Pendidikan
Dipublikasikan oleh Muhammad Reynaldo Saputra pada 11 Agustus 2025
Pendahuluan
Artikel ini membahas hubungan antara praktik Soft Total Quality Management (Soft TQM) dan kinerja karyawan di lembaga pendidikan tinggi. Penulis menyoroti bahwa meskipun TQM telah banyak diterapkan di sektor industri dan manufaktur, penerapannya di sektor pendidikan tinggi—terutama dalam bentuk soft practices—masih jarang dikaji secara mendalam.
Fokus utama penelitian adalah menganalisis bagaimana dimensi Soft TQM seperti kepemimpinan, pelatihan, partisipasi karyawan, kerja tim, dan fokus pelanggan memengaruhi kinerja individu di lingkungan pendidikan tinggi. Penulis menekankan bahwa konteks pendidikan memiliki karakteristik berbeda dari industri profit, sehingga pengukuran dampak TQM memerlukan adaptasi konsep dan indikator yang tepat.
Kerangka Teori dan Konseptualisasi
1. Soft TQM
Penulis mendefinisikan Soft TQM sebagai pendekatan manajemen kualitas yang menekankan dimensi manusia, perilaku, dan budaya organisasi. Berbeda dengan hard TQM yang fokus pada alat dan prosedur teknis, Soft TQM berupaya membangun ekosistem kerja yang mendukung perbaikan berkelanjutan melalui:
Kepemimpinan transformasional
Pemberdayaan dan partisipasi karyawan
Pengembangan keterampilan melalui pelatihan
Kerja tim lintas fungsi
Fokus pada kepuasan pelanggan (mahasiswa)
Pendekatan ini berangkat dari asumsi bahwa perubahan perilaku dan budaya organisasi adalah pondasi peningkatan kualitas jangka panjang.
2. Kinerja Karyawan
Kinerja didefinisikan sebagai hasil kerja individu yang diukur melalui kuantitas, kualitas, ketepatan waktu, dan kreativitas. Dalam konteks pendidikan tinggi, indikator ini disesuaikan dengan peran akademik dan administratif, termasuk pelayanan kepada mahasiswa, kontribusi akademik, dan inovasi layanan.
Kontribusi Ilmiah Artikel
Artikel ini memberikan tiga kontribusi utama:
Konfirmasi empiris hubungan Soft TQM dan kinerja karyawan di sektor pendidikan tinggi, yang sebelumnya masih jarang dibahas secara kuantitatif.
Pengembangan model konseptual yang mengintegrasikan lima dimensi Soft TQM dan kinerja karyawan, cocok untuk lingkungan non-profit.
Penggunaan metode Structural Equation Modeling (SEM) untuk menguji validitas hubungan antarvariabel, yang memberikan kekuatan analisis lebih dibanding pendekatan regresi sederhana.
Metodologi Penelitian
Pendekatan dan Desain
Penelitian ini menggunakan survei kuantitatif dengan kuesioner terstruktur, ditujukan kepada dosen dan staf di lembaga pendidikan tinggi. Pendekatan ini memungkinkan penulis mengukur persepsi responden terhadap implementasi Soft TQM dan kaitannya dengan kinerja mereka.
Populasi dan Sampel
Populasi: Seluruh tenaga kerja di beberapa lembaga pendidikan tinggi yang menjadi objek penelitian.
Metode sampling: Purposive sampling dengan kriteria keterlibatan langsung dalam proses pelayanan pendidikan.
Ukuran sampel: 384 responden (angka ini dihitung berdasarkan Cochran’s formula untuk memastikan ukuran sampel memadai).
Instrumen dan Pengukuran
Skala Likert 5 poin digunakan untuk mengukur setiap indikator.
Dimensi Soft TQM: kepemimpinan, pelatihan, partisipasi karyawan, kerja tim, fokus pelanggan.
Variabel dependen: kinerja karyawan.
Analisis Data
Uji validitas dan reliabilitas dilakukan terlebih dahulu.
Analisis jalur menggunakan SEM untuk menilai kekuatan hubungan antarvariabel.
Hasil Penelitian dan Angka Penting
Kepemimpinan
Memiliki pengaruh positif signifikan terhadap kinerja karyawan. Nilai koefisien jalur: 0,35. Hal ini menunjukkan bahwa gaya kepemimpinan yang mendukung, memberikan arahan jelas, dan memotivasi berkontribusi langsung pada peningkatan output kerja.
Pelatihan
Berpengaruh positif dengan koefisien 0,28. Peningkatan keterampilan teknis dan non-teknis karyawan berdampak langsung pada efektivitas layanan.
Partisipasi Karyawan
Pengaruh positif signifikan, koefisien 0,24. Keterlibatan karyawan dalam pengambilan keputusan meningkatkan rasa memiliki terhadap pekerjaan.
Kerja Tim
Memiliki koefisien 0,22, menunjukkan pentingnya kolaborasi lintas fungsi dalam menjaga mutu layanan pendidikan.
Fokus Pelanggan
Memberikan kontribusi positif dengan koefisien 0,30. Memahami kebutuhan mahasiswa mendorong perbaikan layanan.
Model penelitian menjelaskan sekitar 65% variasi dalam kinerja karyawan (R² = 0,65), yang berarti mayoritas perbedaan kinerja dapat dijelaskan oleh kelima dimensi Soft TQM.
Refleksi Teoretis atas Temuan
Hasil penelitian ini mendukung teori bahwa Soft TQM bukan sekadar pelengkap hard tools, tetapi merupakan inti dari keberhasilan implementasi TQM jangka panjang. Dalam konteks pendidikan tinggi, di mana layanan bersifat intangible dan hubungan interpersonal dominan, faktor manusia menjadi lebih kritis dibandingkan sistem teknis.
Secara konseptual, temuan ini juga menguatkan paradigma resource-based view (RBV): sumber daya manusia dengan kompetensi, motivasi, dan keterlibatan tinggi adalah keunggulan kompetitif yang sulit ditiru.
Analisis Argumentatif Penulis
Penulis membangun argumen dalam urutan logis:
Memaparkan pentingnya TQM dalam meningkatkan kualitas di sektor publik dan pendidikan.
Mengidentifikasi celah penelitian: dominasi studi hard TQM dan minimnya bukti empiris Soft TQM di pendidikan tinggi.
Mengusulkan model konseptual yang mengaitkan Soft TQM dan kinerja karyawan.
Menguji model tersebut secara empiris melalui SEM.
Menyimpulkan bahwa semua dimensi Soft TQM berkontribusi positif dan signifikan.
Pendekatan ini memadukan kerangka teori yang kuat dengan analisis data kuantitatif yang komprehensif.
Kritik terhadap Metodologi dan Logika
Kekuatan
Penggunaan SEM memberi validitas struktural pada model penelitian.
Sampel besar (384 responden) meningkatkan reliabilitas hasil.
Pengukuran multidimensi pada variabel independen membuat analisis lebih kaya.
Kelemahan
Keterbatasan generalisasi: fokus pada lembaga pendidikan tinggi di wilayah tertentu membuat hasil mungkin tidak berlaku di konteks internasional.
Desain cross-sectional: tidak dapat menangkap hubungan kausal jangka panjang.
Potensi bias persepsi: data self-reported bisa dipengaruhi keinginan responden untuk memberikan jawaban positif.
Implikasi Ilmiah dan Praktis
Potensi Ilmiah
Memperluas teori TQM dengan menekankan peran soft practices di sektor layanan publik.
Menawarkan model konseptual yang dapat diuji di sektor lain, seperti kesehatan atau pemerintahan.
Implikasi Praktis
Pihak manajemen pendidikan tinggi dapat memprioritaskan investasi pada pelatihan, penguatan kepemimpinan, dan keterlibatan karyawan.
Memahami mahasiswa sebagai “pelanggan” mendorong perbaikan berkelanjutan pada mutu layanan.
Kesimpulan Reflektif
Penelitian ini menegaskan bahwa Soft TQM memiliki dampak langsung dan signifikan terhadap kinerja karyawan di pendidikan tinggi. Kelima dimensi—kepemimpinan, pelatihan, partisipasi, kerja tim, dan fokus pelanggan—saling melengkapi dalam menciptakan budaya mutu yang berkelanjutan.
Secara ilmiah, artikel ini memperkuat pemahaman bahwa faktor manusia adalah inti keberhasilan TQM, khususnya di sektor yang berbasis layanan dan interaksi. Implikasi ke depan mencakup potensi replikasi model ini di sektor publik lain, serta pengujian hubungan kausal melalui studi longitudinal.
Pendidikan
Dipublikasikan oleh Muhammad Reynaldo Saputra pada 06 Agustus 2025
Pendahuluan: Ketika Ruang Akademik Menjadi Tidak Aman
Artikel ini mengeksplorasi secara konseptual dan empiris bagaimana pengalaman mahasiswa kulit berwarna dalam lingkungan pendidikan STEM di Amerika Serikat sering kali dibingkai oleh dinamika ketidakadilan struktural dan eksklusi sistemik. Para penulis berargumen bahwa meskipun STEM dipandang sebagai ruang netral dan berbasis merit, kenyataan menunjukkan adanya ketegangan rasial dan kultural yang memengaruhi pengalaman belajar dan eksistensi sosial mahasiswa minoritas.
Dengan menggabungkan pendekatan etnografi kritis dan teori ras kritis (Critical Race Theory/CRT), artikel ini menggambarkan pentingnya membangun "ruang aman" (safe spaces) bukan hanya sebagai lokasi fisik, melainkan sebagai arena pembebasan psikologis, kognitif, dan epistemologis bagi mahasiswa kulit berwarna.
H2: Kerangka Teoretis: Critical Race Theory dan Safe Spaces
H3: Critical Race Theory sebagai Lensa Analitis
Para penulis menggunakan Critical Race Theory (CRT) untuk menjelaskan bagaimana ras dan kekuasaan terinternalisasi dalam sistem pendidikan STEM. CRT mengakui bahwa:
Ras adalah konstruksi sosial yang berdampak nyata pada kehidupan individu.
Ketidakadilan tidak bersifat insidental, tetapi sistemik.
Pengalaman komunitas yang terpinggirkan harus dijadikan pusat dalam narasi ilmiah.
Dengan demikian, artikel ini menggeser fokus dari reformasi institusional semata menuju perombakan paradigma epistemologis pendidikan STEM.
H3: Safe Spaces sebagai Intervensi Kultural dan Emosional
Safe spaces dipahami sebagai ruang—baik fisik maupun simbolik—di mana mahasiswa kulit berwarna bisa mengekspresikan identitas mereka tanpa ancaman rasial, mikroagresi, atau penghapusan budaya. Konsep ini diturunkan dari teori feminis dan studi queer, tetapi diadaptasi ke konteks rasial dalam pendidikan sains.
H2: Metodologi dan Struktur Studi
Artikel ini berlandaskan pada etnografi kritis, di mana para penulis tidak hanya mengamati, tetapi terlibat secara langsung dengan partisipan. Mereka mencatat praktik dialog, refleksi bersama, serta pengalaman mahasiswa kulit berwarna selama mengikuti program STEM equity.
Data dikumpulkan melalui:
Wawancara mendalam dengan mahasiswa.
Observasi partisipatif dalam ruang safe space.
Analisis naratif terhadap refleksi partisipan.
Metode ini memungkinkan para penulis untuk menangkap pengalaman subjektif sebagai bentuk valid dari pengetahuan.
H2: Temuan Utama dan Refleksi Teoretis
H3: 1. STEM sebagai Ruang yang Tidak Netral
Mahasiswa kulit berwarna menggambarkan STEM sebagai ruang yang “bermusuhan secara halus”—diwarnai oleh ekspektasi normatif tentang ‘objektivitas’ dan ‘keseriusan’ yang seringkali meminggirkan identitas rasial mereka. Mereka merasa:
Tidak bebas untuk menunjukkan ekspresi budaya mereka.
Dipaksa beradaptasi dengan norma dominan (kulit putih/maskulin).
Seringkali diremehkan atau dianggap inferior secara intelektual.
H3: 2. Fungsi Safe Space sebagai “Ruang Epistemik”
Safe space tidak hanya memberikan kenyamanan emosional, tetapi juga mendorong validasi terhadap bentuk-bentuk pengetahuan yang tidak konvensional, seperti pengalaman hidup dan intuisi kultural. Ini menantang dominasi epistemologi Barat yang seringkali eksklusif terhadap suara minoritas.
H3: 3. Healing, Komunitas, dan Empowerment
Melalui safe space, mahasiswa:
Menyembuhkan luka kolektif dari diskriminasi sistemik.
Membangun komunitas solidaritas lintas ras dan gender.
Mengembangkan suara kolektif untuk perubahan institusional.
H2: Analisis Data dan Makna Teoretis
Penulis tidak menyajikan data dalam bentuk angka statistik, melainkan melalui kutipan naratif dan interpretasi tematik. Contoh pengalaman mahasiswa digunakan sebagai bentuk valid dari pengetahuan (counter-storytelling). Ini adalah bentuk resistensi terhadap tradisi akademik yang menilai validitas hanya berdasarkan angka.
Beberapa kutipan naratif menunjukkan bahwa:
Safe space membantu mahasiswa memahami bahwa masalah yang mereka hadapi bukan kegagalan pribadi, tetapi akibat dari sistem pendidikan yang rasis.
Ruang tersebut menjadi tempat untuk menyusun strategi bertahan, baik secara akademik maupun psikologis.
H2: Kritik terhadap Logika Epistemologis STEM
Penulis dengan tegas mengkritik klaim bahwa STEM bersifat netral, rasional, dan terlepas dari politik. Mereka menunjukkan bahwa:
STEM sering kali memperkuat hierarki rasial melalui eksklusi budaya.
Kurikulum dan metode pengajaran tidak mempertimbangkan pengalaman mahasiswa kulit berwarna.
Ide meritokrasi digunakan untuk menyalahkan individu atas kegagalan sistemik.
Penulis mengusulkan bahwa STEM harus mengakui keberagaman epistemik dan memberi ruang bagi bentuk-bentuk pengetahuan non-tradisional.
H2: Kritik terhadap Metodologi dan Logika Penalaran
H3: Kekuatan
Etnografi kritis memungkinkan kedalaman analisis dan kedekatan emosional dengan partisipan.
Menggunakan pengalaman sebagai data utama merupakan terobosan penting dalam studi STEM equity.
H3: Kelemahan
Kurangnya representasi kuantitatif membuat generalisasi lebih terbatas.
Argumen bergantung kuat pada pengalaman individu, sehingga rawan dianggap subjektif—meskipun ini memang disengaja sebagai bentuk resistensi terhadap paradigma dominan.
H2: Kontribusi Ilmiah dan Konseptual
H3: Dekolonisasi Pengetahuan STEM
Artikel ini mendorong proses dekolonisasi pengetahuan dengan menggeser epistemologi dominan ke arah yang lebih inklusif. STEM tidak boleh hanya menghargai logika linier dan data kuantitatif, tetapi juga intuisi, pengalaman, dan narasi yang hidup.
H3: Peran Mahasiswa sebagai Subjek Epistemik
Mahasiswa kulit berwarna tidak lagi dilihat sebagai ‘objek pembinaan’ dalam sistem pendidikan, tetapi sebagai agen epistemik—pembawa pengetahuan yang valid. Ini adalah kontribusi penting terhadap demokratisasi produksi pengetahuan.
H2: Implikasi Ilmiah dan Arah Masa Depan
Artikel ini membuka ruang bagi reformasi pendidikan tinggi STEM yang lebih inklusif, terutama dalam:
Desain kurikulum berbasis pengalaman dan identitas.
Pembentukan ruang reflektif (safe/critical spaces) di institusi pendidikan.
Rekonstruksi metode pedagogi yang lebih humanistik.
Lebih jauh, artikel ini mengundang pembaca untuk mempertanyakan ulang apa yang kita anggap sebagai “ilmu”, “objektivitas”, dan “kebenaran” dalam pendidikan tinggi.
Pendidikan
Dipublikasikan oleh Muhammad Reynaldo Saputra pada 02 Agustus 2025
Pendahuluan: Menavigasi Era Baru Patologi Digital
Dalam era transformasi digital, bidang patologi – yang dahulu sangat mengandalkan proses manual berbasis mikroskop dan slide fisik – kini bergerak menuju digitalisasi menyeluruh. Paper berjudul "DigiPath: A Digital Pathology Transformation Model for Education and Research" menyajikan suatu kerangka model sistemik bernama DigiPath, yang bertujuan untuk membangun infrastruktur patologi digital terintegrasi demi mendukung kegiatan pendidikan dan penelitian.
Paper ini tidak hanya memetakan urgensi transformasi digital di institusi akademik, tetapi juga menawarkan kerangka kerja berbasis pengalaman institusional yang konkret, reflektif, dan siap direplikasi. Hal ini menjadikan DigiPath sebagai kontribusi signifikan terhadap pengembangan ekosistem digital kesehatan, khususnya dalam konteks pendidikan medis dan penelitian berbasis data.
Kontribusi Ilmiah dan Kerangka Teori
H2: Fondasi Konseptual: Perluasan Fungsi Patologi Melalui Teknologi
Konsep utama yang ditawarkan dalam paper ini adalah bahwa patologi bukan hanya praktik diagnostik, melainkan fondasi untuk pendidikan, riset, dan kolaborasi klinis yang luas. Transformasi digital bukan hanya sekadar mengganti slide kaca dengan pemindai digital, namun mencakup seluruh siklus hidup data – mulai dari akuisisi, penyimpanan, integrasi, hingga pemanfaatan untuk machine learning dan pengajaran.
DigiPath dibangun di atas tiga prinsip utama:
Kolaborasi multidisiplin antara patologi, informatika, dan pendidikan.
Pemanfaatan teknologi berbasis cloud dan AI-ready.
Model organisasi berlapis yang mengintegrasikan operasional, pengembangan SDM, dan penelitian.
Model ini menyatu dengan teori adopsi teknologi dalam pendidikan dan prinsip manajemen transformasi organisasi, yang menekankan pentingnya struktur, kepemimpinan, dan tata kelola dalam proses digitalisasi.
H3: Struktur Model DigiPath
Model DigiPath terdiri atas lima domain:
Governance – mencakup kebijakan, regulasi, dan struktur pengambilan keputusan.
Operations – integrasi proses kerja patologi dengan digitalisasi.
Technology – mencakup platform digital, penyimpanan cloud, dan analitik.
People – pelatihan, partisipasi, dan pengembangan peran profesional.
Science – pemanfaatan data digital untuk riset dan pendidikan.
Kelima elemen ini saling berinteraksi dan diperkuat oleh pendekatan sistem berpola holistik.
Analisis Hasil Studi dan Refleksi Teoritis
H2: Penerapan Model dan Dampaknya
Paper ini menyajikan hasil implementasi DigiPath pada salah satu institusi akademik besar di AS selama periode dua tahun. Beberapa angka kunci dari studi tersebut:
300.000 slide digital dihasilkan dan diarsipkan.
2.000 mahasiswa kedokteran dan peserta pelatihan memanfaatkan materi digital untuk pembelajaran.
98% kepuasan pengguna terhadap kemudahan akses materi.
Integrasi 100% ke sistem LMS (Learning Management System) kampus.
Penurunan waktu akses slide dari 3 hari menjadi <1 jam.
H3: Makna Teoritis
Data ini menunjukkan bahwa adopsi model DigiPath mempercepat akses, memperluas jangkauan edukasi, dan meningkatkan kualitas riset berbasis data visual. Dalam konteks teori inovasi dalam pendidikan, hal ini menunjukkan tingkat "reinvension" yang tinggi – yaitu ketika teknologi tidak sekadar digunakan, tetapi diadaptasi dan diperkaya oleh penggunanya.
Selain itu, temuan ini menegaskan pentingnya integrasi antar sistem (interoperabilitas) dan pembelajaran kolaboratif, sejalan dengan prinsip pedagogi digital.
Argumen Utama dan Alur Pemikiran Penulis
H2: Menggeser Paradigma Patologi
Penulis menyusun argumen dengan logika bertahap:
Patologi konvensional menghadapi tantangan aksesibilitas, penyimpanan, dan kolaborasi.
Digitalisasi dapat menjawab tantangan tersebut, namun memerlukan pendekatan sistemik.
DigiPath adalah jawaban konkret dan terstruktur atas tantangan ini.
Argumen ini diperkuat dengan bukti kuantitatif dan narasi dari pengalaman lapangan yang detail.
H3: Sorotan pada Perubahan Peran Manusia
Menariknya, penulis tidak hanya fokus pada teknologi, tetapi juga pada transformasi peran manusia. Dalam model DigiPath, profesional patologi tidak hanya menjadi pengguna teknologi, tetapi juga desainer konten, pelatih, dan peneliti yang aktif.
Kritik terhadap Metodologi dan Logika Berpikir
H2: Kekuatan Pendekatan Studi
Berbasis praktik nyata dan longitudinal (2 tahun)
Memiliki kerangka teoritis yang eksplisit dan terstruktur
Menggunakan pendekatan sistem kompleks yang kontekstual dan multidimensi
H3: Catatan Kritis
Studi hanya dilakukan pada satu institusi, sehingga validitas eksternal perlu diuji lebih lanjut.
Tidak ada analisis biaya atau hambatan finansial dalam implementasi model.
Perlu eksplorasi lebih jauh mengenai resistensi adopsi teknologi dari sisi SDM non-teknis.
Meskipun demikian, paper ini menunjukkan logika berpikir yang matang dan sangat memperhatikan hubungan antara infrastruktur digital dan peningkatan mutu pendidikan/riset.
Implikasi Ilmiah dan Potensi Masa Depan
H2: Mendorong Ekosistem Digital Terpadu
DigiPath memiliki potensi besar sebagai model replikasi global, terutama bagi universitas atau rumah sakit yang ingin melakukan transformasi digital patologi secara menyeluruh. Model ini tidak hanya meningkatkan efisiensi, tetapi juga mendorong inklusi, kolaborasi internasional, dan pelibatan mahasiswa secara lebih aktif.
H3: Arah Masa Depan
Ekspansi ke patologi klinis dan molekuler
Integrasi dengan AI dan algoritma prediktif
Kemitraan antar universitas global berbasis cloud slide
Kesimpulan
Paper ini tidak hanya menyajikan suatu model teknis, tetapi sebuah filosofi transformasi sistem pendidikan dan penelitian di bidang kedokteran. DigiPath mengajak pembaca untuk melihat digitalisasi bukan sebagai tujuan, melainkan sebagai instrumen untuk membangun akses, kualitas, dan inovasi secara berkelanjutan.
Dengan struktur konseptual yang kokoh dan bukti lapangan yang konkret, DigiPath berpotensi menjadi standar baru dalam ekosistem pendidikan kedokteran digital di masa depan.
🔗 Link resmi paper: https://doi.org/10.1038/s41746-022-00685-2
Pendidikan
Dipublikasikan oleh Sirattul Istid'raj pada 28 Mei 2025
Pendahuluan
Produktivitas tenaga kerja konstruksi masih menjadi tantangan besar di Indonesia, bahkan di daerah sepesat Bali yang tengah berkembang pesat secara infrastruktur. Dalam konteks inilah, penelitian yang dilakukan oleh Komang Gde Krisna Maha dan timnya dari Politeknik Negeri Bali menjadi relevan dan penting. Dengan meneliti bagaimana kompetensi dan motivasi memengaruhi produktivitas serta perbandingan koefisien tenaga kerja lapangan dan standar SNI 2022, studi ini menawarkan kontribusi nyata bagi sektor konstruksi nasional.
Latar Belakang Masalah
Menurut BPS (2018), lebih dari 18,57% proyek konstruksi mengalami keterlambatan. Salah satu penyebab utamanya adalah rendahnya kompetensi tenaga kerja di lapangan. Mirisnya, dari sekitar 4,9 juta pekerja konstruksi di Indonesia, hanya sekitar 3% yang telah memiliki sertifikat keahlian. Ini menunjukkan adanya kesenjangan antara kebutuhan keterampilan lapangan dan kenyataan di lapangan.
Dalam proyek pembangunan Villa Jimbaran Greenhill R.13, penelitian ini bertujuan mengukur sejauh mana kompetensi dan motivasi individu dapat meningkatkan efisiensi tenaga kerja. Hal ini dilakukan untuk menciptakan pendekatan produktivitas berbasis data yang relevan dan kontekstual.
Metodologi Penelitian
Penelitian ini menggunakan metode deskriptif korelatif dengan 30 responden. Data dikumpulkan melalui kuesioner, wawancara, dan observasi lapangan.
Instrumen pengumpulan data telah diuji validitas dan reliabilitasnya:
Semua item kuesioner menunjukkan nilai r-hitung > r-tabel.
Cronbach’s Alpha untuk seluruh variabel di atas 0,76 (termasuk reliabel).
Analisis dilakukan menggunakan regresi linier berganda dan perbandingan koefisien tenaga kerja lapangan dengan acuan SNI 2022.
Temuan Utama: Kompetensi, Motivasi, dan Produktivitas
A. Hasil Regresi dan Uji Statistik
Kompetensi kerja (X1) berpengaruh signifikan terhadap produktivitas (t-hitung 4,218 > t-tabel 2,048).
Motivasi kerja (X2) juga berpengaruh signifikan (t-hitung 2,808 > t-tabel 2,048).
Nilai R-Square sebesar 0,936, menunjukkan bahwa 93,6% variasi produktivitas dijelaskan oleh kedua variabel tersebut.
B. Hasil Analisis Deskriptif
Rata-rata skor kompetensi: 4,20 (kategori setuju).
Rata-rata skor motivasi: 4,18.
Rata-rata produktivitas: 4,19.
Dengan nilai yang tinggi dan saling terkait, hasil ini menunjukkan bahwa meningkatkan kompetensi dan motivasi secara simultan akan memberikan hasil nyata pada produktivitas proyek.
Studi Kasus: Perbandingan Upah Riil vs SNI
Penelitian ini juga membandingkan selisih upah tenaga kerja berdasarkan dua pendekatan koefisien:
1. Pemasangan Bata Ringan (10 cm):
Total biaya lapangan: Rp 22.200/m2
Total biaya menurut SNI: Rp 233.620/m2
Selisih: Rp 211.400/m2 atau 90% lebih tinggi menurut SNI
2. Plesteran Dinding (20 mm):
Total biaya lapangan: Rp 24.280/m2
Total biaya menurut SNI: Rp 65.680/m2
Selisih: Rp 41.400/m2 atau 63% lebih tinggi menurut SNI
Temuan ini menunjukkan adanya potensi pemborosan biaya jika hanya mengandalkan standar tanpa mempertimbangkan realisasi lapangan. Selain itu, menjadi penting bahwa standar nasional harus fleksibel dan adaptif terhadap kondisi aktual proyek.
Nilai Tambah dan Refleksi Industri
A. Kontribusi Studi:
Memberikan dasar empiris untuk kebijakan peningkatan kompetensi tenaga kerja.
Menyediakan data pembanding aktual yang dapat digunakan dalam estimasi biaya konstruksi.
B. Kritik dan Keterbatasan:
Jumlah responden terbatas (30 orang), kurang representatif untuk generalisasi nasional.
Studi dilakukan hanya pada satu proyek dan belum memperhitungkan faktor eksternal seperti cuaca, teknologi, atau manajemen proyek.
C. Perbandingan Penelitian Lain:
Penelitian ini konsisten dengan hasil studi oleh Mariana et al. (2018) yang juga menegaskan bahwa motivasi kerja berkorelasi positif dengan produktivitas. Hal serupa juga ditemukan oleh Prasetyo (2022) dan Agassy (2019) dalam kajian perbandingan koefisien lapangan vs SNI.
Implikasi Praktis
Bagi kontraktor: Perlu dilakukan penyesuaian estimasi biaya berdasarkan observasi realisasi lapangan.
Bagi pemerintah: Diperlukan revisi reguler terhadap SNI agar tetap relevan dan tidak menyebabkan overestimasi.
Bagi pendidikan vokasi: Perlu memperbanyak program sertifikasi untuk tenaga kerja konstruksi.
Kesimpulan
Penelitian ini menunjukkan bahwa kompetensi dan motivasi memiliki pengaruh kuat terhadap produktivitas tenaga kerja konstruksi. Dengan kontribusi 93,6% terhadap variasi produktivitas, dua faktor ini layak menjadi prioritas dalam pelatihan dan pengelolaan sumber daya manusia proyek.
Selain itu, analisis terhadap selisih koefisien biaya lapangan dan SNI menegaskan perlunya pendekatan biaya berbasis realita, bukan sekadar standar.
Penelitian ini membuka ruang untuk riset lanjutan yang lebih luas, lintas proyek dan daerah, guna mendukung pengambilan keputusan berbasis data di sektor konstruksi Indonesia.
Sumber:
Komang Gde Krisna Maha, Lilik Sudiajeng, I Made Anom Santiana. (2023). Pengaruh Kompetensi dan Motivasi Kerja terhadap Produktivitas serta Koefisien Tenaga Kerja pada Proyek Pembangunan Villa Jimbaran Greenhill R.13. Politeknik Negeri Bali.
Pendidikan
Dipublikasikan oleh Wafa Nailul Izza pada 21 Maret 2025
KOMPAS.com – Melalui Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi (Dikti) Vokasi, Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) meluncurkan program sertifikasi kompetensi dan profesi. Program yang diperuntukkan bagi mahasiswa vokasi 2021, resmi diluncurkan dalam “Program Sertifikasi Kompetensi Mahasiswa Vokasi”.
Direktur Pendidikan Tinggi Vokasi dan Profesi, Beny Bandanadjaya mengharapkan, bantuan tersebut dapat meningkatkan potensi dan kompetensi bagi mahasiswa vokasi. “Dengan adanya bantuan ini, kami berharap dapat memfasilitasi hak mahasiswa, yaitu hak sertifikasi kompetensi,” ujar Beny dalam keterangan tertulis yang diterima Kompas.com. Program bantuan sertifikasi kompetensi bagi mahasiswa vokasi juga diharapkan bisa melahirkan lulusan mahasiswa vokasi yang kompeten dan profesional sesuai dengan Kerangka Kualifikasi Nasional Indonesia (KKNI).
Adapun tujuan dari program tersebut memiliki adalah meningkatkan penyerapan lulusan pendidikan tinggi dalam pasar kerja lokal dan nasional. Selain itu, lulusan mahasiswa vokasi juga diharapkan mampu berdaya saing secara global dalam pasar kerja internasional. Program sertifikasi kompetensi dan profesi ini menargetkan sekitar 12.000 mahasiswa untuk dapat memperoleh bantuan dalam kurun waktu pelaksanaan mulai Maret-November 2021.
Sementara itu, sejumlah bidang yang akan difokuskan dalam program sertifikasi kompetensi yaitu bidang permesinan, konstruksi, ekonomi kreatif, pariwisata, industri jasa, dan bidang lain yang mendukung empat fokus bidang itu.
Sebagai informasi, bagi mahasiswa pendidikan tinggi vokasi yang ingin mendaftar program tersebut akan melalui berbagai prosedur tahapan yang telah ditetapkan Dikti Vokasi dan Profesi.
Beberapa persyaratan yang ditetapkan untuk mengikuti program ini, antara lain; berlaku bagi mahasiswa Diploma II minimal menginjak semester tiga, Diploma III minimal semester lima, serta mahasiswa Diploma IV minimal semester tujuh.
Selanjutnya, nilai indeks prestasi kumulatif (IPK) juga menjadi salah satu penilaian bagi mahasiswa pendidikan tinggi vokasi yang mendaftar program tersebut. Adapun standar nilai IPK mahasiswa yang dapat mengikuti program sertifikasi dan profesi adalah 2,75 dalam skala angka 4.
Sumber: www.kompas.com
Pendidikan
Dipublikasikan oleh Raynata Sepia Listiawati pada 25 Februari 2025
Ada banyak pilihan resolusi yang bisa kamu susun menyambut Tahun Baru.
Walau kebanyakan orang biasanya menetapkan resolusi bagi kehidupan pribadi, asmara, dan karier, kamu bisa membuat resolusi yang berbeda dari mereka.
Misalnya dengan menyusun sejumlah rencana yang bisa menambah ilmu atau pengetahuanmu selama mengarungi tahun yang baru.
Selain ilmumu bertambah, cara ini membuatmu mendapat keterampilan baru dan mampu meningkatkan kompetensi diri.
Lalu, apa saja cara yang bisa dilakukan?
1. Membaca Satu Buku Baru setiap Bulan
Walau kamu sibuk bekerja atau telanjur asyik bermain media sosial, jangan lupa untuk menambah daftar buku bacaanmu di tahun 2022.
Ingatlah bahwa apa yang kamu baca di internet atau media sosial dengan di buku punya perbedaan yang besar.
Misalnya dengan membaca novel ternyata bisa meningkatkan memori dan kekuatan otak selama berhari-hari setelah selesai membaca.
Fakta ini terungkap dalam sebuah penelitian yang diterbitkan di jurnal Brain Connectivity.
Agar kamu bisa merasakan manfaat dari membaca buku, luangkan waktu setiap hari untuk membaca sedikit demi sedikit.
2. Tonton Satu Film Dokumenter Baru setiap Bulan
Platform layanan streaming film bisa kamu manfaatkan untuk mendatangkan manfaat bagi otak.
Manfaatkan semua pengetahuan gratis yang ada di dalamnya dengan menonton film dokumenter baru setiap malam.
Kamu bisa memilih film dokumenter tentang berbagai hal, baik soal alam maupun sejarah atau pengetahuan. Jika tidak, cobalah menonton film dokumenter kejahatan yang dapat membuatmu terkejut.
3. Hadapi Rasa Takut
Setiap orang punya sesuatu yang ditakuti. Entah berbicara di depan umum, terjun payung, memegang laba-laba, berbicara dengan atasan, atau menelepon orang yang disukai.
Daripada penasaran dan tidak pernah mencobanya, lawanlah rasa takutmu dengan berani menghadapinya.
Setiap kali kamu menaklukkan rasa takut, kamu akan merasa lebih kuat, lebih percaya diri, lebih mengendalikan hidup, dan mendapat pengetahuan baru.
Ilustrasi Belajar Menari (Pinnacle Pictures)
4. Ikut Kelas Menari
Sederhananya, menari itu menyenangkan. Menari bisa mengajarimu cara bertemu orang baru, meningkatkan memori, keseimbangan, koordinasi, dan fleksibilitas.
Dari segi kesehatan, menari bisa membantu seseorang untuk menurunkan berat badan.
5. Berkebun
Di tahun yang baru, kamu bisa mencoba menanam tanaman yang kamu sukai, entah itu tanaman obat, sayuran, atau tanaman hias dan tanaman bunga.
Berkebun diketahui memberikan manfaat fisik dan mental. Aktivitas ini bisa membakar kalori, membuat tubuh terpapar sinar matahari, hingga menenangkan dan memberi kegembiraan.
Selain itu hasil dari berkebun juga bisa kita manfaatkan, apakah berupa buah dan sayuran yang bisa dimakan, atau bunga dan daun-daun indah yang bisa dinikmati.
Selain itu, berkebun membuat kita belajar banyak hal baru, seperti cara menanam, memupuk, hingga mengolah hasilnya.
6. Pergi ke Perpustakaan
Ada banyak buku yang bisa kamu baca di perpustakan. Tidak hanya itu, perpustakaan juga memiliki banyak acara komunitas, pertunjukan, persewaan film, dan audiobook.
Manfaatkan semua fasilitas yang ditawarkan perpustakaan dan pilihlah satu atau tiga buku yang bagus.
Kamu bisa mengunjungi perpustakaan seminggu sekali.
7. Tonton Acara Menarik saat Berlari di Treadmill
Daripada bosan mendengarkan lagu saat berlari di treadmill, ada baiknya kamu mencari tontonan yang menarik.
Cara ini bisa membuatmu lebih termotivasi untuk berolahraga dan siapa tahu tontonan yang kamu lihat memberi pengetahuan baru.
Belajar masak sendiri bisa menjadi cara menurunkan berat badan yang baik tanpa harus mengurangi asupan makanan secara signifikan.
8. Ikut Kelas Memasak
Saat ini memasak adalah kegiatan yang sedang digandrungi banyak orang. Tapi, memasak punya tiga sisi yang berbeda.
Kamu bisa menilai memasak sebagai bentuk seni, hobi, atau pengalaman baru.
Walau kamu tidak ingin menjadi koki, ikut kelas memasak baik online maupun offline dapat mengajarimu teknik, trik dasar, dan membantumu lebih menghargai makanan.
9. Ikut Kursus Online
Manusia sejatinya adalah makhluk yang terus belajar. Maka tak perlu menunggu masuk sekolah atau kuliah untuk mempelajari ilmu baru.
Kamu bisa mengikuti kursus online dan ambillah satu mata pelajaran yang kamu minati.
Saat ini sudah banyak kelas gratis dan berbiaya murah yang tersedia melalui banyak institusi pendidikan tinggi.
10. Belajar Bermain Musik
Musik memiliki banyak manfaat bagi manusia. Bunyi-bunyian yang membentuk nada ini juga bisa disebut sebagai salah satu terapi terbaik untuk relaksasi.
Hanya dengan mendengarkan musik, manusia bisa merasakan beragam emosi, sedih, ceria, bersemangat dan merasa jatuh cinta.
Memainkan alat musik juga bisa menghibur sekaligus memberikan otak stimulasi, terutama untuk anak-anak.
Belajar dan menjelajahi dunia musik bisa membuat seseorang lebih percaya diri, melatih disiplin dan kesabaran, memperkuat memori, dan membantu perkembangan otak.
Sumber Artikel: lifestyle.kompas.com