Manajemen Sumber Daya Manusia
Dipublikasikan oleh Izura Ramadhani Fauziyah pada 04 Juli 2025
Di tengah persaingan global dan revolusi industri 4.0, kualitas lulusan Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) menjadi sorotan utama dalam pembangunan SDM Indonesia. Sertifikasi kompetensi bukan sekadar formalitas, melainkan instrumen vital untuk memastikan lulusan SMK benar-benar siap kerja dan diakui industri. Namun, bagaimana praktik manajemen sertifikasi kompetensi di tingkat sekolah? Artikel ini mengulas secara kritis hasil penelitian Aris Abadi, Sutama, dan Ahmad Muhibbin (2022) tentang manajemen sertifikasi kompetensi di SMK Tengaran, Kabupaten Semarang. Dengan pendekatan fenomenologi, studi ini membedah proses perencanaan, pelaksanaan, hingga tindak lanjut sertifikasi, serta mengaitkannya dengan tren nasional, studi kasus nyata, dan rekomendasi strategis.
Tren Nasional: Revitalisasi SMK dan Tantangan Kompetensi
Latar Belakang Kebijakan
Realitas di Lapangan
Studi Kasus: Manajemen Sertifikasi Kompetensi di SMK Tengaran
Metodologi dan Profil Penelitian
Perencanaan Sertifikasi: Administrasi dan Infrastruktur
Tahapan Perencanaan
Studi Kasus Nyata
Di SMK Tengaran, setiap tahun dilakukan analisis kebutuhan peserta uji kompetensi berdasarkan jurusan. Kepala LSP berkoordinasi dengan asesor untuk menyiapkan materi uji yang telah divalidasi silang. TUK diverifikasi menggunakan checklist ketat; jika tidak memenuhi syarat, tidak boleh digunakan untuk uji kompetensi.
Proses Sertifikasi: Praktik Langsung dan Penilaian Objektif
Alur Pelaksanaan
Angka dan Fakta
Tantangan di Lapangan
Tindak Lanjut: Sertifikat dan Validasi Proses
Penerbitan Sertifikat
Validasi dan Supervisi
Studi Kasus: Implikasi Sertifikasi
Seorang siswa jurusan Teknik Otomotif di SMK Tengaran mengaku, “Setelah dapat sertifikat kompetensi, saya lebih percaya diri melamar kerja di bengkel besar. Tapi teman saya yang belum lulus uji harus ikut pelatihan tambahan.” Sementara itu, asesor menyoroti pentingnya validasi berlapis agar tidak ada peserta yang lolos tanpa benar-benar kompeten.
Analisis Kritis: Kekuatan, Kelemahan, dan Perbandingan
Kekuatan Sistem Sertifikasi di SMK Tengaran
Kelemahan dan Tantangan
Perbandingan dengan Praktik Nasional dan Internasional
Implikasi Industri dan Daya Saing Lulusan
Dampak pada Lulusan
Dampak pada Industri
Studi Kasus: Kolaborasi SMK-Industri
SMK Tengaran bekerja sama dengan beberapa perusahaan otomotif dan manufaktur di Semarang. Perusahaan ikut terlibat dalam penyusunan materi uji dan kadang menjadi penguji eksternal. Hasilnya, lebih dari 70% lulusan terserap di dunia kerja dalam waktu enam bulan setelah lulus.
Rekomendasi Strategis: Membangun Ekosistem Sertifikasi yang Inklusif
1. Penguatan LSP Internal
2. Peningkatan Kompetensi Asesor
3. Modernisasi Fasilitas TUK
4. Edukasi dan Motivasi Peserta
5. Adaptasi Kurikulum dan Materi Uji
Hubungan dengan Tren Industri dan Kebijakan Nasional
Opini dan Kritik: Jalan Panjang Menuju Sertifikasi Kompetensi Ideal
Penelitian ini menegaskan bahwa manajemen sertifikasi kompetensi di SMK, khususnya di SMK Tengaran, sudah berjalan cukup baik namun masih menghadapi tantangan besar. Perubahan regulasi, keterbatasan fasilitas, dan motivasi peserta menjadi hambatan utama. Namun, dengan komitmen semua pihak—sekolah, pemerintah, industri, dan siswa—ekosistem sertifikasi yang inklusif dan adaptif sangat mungkin diwujudkan.
Dibandingkan negara maju, Indonesia masih perlu berbenah dalam hal integrasi sertifikasi dengan sistem pendidikan dan industri. Sertifikasi harus menjadi bagian tak terpisahkan dari proses pendidikan, bukan sekadar formalitas menjelang kelulusan. Jika tidak, lulusan SMK akan terus tertinggal dalam persaingan global.
Studi Kasus Inovatif: Validasi Berlapis dan Dampaknya
SMK Tengaran menerapkan validasi berlapis dalam proses sertifikasi. Setiap hasil penilaian harus diverifikasi oleh tim asesor dan disahkan dalam rapat pleno. Hasilnya, tingkat kelulusan yang kompeten meningkat, dan kasus sertifikat “asal jadi” bisa ditekan. Model ini layak diadopsi SMK lain untuk menjaga kredibilitas sertifikasi.
Kesimpulan: Sertifikasi Kompetensi sebagai Pilar Daya Saing Lulusan SMK
Manajemen sertifikasi kompetensi di SMK, seperti yang diterapkan di SMK Tengaran, membuktikan bahwa proses yang terstruktur, validasi berlapis, dan kolaborasi dengan industri mampu meningkatkan kualitas lulusan. Namun, tantangan masih besar: perubahan regulasi, keterbatasan fasilitas, dan motivasi peserta. Dengan strategi penguatan LSP internal, peningkatan kompetensi asesor, modernisasi fasilitas, dan edukasi peserta, sertifikasi kompetensi dapat menjadi pilar utama daya saing lulusan SMK di era industri 4.0.
Langkah ke depan adalah membangun ekosistem sertifikasi yang inklusif, adaptif, dan terintegrasi dengan kebutuhan industri. Hanya dengan cara ini, lulusan SMK Indonesia akan benar-benar siap bersaing di pasar kerja nasional maupun global.
Sumber artikel asli:
Aris Abadi, Sutama, Ahmad Muhibbin. (2022). Management of Competency Certification Assessment by Professional Certification Body of Tengaran Vocational High School Semarang Regency. Budapest International Research and Critics Institute-Journal (BIRCI-Journal), Vol. 5, No. 3, hlm. 20572–20581.
Manajemen Sumber Daya Manusia
Dipublikasikan oleh Izura Ramadhani Fauziyah pada 03 Juli 2025
Waqf dan Peran Strategis Nazhir di Indonesia
Wakaf merupakan salah satu instrumen filantropi Islam yang berperan penting dalam pembangunan sosial, ekonomi, dan pendidikan di Indonesia. Dalam dua dekade terakhir, praktik wakaf di Indonesia mengalami pertumbuhan pesat, baik dari sisi jumlah, ragam, maupun kontribusinya terhadap kesejahteraan masyarakat. Namun, optimalisasi manfaat wakaf sangat bergantung pada kinerja nazhir—pengelola wakaf yang bertanggung jawab mengelola dan mengembangkan aset wakaf agar sesuai tujuan syariah dan kebutuhan umat.
Penelitian Ulfia Rachmah, Maya Panorama, dan Mismiwati (2025) secara khusus menyoroti peran sertifikasi kompetensi, motivasi, dan lingkungan kerja terhadap kinerja nazhir di Badan Wakaf Indonesia (BWI) Sumatera Selatan. Dengan pendekatan kualitatif dan analisis mendalam menggunakan NVivo 12 Pro, studi ini menawarkan perspektif baru tentang faktor-faktor penentu profesionalisme dan produktivitas nazhir di era modern.
Metodologi: Pendekatan Kualitatif dan Analisis Tematik
Penelitian ini menggunakan metode kualitatif deskriptif, dengan data utama diperoleh melalui wawancara mendalam, observasi, dan dokumentasi. Analisis data dilakukan dengan perangkat lunak NVivo 12 Pro, yang memudahkan peneliti dalam mengidentifikasi tema-tema kunci, memetakan hubungan antar faktor, serta menampilkan visualisasi data berupa word cloud dan hierarchy chart. Informan penelitian dipilih secara purposif dari kalangan nazhir BWI Sumatera Selatan, baik yang telah maupun belum bersertifikat kompetensi.
Studi Kasus: Dinamika Nazhir di BWI Sumatera Selatan
Kondisi Riil: Infrastruktur dan Identitas Lembaga
Studi ini menemukan bahwa BWI Sumatera Selatan masih berbagi kantor dengan Kementerian Agama Provinsi, sehingga identitas kelembagaan belum optimal. Bahkan, lokasi kantor di Google Maps tidak sesuai dengan alamat sebenarnya, yang menimbulkan kebingungan bagi masyarakat. Kondisi ini menjadi tantangan tersendiri dalam membangun profesionalisme dan kredibilitas nazhir di mata publik.
Sertifikasi Kompetensi: Pondasi Profesionalisme Nazhir
Sertifikasi kompetensi bagi nazhir diselenggarakan oleh Lembaga Sertifikasi Profesi (LSP) BWI, dengan 10 skema sertifikasi yang meliputi perencanaan, pelaksanaan, penyajian informasi, dan pelaporan. Hingga saat ini, terdapat 113 asesor kompetensi di lingkungan BWI. Sertifikasi ini menilai aspek pengetahuan (memahami hukum dan praktik wakaf), keterampilan (administrasi, manajemen aset, kepemimpinan), dan sikap (integritas, profesionalisme, karakter kenabian seperti fathonah, amanah, shidiq, tabligh).
Temuan penelitian menunjukkan bahwa seluruh informan bersertifikat memiliki pemahaman kuat tentang hukum wakaf, visi-misi pengelolaan, serta kemampuan manajerial. Indikator seperti pemahaman syariah ekonomi, pengelolaan administrasi, dan kemampuan membuka peluang usaha juga mendapat skor tinggi di antara informan. Sertifikasi kompetensi terbukti menjadi fondasi kepercayaan diri dan keahlian nazhir dalam mengelola aset wakaf yang semakin kompleks dan beragam12.
Motivasi: Penggerak Kinerja dan Komitmen Nazhir
Motivasi nazhir, baik intrinsik (dorongan internal seperti panggilan hati, tanggung jawab, kepuasan kerja) maupun ekstrinsik (insentif, penghargaan, promosi, dukungan atasan), sangat berpengaruh pada produktivitas dan loyalitas mereka. Studi ini menemukan bahwa indikator motivasi seperti pencapaian target kerja, keterlibatan dalam organisasi, tanggung jawab, insentif, serta penghargaan dari pimpinan mendapat skor tinggi dari para informan.
Motivasi yang kuat mendorong nazhir untuk lebih inovatif dalam mengelola aset, aktif mencari peluang pengembangan, dan konsisten dalam pelaporan serta distribusi manfaat wakaf. Temuan ini sejalan dengan teori Reasoned Action dan Planned Behavior, di mana perilaku dan kinerja seseorang sangat dipengaruhi oleh faktor internal dan eksternal yang membentuk sikap dan intensi mereka12.
Lingkungan Kerja: Katalisator Produktivitas dan Kolaborasi
Lingkungan kerja, baik fisik (suhu, pencahayaan, kebisingan, kualitas udara) maupun non-fisik (atmosfer kerja, hubungan antar rekan, rasa aman), terbukti berperan besar dalam mendukung kinerja nazhir. Studi ini mencatat bahwa dimensi lingkungan kerja fisik dan non-fisik sama-sama mendapat skor tinggi dari para informan.
Kondisi kantor yang nyaman, hubungan harmonis antar pegawai, serta kepemimpinan yang suportif mendorong terciptanya suasana kerja yang kondusif. Namun, keterbatasan fasilitas akibat belum adanya kantor mandiri BWI Sumatera Selatan menjadi catatan penting yang perlu segera diatasi agar kinerja nazhir semakin optimal. Studi ini juga mengaitkan pentingnya lingkungan kerja dengan riset pada lembaga zakat nasional, yang menunjukkan korelasi positif antara lingkungan kerja dan kinerja amil zakat12.
Data dan Angka-Angka Kunci dari Penelitian
Analisis dan Kritik: Apa yang Bisa Ditingkatkan?
Kelebihan Studi
Tantangan dan Keterbatasan
Perbandingan dengan Penelitian Lain
Penelitian ini sejalan dengan temuan Emmy Hamidiyah et al. yang menyatakan sertifikasi kompetensi berpengaruh positif terhadap kinerja nazhir. Studi pada lembaga zakat nasional juga menunjukkan lingkungan kerja yang baik meningkatkan produktivitas amil. Namun, riset ini menambah nilai dengan menyoroti pentingnya sinergi antara sertifikasi, motivasi, dan lingkungan kerja sebagai satu kesatuan yang saling memperkuat.
Implikasi Praktis dan Rekomendasi Kebijakan
Relevansi untuk Tren Nasional dan Industri Filantropi
Di tengah tren digitalisasi dan profesionalisasi lembaga filantropi, sertifikasi kompetensi dan penguatan motivasi menjadi kebutuhan mendesak agar pengelolaan wakaf semakin transparan, akuntabel, dan berdampak luas. Studi ini menunjukkan bahwa investasi pada sumber daya manusia—melalui sertifikasi, insentif, dan lingkungan kerja—adalah fondasi utama untuk mewujudkan visi besar wakaf sebagai pilar kesejahteraan umat.
Kesimpulan
Penelitian ini menegaskan bahwa sertifikasi kompetensi, motivasi, dan lingkungan kerja merupakan tiga pilar utama dalam meningkatkan kinerja nazhir di BWI Sumatera Selatan. Ketiganya saling berinteraksi dan berkontribusi pada profesionalisme, produktivitas, dan akuntabilitas pengelolaan wakaf. Untuk memperkuat peran wakaf dalam pembangunan nasional, diperlukan kebijakan yang mendukung pengembangan kapasitas nazhir, sistem insentif yang adil, serta lingkungan kerja yang kondusif dan modern. Dengan demikian, BWI dan lembaga wakaf lainnya dapat menjadi motor penggerak filantropi Islam yang berdampak nyata bagi masyarakat.
Sumber artikel:
Ulfia Rachmah, Maya Panorama, Mismiwati. (2025). The Role of Competency Certification, Motivation and Work Environment in the Performance of the Indonesian Waqf Board, South Sumatra Province. International Journal of Multidisciplinary Research and Analysis, Vol. 8, No. 1, pp. 82–88.