Pencemaran Sungai
Dipublikasikan oleh Viskha Dwi Marcella Nanda pada 20 Mei 2025
Pendahuluan: Tantangan Nyata Kualitas Air di Era Modern
Di tengah laju pertumbuhan penduduk dan industrialisasi yang terus meningkat, tantangan menjaga kualitas sumber daya air menjadi semakin nyata. Sungai Cipalabuan di Kabupaten Sukabumi menjadi potret mikro dari persoalan makro ini. Melalui tesis berjudul "Analisis Status Kualitas Air dan Strategi Pengendalian Kualitas Air Sungai Cipalabuan Kabupaten Sukabumi" (Annis Rachmawati, 2023), isu pencemaran air dikaji secara menyeluruh—dengan pendekatan ilmiah dan pertimbangan sosial-ekonomi-lingkungan.
Metodologi: Kolaborasi Kuantitatif dan Kualitatif
Penelitian ini menggunakan pendekatan sequential explanatory, yakni penggabungan metode kuantitatif (pengujian kualitas air secara laboratorium) dan kualitatif (analisis strategi menggunakan AHP). Pengambilan sampel dilakukan di tiga titik strategis (hulu, tengah, hilir) Sungai Cipalabuan. Parameter fisik (TSS, suhu, warna), kimia (BOD, COD, pH, nitrat, fosfat, DO), dan biologis (Fecal Coliform) dianalisis dengan acuan PP Nomor 22 Tahun 2021.
Temuan Kunci: Pencemaran di Semua Titik
1. Status Mutu: Cemar Ringan di Semua Titik
Sungai Cipalabuan diklasifikasikan dalam kelas mutu air kelas 3, artinya hanya cocok untuk irigasi, peternakan, dan ikan air tawar. Semua titik pantau menunjukkan status cemar ringan, baik pada musim hujan maupun kemarau.
2. Parameter Melampaui Baku Mutu
Beberapa indikator pencemaran melampaui ambang batas:
Data ini menunjukkan bahwa kualitas air memburuk akibat pengaruh aktivitas domestik, pasar, TPI (Tempat Pelelangan Ikan), serta sedimentasi.
Faktor Penyebab: Multidimensional dan Kompleks
1. Perilaku Masyarakat
Sungai dianggap sebagai tempat pembuangan, bukan sumber kehidupan.
2. Kurangnya Edukasi dan Kesadaran Lingkungan
Rendahnya pemahaman warga memperparah perilaku membuang limbah langsung.
3. Kelembagaan yang Tidak Sinkron
Tidak ada sinergi antara lembaga pengelola lingkungan dan air.
4. Ketidakkonsistenan Gerakan Penanggulangan
Upaya sporadis dan minim kontinuitas dari masyarakat maupun pemerintah.
Analytical Hierarchy Process (AHP): Menentukan Prioritas Strategi
Aspek Sosial, Ekonomi, Lingkungan Dijadikan Parameter
Tesis ini menggunakan AHP untuk menentukan strategi terbaik dari berbagai aspek. Tiga strategi utama yang diprioritaskan:
AHP memungkinkan pendekatan sistematis yang mempertimbangkan persepsi para ahli terhadap urgensi strategi pengendalian.
Opini dan Kritik: Menuju Praktik Nyata
Kekuatan:
Kritik:
Relevansi Industri dan Regulasi: Dari Akademik ke Aksi
Hasil riset ini sangat relevan bagi:
Rujukan ke PP No. 22/2021 memperkuat bahwa temuan ini tidak sekadar akademik, namun siap diintegrasikan ke kebijakan formal.
Penutup: Strategi Tanpa Aksi adalah Ilusi
Tesis ini memberikan gambaran yang utuh, ilmiah, dan aplikatif tentang persoalan pencemaran air sungai—yang ternyata sangat dekat dengan kehidupan kita. Namun, strategi tanpa aksi akan sia-sia. Dibutuhkan komitmen lintas sektor untuk menyelamatkan Sungai Cipalabuan dan sungai-sungai lain di Indonesia dari kerusakan yang lebih jauh.
Sumber: Rachmawati, A. (2023). Analisis Status Kualitas Air dan Strategi Pengendalian Kualitas Air Sungai Cipalabuan Kabupaten Sukabumi. Tesis, Sekolah Pascasarjana, Universitas Pakuan.
Pencemaran Sungai
Dipublikasikan oleh Viskha Dwi Marcella Nanda pada 19 Mei 2025
Pendahuluan: Sungai sebagai Simbol Krisis Ekologis
Sungai Citarum, membentang sejauh 297 kilometer di Jawa Barat, menjadi nadi kehidupan bagi lebih dari 28 juta jiwa. Ironisnya, sungai ini juga menyandang predikat sebagai salah satu yang paling tercemar di dunia. Limbah industri, domestik, dan pertanian telah mencemari badan sungai, menyebabkan krisis ekologi berkepanjangan. Upaya pemulihan terus dilakukan, tetapi hasilnya masih jauh dari harapan. Dalam konteks inilah artikel "Program Revitalisasi Sungai Citarum: Sebuah Analisis Strength, Weakness, Advocates, Adversaries (SWAA)" oleh Dissa Erianti dan Sukawarsini Djelantik menjadi sangat relevan. Artikel ini tidak sekadar memotret kebijakan, tetapi membedah relasi kuasa yang membentuk keberhasilan atau kegagalan revitalisasi Citarum.
Pendekatan SWAA: Membaca Politik dalam Kebijakan Lingkungan
Model SWAA (Strength, Weakness, Advocates, Adversaries) merupakan pendekatan kebijakan publik yang memperhitungkan kekuatan, kelemahan, serta siapa pendukung dan penghambat suatu kebijakan. Berbeda dengan SWOT, SWAA menyoroti politik aktor dan distribusi kuasa, sangat cocok untuk membaca masalah kompleks seperti revitalisasi Citarum. Dalam studi ini, Erianti dan Djelantik memanfaatkan SWAA untuk mengungkap kegagalan program-program pemerintah dalam menangani masalah sungai secara berkelanjutan.
Kekuatan: Kemauan Politik dan Dana Besar
Berbagai program seperti Citarum Bestari dan Citarum Harum menunjukkan komitmen pemerintah pusat dan daerah dalam mengatasi pencemaran. Program ini didukung oleh dana internasional, termasuk pinjaman sebesar USD 500 juta dari Asian Development Bank (ADB), serta partisipasi akademisi dari ITB dan UNPAR. Komitmen ini menjadi kekuatan utama yang seharusnya mampu mendorong perubahan besar.
Kelemahan: Fragmentasi, Kepemimpinan Lemah, dan Budaya Lingkungan yang Buruk
Sayangnya, kekuatan tersebut tidak diimbangi oleh efektivitas implementasi. Koordinasi antar-lembaga sangat lemah. Gubernur Jawa Barat mengakui kesulitan menjadi komando tunggal dalam upaya revitalisasi. Hanya 20% dari 3.200 pabrik di DAS Citarum yang memiliki IPAL, sisanya bebas membuang limbah ke sungai. Di tingkat masyarakat, budaya membuang sampah ke sungai masih marak karena kurangnya edukasi dan sanksi tegas.
Advokasi: Kekuatan Komunitas dan LSM
WALHI, Greenpeace, ICEL, dan jaringan masyarakat seperti Ecovillage aktif melakukan advokasi, dari edukasi hingga litigasi. Mereka menggugat izin industri pencemar hingga tingkat Mahkamah Agung. Lebih dari 120 komunitas lokal berpartisipasi dalam pengawasan dan kampanye bersih sungai, meski sering terhambat oleh keterbatasan dana dan perhatian pemerintah.
Adversaries: Korporasi Nakal dan Praktik KKN
Kendati dikepung kampanye lingkungan, banyak perusahaan tetap membuang limbah karena merasa aman dari penindakan hukum. Korupsi dan kolusi memperparah kondisi. Audit BPK mengungkap indikasi penyalahgunaan dana dalam proyek Citarum. Ini menjadi batu sandungan utama yang membuat proyek revitalisasi berjalan di tempat.
Studi Kasus: ICWRMIP dan Citarum Harum
Program ICWRMIP didanai ADB dan diklaim sebagai pendekatan komprehensif. Namun, aktivis lingkungan menilai program ini hanya memperindah laporan tanpa menyentuh akar masalah. Begitu pula Citarum Harum yang diluncurkan Presiden Jokowi: meski menggandeng militer dan banyak kementerian, implementasinya dinilai lebih simbolik daripada substansial.
Belajar dari Sungai Lain: Rhein, Thames, dan Mekong
Di Jerman dan Inggris, pemulihan sungai berhasil karena integrasi regulasi ketat, edukasi jangka panjang, dan kolaborasi lintas sektor. Sungai Rhein kini menjadi lokasi wisata dan transportasi setelah dekade restorasi serius. Sungai Thames, yang pernah dinyatakan biologis mati pada 1950-an, kini menjadi habitat berbagai spesies. Citarum masih jauh dari tahap ini, karena reformasi tata kelola belum menyentuh akar.
Refleksi Kritis: Mengapa Gagal Terus?
Banyak proyek lingkungan di Indonesia berganti nama, berganti pemimpin, tapi substansinya tidak berubah. Pendekatan top-down yang tidak partisipatif membuat solusi menjadi asing bagi warga. Koordinasi birokrasi yang buruk, politik proyek jangka pendek, dan minimnya akuntabilitas publik menjadi pola kegagalan struktural. Ini bukan masalah teknis, tapi masalah sistemik.
Rekomendasi Kebijakan
Penutup: Menuju Sungai yang Harum, Bukan Sekadar Slogan
Pendekatan SWAA mengajarkan bahwa solusi atas krisis Citarum tidak cukup dengan teknologi dan proyek fisik. Yang dibutuhkan adalah reformasi tata kelola, kepemimpinan berani, serta kolaborasi yang sejati. Sungai Citarum bisa pulih, tapi tidak dengan cara lama. Artikel ini membuka mata kita bahwa pencemaran sungai adalah cermin rusaknya ekosistem kekuasaan, bukan hanya lingkungan.
Sumber: Erianti, D., & Djelantik, S. (2019). Program Revitalisasi Sungai Citarum: Sebuah Analisis Strength, Weakness, Advocates, Adversaries (SWAA). Jurnal Ilmu Administrasi, Volume XVI(1), 81–96. Jurnal Ilmu Administrasi. ISSN 1829-8974 / e-ISSN 2614-2597.