Pembangunan Berkelanjutan
Dipublikasikan oleh Marioe Tri Wardhana pada 24 September 2025
Mengapa Temuan Ini Penting untuk Kebijakan
Sertifikasi tenaga kerja sering kali dipandang hanya sebagai formalitas administratif, sebuah dokumen yang menandakan bahwa seseorang pernah mengikuti pelatihan atau ujian tertentu. Namun, artikel Sustainability (2022) menegaskan bahwa pendekatan ini sudah tidak relevan lagi. Dunia kerja, terutama sektor konstruksi yang berisiko tinggi, membutuhkan sistem sertifikasi yang berkelanjutan—artinya sertifikasi bukan hanya titik akhir, tetapi proses terus-menerus untuk menjamin kompetensi, reliabilitas, dan kualitas tenaga kerja.
Bagi kebijakan publik, temuan ini sangat penting. Industri konstruksi di Indonesia tengah menghadapi tuntutan besar: mengejar pembangunan infrastruktur strategis, meningkatkan daya saing global, dan mengurangi angka kecelakaan kerja. Semua ini hanya bisa tercapai bila tenaga kerja memiliki kompetensi nyata, bukan sekadar selembar sertifikat. Oleh karena itu, sertifikasi harus dipandang sebagai instrumen strategis, bukan sekadar formalitas hukum. Artikel Sertifikasi Kompetensi Jasa Konstruksi: Kunci atau Formalitas Administratif? menyoroti persoalan serupa: sertifikasi sering gagal memberi nilai tambah jika tidak diikuti pengawasan mutu dan mekanisme pembaruan kompetensi.
Dengan mengadopsi pendekatan berkelanjutan, kebijakan sertifikasi bisa menjadi pilar utama untuk menjamin kualitas pekerjaan konstruksi, melindungi keselamatan publik, dan meningkatkan daya saing pekerja Indonesia di pasar global.
Implementasi di Lapangan: Dampak, Hambatan, dan Peluang
Implementasi sertifikasi tenaga kerja berkelanjutan di lapangan sudah mulai berjalan di beberapa negara maju. Misalnya, Uni Eropa memiliki sistem lifelong learning di mana sertifikasi tenaga kerja harus diperbarui secara periodik melalui pelatihan dan ujian ulang. Hal ini terbukti meningkatkan keandalan tenaga kerja dan menurunkan tingkat kecelakaan di sektor berisiko tinggi seperti konstruksi dan energi.
Di Indonesia, dampak positif dari sertifikasi mulai terlihat. Pekerja yang tersertifikasi cenderung lebih sadar terhadap prosedur keselamatan dan menghasilkan kualitas pekerjaan yang lebih baik. Namun, implementasi sertifikasi masih menghadapi hambatan besar. Pertama, biaya sertifikasi yang relatif tinggi menjadi beban bagi pekerja informal dan kontraktor kecil. Kedua, akses ke lembaga sertifikasi masih terbatas di kota besar, sehingga pekerja di daerah sulit menjangkaunya. Ketiga, kesadaran pekerja terhadap pentingnya pembaruan sertifikasi masih rendah. Banyak yang menganggap sertifikat sebagai tujuan akhir, bukan proses berkelanjutan.
Meski demikian, peluang yang ada sangat besar. Pemerintah Indonesia melalui program SIBIMA Konstruksi telah membuka jalan digitalisasi pelatihan dan sertifikasi, memungkinkan pekerja dari daerah lebih mudah mengakses materi pelatihan. Teknologi digital juga memungkinkan monitoring Continuous Professional Development (CPD) secara transparan, sehingga kompetensi pekerja dapat terus terjaga. Artikel Membedah Pentingnya Sertifikasi Kompetensi Pekerja Konstruksi di Indonesia menegaskan bahwa sertifikasi berbasis digital adalah peluang besar untuk memastikan pemerataan akses kompetensi di seluruh Indonesia.
Rekomendasi Kebijakan Praktis
Kebijakan sertifikasi berkelanjutan membutuhkan strategi yang lebih dari sekadar regulasi administratif. Pertama, pemerintah perlu memperkenalkan sistem sertifikasi periodik. Sertifikat yang berlaku seumur hidup tidak lagi relevan; sertifikasi harus diperbarui setiap beberapa tahun melalui ujian kompetensi dan pelatihan ulang.
Kedua, kebijakan subsidi dan insentif sangat dibutuhkan agar pekerja informal dan UMKM konstruksi dapat mengikuti sertifikasi tanpa terbebani biaya.
Ketiga, digitalisasi proses sertifikasi harus dipercepat. Dengan platform daring, pekerja bisa mengikuti pelatihan, ujian, dan pelaporan CPD secara lebih mudah. Hal ini juga memungkinkan pengawasan nasional terhadap kualitas sertifikasi.
Keempat, integrasi sertifikasi dengan kurikulum pendidikan vokasi dan politeknik perlu diperkuat. Dengan begitu, lulusan baru sudah siap memasuki dunia kerja dengan sertifikat kompetensi yang berlaku nasional.
Kelima, pemerintah perlu membangun sistem audit acak dan evaluasi berkala untuk mencegah sertifikasi abal-abal. Tanpa pengawasan, sertifikasi bisa jatuh menjadi sekadar formalitas tanpa makna.
Kritik terhadap Potensi Kegagalan Kebijakan
Meskipun pendekatan sertifikasi berkelanjutan menawarkan banyak manfaat, ada risiko kegagalan jika implementasi tidak dilakukan dengan konsisten. Salah satu potensi kegagalan adalah jika sertifikasi masih dipandang sekadar syarat administratif untuk mengikuti proyek pemerintah. Jika motivasi hanya formalitas, maka sertifikasi tidak akan berdampak nyata pada kualitas pekerjaan.
Risiko lain adalah kesenjangan akses. Pekerja di daerah terpencil bisa semakin tertinggal jika infrastruktur digital tidak merata. Alih-alih meningkatkan pemerataan kompetensi, kebijakan ini justru bisa memperlebar jurang antara tenaga kerja kota besar dan desa.
Selain itu, tanpa sistem insentif yang jelas, pekerja mungkin enggan memperbarui sertifikasi. Mereka tidak akan melihat manfaat langsung dalam bentuk kenaikan upah atau peningkatan peluang kerja. Akibatnya, program sertifikasi berkelanjutan bisa gagal mencapai tujuannya. Artikel Kompetensi vs Kinerja Tenaga Kerja Konstruksi memperingatkan bahwa kompetensi yang tidak terhubung dengan insentif ekonomi hanya akan menjadi konsep abstrak yang sulit diterapkan.
Penutup
Sertifikasi berkelanjutan adalah langkah strategis untuk memastikan bahwa tenaga kerja konstruksi di Indonesia benar-benar kompeten, andal, dan siap menghadapi tantangan masa depan. Temuan Sustainability (2022) memberikan peringatan bahwa tanpa mekanisme berkelanjutan, sertifikasi hanya akan menjadi formalitas tanpa dampak nyata.
Dengan pendekatan yang tepat—sertifikasi periodik, subsidi, digitalisasi, integrasi pendidikan, dan pengawasan ketat—Indonesia dapat membangun sistem sertifikasi yang tidak hanya memberi pengakuan formal, tetapi juga menjamin kualitas dan keselamatan publik. Namun, semua itu harus diiringi dengan kesadaran bahwa kebijakan tidak boleh berhenti pada aturan tertulis, melainkan harus diterapkan secara konsisten dengan melibatkan industri, lembaga pendidikan, asosiasi profesi, dan masyarakat luas.
Sumber
Sustainability 14, 1137 (2022). Sustainable Approach to Certification of Persons: Ensuring Reliability and Quality.