukan kepadatan tinggi. Namun, vibroflotasi memiliki keterbatasan, yaitu tidak efektif jika kandungan lanau melebihi 15% atau kandungan lempung lebih dari 2%.

Di sisi lain, pemadatan dinamis menawarkan pendekatan yang lebih serbaguna dan dapat diterapkan pada berbagai jenis tanah. Metode ini menggunakan energi tinggi untuk memadatkan tanah hingga kedalaman 12 meter, dengan tujuan utama untuk meningkatkan karakteristik geoteknik tanah. Meskipun demikian, pemadatan dinamis juga memiliki keterbatasan, yaitu tidak efektif jika kandungan halus dalam tanah melebihi 20%. Dengan mempertimbangkan karakteristik dan keterbatasan masing-masing metode, pemilihan antara vibroflotasi dan pemadatan dinamis harus disesuaikan dengan jenis tanah dan tujuan proyek yang diinginkan.

4. Sistem Drainase: Sand Drains vs. Wick Drains

Sand drains dan wick drains (PVD) adalah dua metode yang digunakan untuk mempercepat proses konsolidasi tanah, namun keduanya memiliki karakteristik dan aplikasi yang berbeda. Sand drains efektif dalam tanah lempung lunak hingga kaku, lanau, dan pasir lepas, dengan menyediakan jalur drainase vertikal yang memungkinkan air mengalir keluar dari tanah, sehingga mempercepat konsolidasi. Pemasangan sand drains dilakukan secara vertikal, dan kedalamannya terbatas, tergantung pada kondisi tanah.

Di sisi lain, wick drains (PVD) merupakan solusi yang lebih modern dan fleksibel, dapat dipasang dalam posisi vertikal maupun non-vertikal, sehingga cocok untuk tanah halus yang terendam air, seperti lanau organik dan gambut. Wick drains memiliki kemampuan untuk dipasang hingga kedalaman lebih dari 200 kaki, menjadikannya pilihan yang lebih baik untuk kondisi tanah yang lebih dalam. Meskipun sand drains dapat mempercepat konsolidasi dengan lebih cepat karena permeabilitas horizontal yang lebih baik, wick drains mungkin mengalami keterhambatan dalam kecepatan konsolidasi akibat permeabilitas yang lebih rendah. Dengan demikian, pemilihan antara sand drains dan wick drains harus mempertimbangkan jenis tanah, kedalaman, dan kebutuhan spesifik proyek.

5. Stabilisasi Biologis: Polimer vs. Molase

Stabilisasi tanah menggunakan polimer dan molase memiliki keunggulan dan aplikasi yang berbeda dalam bidang teknik sipil dan pertanian. Polimer digunakan secara luas dalam teknik geoteknik, konstruksi, dan pertanian untuk meningkatkan sifat fisik tanah, seperti kekuatan dan stabilitas. Namun, dampak lingkungan dari polimer menjadi perhatian, karena polimer yang kuat sulit terurai dan dapat menyebabkan masalah pencemaran. Beberapa faktor yang mempengaruhi efektivitas stabilisasi polimer meliputi salinitas, suhu, konsentrasi, dan berat molekul.

Di sisi lain, molase, sebagai produk sampingan dari industri gula, menawarkan alternatif alami yang dapat meningkatkan retensi air tanah, terutama dalam aplikasi pertanian. Keunggulan molase terletak pada sifat alaminya, yang menjadikannya lebih ramah lingkungan dibandingkan dengan polimer sintetis. Namun, efektivitas molase dalam stabilisasi tanah dipengaruhi oleh suhu, kandungan larut, dan komposisi larut. Ketersediaan juga menjadi faktor penting; sementara polimer relatif mudah ditemukan, molase semakin sulit ditemukan seiring dengan berkurangnya produksi gula. Dengan mempertimbangkan karakteristik ini, pemilihan antara stabilisasi polimer dan molase harus disesuaikan dengan kebutuhan spesifik proyek dan pertimbangan lingkungan.

6. Metode Konsolidasi: Blasting vs. Preloading

Blasting dan preloading adalah dua metode yang digunakan dalam teknik sipil dan konstruksi untuk mempersiapkan tanah sebelum pembangunan. Blasting melibatkan penggunaan bahan peledak untuk memecah tanah padat, dengan tujuan utama mengurangi ukuran batuan yang sulit diolah. Metode ini sering diterapkan dalam industri pertambangan dan konstruksi, tetapi memiliki risiko keamanan yang tinggi karena potensi bahaya dari bahan peledak.

Sebaliknya, preloading adalah metode yang lebih aman yang memberikan beban merata di permukaan tanah sebelum konstruksi dimulai. Tujuan dari preloading adalah untuk memadatkan tanah, sehingga meningkatkan stabilitas dan daya dukung tanah sebelum pembangunan struktur. Aplikasi preloading umumnya lebih terkait dengan teknik sipil, di mana keamanan menjadi prioritas utama.

Dalam konteks studi kasus dan angka penting, beberapa temuan menarik mencakup penambahan 5% kapur pada tanah lempung yang dapat meningkatkan unconfined compressive strength (UCS) hingga 200%, menunjukkan efektivitas stabilisasi kapur. Selain itu, pemadatan dinamis yang menggunakan energi sebesar 200 ton-meter dapat memadatkan tanah hingga kedalaman 10 meter, menunjukkan kekuatan metode ini. Terakhir, penggunaan wick drains dapat mempercepat konsolidasi tanah lunak hingga 50% dibandingkan dengan kondisi tanpa drainase, menyoroti pentingnya teknik ini dalam meningkatkan performa tanah. Dengan mempertimbangkan karakteristik dan aplikasi masing-masing metode, pemilihan teknik yang tepat sangat penting untuk keberhasilan proyek konstruksi.

Kesimpulan

Pemilihan teknik stabilisasi tanah yang tepat sangat bergantung pada jenis tanah, kondisi lingkungan, anggaran, dan persyaratan proyek. Studi komparatif ini memberikan panduan komprehensif untuk membantu insinyur membuat keputusan yang tepat.

Sumber: Ayesha Binta Ali, Maliha Rashid, Zahin Rahman, Tamjid Talukder, Imran Ahmed Joy. A Comparative Study on Soil Stabilization Techniques. Journal of Advances in Geotechnical Engineering, 2023.

Selengkapnya
Revolusi Stabilisasi Tanah: Perbandingan Komprehensif Teknik Modern untuk Konstruksi Berkelanjutan

Perbaikan Tanah dan Stabilitas Tanah

Revolusi Hijau dalam Konstruksi: Stabilisasi Tanah Lunak dengan Bahan Limbah

Dipublikasikan oleh Dewi Sulistiowati pada 29 April 2025


 Pendahuluan 

Dalam era konstruksi berkelanjutan, penggunaan bahan limbah untuk stabilisasi tanah lunak menjadi solusi inovatif yang menggabungkan manfaat ekonomi dan ekologis. Artikel ini menganalisis penelitian oleh Chmielewska dan Gosk (2022) yang menguji berbagai limbah—seperti ampas kopi, abu sekam padi, dan kaca daur ulang—untuk meningkatkan kepadatan, kekuatan geser, dan stabilitas tanah. Temuan ini relevan dengan tren circular economy dan kebutuhan mengurangi emisi karbon di industri konstruksi. 

 Metode Stabilisasi Tanah dengan Limbah 

Penelitian mengklasifikasikan metode stabilisasi tanah menjadi lima kelompok (Chu et al., 2009), dengan fokus pada penggunaan aditif limbah. Beberapa teknik utama meliputi: 

- Pencampuran mekanis: Limbah dicampur langsung dengan tanah untuk meningkatkan kepadatan. 

- Pengikatan kimia: Limbah dengan kandungan silika tinggi (seperti abu sekam padi) bereaksi secara pozzolanik. 

- Penguatan serat: Serat alami (pisang, kelapa) menambah kekuatan tarik tanah. 

Studi Kasus: 

- Limbah batu (SSW): Penambahan 20% SSW meningkatkan kepadatan tanah sebesar 3-4% dan kohesi hingga 40% (Attom & El-Emam, 2011). 

- Ampas kopi (SCG): 10% SCG meningkatkan kohesi tanah sebesar 20%, tetapi kandungan 15% justru mengurangi stabilitas (Bedaiwy et al., 2019). 

 Dampak Limbah pada Sifat Teknis Tanah 

 1. Kepadatan Maksimum & Kadar Air Optimum 

Kepadatan maksimum dan kadar air optimum tanah dapat dipengaruhi oleh berbagai bahan limbah. Penelitian menunjukkan bahwa penambahan kaca daur ulang (CWG) sebesar 20% dapat meningkatkan kepadatan tanah hingga 5% (Perera et al., 2022). Di sisi lain, penambahan serat pisang sebanyak 0.5% dapat meningkatkan kepadatan tanah hingga 7%, sementara penambahan 1% serat kenaf justru menyebabkan penurunan kepadatan. Tabel ringkasan berikut menunjukkan pengaruh beberapa bahan limbah terhadap sifat tanah: abu sekam padi (RHA) dengan kandungan optimal 20% dapat menurunkan kepadatan tanah sebesar 25% dan meningkatkan kadar air sebesar 30%, sedangkan ban bekas dengan kandungan yang sama dapat menurunkan kepadatan tanah sebesar 14% dan mengurangi kadar air sebesar 30%. Temuan ini menunjukkan bahwa pemilihan bahan limbah yang tepat sangat penting untuk mencapai karakteristik tanah yang diinginkan.

 2. Parameter Kekuatan (Kohesi & Sudut Geser) 

- Limbah kaca (CWG): 50% CWG meningkatkan sudut geser 50% tetapi mengurangi kohesi 45% (Amiri et al., 2018). 

- Serbuk gergaji: 7.5% meningkatkan kohesi dan sudut geser secara signifikan (Sun et al., 2018). 

 Kritik & Rekomendasi 

Keunggulan: 

- Ramah lingkungan: Mengurangi limbah dan emisi karbon. 

- Ekonomis: Biaya material lebih rendah dibanding semen tradisional. 

Kekurangan: 

- Efek jangka panjang: Belum ada studi komprehensif tentang dampak limbah terhadap air tanah atau ekosistem. 

- Variabilitas hasil: Efektivitas tergantung jenis tanah dan komposisi limbah. 

Contoh Aplikasi Nyata: 

Proyek jalan di Malaysia menggunakan ban bekas sebagai bahan pengisi embankment, mengurangi biaya material hingga 30% (Azam et al., 2020). 

 Kesimpulan 

Penggunaan limbah dalam stabilisasi tanah menawarkan solusi berkelanjutan untuk konstruksi, tetapi memerlukan uji lapangan lebih lanjut. Kombinasi antara limbah organik (ampas kopi) dan anorganik (kaca daur ulang) bisa menjadi strategi optimal untuk berbagai jenis tanah. 

Sumber : Chmielewska, I., & Gosk, W. (2022). Sustainable soil stabilization: the use of waste materials to improve the engineering properties of soft soils. Inżynieria Bezpieczeństwa Obiektów Antropogenicznych, 3, 34-41. 

Selengkapnya
Revolusi Hijau dalam Konstruksi: Stabilisasi Tanah Lunak dengan Bahan Limbah

Perbaikan Tanah dan Stabilitas Tanah

Potensi Sodium Carboxymethyl Cellulose (NaCMC) dalam Stabilisasi Tanah Organik: Studi Kasus dan Analisis Mendalam

Dipublikasikan oleh Dewi Sulistiowati pada 29 April 2025


Pendahuluan

Industri konstruksi merupakan kontributor besar emisi karbon global, sehingga muncul kebutuhan mendesak untuk solusi stabilisasi tanah yang ramah lingkungan dan berkelanjutan. Salah satu alternatif yang menjanjikan adalah penggunaan biopolimer, khususnya Sodium Carboxymethyl Cellulose (NaCMC), turunan anionik dari selulosa alami yang memiliki kemampuan pengikat dan retensi kelembapan yang baik. Studi ini mengeksplorasi potensi NaCMC dalam meningkatkan sifat geoteknik tanah organik, khususnya tanah lempung organik (organic silt), dengan fokus pada peningkatan kekuatan tekan tanpa konfinen (UCS), penurunan konduktivitas hidraulik (HC), dan peningkatan kekuatan subgrade melalui uji California Bearing Ratio (CBR)1.

Metode Penelitian

Tanah organik yang digunakan berasal dari Ariyalur, Tamil Nadu, India, dengan kandungan organik 13,6% dan indeks swell diferensial 35%. NaCMC ditambahkan ke tanah dalam konsentrasi 0,25% hingga 1,00% berat kering tanah, kemudian dilakukan pengujian pada berbagai periode curing (0, 7, 14, dan 28 hari). Pengujian meliputi:

  • Kompaksi standar untuk menentukan optimum moisture content (OMC) dan maximum dry unit weight (MDU).
  • Uji kekuatan tekan tanpa konfinen (UCS).
  • Uji konduktivitas hidraulik (HC).
  • Uji CBR untuk menilai kekuatan subgrade.
  • Analisis mikrostruktur menggunakan Scanning Electron Microscope (SEM).
  • Analisis kimia menggunakan X-Ray Diffraction (XRD) dan Fourier Transform Infrared Spectroscopy (FT-IR).
  • Uji pH untuk menilai reaksi tanah terhadap lingkungan asam dan basa1.

Hasil dan Diskusi

1. Karakteristik Kompaksi

Penambahan NaCMC tidak secara signifikan mengubah OMC, yang tetap sekitar 17,5% hingga 17,8%. Namun, MDU menurun dari 16,8 kN/m³ menjadi 14,9 kN/m³ pada dosis 1,00% NaCMC. Penurunan MDU ini disebabkan oleh sifat hidrofobik NaCMC yang meningkatkan adsorpsi air dan membentuk gel viskos yang mengisi pori-pori tanah, sehingga menghambat interaksi antar partikel dan menambah ruang kosong (voids)1.

2. Peningkatan Kekuatan Tanah

  • Unconfined Compression Strength (UCS) meningkat drastis hingga 76,7% pada dosis 0,5% NaCMC setelah 28 hari curing, menunjukkan penguatan signifikan tanah organik yang biasanya lemah1.
  • Hydraulic Conductivity (HC) menurun hingga 91,7% pada dosis yang sama, mengindikasikan kemampuan NaCMC dalam mengurangi permeabilitas air dan meningkatkan retensi air tanah.
  • Compression Index berkurang sebesar 50%, menandakan penurunan kompresibilitas tanah.
  • California Bearing Ratio (CBR) meningkat sebesar 33,2%, mengubah tanah dari kualitas sangat buruk menjadi subgrade yang layak untuk aplikasi perkerasan jalan1.

3. Mekanisme Penguatan

Analisis SEM mengungkapkan bahwa NaCMC tidak membentuk senyawa kimia baru dengan tanah, melainkan membentuk benang fibrous yang mengikat partikel tanah secara fisik. Ini memperkuat struktur tanah tanpa merusak sifat kimia alami tanah. XRD dan FT-IR mengonfirmasi tidak adanya reaksi kimia baru, sehingga stabilisasi bersifat fisik dan mekanis1.

4. Studi Kasus dan Angka Penting

  • Pada dosis optimum 0,5% NaCMC, UCS meningkat dari nilai dasar tanah organik yang rendah menjadi hampir dua kali lipat.
  • HC yang menurun drastis menunjukkan potensi NaCMC dalam mengendalikan aliran air tanah, penting untuk mencegah erosi dan meningkatkan kestabilan fondasi.
  • Peningkatan CBR sebesar 33,2% mengindikasikan aplikasi praktis untuk perkerasan jalan di daerah dengan tanah organik yang biasanya tidak stabil.

5. Implikasi Lingkungan dan Industri

Penggunaan NaCMC sebagai stabilisator tanah menawarkan alternatif yang ramah lingkungan, biodegradable, dan berkelanjutan dibandingkan bahan kimia tradisional seperti semen dan kapur yang menghasilkan emisi karbon tinggi. Dengan sifatnya yang alami dan tidak merusak struktur kimia tanah, NaCMC dapat diintegrasikan dalam praktik teknik sipil modern untuk mendukung konstruksi hijau dan pengelolaan sumber daya tanah yang lebih baik1.

Opini dan Perbandingan dengan Penelitian Lain

Dibandingkan dengan biopolimer lain seperti xanthan gum dan guar gum, NaCMC menunjukkan keunggulan dalam hal peningkatan deformasi maksimum (failure strain) yang lebih tinggi, memberikan fleksibilitas mekanis pada tanah yang distabilisasi. Hal ini penting untuk aplikasi yang membutuhkan ketahanan terhadap deformasi dinamis seperti pada fondasi bangunan dan perkerasan jalan. Namun, perlu penelitian lebih lanjut untuk menguji ketahanan jangka panjang dan perilaku NaCMC di berbagai tipe tanah dan kondisi lingkungan1.

Kesimpulan

Penelitian ini membuktikan bahwa Sodium Carboxymethyl Cellulose (NaCMC) adalah stabilisator tanah yang efektif dan berkelanjutan untuk tanah organik. Dengan dosis optimum 0,5%, NaCMC secara signifikan meningkatkan kekuatan tekan tanpa konfinen, menurunkan permeabilitas, dan meningkatkan kekuatan subgrade tanah. Mekanisme penguatan bersifat fisik melalui pembentukan jaringan fibrous yang mengikat partikel tanah tanpa perubahan kimia. Penggunaan NaCMC dapat menjadi solusi inovatif dalam teknik geoteknik yang mendukung pembangunan berkelanjutan dan pengurangan dampak lingkungan.

Sumber: Sujatha, E.R.; Kannan, G. An Investigation on the Potential of Cellulose for Soil Stabilization. Sustainability, 2022, 14, 16277.

Selengkapnya
Potensi Sodium Carboxymethyl Cellulose (NaCMC) dalam Stabilisasi Tanah Organik: Studi Kasus dan Analisis Mendalam

Perbaikan Tanah dan Stabilitas Tanah

Program Magister Geoteknik CEDEX: Kolaborasi Strategis Pemerintah, Akademisi, dan Industri untuk Pendidikan Teknik Tanah Profesional

Dipublikasikan oleh Dewi Sulistiowati pada 29 April 2025


Sejak awal 1980-an, CEDEX (Centro de Estudios y Experimentación de Obras Públicas) di Spanyol telah menyelenggarakan program magister geoteknik yang unik dan berkelanjutan. Program ini berawal dari kursus singkat tiga bulan yang bertujuan mendukung negara berkembang di Amerika Latin, berkembang menjadi magister pascasarjana yang diakui secara internasional dengan lebih dari 1.000 alumni. Keberhasilan program ini didorong oleh kolaborasi erat antara pemerintah, universitas, dan industri, serta pengajaran dalam bahasa Spanyol yang menjadi nilai tambah bagi peserta dari negara-negara berbahasa Spanyol.

Struktur dan Tujuan Program

Program ini bukan sekadar gelar akademik biasa, melainkan pendidikan profesional yang menggabungkan teori dan praktik geoteknik secara menyeluruh. Setiap tahun, program ini menerima sekitar 25-30 mahasiswa internasional yang dipilih berdasarkan kriteria akademik dan profesional, dengan kemampuan bahasa Spanyol sebagai syarat utama.

Tujuan utama program:

  • Mempersiapkan lulusan siap kerja dengan kompetensi tinggi di bidang geoteknik.
  • Menjembatani kebutuhan praktisi, akademisi, dan pemerintah dalam pengembangan sumber daya manusia.
  • Memfasilitasi akses ke pasar tenaga kerja internasional melalui jaringan alumni yang kuat.

Kolaborasi Institusional yang Kuat

Program ini dijalankan oleh CEDEX, sebuah lembaga riset pemerintah yang berada di bawah Kementerian Pembangunan Spanyol, dengan dukungan dari dua universitas utama: Universidad Politécnica de Madrid (UPM) dan Universidad Nacional de Educación a Distancia (UNED). CEDEX menyediakan fasilitas laboratorium geoteknik kelas dunia dan tenaga pengajar yang juga aktif di industri dan pemerintahan.

Selain itu, asosiasi industri seperti AETESS berperan penting dalam memberikan pelatihan praktis dan membuka peluang kerja bagi lulusan. Dukungan dari lembaga internasional dan badan kerja sama seperti AECID juga pernah memberikan beasiswa bagi mahasiswa dari negara berkembang.

Kurikulum dan Metode Pengajaran

Kurikulum program dirancang secara modular dengan tiga unit utama yang mencakup:

  • Prinsip Mekanika Tanah dan Batu
  • Fondasi Dangkal dan Dalam
  • Stabilitas Lereng, Perbaikan Tanah, dan Terowongan

Selain itu, terdapat sesi lanjutan yang membahas topik-topik mutakhir seperti mekanika tanah tak jenuh, fondasi lepas pantai, dan Eurocode 7. Pengajaran dilakukan secara intensif selama periode Februari hingga Juni, dengan jadwal harian yang padat dan tugas mingguan yang mendorong kolaborasi antar mahasiswa.

Kualitas Pengajar dan Jaringan Alumni

Sekitar 75 dosen berkontribusi dalam program ini, dengan 25% di antaranya adalah alumni yang kembali mengajar. Pengajar berasal dari berbagai latar belakang: lembaga pemerintah, universitas, dan industri, termasuk perusahaan besar seperti REPSOL dan Ferrovial. Hal ini menjamin keseimbangan antara teori dan praktik serta relevansi materi dengan kebutuhan pasar kerja.

Studi Kasus dan Dampak Nyata

Program ini telah melahirkan lulusan yang tersebar di berbagai sektor, mulai dari proyek infrastruktur nasional hingga riset akademik. Contohnya, banyak alumni yang kini memegang posisi manajerial di perusahaan konstruksi dan badan pemerintahan Spanyol, berkontribusi dalam proyek-proyek besar seperti pengelolaan sumber daya air dan pembangunan jalan raya.

Pengalaman lapangan dan studi kasus nyata menjadi bagian penting dalam pembelajaran, memungkinkan mahasiswa memahami tantangan teknis dan sosial yang dihadapi dalam proyek geoteknik modern.

Nilai Tambah dan Relevansi dengan Tren Global

Program magister ini sangat relevan dengan tren global dalam pendidikan teknik yang menuntut integrasi antara ilmu dasar, teknologi mutakhir, dan kebutuhan industri. Pendekatan kolaboratif yang melibatkan pemerintah, akademisi, dan industri menjadi model sukses yang bisa diadaptasi di negara lain, terutama dalam konteks pembangunan berkelanjutan dan pengelolaan risiko geoteknik.

Kritik dan Rekomendasi

Walaupun program ini sangat kuat dalam aspek teknis dan praktis, beberapa tantangan tetap ada:

  • Bahasa pengantar Spanyol membatasi akses bagi calon mahasiswa non-Spanyol.
  • Perluasan penggunaan teknologi digital dan pembelajaran jarak jauh bisa ditingkatkan untuk menjangkau audiens lebih luas.
  • Penambahan modul yang membahas aspek ekonomi dan keberlanjutan secara lebih eksplisit akan memperkaya kurikulum.

Kesimpulan

Program Magister Geoteknik CEDEX merupakan contoh sukses pendidikan teknik tinggi yang menggabungkan kolaborasi lintas sektor, kurikulum komprehensif, dan pendekatan praktis. Dengan lebih dari 1.000 alumni dan dukungan institusi yang kuat, program ini telah berkontribusi signifikan dalam pengembangan sumber daya manusia di bidang geoteknik, khususnya di negara-negara berbahasa Spanyol dan Amerika Latin. Model ini dapat menjadi inspirasi bagi pengembangan program serupa di berbagai belahan dunia.

Sumber asli: F. Pardo de Santayana, E. Asanza, J.A. Díez, M. Muñiz, "Master’s Degree on Soil Mechanics at CEDEX: An Example of Collaboration among Government, Academia and Industry," Proceedings of the International Conference on Geotechnical Engineering Education 2020 (GEE2020), ISSMGE, 2020.

Selengkapnya
Program Magister Geoteknik CEDEX: Kolaborasi Strategis Pemerintah, Akademisi, dan Industri untuk Pendidikan Teknik Tanah Profesional

Perbaikan Tanah dan Stabilitas Tanah

Inovasi Stabilisasi Tanah Lempung Lunak: Studi Efektivitas Deep Mixing dengan Kapur, Semen, dan Air Asin

Dipublikasikan oleh Dewi Sulistiowati pada 29 April 2025


Tanah lempung lunak dikenal sebagai salah satu jenis tanah bermasalah yang sering menjadi hambatan utama dalam pembangunan infrastruktur, terutama di kawasan pesisir dan delta sungai. Sifatnya yang mudah terkompresi dan memiliki kekuatan geser rendah menyebabkan risiko penurunan dan kerusakan struktur. Salah satu solusi yang semakin populer adalah teknik deep soil mixing (DSM) dengan penambahan kapur atau semen. Namun, kehadiran air asin (mengandung ion Cl−, SO₄²⁻, dan Mg²⁺) di lingkungan pesisir menimbulkan tantangan baru karena dapat menurunkan efektivitas stabilisasi1.

Dasar Teori dan Inovasi DSM

DSM merupakan metode pencampuran bahan stabilisasi (kapur/semen) ke dalam tanah secara mendalam untuk meningkatkan kekuatan dan menurunkan kompresibilitas. Teknik ini diaplikasikan pada berbagai proyek, mulai dari sub-grade jalan, fondasi bangunan, hingga tanggul dan dinding penahan tanah.

Keunggulan DSM:

  • Meningkatkan kekuatan geser dan tekan tanah.
  • Mengurangi potensi pengembangan volume dan penyusutan.
  • Menurunkan indeks plastisitas dan permeabilitas.
  • Meningkatkan ketahanan terhadap siklus beku-cair dan erosi.

Namun, penggunaan kapur/semen juga memiliki kelemahan, seperti emisi CO₂ tinggi dan potensi reaksi negatif dengan garam tanah, terutama sulfat yang dapat memicu ekspansi berlebihan dan pembentukan mineral merusak seperti ettringite dan thaumasite1.

Pengaruh Garam Terhadap Stabilisasi Tanah

Studi kasus utama dalam paper ini menguji pengaruh air asin terhadap tanah lempung lunak yang distabilisasi dengan berbagai rasio kapur/semen. Sampel diuji pada umur 7, 28, dan 56 hari menggunakan uji tekan tak terkonfinsi dan triaxial.

Temuan penting:

  • Kehadiran sulfat (SO₄²⁻) menurunkan kekuatan tekan tanah yang distabilisasi, terutama jika menggunakan kapur atau semen berbasis kalsium.
  • Klorida (Cl−) dan magnesium (Mg²⁺) juga berkontribusi pada penurunan kekuatan dan mempercepat kerusakan struktur tanah.
  • Pada kadar sulfat hingga 3.000 ppm, penggunaan kapur masih efektif, namun di atas itu risiko ekspansi dan kerusakan meningkat drastis.
  • Kombinasi kapur dan semen lebih efektif daripada kapur saja untuk meningkatkan kekuatan dan menurunkan pengembangan volume pada tanah dengan kadar garam sedang hingga tinggi.

Data Eksperimen dan Angka Kunci

  • Kenaikan kekuatan tekan (UCS): Sampel dengan campuran semen 10% menunjukkan peningkatan UCS hingga 250% setelah 56 hari curing pada tanah tanpa garam, namun hanya 120% pada tanah dengan kadar sulfat tinggi.
  • Penurunan indeks plastisitas: Penambahan kapur/semen menurunkan indeks plastisitas rata-rata 35–55%.
  • Efek curing: Kekuatan tanah terus meningkat seiring waktu curing, tetapi laju peningkatan melambat pada lingkungan dengan air asin.
  • Kombinasi optimal: Pada tanah dengan kadar sulfat 2.000 ppm, kombinasi semen 8% + kapur 2% menghasilkan kekuatan tekan terbaik dan ekspansi minimum.

Studi Kasus Lapangan

Proyek jalan di Delta Mesir:
DSM dengan semen 10% pada lempung lunak berhasil menahan beban lalu lintas berat tanpa penurunan signifikan selama 2 tahun, meski lingkungan mengandung garam sedang. Namun, pada lokasi dengan kadar sulfat >3.500 ppm, terjadi retak dan penurunan kekuatan setelah 18 bulan, membuktikan pentingnya penyesuaian komposisi stabilisator sesuai kadar garam lokal.

Perbandingan dengan Penelitian Lain

Penelitian ini sejalan dengan temuan Puppala et al. (2020) yang merekomendasikan penggunaan semen tipe V (sulfate-resistant) dan fly ash kelas F untuk tanah bersulfat tinggi. Penambahan GGBFS (slag) juga terbukti efektif menekan ekspansi ettringite. Namun, penelitian Bakr menekankan perlunya pengujian lokal karena variasi mineralogi tanah dan jenis garam sangat memengaruhi hasil akhir.

Kritik dan Opini

Kekuatan utama paper ini adalah pendekatan laboratorium yang komprehensif dan analisis mendalam terhadap interaksi kimia antara tanah, bahan stabilisasi, dan garam. Namun, masih terdapat ruang untuk eksplorasi lebih lanjut, seperti pengujian jangka panjang di lapangan dan penggunaan bahan stabilisasi ramah lingkungan (misal: geopolimer atau enzim).

Kritik:

  • Paper ini masih terbatas pada uji laboratorium; studi jangka panjang di lapangan sangat diperlukan.
  • Belum membahas aspek ekonomi dan emisi karbon secara detail, padahal ini penting untuk aplikasi berkelanjutan.

Relevansi dengan Tren Industri

Dalam konteks pembangunan berkelanjutan dan adaptasi perubahan iklim, teknik DSM yang disesuaikan dengan kondisi lokal (terutama kadar garam) sangat relevan untuk proyek infrastruktur pesisir dan delta. Inovasi bahan stabilisasi ramah lingkungan dan monitoring digital akan menjadi tren utama di masa depan.

Kesimpulan

Stabilisasi tanah lempung lunak dengan DSM, kapur, dan semen efektif meningkatkan kekuatan dan ketahanan tanah, namun efektivitasnya sangat dipengaruhi oleh kadar garam dalam air tanah. Pemilihan jenis dan dosis stabilisator harus disesuaikan dengan karakteristik tanah dan lingkungan setempat. Studi ini memberikan panduan praktis bagi insinyur sipil dan pengambil keputusan untuk merancang fondasi yang lebih aman, tahan lama, dan berkelanjutan.

Sumber : Rami Mahmoud Bakr (2024). Stabilization of Soft Clay Soil by Deep Mixing with Lime and Cement in the Presence of Salt Water. Civil Engineering and Architecture, 12(1), 78-96. DOI: 10.13189/cea.2024.120107.

Selengkapnya
Inovasi Stabilisasi Tanah Lempung Lunak: Studi Efektivitas Deep Mixing dengan Kapur, Semen, dan Air Asin
« First Previous page 5 of 7 Next Last »