Pembelajaran Digital

Evaluasi Pembelajaran Jarak Jauh: Studi Kasus Persepsi Mahasiswa pada Mata Kuliah Drainase Perkotaan

Dipublikasikan oleh Timothy Rumoko pada 27 Oktober 2025


Latar Belakang Teoretis

Penelitian ini berakar pada sebuah masalah pedagogis yang nyata dan mendesak: rendahnya hasil belajar pada mata kuliah Drainase Perkotaan, yang tercermin dari persentase perolehan nilai A yang rendah pada tahun ajaran 2018/2019. Masalah ini menjadi semakin krusial mengingat pentingnya mata kuliah ini dalam membekali mahasiswa dengan keahlian perencanaan sistem drainase yang vital bagi dunia kerja dan masyarakat. Latar belakang ini diperumit oleh pergeseran menuju pembelajaran jarak jauh (e-learning), sebuah modalitas yang, meskipun menawarkan fleksibilitas, juga menuntut desain instruksional yang cermat untuk memastikan efektivitasnya.   

Kerangka teoretis yang diusung oleh penulis adalah evaluasi pengalaman belajar dalam konteks Revolusi Industri 4.0. Dengan merujuk pada definisi dan karakteristik pembelajaran jarak jauh dari para ahli seperti Keegan (1986) dan Irwansyah (2018), studi ini memposisikan e-learning sebagai proses yang direncanakan dengan baik yang menggunakan teknologi untuk menjembatani keterpisahan antara pendidik dan peserta didik. Hipotesis implisit yang mendasari karya ini adalah bahwa model pembelajaran jarak jauh yang saat ini diterapkan untuk mata kuliah Drainase Perkotaan—yang mengandalkan platform seperti Google Classroom dan WhatsApp Group—tidak berhasil mencapai tujuan pembelajaran secara optimal. Dengan demikian, tujuan utama dari penelitian ini adalah untuk menganalisis secara empiris pengalaman dan persepsi mahasiswa terhadap model pembelajaran tersebut.   

Metodologi dan Kebaruan

Penelitian ini mengadopsi metode kuantitatif dengan pendekatan survei sebagai studi pendahuluan (preliminary study). Pengumpulan data primer dilakukan melalui penyebaran kuesioner kepada mahasiswa yang sedang menempuh mata kuliah Drainase Perkotaan pada semester genap 2019/2020. Sampel penelitian terdiri dari 26 mahasiswa.   

Analisis data yang digunakan bersifat deskriptif, di mana hasil dari kuesioner diolah dan disajikan dalam bentuk persentase untuk memetakan berbagai aspek persepsi mahasiswa, termasuk pemahaman materi, tingkat kepuasan, dan persepsi terhadap waktu belajar.   

Kebaruan dari karya ini tidak terletak pada pengembangan teori baru, melainkan pada aplikasinya yang pragmatis dan tepat waktu. Dengan melakukan evaluasi cepat berbasis data terhadap sebuah mata kuliah yang sedang berjalan, penelitian ini memberikan sebuah potret nyata mengenai tantangan implementasi pembelajaran jarak jauh, sehingga berfungsi sebagai diagnosis berbasis bukti yang dapat secara langsung menginformasikan perbaikan pedagogis.

Temuan Utama dengan Kontekstualisasi

Analisis data dari kuesioner yang disebar kepada 26 mahasiswa menghasilkan serangkaian temuan kuantitatif yang secara jelas mengonfirmasi adanya masalah dalam model pembelajaran yang ada.

  1. Tingkat Pemahaman yang Sangat Rendah: Temuan yang paling mengkhawatirkan adalah rendahnya tingkat pemahaman materi. Hanya 7,7% mahasiswa yang menyatakan "memahami" materi, dan tidak ada satu pun yang merasa "sangat memahami." Sebaliknya, mayoritas besar mahasiswa berada dalam kategori di bawahnya, dengan 57,7% hanya "cukup memahami" dan gabungan 34,6% (30,8% tidak memahami dan 3,8% sangat tidak memahami) secara eksplisit menyatakan kesulitan.   

  2. Tingkat Kepuasan yang Rendah: Sejalan dengan rendahnya pemahaman, tingkat kepuasan terhadap materi pembelajaran juga tergolong rendah. Hanya 15,4% mahasiswa yang menyatakan "puas," sementara mayoritas (65,4%) hanya merasa "cukup puas," dan gabungan 19,2% (15,4% tidak puas dan 3,8% sangat tidak puas) menunjukkan ketidakpuasan.   

  3. Paradoks Waktu dalam Pembelajaran Fleksibel: Salah satu temuan yang paling menarik secara konseptual adalah persepsi mengenai waktu. Meskipun pembelajaran jarak jauh secara teoretis menawarkan fleksibilitas untuk belajar "kapan saja dan di mana saja," mayoritas mahasiswa (53,8%) justru menyatakan bahwa waktu yang tersedia untuk mempelajari materi tidak mencukupi.   

Secara kontekstual, temuan-temuan ini melukiskan gambaran yang koheren: model pembelajaran yang mengandalkan platform dasar (Google Classroom, WhatsApp) dengan metode penyampaian pasif (presentasi) dan tugas mandiri terbukti tidak efektif. Hal ini tidak hanya gagal memfasilitasi pemahaman yang mendalam, tetapi juga menciptakan sebuah paradoks di mana fleksibilitas waktu justru dirasakan sebagai tekanan atau kekurangan waktu, kemungkinan besar karena kurangnya struktur, interaksi, dan panduan yang memadai.

Keterbatasan dan Refleksi Kritis

Sebagai sebuah studi pendahuluan, keterbatasan utama dari penelitian ini adalah ukuran sampelnya yang kecil (26 responden) dan terbatas pada satu mata kuliah di satu institusi, yang membatasi generalisasi temuannya. Selain itu, penelitian ini sepenuhnya bergantung pada data persepsi yang dilaporkan sendiri (self-reported data), yang mungkin tidak selalu berkorelasi sempurna dengan kinerja akademik objektif.

Secara kritis, paper ini berhasil mengidentifikasi masalah, namun tidak menggali lebih dalam mengenai akar penyebab dari "kekurangan waktu" yang dirasakan mahasiswa. Investigasi kualitatif lebih lanjut dapat memberikan wawasan mengenai apakah ini disebabkan oleh beban tugas yang berlebihan, kesulitan dalam manajemen waktu mandiri, atau kurangnya efisiensi dalam memahami materi yang disajikan secara pasif.

Implikasi Iliah di Masa Depan

Secara praktis, implikasi dari penelitian ini sangat jelas dan dapat ditindaklanjuti. Ia memberikan sinyal peringatan yang kuat bagi para pendidik bahwa sekadar memindahkan materi ke platform daring tidaklah cukup. Diperlukan perancangan ulang yang cermat terhadap pengalaman belajar untuk memastikan adanya interaksi, dukungan, dan media yang lebih menarik.

Untuk penelitian di masa depan, karya ini secara efektif berfungsi sebagai fase analisis kebutuhan yang sempurna untuk sebuah proyek penelitian dan pengembangan (R&D). Langkah berikutnya yang paling logis adalah merancang dan mengembangkan media pembelajaran yang lebih interaktif (seperti video animasi atau simulasi, sebagaimana disarankan oleh studi lain dalam prosiding yang sama) dan kemudian melakukan studi quasi-eksperimental untuk membandingkan secara kuantitatif efektivitasnya terhadap model yang ada saat ini.

Sumber

Perdana, P. C. (2020). Studi Pembelajaran Jarak Jauh pada Mata Kuliah Drainase Perkotaan. Prosiding Seminar Pendidikan Kejuruan dan Teknik Sipil (SPKTS) 2020, 451-461.

Selengkapnya
Evaluasi Pembelajaran Jarak Jauh: Studi Kasus Persepsi Mahasiswa pada Mata Kuliah Drainase Perkotaan

Pembelajaran Digital

Memodelkan Kehadiran Pembelajar: Tinjauan Kritis terhadap Kerangka Community of Inquiry dalam Pendidikan Jarak Jauh

Dipublikasikan oleh Timothy Rumoko pada 11 Oktober 2025


Latar Belakang Teoretis

Di tengah percepatan adopsi pembelajaran daring yang dipicu oleh krisis kesehatan global, pemahaman mendalam mengenai faktor-faktor yang mendorong kepuasan mahasiswa menjadi semakin krusial. Karya Justice Kofi Armah, Brandford Bervell, dan Nana Osei Bonsu yang berjudul, "Modelling the role of learner presence within the community of inquiry framework to determine online course satisfaction in distance education," secara langsung menjawab tantangan ini. Latar belakang masalah yang diangkat adalah bahwa meskipun pembelajaran daring menawarkan fleksibilitas, keberhasilannya sangat bergantung pada penciptaan komunitas belajar yang kuat di mana interaksi dan komunikasi menjadi pusatnya.  

Kerangka teoretis penelitian ini secara solid berlabuh pada model Community of Inquiry (CoI) yang dikembangkan oleh Garrison, Anderson, dan Archer, yang mengidentifikasi tiga pilar inti: Kehadiran Pengajaran (Teaching Presence - TP), Kehadiran Sosial (Social Presence - SP), dan Kehadiran Kognitif (Cognitive Presence - CP). Namun, penulis berargumen bahwa model CoI asli perlu diperluas untuk secara eksplisit memasukkan konstruk keempat yang diusulkan oleh Shea dan Bidjerano, yaitu Kehadiran Pembelajar (Learner Presence - LP), yang berfokus pada proses regulasi diri dan metakognisi mahasiswa. Dengan demikian, hipotesis yang mendasari studi ini adalah bahwa keempat bentuk kehadiran ini—TP, SP, CP, dan LP—memiliki hubungan kausal yang kompleks satu sama lain dan secara kolektif mempengaruhi Kepuasan Kursus Daring (Online Course Satisfaction - OCS). Tujuan utama dari penelitian ini adalah untuk memvalidasi secara empiris model CoI yang diperluas ini dalam konteks pendidikan jarak jauh di sebuah universitas di Ghana.  

Metodologi dan Kebaruan

Penelitian ini mengadopsi metode kuantitatif dengan pendekatan survei untuk menguji model konseptual yang telah dirumuskan. Pengumpulan data primer dilakukan melalui penyebaran kuesioner daring (Google Forms) kepada mahasiswa program pendidikan jarak jauh di University of Cape Coast, Ghana, yang menggunakan Moodle sebagai Learning Management System (LMS) utama mereka.  

Untuk menganalisis data, penulis menggunakan teknik statistik yang canggih, yaitu Partial Least Squares Structural Equation Modeling (PLS-SEM). Pendekatan ini memungkinkan pengujian simultan terhadap model pengukuran (measurement model) untuk memastikan validitas dan reliabilitas instrumen, diikuti oleh evaluasi model struktural (structural model) untuk menguji hipotesis penelitian.  

Kebaruan dari karya ini tidak terletak pada pengembangan teori baru dari awal, melainkan pada validasi empiris dari model CoI yang diperluas dengan memasukkan Kehadiran Pembelajar (LP). Dengan secara sistematis menguji hubungan antar keempat konstruk kehadiran ini dan dampaknya terhadap kepuasan, penelitian ini memberikan sebuah kontribusi yang bernuansa pada literatur CoI, menawarkan sebuah model yang lebih holistik untuk memahami dinamika komunitas belajar daring.

Temuan Utama dengan Kontekstualisasi

Analisis data kuantitatif menghasilkan serangkaian temuan yang memberikan wawasan mendalam mengenai faktor-faktor yang mendorong kepuasan mahasiswa dalam kursus daring.

  1. Pengaruh Signifikan Kehadiran Pengajaran dan Sosial: Temuan utama dari penelitian ini adalah bahwa Kehadiran Pengajaran (TP) dan Kehadiran Sosial (SP) secara signifikan dan positif memprediksi Kepuasan Kursus Daring (OCS). Temuan ini sejalan dengan banyak studi sebelumnya dan mengontekstualisasikan bahwa interaksi yang efektif dengan fasilitator (TP) dan perasaan menjadi bagian dari sebuah komunitas (SP) adalah dua pendorong paling krusial bagi pengalaman belajar daring yang memuaskan.  

  2. Insignifikansi Kehadiran Kognitif dan Pembelajar: Salah satu temuan yang paling menarik dan agak kontra-intuitif adalah bahwa baik Kehadiran Kognitif (CP) maupun Kehadiran Pembelajar (LP) ditemukan tidak secara signifikan memprediksi Kepuasan Kursus Daring. Ini menyiratkan bahwa sekadar keterlibatan dengan konten (CP) atau penampilan sebagai pembelajar yang meregulasi diri (LP) tidak cukup untuk mendorong kepuasan jika tidak didukung oleh interaksi sosial dan pengajaran yang kuat.  

  3. Hubungan Antar-Kehadiran: Model ini juga mengungkap hubungan kausal yang penting di antara konstruk kehadiran itu sendiri. Ditemukan bahwa Kehadiran Sosial (SP) secara signifikan memprediksi Kehadiran Pengajaran (TP), yang menunjukkan bahwa lingkungan sosial yang positif dapat memfasilitasi interaksi yang lebih efektif antara mahasiswa dan pengajar.  

Secara keseluruhan, temuan ini melukiskan gambaran di mana kepuasan dalam pembelajaran daring lebih didorong oleh aspek-aspek interaksional dan komunal daripada sekadar keterlibatan kognitif individual.

Keterbatasan dan Refleksi Kritis

Meskipun menyajikan analisis yang kuat, penelitian ini memiliki beberapa keterbatasan. Pertama, sebagai sebuah studi yang dilakukan dalam konteks satu universitas di Ghana, generalisasi temuannya ke lingkungan budaya atau institusional lain harus dilakukan dengan hati-hati. Kedua, ketergantungan pada data survei yang dilaporkan sendiri (self-reported data) berarti bahwa hasil yang diperoleh didasarkan pada persepsi mahasiswa, bukan pada pengukuran perilaku atau kinerja yang objektif.

Secara kritis, temuan mengenai insignifikansi Kehadiran Kognitif dan Kehadiran Pembelajar merupakan hasil yang provokatif yang menuntut eksplorasi lebih lanjut. Penelitian kualitatif di masa depan dapat menggali lebih dalam untuk memahami mengapa kedua faktor ini tidak secara langsung berkontribusi pada kepuasan dalam konteks ini.

Implikasi Ilmiah di Masa Depan

Secara praktis, implikasi dari penelitian ini sangat jelas bagi institusi pendidikan jarak jauh. Pesan utamanya adalah bahwa untuk meningkatkan kepuasan mahasiswa, prioritas utama harus diberikan pada penguatan Kehadiran Sosial dan Kehadiran Pengajaran. Ini mencakup perancangan aktivitas yang mendorong interaksi antar-mahasiswa dan memastikan bahwa para pengajar secara aktif memfasilitasi, memberikan umpan balik, dan membangun rasa kebersamaan di dalam kelas virtual.  

Untuk penelitian di masa depan, karya ini membuka beberapa jalan. Studi replikasi di berbagai negara dan disiplin ilmu akan sangat berharga untuk menguji kekokohan model CoI yang diperluas ini. Selain itu, penelitian metode campuran yang mengintegrasikan data survei kuantitatif dengan wawancara kualitatif dapat memberikan pemahaman yang lebih kaya mengenai nuansa di balik hubungan statistik yang ditemukan.

Sumber

Armah, J. K., Bervell, B., & Bonsu, N. O. (2023). Modelling the role of learner presence within the community of inquiry framework to determine online course satisfaction in distance education. Heliyon, 9(2023), e15803. https://doi.org/10.1016/j.heliyon.2023.e15803

Selengkapnya
Memodelkan Kehadiran Pembelajar: Tinjauan Kritis terhadap Kerangka Community of Inquiry dalam Pendidikan Jarak Jauh

Pembelajaran Digital

Ruang Kelas Virtual sebagai Cermin Diri: Tinjauan Autoetnografis terhadap Identitas dan Pedagogi Guru di Era Pandemi

Dipublikasikan oleh Timothy Rumoko pada 22 September 2025


Latar Belakang Teoretis

Disrupsi mendadak terhadap pengajaran tatap muka yang dipicu oleh pandemi COVID-19 pada tahun 2020 tidak hanya menjadi tantangan teknis, tetapi juga sebuah krisis eksistensial bagi banyak pendidik di seluruh dunia. Tesis doktoral karya Plamen Stoynov Kushkiev yang berjudul, "A critical exploration of the evolving identity and online pedagogical realisations of an EAP teacher during the COVID-19 pandemic," menyajikan sebuah penyelidikan yang sangat personal dan mendalam terhadap fenomena ini. Latar belakang masalah yang diangkat adalah bahwa di tengah peralihan darurat ke pengajaran jarak jauh, banyak penelitian berfokus pada aspek teknis atau persepsi siswa, namun kurang mengeksplorasi secara mendalam pengalaman internal dan evolusi identitas para guru itu sendiri.

Kerangka teoretis penelitian ini secara solid berlabuh pada pedagogi kritis Freire, yang menekankan hubungan dialogis antara guru dan siswa, serta pada konsep identitas guru sebagai sebuah konstruk yang cair, dinegosiasikan, dan sering kali menjadi lokasi pertarungan internal. Dengan menggunakan lensa autoetnografi—sebuah metode yang secara sadar menempatkan pengalaman pribadi peneliti sebagai data utama—studi ini bertujuan untuk mengisi kesenjangan pengetahuan tersebut. Tujuan utamanya adalah untuk secara kritis mengeksplorasi bagaimana identitas profesional dan realisasi pedagogis penulis sebagai seorang guru English for Academic Purposes (EAP) di sebuah perguruan tinggi publik di Kanada berevolusi selama transisi yang dipaksakan ke lingkungan pengajaran daring.

Metodologi dan Kebaruan

Penelitian ini mengadopsi metodologi autoetnografi kualitatif, sebuah pendekatan yang memungkinkan peneliti untuk secara sistematis menganalisis pengalaman pribadinya guna memahami fenomena budaya dan sosial yang lebih luas. Metode ini dipilih untuk menangkap nuansa dan kompleksitas dari pergulatan identitas yang tidak dapat diungkap oleh survei kuantitatif atau wawancara eksternal.

Pengumpulan data utama dilakukan melalui catatan jurnal guru (teacher journal entries) yang dibuat dalam dua periode waktu yang berbeda:

  1. Tranche Pertama: Dibuat selama transisi darurat awal pada Maret 2020, menangkap kebingungan, tekanan, dan adaptasi awal.

  2. Tranche Kedua: Dibuat satu tahun kemudian, pada Mei 2021, dalam sebuah kelas yang sejak awal dirancang untuk daring, memungkinkan refleksi yang lebih matang.

Analisis data dilakukan secara tematik dan linguistik, di mana penulis secara cermat mengkodekan entri jurnalnya dan menganalisis pola-pola yang muncul, termasuk penggunaan pronomina ("saya" vs. "kami") dan kala verba (verb tenses) untuk mengungkap pergeseran dalam persepsi diri dan praktik pedagogis.

Kebaruan dari karya ini terletak pada penggunaan autoetnografi yang berani dan reflektif dalam konteks pendidikan EAP. Dengan mengubah lensa dari "melihat keluar" menjadi "melihat ke dalam," penelitian ini memberikan sebuah kontribusi yang unik dan otentik, menyajikan potret yang hidup mengenai bagaimana krisis eksternal dapat memicu renegosiasi fundamental terhadap siapa diri seorang guru di dalam ruang kelas.

Temuan Utama dengan Kontekstualisasi

Analisis reflektif terhadap catatan jurnal menghasilkan serangkaian temuan yang melukiskan gambaran kompleks mengenai dampak transisi daring terhadap identitas dan praktik pedagogis penulis.

  1. Regresi menuju Pedagogi yang Didominasi Guru: Salah satu temuan yang paling menonjol adalah adanya pergeseran yang tidak diinginkan dari filosofi pengajaran yang berpusat pada siswa menuju model yang lebih didominasi oleh guru. Sebelum pandemi, penulis secara sadar berupaya untuk menjadi fasilitator kerja kelompok dan mengurangi waktu bicara guru. Namun, di bawah tekanan pengajaran daring, ia menemukan dirinya kembali ke kerangka pelajaran yang lebih tradisional dan sintetik, di mana penyampaian konten diprioritaskan di atas pendekatan instruksional dan kebutuhan pembelajar. Hal ini tercermin dalam entri jurnal seperti, "Saya tidak bisa mencakup semua materi karena saya merasa itu terlalu banyak untuk satu kelas."

  2. Pergeseran Identitas dari Fasilitator menjadi Manajer: Perubahan pedagogis ini secara langsung berdampak pada identitas profesional penulis. Analisis linguistik terhadap penggunaan pronomina menunjukkan adanya pergeseran fokus dari "kami" (yang menyiratkan dinamika kelas yang kolaboratif) menjadi "saya" (yang memposisikan guru sebagai agen tunggal yang mengelola dan menyampaikan informasi). Penulis merasa bahwa kecenderungan yang ada dalam repertoar mengajarnya untuk mengadopsi posisi yang lebih dominan sebagai "Manajer" menjadi diperkuat oleh realitas baru pengajaran daring.

  3. Identitas sebagai Lokasi Pertarungan Internal: Transisi ini tidak berjalan mulus, melainkan dialami sebagai sebuah lokasi pertarungan dan konflik internal antara berbagai faset identitas guru. Penulis secara konstan berjuang untuk mendamaikan siapa dirinya (identitas yang terwujud dan refleksif) dengan citra yang mungkin diproyeksikan kepada para siswanya. Pengalaman ini digambarkan sebagai sebuah proses "deskilling" atau penurunan keterampilan, khususnya dalam kemampuannya untuk menciptakan ruang pendidikan yang berpusat pada siswa di bawah keadaan yang baru.

Secara kontekstual, temuan-temuan ini menunjukkan bahwa peralihan darurat ke pengajaran daring, tanpa persiapan atau deliberasi yang memadai, dapat secara signifikan mengikis praktik pedagogis progresif dan memaksa para pendidik untuk kembali ke mode "bertahan hidup" yang lebih instruksional dan berpusat pada guru.

Keterbatasan dan Refleksi Kritis

Sebagai sebuah studi autoetnografis, keterbatasan utama dari penelitian ini adalah sifatnya yang sangat subjektif dan tidak dapat digeneralisasi. Pengalaman, refleksi, dan interpretasi yang disajikan adalah milik satu individu dalam satu konteks spesifik.

Secara kritis, meskipun tesis ini memberikan wawasan yang sangat kaya mengenai dunia internal seorang guru, ia secara alami kurang memberikan penekanan pada perspektif atau hasil belajar siswa. Hubungan antara perubahan identitas guru dengan pengalaman belajar siswa tetap menjadi area yang sebagian besar belum dieksplorasi dalam karya ini.

Implikasi Ilmiah di Masa Depan

Secara praktis, implikasi dari penelitian ini sangat signifikan. Ia menyoroti bahwa dukungan bagi para guru selama transisi digital harus melampaui sekadar pelatihan teknis mengenai penggunaan perangkat lunak. Diperlukan juga dukungan untuk mengatasi tantangan pedagogis, emosional, dan identitas yang menyertai perubahan mendasar dalam praktik mengajar.

Untuk penelitian di masa depan, karya ini secara efektif berfungsi sebagai sebuah provokasi. Sebagaimana dinyatakan oleh penulis, hasil yang disajikan dapat mendorong para guru EAP lainnya untuk mengevaluasi secara kritis persepsi mereka sendiri terhadap praktik di kelas melalui prisma identitas mereka yang terus berubah. Penelitian selanjutnya dapat menggunakan metode kualitatif lain (seperti studi kasus multi-situs atau narasi) untuk mengeksplorasi apakah pola regresi pedagogis dan pertarungan identitas ini merupakan fenomena yang lebih luas di kalangan pendidik selama pandemi.

Sumber

Kushkiev, P. S. (2022). A critical exploration of the evolving identity and online pedagogical realisations of an EAP teacher during the COVID-19 pandemic: an autoethnographic study at a Canadian public college. Doctoral Thesis, The University of Sheffield.

Selengkapnya
Ruang Kelas Virtual sebagai Cermin Diri: Tinjauan Autoetnografis terhadap Identitas dan Pedagogi Guru di Era Pandemi

Pembelajaran Digital

Dekade Kolaborasi Daring: Tinjauan Sistematis terhadap Teknologi, Desain, dan Hasil Pembelajaran

Dipublikasikan oleh Timothy Rumoko pada 22 September 2025


Latar Belakang Teoretis

Di tengah pergeseran global menuju pendidikan daring dan lingkungan kerja jarak jauh, penguasaan kolaborasi virtual telah bertransformasi dari sekadar keahlian tambahan menjadi kompetensi fundamental. Tinjauan sistematis yang disajikan oleh Beth Oyarzun dan Florence Martin ini hadir sebagai sebuah pemetaan komprehensif, yang secara cermat membedah lanskap penelitian selama satu dekade terakhir mengenai Kolaborasi Pembelajar Daring (Online Learner Collaboration - OLC).  

Penelitian ini berakar pada pengakuan bahwa kolaborasi merupakan keterampilan esensial yang dituntut di hampir semua bidang profesional, sebuah kebutuhan yang semakin dipertegas oleh meningkatnya tren kerja jarak jauh. Lingkungan pembelajaran daring, dengan segala kemajuan teknologinya, menawarkan platform yang ideal untuk membina kompetensi ini. Sejumlah kerangka teoretis yang mapan—seperti  

Computer Supported Collaborative Learning (CSCL), Community of Inquiry (CoI), dan Tiga Jenis Interaksi Moore—telah lama menjadi landasan untuk memahami berbagai aspek dari pembelajaran kolaboratif daring. Namun, tinjauan-tinjauan literatur yang ada sebelumnya cenderung berfokus pada aspek-aspek yang spesifik dan terfragmentasi.  

Masalah inti yang diidentifikasi oleh Oyarzun dan Martin adalah kurangnya sebuah tinjauan holistik yang mengintegrasikan berbagai elemen krusial dari OLC ke dalam satu kerangka kerja yang utuh. Untuk mengatasi kesenjangan ini, penulis mengajukan sebuah kerangka kerja OLC yang komprehensif, yang mencakup empat pilar: teknologi kolaboratif, desain, fasilitasi, dan hasil. Dengan menggunakan kerangka ini, tujuan utama dari studi ini adalah untuk melakukan tinjauan literatur sistematis terhadap penelitian OLC yang dipublikasikan selama satu dekade (2012-2021), guna mengidentifikasi pola publikasi, tren partisipan dan konteks, serta metodologi penelitian yang dominan.  

Metodologi dan Kebaruan

Untuk mencapai tujuannya, penelitian ini mengadopsi metodologi Tinjauan Literatur Sistematis (Systematic Literature Review - SLR) yang ketat, dengan berpedoman pada protokol PRISMA (Preferred Reporting Items for Systematic Reviews and Meta-Analyses). Proses ini melibatkan dua putaran pencarian kata kunci yang luas di berbagai basis data untuk menangkap semua jenis kolaborasi yang terjadi dalam konteks pembelajaran daring. Setelah melalui proses penyaringan yang sistematis, sebanyak  

63 artikel penelitian orisinal dari jurnal-jurnal peer-reviewed yang dipublikasikan antara tahun 2012 dan 2021 dipilih untuk dianalisis secara mendalam.  

Analisis data dilakukan secara kolaboratif menggunakan spreadsheet Google, dengan menerapkan proses pengkodean deduktif (berdasarkan penelitian sebelumnya) dan induktif (mengadaptasi kode selama proses analisis). Kebaruan dari karya ini terletak pada pendekatannya yang luas dan terintegrasi. Alih-alih hanya berfokus pada satu dimensi OLC, penelitian ini secara unik mensintesis temuan-temuan dari berbagai aspek—mulai dari pilihan teknologi hingga hasil afektif—ke dalam satu kerangka kerja yang koheren, sehingga menyajikan sebuah "peta" komprehensif dari lanskap penelitian OLC selama dekade terakhir.  

Temuan Utama dengan Kontekstualisasi

Analisis terhadap 63 artikel terpilih menghasilkan serangkaian temuan yang memberikan gambaran jelas mengenai tren dalam penelitian OLC.

  1. Konteks dan Demografi Penelitian: Ditemukan bahwa sebagian besar penelitian OLC dilakukan dalam konteks pendidikan tinggi dan dalam disiplin ilmu Pendidikan (30,2%). Secara geografis, penelitian yang dilakukan di  

    Amerika Serikat (39,7%) mendominasi literatur yang ditinjau. Dari segi metodologi, ketiga pendekatan utama—kuantitatif, kualitatif, dan metode campuran—digunakan dalam proporsi yang hampir seimbang.  

  2. Teknologi Kolaboratif: Teknologi yang paling umum digunakan untuk memfasilitasi OLC adalah Learning Management Systems (LMS), papan diskusi, alat tulis kolaboratif, dan alat sinkron (misalnya, konferensi video). Temuan ini menggarisbawahi peran sentral LMS sebagai tulang punggung kursus daring, yang sering kali sudah terintegrasi dengan fungsionalitas seperti papan diskusi. Penggunaan alat sinkron yang luas juga menunjukkan pentingnya interaksi real-time dalam memfasilitasi kolaborasi.  

  3. Desain Kolaborasi: Metode kolaboratif yang paling dominan adalah proyek kelompok (59,2%) dan diskusi (25,0%). Ukuran kelompok yang paling umum adalah kelompok kecil, yang biasanya terdiri dari dua hingga lima mahasiswa. Dalam hal pembentukan kelompok, strategi yang paling sering digunakan adalah penugasan acak (random assignment), diikuti oleh pembentukan berdasarkan kriteria tertentu dan pembentukan oleh mahasiswa sendiri.  

  4. Fasilitasi Kolaborasi: Peran instruktur dalam OLC sangat multifaset. Temuan menunjukkan bahwa instruktur paling sering mengambil peran sebagai perancang (designer) aktivitas kolaboratif, fasilitator proses, pendukung (supporter), dan evaluator hasil kerja. Hal ini menegaskan bahwa fasilitasi yang efektif melampaui sekadar pemberian tugas, tetapi juga melibatkan desain yang cermat dan dukungan aktif selama proses berlangsung.  

  5. Hasil Kolaborasi (Peluang dan Tantangan):

    • Peluang: Tiga peluang teratas yang paling sering disebut dari implementasi OLC adalah peningkatan pembelajaran, pengembangan keterampilan komunikasi dan kolaborasi, dan pembangunan hubungan antar pembelajar.  

    • Tantangan: Tantangan yang paling sering muncul adalah waktu (misalnya, kesulitan koordinasi jadwal), masalah teknis, serta kecemasan, ketakutan, atau stres yang dialami oleh pembelajar.  

    • Fokus Hasil: Sebagian besar penelitian yang ditinjau berfokus pada hasil kognitif dan afektif, dengan fokus yang lebih sedikit pada hasil perilaku.  

 

Keterbatasan dan Refleksi Kritis

Penulis secara transparan mengakui beberapa keterbatasan dalam studi mereka. Dominasi penelitian dari Amerika Serikat mungkin disebabkan oleh bias karena para peneliti berbasis di AS dan hanya menganalisis artikel berbahasa Inggris, yang membatasi generalisasi temuan ke konteks global. Selain itu, jumlah istilah pencarian yang digunakan terbatas.  

Sebagai refleksi kritis, meskipun pendekatan yang luas dari tinjauan ini merupakan kekuatan utamanya, hal ini mungkin datang dengan mengorbankan kedalaman analisis pada setiap elemen. Studi ini berhasil memetakan "apa" yang diteliti dalam OLC, namun mungkin tidak sepenuhnya menangkap nuansa "mengapa" tren-tren ini muncul atau "seberapa efektif" kombinasi teknologi, desain, dan fasilitasi yang berbeda dalam mencapai hasil pembelajaran yang spesifik.

Implikasi Ilmiah di Masa Depan

Secara praktis, temuan dari tinjauan ini memiliki implikasi langsung bagi para instruktur dan desainer instruksional daring, dengan menyoroti teknologi dan metode desain yang paling umum digunakan serta tantangan yang perlu diantisipasi.  

Untuk penelitian di masa depan, karya ini secara implisit dan eksplisit menyarankan beberapa arah. Terdapat kebutuhan yang jelas untuk lebih banyak penelitian OLC di luar konteks AS dan di luar disiplin ilmu Pendidikan untuk memperluas pemahaman. Selain itu, penulis menyoroti perlunya standardisasi terminologi terkait OLC untuk membantu para peneliti menemukan riset yang relevan dengan lebih mudah. Sebagai refleksi akhir, dengan menyediakan sebuah kerangka kerja yang holistik dan peta lanskap penelitian yang komprehensif, Oyarzun dan Martin telah meletakkan fondasi yang kuat bagi para peneliti dan praktisi untuk secara lebih sistematis mempelajari dan mengimplementasikan aktivitas kolaborasi daring yang efektif.  

Sumber

Oyarzun, B., & Martin, F. (2023). A Systematic Review of Research on Online Learner Collaboration from 2012-21: Collaboration Technologies, Design, Facilitation, and Outcomes. Online Learning, 27(1), 71-106. DOI: 10.24059/olj.v27i1.3453

Selengkapnya
Dekade Kolaborasi Daring: Tinjauan Sistematis terhadap Teknologi, Desain, dan Hasil Pembelajaran

Pembelajaran Digital

Kerangka Kerja Desain Learning Management System untuk Proyek Tesis

Dipublikasikan oleh Timothy Rumoko pada 21 September 2025


Latar Belakang Teoretis

Penelitian ini berakar pada sebuah masalah yang melekat dalam pendidikan tinggi: proyek tesis sarjana, yang menuntut otonomi pembelajar yang tinggi, perencanaan yang unik, dan pembelajaran mandiri, secara fundamental berbeda dari mata kuliah biasa yang terstruktur. Namun, LMS yang umum digunakan saat ini dirancang untuk memfasilitasi model pengajaran tradisional, di mana dosen menyiapkan serangkaian aktivitas pembelajaran yang telah dijadwalkan untuk seluruh kelas. Akibatnya, platform-platform ini sering kali gagal menyediakan dukungan yang memadai untuk proses tesis yang lebih individual dan dinamis, yang pada gilirannya berkontribusi pada masalah-masalah yang telah lama diketahui seperti kurangnya motivasi dan keterlibatan mahasiswa.  

Dengan berlandaskan pada kerangka kerja pedagogis dari lingkungan belajar konstruktivis, penelitian ini memposisikan pembelajaran mandiri (self-regulated learning) dan scaffolding (dukungan terstruktur) sebagai dua pilar teoretis utama. Hipotesis implisit yang mendasari karya ini adalah bahwa dengan merancang sebuah LMS yang secara eksplisit mendukung siklus pembelajaran mandiri (perencanaan, pelaksanaan, dan refleksi diri) dan menyediakan mekanisme scaffolding yang fleksibel, tantangan-tantangan yang melekat dalam proyek tesis dapat dimitigasi secara efektif. Tujuan utama dari studi ini adalah untuk mengembangkan sebuah kerangka kerja yang menyediakan prinsip-prinsip desain untuk  

Learning Management Systems yang secara spesifik ditujukan untuk mendukung proyek tesis sarjana (selanjutnya disebut LMSTP).  

Metodologi dan Kebaruan

Penelitian ini mengadopsi metode penelitian desain (design research), dengan menggunakan pendekatan teori desain eksplanatori untuk menghasilkan artefak utamanya: sebuah kerangka kerja desain. Proses metodologisnya sangat terstruktur. Pertama, penulis membagi proses tesis menjadi empat fase utama untuk menyederhanakan pengembangan kerangka kerja:  

Inisiasi, Perencanaan, Implementasi, dan Finalisasi. Untuk setiap fase, serangkaian "Persyaratan Meta" (Meta-Requirements - MR) yang berakar pada teori pedagogis dirumuskan. Persyaratan ini kemudian diterjemahkan lebih lanjut menjadi komponen-komponen desain yang lebih konkret.

Untuk memvalidasi kerangka kerja yang diusulkan, penulis melakukan survei untuk mengumpulkan opini dari para pemangku kepentingan (mahasiswa dan pembimbing) mengenai dampak potensial dari fitur-fitur yang diusulkan.  

Kebaruan dari karya ini tidak terletak pada pengembangan teori pedagogis baru, melainkan pada sintesisnya yang pragmatis dan aplikatif. Dengan secara sistematis menerjemahkan konsep-konsep seperti pembelajaran mandiri dan contingent scaffolding ke dalam serangkaian persyaratan desain yang dapat ditindaklanjuti, penelitian ini berhasil menjembatani kesenjangan antara teori pendidikan dan rekayasa perangkat lunak, menawarkan sebuah cetak biru yang konkret untuk inovasi dalam teknologi pendidikan.

Temuan Utama dengan Kontekstualisasi

Temuan utama dari penelitian ini adalah kerangka kerja desain itu sendiri, yang terdiri dari serangkaian persyaratan dan komponen yang dirancang untuk mendukung setiap fase proyek tesis.

  1. Fase Inisiasi: Persyaratan utamanya (MR1) adalah bahwa mahasiswa harus dapat mengumpulkan dan menciptakan ide-ide yang relevan dengan masyarakat luas serta berinteraksi dengan pembimbing. Ini diterjemahkan menjadi komponen desain yang memfasilitasi pengumpulan ide dan interaksi awal antara mahasiswa dan pembimbing.  

  2. Fase Perencanaan: Persyaratan utamanya (MR2) adalah bahwa mahasiswa harus dapat membuat rencana proyek tesis yang komprehensif. Komponen desain yang diusulkan mencakup fungsi untuk memvisualisasikan rencana proyek dan, yang terpenting, menyediakan fungsi bagi mahasiswa untuk dapat memodifikasi rencana tersebut, yang mendukung otonomi pembelajar.  

  3. Fase Implementasi: Persyaratan utamanya (MR3) adalah bahwa sistem harus mendukung pembelajaran mandiri dan menyediakan scaffolding. Ini adalah bagian paling kaya dari kerangka kerja, dengan komponen desain yang mencakup:  

    • Fungsi untuk meningkatkan perhatian dan keterlibatan mahasiswa.  

    • Dukungan untuk interaksi ad-hoc dan bantuan yang disesuaikan (contingent scaffolding), yang mengakui bahwa setiap mahasiswa mungkin memerlukan jenis bantuan yang berbeda pada waktu yang berbeda.  

    • Alat untuk kolaborasi sejawat (peer collaboration), yang dihipotesiskan dapat meningkatkan efikasi diri dan motivasi mahasiswa.  

    • Alat komunikasi daring untuk meningkatkan interaksi antara mahasiswa dan pembimbing.  

  4. Fase Finalisasi: Persyaratan utamanya adalah bahwa sistem harus mendukung proses penulisan laporan akhir dan evaluasi diri. Komponen desain yang relevan mencakup fungsi-fungsi yang mendorong strategi refleksi diri.  

Temuan dari survei validasi secara kuat mendukung kerangka kerja yang diusulkan. Ditemukan bahwa lebih dari 91% partisipan setuju bahwa fitur-fitur dalam kerangka kerja tersebut akan menciptakan dampak yang positif atau sangat positif, baik sebagai solusi umum maupun sebagai solusi spesifik untuk proyek tesis di fakultas mereka.  

Keterbatasan dan Refleksi Kritis

Penulis secara transparan mengakui keterbatasan utama dari penelitian ini, yaitu bahwa studi ini tidak menginvestigasi persyaratan dari perspektif administrator tesis.  

Sebagai refleksi kritis, perlu dicatat bahwa kerangka kerja yang disajikan masih berada pada level konseptual. Validasi yang dilakukan didasarkan pada persepsi dan opini para pemangku kepentingan mengenai fitur-fitur yang diusulkan, bukan pada data penggunaan dari sebuah sistem yang telah diimplementasikan secara penuh. Efektivitas nyata dari sebuah LMSTP yang dibangun berdasarkan kerangka ini dalam meningkatkan hasil belajar atau mengurangi tingkat putus studi masih merupakan sebuah hipotesis yang perlu diuji secara empiris.

Implikasi Ilmiah di Masa Depan

Secara praktis, implikasi dari penelitian ini sangat signifikan. Ia menyediakan sebuah panduan yang komprehensif dan berbasis teori bagi para pengembang perangkat lunak pendidikan, desainer instruksional, dan administrator universitas yang ingin menciptakan atau mengadaptasi platform LMS agar lebih sesuai dengan kebutuhan unik dari proses pembimbingan tesis.

Untuk penelitian di masa depan, karya ini secara efektif meletakkan fondasi untuk siklus penelitian selanjutnya. Langkah berikutnya yang paling logis adalah mengimplementasikan sebuah prototipe LMSTP berdasarkan kerangka kerja ini dan kemudian melakukan studi longitudinal untuk mengevaluasi dampaknya secara kuantitatif dan kualitatif terhadap pengalaman mahasiswa, interaksi pembimbing, dan kualitas hasil tesis. Selain itu, sebagaimana disarankan oleh penulis, penelitian selanjutnya harus memperluas analisis untuk mencakup persyaratan dari para administrator guna menciptakan solusi yang benar-benar holistik.

Sumber

Peiris, C. R., Männikkö Barbutiu, S., & Hansson, H. (2022). A Framework for Designing Learning Management Systems for Thesis Projects. Journal of Research Innovation and Implications in Education, 6(3), 1-18.

Selengkapnya
Kerangka Kerja Desain Learning Management System untuk Proyek Tesis

Pembelajaran Digital

Sinergi Teknologi dan Karakter: Analisis Pengaruh LMS dan Sikap Istiqamah terhadap Kualitas Pendidikan

Dipublikasikan oleh Timothy Rumoko pada 15 September 2025


Latar Belakang Teoretis

Penelitian ini berakar pada sebuah permasalahan fundamental yang dihadapi oleh sistem pendidikan tinggi di Indonesia: kebutuhan mendesak untuk meningkatkan kualitas secara komprehensif, yang mencakup input, proses, dan output. Para penulis mengidentifikasi bahwa di era digital, Learning Management System (LMS) telah menjadi alat yang tak terhindarkan, berfungsi sebagai platform teknologi informasi yang dirancang untuk mengelola dan mendukung setiap fase proses pembelajaran secara efektif. Di sisi lain, dalam konteks Universitas Islam Negeri (UIN) Sultan Maulana Hasanuddin Banten, faktor non-teknologi yang berakar pada nilai-nilai Islam, yaitu sikap Istiqamah, juga diposisikan sebagai variabel krusial. Istiqamah didefinisikan sebagai sikap teguh pendirian, berpegang pada kebenaran, dan komitmen yang konsisten, baik dalam perkataan, tindakan, maupun niat.

Dengan demikian, kerangka teoretis yang diusung oleh studi ini bersifat sosio-teknis, yang secara unik berupaya untuk mengintegrasikan pengaruh dari sebuah alat digital (LMS) dengan sebuah konstruk nilai karakter (Istiqamah) untuk menjelaskan variabel hasil yang kompleks (Kualitas Pendidikan). Hipotesis yang diajukan adalah bahwa baik LMS maupun nilai sikap Istiqamah memiliki pengaruh positif terhadap kualitas pendidikan. Tujuan utama dari penelitian ini adalah untuk menyelidiki dan mengukur secara kuantitatif pengaruh dari kedua variabel independen tersebut, baik secara parsial maupun simultan, terhadap kualitas pendidikan.

Metodologi dan Kebaruan

Penelitian ini mengadopsi metode kuantitatif dengan pendekatan survei. Pengumpulan data primer dilakukan melalui penyebaran kuesioner kepada populasi target, yaitu mahasiswa aktif di seluruh fakultas di UIN SMH Banten.

Untuk menganalisis data, penulis menggunakan teknik statistik yang canggih, yaitu Partial Least Squares Structural Equation Modeling (PLS-SEM), dengan bantuan perangkat lunak SmartPLS. Pendekatan ini memungkinkan pengujian simultan terhadap model pengukuran (outer model) dan model struktural (inner model). Proses metodologisnya mencakup serangkaian uji validitas dan reliabilitas yang ketat untuk memastikan kualitas instrumen, termasuk validitas konvergen (berdasarkan nilai loading factor), reliabilitas komposit, Cronbach's Alpha, dan Average Variance Extracted (AVE).

Kebaruan dari karya ini tidak terletak pada pengembangan teori baru, melainkan pada sintesis konseptualnya yang orisinal. Dengan secara eksplisit memodelkan pengaruh gabungan dari sebuah variabel teknologi modern dengan sebuah variabel nilai keislaman tradisional, penelitian ini memberikan sebuah perspektif yang kaya konteks dan sangat relevan bagi institusi pendidikan tinggi berbasis agama yang sedang menavigasi proses transformasi digital.

Temuan Utama dengan Kontekstualisasi

Analisis data yang komprehensif menghasilkan temuan yang kuat pada tingkat model keseluruhan, namun menyajikan gambaran yang kompleks dan mengandung inkonsistensi dalam pelaporan pada tingkat pengaruh individual.

  1. Pengaruh Gabungan yang Kuat: Temuan utama dari model struktural adalah bahwa variabel LMS dan nilai sikap Istiqamah secara bersama-sama memiliki pengaruh yang sangat kuat terhadap Kualitas Pendidikan. Nilai R-Square yang diperoleh adalah 0.793, yang mengindikasikan bahwa kedua variabel independen tersebut secara kolektif mampu menjelaskan 79,3% dari varians dalam variabel Kualitas Pendidikan. Ini adalah temuan yang signifikan, yang menunjukkan bahwa kombinasi antara infrastruktur teknologi dan karakter pembelajar merupakan prediktor yang sangat kuat bagi persepsi kualitas pendidikan.

  2. Inkonsistensi pada Pengaruh Individual: Analisis terhadap jalur pengaruh individual menyajikan hasil yang kontradiktif di berbagai bagian laporan.

    • Pada satu sisi (di bagian abstrak dan hasil uji hipotesis awal), dilaporkan bahwa baik LMS (dengan T-statistik 3.526 > 1.96 dan P-value 0.000 < 0.05) maupun nilai sikap Istiqamah (dengan T-statistik 5.665 > 1.96 dan P-value 0.000 < 0.05) masing-masing memiliki pengaruh yang positif dan signifikan secara statistik terhadap Kualitas Pendidikan.

    • Namun, pada sisi lain (di bagian analisis Path Coefficients dan kesimpulan akhir), penulis menarik kesimpulan yang berbeda secara drastis. Dilaporkan bahwa LMS tidak secara signifikan mempengaruhi Kualitas Pendidikan, dan nilai Istiqamah juga ditemukan tidak memiliki pengaruh (dengan P-value 0.931 > 0.05).

Inkonsistensi pelaporan ini menjadi temuan yang paling menonjol secara metodologis, yang mengindikasikan adanya kemungkinan kesalahan dalam interpretasi atau penyajian data akhir.

Keterbatasan dan Refleksi Kritis

Keterbatasan yang paling fundamental dari penelitian ini adalah adanya inkonsistensi internal yang signifikan dalam pelaporan hasil statistiknya. Kontradiksi antara hasil uji hipotesis awal dengan kesimpulan akhir mengenai pengaruh parsial dari LMS dan Istiqamah membuat interpretasi temuan menjadi sangat sulit dan mengurangi keandalan kesimpulan spesifiknya.

Selain itu, beberapa keterbatasan lain dapat diidentifikasi. Pertama, penelitian ini sepenuhnya bergantung pada data persepsi dari mahasiswa untuk mengukur ketiga konstruk, termasuk "Kualitas Pendidikan" yang merupakan konsep yang sangat luas dan multi-dimensi. Kedua, detail mengenai metode sampling dan ukuran sampel akhir tidak disajikan secara rinci, yang membatasi kemampuan untuk menilai generalisasi temuan. Terakhir, sifat penelitian yang bersifat cross-sectional hanya dapat mengidentifikasi hubungan asosiatif, bukan hubungan kausalitas yang definitif.

Implikasi Ilmiah di Masa Depan

Meskipun terdapat kelemahan dalam pelaporan, penelitian ini secara praktis memberikan implikasi yang berharga. Ia menegaskan bahwa dalam upaya peningkatan mutu, institusi pendidikan tinggi (khususnya yang berbasis agama) perlu mempertimbangkan secara seimbang antara investasi dalam infrastruktur teknologi dengan program-program pembinaan karakter. Diskusi dalam paper ini mengenai bagaimana LMS dapat digunakan untuk mendukung internalisasi nilai-nilai seperti Istiqamah (misalnya, melalui forum diskusi atau pelacakan kemajuan) menawarkan wawasan yang dapat ditindaklanjuti.

Untuk penelitian di masa depan, karya ini secara jelas menggarisbawahi perlunya studi replikasi yang dilakukan dengan rigor metodologis yang lebih tinggi dan pelaporan yang konsisten untuk mengklarifikasi hubungan kausal yang sebenarnya. Selain itu, penelitian kualitatif melalui studi kasus mendalam dapat memberikan pemahaman yang lebih kaya mengenai bagaimana dan mengapa sikap Istiqamah (atau ketiadaannya) berinteraksi dengan penggunaan teknologi pembelajaran dalam membentuk pengalaman dan hasil belajar mahasiswa.

Sumber

Ansori, A., Tarihoran, N., & Nugraha, E. (2024). The Influence of Learning Management Systems (LMS) and the Value of Istiqamah Attitude on the Quality of Education. International Journal of Education, Teaching, and Social Science, 4(1).

Selengkapnya
Sinergi Teknologi dan Karakter: Analisis Pengaruh LMS dan Sikap Istiqamah terhadap Kualitas Pendidikan
page 1 of 2 Next Last »