Manajemen Sumber Daya Manusia

Manajemen Sertifikasi Kompetensi di SMK: Kunci Daya Saing Lulusan di Era Industri 4.0

Dipublikasikan oleh Izura Ramadhani Fauziyah pada 04 Juli 2025


Di tengah persaingan global dan revolusi industri 4.0, kualitas lulusan Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) menjadi sorotan utama dalam pembangunan SDM Indonesia. Sertifikasi kompetensi bukan sekadar formalitas, melainkan instrumen vital untuk memastikan lulusan SMK benar-benar siap kerja dan diakui industri. Namun, bagaimana praktik manajemen sertifikasi kompetensi di tingkat sekolah? Artikel ini mengulas secara kritis hasil penelitian Aris Abadi, Sutama, dan Ahmad Muhibbin (2022) tentang manajemen sertifikasi kompetensi di SMK Tengaran, Kabupaten Semarang. Dengan pendekatan fenomenologi, studi ini membedah proses perencanaan, pelaksanaan, hingga tindak lanjut sertifikasi, serta mengaitkannya dengan tren nasional, studi kasus nyata, dan rekomendasi strategis.

Tren Nasional: Revitalisasi SMK dan Tantangan Kompetensi

Latar Belakang Kebijakan

  • Instruksi Presiden No. 9 Tahun 2016 menegaskan revitalisasi SMK sebagai upaya meningkatkan kualitas dan daya saing SDM Indonesia.
  • Pemerintah mendorong pembentukan Lembaga Sertifikasi Profesi (LSP) di setiap SMK agar lulusan memperoleh pengakuan kompetensi yang diakui industri.
  • Roadmap pengembangan SMK menekankan pentingnya link and match antara kurikulum sekolah dan kebutuhan dunia kerja.

Realitas di Lapangan

  • Tingkat pengangguran terbuka (TPT) lulusan SMK masih tertinggi dibanding jenjang lain: 11,13% (BPS, 2021), lebih tinggi dari SMA (9,09%) dan perguruan tinggi (5,98%).
  • Industri sering mengeluhkan lulusan SMK belum memenuhi standar kompetensi yang dibutuhkan, sehingga banyak yang harus dilatih ulang.

Studi Kasus: Manajemen Sertifikasi Kompetensi di SMK Tengaran

Metodologi dan Profil Penelitian

  • Penelitian menggunakan pendekatan kualitatif fenomenologi, dengan wawancara, observasi, dan dokumentasi.
  • Informan kunci: Kepala LSP SMK Tengaran, Kepala Seksi Sertifikasi, Kepala Seksi Administrasi, asesor, kepala sekolah, kepala jurusan, dan siswa.

Perencanaan Sertifikasi: Administrasi dan Infrastruktur

Tahapan Perencanaan

  • Perencanaan dokumen: Analisis jumlah peserta, penentuan skema sertifikasi (mengacu pada KKNI level II), penjadwalan, dan persiapan dokumen APL 01 (aplikasi sertifikasi) dan APL 02 (self-assessment).
  • Perencanaan fasilitas: Verifikasi Tempat Uji Kompetensi (TUK) secara berkala, memastikan alat, bahan, dan lingkungan uji sesuai standar BNSP.

Studi Kasus Nyata

Di SMK Tengaran, setiap tahun dilakukan analisis kebutuhan peserta uji kompetensi berdasarkan jurusan. Kepala LSP berkoordinasi dengan asesor untuk menyiapkan materi uji yang telah divalidasi silang. TUK diverifikasi menggunakan checklist ketat; jika tidak memenuhi syarat, tidak boleh digunakan untuk uji kompetensi.

Proses Sertifikasi: Praktik Langsung dan Penilaian Objektif

Alur Pelaksanaan

  • Peserta mendaftar melalui Wakil Kepala Sekolah Bidang Kurikulum, mengisi APL 01 dan APL 02.
  • Uji kompetensi dilakukan di TUK terverifikasi, dengan metode praktik langsung, didampingi asesor.
  • Penilaian berbasis evidence: observasi praktik, tes tertulis/lisan, dan bukti pendukung (foto, rekaman, surat referensi).
  • Hasil penilaian bersifat biner: Kompeten atau Belum Kompeten. Peserta dinyatakan kompeten jika seluruh indikator pada checklist terpenuhi.

Angka dan Fakta

  • Setiap tahun, ratusan siswa mengikuti uji kompetensi di SMK Tengaran, dengan tingkat kelulusan bervariasi tergantung jurusan dan kesiapan peserta.
  • Proses penilaian mengacu pada prinsip validitas, reliabilitas, fleksibilitas, dan keadilan.

Tantangan di Lapangan

  • Peserta sering salah mengisi data pada APL 01, menyebabkan kesalahan penulisan identitas di sertifikat.
  • Sebagian siswa menganggap sertifikasi tidak penting, sehingga kurang persiapan.
  • Regulasi BNSP yang sering berubah menyebabkan asesor harus terus menyesuaikan format materi uji.

Tindak Lanjut: Sertifikat dan Validasi Proses

Penerbitan Sertifikat

  • Hanya peserta yang dinyatakan kompeten yang mendapat sertifikat resmi dengan logo Garuda.
  • Peserta yang belum kompeten hanya mendapat “skill passport” sebagai bukti pernah mengikuti uji kompetensi.

Validasi dan Supervisi

  • Proses validasi dilakukan oleh asesor melalui FR.VA (formulir validasi assessment), baik sebelum, saat, maupun setelah uji kompetensi.
  • Validasi mencakup metode, alat, bukti, dan keputusan penilaian, memastikan proses berjalan objektif dan transparan.

Studi Kasus: Implikasi Sertifikasi

Seorang siswa jurusan Teknik Otomotif di SMK Tengaran mengaku, “Setelah dapat sertifikat kompetensi, saya lebih percaya diri melamar kerja di bengkel besar. Tapi teman saya yang belum lulus uji harus ikut pelatihan tambahan.” Sementara itu, asesor menyoroti pentingnya validasi berlapis agar tidak ada peserta yang lolos tanpa benar-benar kompeten.

Analisis Kritis: Kekuatan, Kelemahan, dan Perbandingan

Kekuatan Sistem Sertifikasi di SMK Tengaran

  • Proses terstruktur: Mulai dari perencanaan, pelaksanaan, hingga tindak lanjut, semua berjalan sistematis dan terdokumentasi.
  • Keterlibatan asesor profesional: Asesor telah mengikuti pelatihan dan memahami standar BNSP.
  • Validasi berlapis: Setiap keputusan penilaian harus melalui rapat pleno dan validasi dokumen.

Kelemahan dan Tantangan

  • Perubahan regulasi: Format materi uji sering berubah, menyulitkan asesor dan peserta.
  • Motivasi peserta: Masih ada siswa yang kurang memahami pentingnya sertifikasi, sehingga persiapan minim.
  • Keterbatasan fasilitas: Tidak semua TUK memiliki alat dan bahan yang memadai, terutama untuk jurusan baru atau langka.

Perbandingan dengan Praktik Nasional dan Internasional

  • SMK lain di Indonesia: Banyak SMK belum memiliki LSP mandiri, sehingga harus bekerja sama dengan LSP eksternal. Hal ini sering menyebabkan antrean panjang dan biaya tambahan.
  • Negara maju: Di Jerman dan Australia, sertifikasi kompetensi sudah terintegrasi dengan sistem pendidikan vokasi dan diakui industri secara luas. Proses validasi dilakukan bersama industri, sehingga lulusan langsung terserap pasar kerja.

Implikasi Industri dan Daya Saing Lulusan

Dampak pada Lulusan

  • Lulusan yang memiliki sertifikat kompetensi lebih mudah diterima di industri, terutama di sektor otomotif, teknik, dan hospitality.
  • Sertifikat menjadi nilai tambah saat melamar kerja, bahkan menjadi syarat wajib di beberapa perusahaan multinasional.

Dampak pada Industri

  • Industri lebih percaya pada lulusan yang sudah tersertifikasi, mengurangi biaya pelatihan ulang.
  • Kolaborasi antara SMK dan industri semakin erat, terutama dalam penyusunan materi uji dan penentuan standar kompetensi.

Studi Kasus: Kolaborasi SMK-Industri

SMK Tengaran bekerja sama dengan beberapa perusahaan otomotif dan manufaktur di Semarang. Perusahaan ikut terlibat dalam penyusunan materi uji dan kadang menjadi penguji eksternal. Hasilnya, lebih dari 70% lulusan terserap di dunia kerja dalam waktu enam bulan setelah lulus.

Rekomendasi Strategis: Membangun Ekosistem Sertifikasi yang Inklusif

1. Penguatan LSP Internal

  • Setiap SMK perlu membentuk LSP mandiri agar proses sertifikasi lebih efisien dan terjangkau.
  • LSP internal memudahkan penyesuaian materi uji dengan kebutuhan lokal dan tren industri.

2. Peningkatan Kompetensi Asesor

  • Asesor harus rutin mengikuti pelatihan dan update regulasi BNSP.
  • Kolaborasi dengan industri dan LSP eksternal dapat memperkaya wawasan asesor.

3. Modernisasi Fasilitas TUK

  • Pemerintah dan sekolah perlu berinvestasi pada alat dan bahan uji yang sesuai standar industri.
  • TUK harus diverifikasi secara berkala agar selalu siap digunakan.

4. Edukasi dan Motivasi Peserta

  • Sosialisasi pentingnya sertifikasi harus dilakukan sejak awal masuk SMK.
  • Testimoni alumni sukses dan kunjungan industri dapat meningkatkan motivasi siswa.

5. Adaptasi Kurikulum dan Materi Uji

  • Kurikulum SMK harus selalu di-update sesuai kebutuhan industri dan perkembangan teknologi.
  • Materi uji harus fleksibel namun tetap mengacu pada standar nasional.

Hubungan dengan Tren Industri dan Kebijakan Nasional

  • Digitalisasi dan otomasi: Sertifikasi kompetensi harus mencakup keterampilan digital dan adaptasi teknologi baru.
  • Kebijakan link and match: Kolaborasi SMK-industri harus diperkuat agar lulusan benar-benar siap kerja.
  • Persaingan global: Sertifikat kompetensi yang diakui nasional dan internasional akan meningkatkan daya saing lulusan di pasar kerja ASEAN.

Opini dan Kritik: Jalan Panjang Menuju Sertifikasi Kompetensi Ideal

Penelitian ini menegaskan bahwa manajemen sertifikasi kompetensi di SMK, khususnya di SMK Tengaran, sudah berjalan cukup baik namun masih menghadapi tantangan besar. Perubahan regulasi, keterbatasan fasilitas, dan motivasi peserta menjadi hambatan utama. Namun, dengan komitmen semua pihak—sekolah, pemerintah, industri, dan siswa—ekosistem sertifikasi yang inklusif dan adaptif sangat mungkin diwujudkan.

Dibandingkan negara maju, Indonesia masih perlu berbenah dalam hal integrasi sertifikasi dengan sistem pendidikan dan industri. Sertifikasi harus menjadi bagian tak terpisahkan dari proses pendidikan, bukan sekadar formalitas menjelang kelulusan. Jika tidak, lulusan SMK akan terus tertinggal dalam persaingan global.

Studi Kasus Inovatif: Validasi Berlapis dan Dampaknya

SMK Tengaran menerapkan validasi berlapis dalam proses sertifikasi. Setiap hasil penilaian harus diverifikasi oleh tim asesor dan disahkan dalam rapat pleno. Hasilnya, tingkat kelulusan yang kompeten meningkat, dan kasus sertifikat “asal jadi” bisa ditekan. Model ini layak diadopsi SMK lain untuk menjaga kredibilitas sertifikasi.

Kesimpulan: Sertifikasi Kompetensi sebagai Pilar Daya Saing Lulusan SMK

Manajemen sertifikasi kompetensi di SMK, seperti yang diterapkan di SMK Tengaran, membuktikan bahwa proses yang terstruktur, validasi berlapis, dan kolaborasi dengan industri mampu meningkatkan kualitas lulusan. Namun, tantangan masih besar: perubahan regulasi, keterbatasan fasilitas, dan motivasi peserta. Dengan strategi penguatan LSP internal, peningkatan kompetensi asesor, modernisasi fasilitas, dan edukasi peserta, sertifikasi kompetensi dapat menjadi pilar utama daya saing lulusan SMK di era industri 4.0.

Langkah ke depan adalah membangun ekosistem sertifikasi yang inklusif, adaptif, dan terintegrasi dengan kebutuhan industri. Hanya dengan cara ini, lulusan SMK Indonesia akan benar-benar siap bersaing di pasar kerja nasional maupun global.

Sumber artikel asli:
Aris Abadi, Sutama, Ahmad Muhibbin. (2022). Management of Competency Certification Assessment by Professional Certification Body of Tengaran Vocational High School Semarang Regency. Budapest International Research and Critics Institute-Journal (BIRCI-Journal), Vol. 5, No. 3, hlm. 20572–20581.

Selengkapnya
Manajemen Sertifikasi Kompetensi di SMK: Kunci Daya Saing Lulusan di Era Industri 4.0

Manajemen Sumber Daya Manusia

Mengungkap Kunci Profesionalisme Nazhir: Peran Sertifikasi Kompetensi, Motivasi, dan Lingkungan Kerja pada Kinerja Badan Wakaf Indonesia Sumatera Selatan

Dipublikasikan oleh Izura Ramadhani Fauziyah pada 03 Juli 2025


Waqf dan Peran Strategis Nazhir di Indonesia

Wakaf merupakan salah satu instrumen filantropi Islam yang berperan penting dalam pembangunan sosial, ekonomi, dan pendidikan di Indonesia. Dalam dua dekade terakhir, praktik wakaf di Indonesia mengalami pertumbuhan pesat, baik dari sisi jumlah, ragam, maupun kontribusinya terhadap kesejahteraan masyarakat. Namun, optimalisasi manfaat wakaf sangat bergantung pada kinerja nazhir—pengelola wakaf yang bertanggung jawab mengelola dan mengembangkan aset wakaf agar sesuai tujuan syariah dan kebutuhan umat.

Penelitian Ulfia Rachmah, Maya Panorama, dan Mismiwati (2025) secara khusus menyoroti peran sertifikasi kompetensi, motivasi, dan lingkungan kerja terhadap kinerja nazhir di Badan Wakaf Indonesia (BWI) Sumatera Selatan. Dengan pendekatan kualitatif dan analisis mendalam menggunakan NVivo 12 Pro, studi ini menawarkan perspektif baru tentang faktor-faktor penentu profesionalisme dan produktivitas nazhir di era modern.

Metodologi: Pendekatan Kualitatif dan Analisis Tematik

Penelitian ini menggunakan metode kualitatif deskriptif, dengan data utama diperoleh melalui wawancara mendalam, observasi, dan dokumentasi. Analisis data dilakukan dengan perangkat lunak NVivo 12 Pro, yang memudahkan peneliti dalam mengidentifikasi tema-tema kunci, memetakan hubungan antar faktor, serta menampilkan visualisasi data berupa word cloud dan hierarchy chart. Informan penelitian dipilih secara purposif dari kalangan nazhir BWI Sumatera Selatan, baik yang telah maupun belum bersertifikat kompetensi.

Studi Kasus: Dinamika Nazhir di BWI Sumatera Selatan

Kondisi Riil: Infrastruktur dan Identitas Lembaga

Studi ini menemukan bahwa BWI Sumatera Selatan masih berbagi kantor dengan Kementerian Agama Provinsi, sehingga identitas kelembagaan belum optimal. Bahkan, lokasi kantor di Google Maps tidak sesuai dengan alamat sebenarnya, yang menimbulkan kebingungan bagi masyarakat. Kondisi ini menjadi tantangan tersendiri dalam membangun profesionalisme dan kredibilitas nazhir di mata publik.

Sertifikasi Kompetensi: Pondasi Profesionalisme Nazhir

Sertifikasi kompetensi bagi nazhir diselenggarakan oleh Lembaga Sertifikasi Profesi (LSP) BWI, dengan 10 skema sertifikasi yang meliputi perencanaan, pelaksanaan, penyajian informasi, dan pelaporan. Hingga saat ini, terdapat 113 asesor kompetensi di lingkungan BWI. Sertifikasi ini menilai aspek pengetahuan (memahami hukum dan praktik wakaf), keterampilan (administrasi, manajemen aset, kepemimpinan), dan sikap (integritas, profesionalisme, karakter kenabian seperti fathonah, amanah, shidiq, tabligh).

Temuan penelitian menunjukkan bahwa seluruh informan bersertifikat memiliki pemahaman kuat tentang hukum wakaf, visi-misi pengelolaan, serta kemampuan manajerial. Indikator seperti pemahaman syariah ekonomi, pengelolaan administrasi, dan kemampuan membuka peluang usaha juga mendapat skor tinggi di antara informan. Sertifikasi kompetensi terbukti menjadi fondasi kepercayaan diri dan keahlian nazhir dalam mengelola aset wakaf yang semakin kompleks dan beragam12.

Motivasi: Penggerak Kinerja dan Komitmen Nazhir

Motivasi nazhir, baik intrinsik (dorongan internal seperti panggilan hati, tanggung jawab, kepuasan kerja) maupun ekstrinsik (insentif, penghargaan, promosi, dukungan atasan), sangat berpengaruh pada produktivitas dan loyalitas mereka. Studi ini menemukan bahwa indikator motivasi seperti pencapaian target kerja, keterlibatan dalam organisasi, tanggung jawab, insentif, serta penghargaan dari pimpinan mendapat skor tinggi dari para informan.

Motivasi yang kuat mendorong nazhir untuk lebih inovatif dalam mengelola aset, aktif mencari peluang pengembangan, dan konsisten dalam pelaporan serta distribusi manfaat wakaf. Temuan ini sejalan dengan teori Reasoned Action dan Planned Behavior, di mana perilaku dan kinerja seseorang sangat dipengaruhi oleh faktor internal dan eksternal yang membentuk sikap dan intensi mereka12.

Lingkungan Kerja: Katalisator Produktivitas dan Kolaborasi

Lingkungan kerja, baik fisik (suhu, pencahayaan, kebisingan, kualitas udara) maupun non-fisik (atmosfer kerja, hubungan antar rekan, rasa aman), terbukti berperan besar dalam mendukung kinerja nazhir. Studi ini mencatat bahwa dimensi lingkungan kerja fisik dan non-fisik sama-sama mendapat skor tinggi dari para informan.

Kondisi kantor yang nyaman, hubungan harmonis antar pegawai, serta kepemimpinan yang suportif mendorong terciptanya suasana kerja yang kondusif. Namun, keterbatasan fasilitas akibat belum adanya kantor mandiri BWI Sumatera Selatan menjadi catatan penting yang perlu segera diatasi agar kinerja nazhir semakin optimal. Studi ini juga mengaitkan pentingnya lingkungan kerja dengan riset pada lembaga zakat nasional, yang menunjukkan korelasi positif antara lingkungan kerja dan kinerja amil zakat12.

Data dan Angka-Angka Kunci dari Penelitian

  • Jumlah skema sertifikasi kompetensi nazhir: 10 skema (4 perencanaan, 4 pelaksanaan, 1 penyajian informasi, 1 pelaporan)
  • Jumlah asesor kompetensi BWI: 113 orang
  • Agregat indikator dalam analisis NVivo:
    • Pemahaman hukum wakaf dan praktik: 9 agregat
    • Pemahaman ekonomi syariah dan kepemimpinan: 9 agregat
    • Pengelolaan administrasi dan program kerja: 8 agregat
    • Kemampuan membuka usaha dan profesionalisme: 8 agregat
    • Karakter kenabian (fathonah, amanah, shidiq, tabligh): 8 agregat
  • Indikator kinerja nazhir:
    • Pengumpulan wakaf dan pengelolaan aset: 15 agregat
    • Distribusi manfaat dan kemampuan manajemen: 15 agregat
    • Pelaporan: 8 agregat

Analisis dan Kritik: Apa yang Bisa Ditingkatkan?

Kelebihan Studi

  • Memberikan gambaran komprehensif tentang faktor-faktor penentu kinerja nazhir di tingkat provinsi.
  • Menggunakan analisis tematik berbasis perangkat lunak yang memperkuat validitas temuan.
  • Menyajikan data empiris yang relevan untuk perumusan kebijakan pengelolaan wakaf di Indonesia.

Tantangan dan Keterbatasan

  • Keterbatasan fasilitas dan identitas kelembagaan BWI Sumatera Selatan masih menjadi hambatan utama.
  • Studi belum membahas secara rinci dampak sertifikasi terhadap outcome ekonomi wakaf (misal, peningkatan nilai aset atau manfaat sosial).
  • Perlu penelitian lanjutan dengan pendekatan kuantitatif dan data longitudinal untuk mengukur dampak jangka panjang sertifikasi dan motivasi terhadap kinerja nazhir.

Perbandingan dengan Penelitian Lain

Penelitian ini sejalan dengan temuan Emmy Hamidiyah et al. yang menyatakan sertifikasi kompetensi berpengaruh positif terhadap kinerja nazhir. Studi pada lembaga zakat nasional juga menunjukkan lingkungan kerja yang baik meningkatkan produktivitas amil. Namun, riset ini menambah nilai dengan menyoroti pentingnya sinergi antara sertifikasi, motivasi, dan lingkungan kerja sebagai satu kesatuan yang saling memperkuat.

Implikasi Praktis dan Rekomendasi Kebijakan

  1. Percepatan Sertifikasi Kompetensi Nazhir
    Pemerintah dan BWI perlu memperluas cakupan sertifikasi dan memastikan setiap nazhir memiliki akses pelatihan serta uji kompetensi secara berkala.
  2. Penguatan Sistem Insentif dan Penghargaan
    Nazhir perlu mendapatkan insentif yang proporsional, baik dalam bentuk finansial maupun non-finansial, untuk menjaga motivasi dan loyalitas kerja.
  3. Peningkatan Fasilitas dan Identitas Kelembagaan
    BWI Sumatera Selatan perlu segera memiliki kantor mandiri dengan fasilitas memadai demi mendukung citra profesional dan kenyamanan kerja nazhir.
  4. Pengembangan Lingkungan Kerja Inklusif dan Kolaboratif
    Membangun budaya kerja yang sehat, terbuka, dan kolaboratif akan mendorong inovasi dan produktivitas seluruh tim nazhir.
  5. Monitoring dan Evaluasi Berkelanjutan
    Evaluasi rutin terhadap implementasi sertifikasi, motivasi, dan lingkungan kerja perlu dilakukan untuk memastikan dampak nyata terhadap kinerja dan manfaat sosial wakaf.

Relevansi untuk Tren Nasional dan Industri Filantropi

Di tengah tren digitalisasi dan profesionalisasi lembaga filantropi, sertifikasi kompetensi dan penguatan motivasi menjadi kebutuhan mendesak agar pengelolaan wakaf semakin transparan, akuntabel, dan berdampak luas. Studi ini menunjukkan bahwa investasi pada sumber daya manusia—melalui sertifikasi, insentif, dan lingkungan kerja—adalah fondasi utama untuk mewujudkan visi besar wakaf sebagai pilar kesejahteraan umat.

Kesimpulan

Penelitian ini menegaskan bahwa sertifikasi kompetensi, motivasi, dan lingkungan kerja merupakan tiga pilar utama dalam meningkatkan kinerja nazhir di BWI Sumatera Selatan. Ketiganya saling berinteraksi dan berkontribusi pada profesionalisme, produktivitas, dan akuntabilitas pengelolaan wakaf. Untuk memperkuat peran wakaf dalam pembangunan nasional, diperlukan kebijakan yang mendukung pengembangan kapasitas nazhir, sistem insentif yang adil, serta lingkungan kerja yang kondusif dan modern. Dengan demikian, BWI dan lembaga wakaf lainnya dapat menjadi motor penggerak filantropi Islam yang berdampak nyata bagi masyarakat.

Sumber artikel:
Ulfia Rachmah, Maya Panorama, Mismiwati. (2025). The Role of Competency Certification, Motivation and Work Environment in the Performance of the Indonesian Waqf Board, South Sumatra Province. International Journal of Multidisciplinary Research and Analysis, Vol. 8, No. 1, pp. 82–88.

Selengkapnya
Mengungkap Kunci Profesionalisme Nazhir: Peran Sertifikasi Kompetensi, Motivasi, dan Lingkungan Kerja pada Kinerja Badan Wakaf Indonesia Sumatera Selatan
« First Previous page 2 of 2