Manajemen Sumber Daya Manusia
Dipublikasikan oleh Izura Ramadhani Fauziyah pada 23 Juli 2025
Mengapa Sertifikasi Menjadi Penting di Dunia Kerja Saat Ini?
Dalam dunia bisnis yang semakin kompetitif dan dinamis, keberhasilan perusahaan tidak hanya ditentukan oleh produk dan strategi pemasaran, tetapi juga oleh kualitas sumber daya manusianya. Terutama dalam sektor teknis seperti persewaan alat berat dan logistik, karyawan dituntut untuk memiliki keterampilan teknis yang mumpuni sekaligus kemampuan beradaptasi terhadap perubahan teknologi. Penelitian yang dilakukan oleh Ela Wahyu Diyanti dan Ika Korika Swasti di PT Petrokopindo Cipta Selaras menjadi salah satu kajian penting yang menyoroti bagaimana pelatihan sertifikasi dapat menjadi kunci utama dalam meningkatkan performa karyawan, bahkan lebih signifikan dibandingkan kompetensi teknis yang dimiliki sejak awal.
Menurunnya Kinerja di Tengah Beban Kerja Teknis
Selama periode 2020 hingga 2022, PT Petrokopindo mencatat adanya penurunan dalam kualitas dan kuantitas kinerja karyawan teknisi. Dalam penilaian kinerja internal, jumlah karyawan yang memperoleh nilai sangat baik terus menurun setiap tahunnya, sementara angka karyawan dengan nilai "kurang" justru meningkat. Tak hanya itu, target kerja dalam hal perbaikan unit juga terus meleset dari tahun ke tahun. Jika pada 2020 target tercapai sebesar 83 persen, maka pada 2022 capaian tersebut anjlok menjadi hanya 59 persen.
Menurut hasil wawancara dengan pihak HRD perusahaan, hal ini disebabkan oleh minimnya pemahaman sebagian teknisi terhadap tanggung jawab dan prosedur kerja. Banyak di antara mereka yang kesulitan menyelesaikan tugas tepat waktu dan menunjukkan ketidaksiapan dalam menangani keluhan pelanggan secara profesional. Ini mengindikasikan bahwa kompetensi teknis yang dimiliki para teknisi belum cukup kuat untuk menopang produktivitas kerja secara optimal.
Investasi Strategis: Sertifikasi dan Pelatihan
Menanggapi penurunan kinerja tersebut, perusahaan mulai menggelar sejumlah pelatihan bersertifikat, terutama pada tahun 2022. Fokus utama pelatihan ini adalah pada peningkatan keahlian teknis, keselamatan kerja (K3), serta penguasaan peralatan berat. Pelatihan bersertifikasi yang paling masif diikuti adalah sertifikasi teknisi alat angkat dan transportasi yang diikuti oleh seluruh teknisi, yaitu sebanyak 46 orang. Selain itu, ada pelatihan lain seperti penanganan kecelakaan kerja, pelatihan pemadam kebakaran, hingga pelatihan sopir barang berbahaya.
Tujuan dari program ini adalah agar para karyawan tidak hanya memiliki pengalaman di lapangan, tetapi juga mendapatkan pembaruan pengetahuan yang terstandarisasi dan relevan dengan kebutuhan industri. Dengan pelatihan ini, perusahaan berharap performa individu meningkat, yang berdampak langsung pada efisiensi operasional perusahaan.
Metode Penelitian dan Hasil Analisis
Penelitian ini menggunakan metode kuantitatif dengan populasi 46 teknisi yang semuanya dijadikan responden (saturated sampling). Data dikumpulkan melalui kuesioner dan dianalisis menggunakan Partial Least Square (PLS).
Peneliti menguji dua hipotesis utama, yaitu apakah kompetensi teknis dan pelatihan sertifikasi berpengaruh terhadap kinerja karyawan. Hasilnya sangat menarik: kompetensi teknis ternyata tidak berpengaruh signifikan terhadap kinerja, sedangkan pelatihan sertifikasi memiliki pengaruh positif dan signifikan.
Hal ini dibuktikan melalui nilai p yang diperoleh dalam uji statistik. Untuk kompetensi teknis, nilai p sebesar 0.149 (lebih besar dari 0.05), menunjukkan bahwa pengaruhnya tidak signifikan. Sebaliknya, pelatihan sertifikasi menunjukkan nilai p sebesar 0.001, yang berarti berpengaruh secara signifikan terhadap peningkatan performa karyawan.
Mengapa Kompetensi Teknis Tidak Mempengaruhi Kinerja?
Hasil ini mungkin terdengar mengejutkan, tetapi bisa dijelaskan. Kompetensi teknis yang dimiliki oleh karyawan—baik dari segi pengalaman, pengetahuan dasar, hingga kemampuan menggunakan alat—tidak menjamin bahwa mereka bisa menyelesaikan pekerjaan secara efektif, terutama jika mereka tidak mendapatkan pelatihan yang berkelanjutan dan sesuai dengan perkembangan teknologi.
Peneliti mencatat bahwa banyak karyawan yang hanya mengandalkan pengalaman kerja, tanpa memahami prosedur kerja terkini atau standar keselamatan terbaru. Tanpa pelatihan yang terstruktur, pengalaman tersebut tidak dapat dimaksimalkan. Bahkan, beberapa teknisi dengan latar belakang pendidikan rendah mampu menunjukkan performa yang baik setelah mengikuti pelatihan, yang mengindikasikan bahwa penguasaan materi pelatihan lebih menentukan daripada latar belakang kompetensi awal.
Peran Strategis Pelatihan Sertifikasi
Pelatihan sertifikasi tidak hanya menjadi media transfer ilmu, tetapi juga meningkatkan motivasi, kepercayaan diri, dan profesionalisme karyawan. Dalam studi ini, indikator yang paling berkontribusi terhadap peningkatan kinerja adalah penguasaan materi pelatihan, diikuti oleh dukungan terhadap pekerjaan dan cara penyampaian materi yang baik.
Dengan pemahaman materi yang kuat, karyawan mampu menyelesaikan pekerjaan lebih cepat, lebih tepat, dan lebih aman. Selain itu, adanya sertifikat juga memberikan pengakuan formal terhadap kemampuan mereka, yang dapat menjadi dorongan psikologis tersendiri.
Bandingkan dengan Studi Lain
Menariknya, hasil ini berbeda dari penelitian sebelumnya seperti yang dilakukan oleh Rahma Sari dan Eny Ariyanto (2016) atau Ulfaturrosida et al. (2022), yang menyatakan bahwa kompetensi teknis memiliki pengaruh besar terhadap kinerja. Perbedaan hasil ini bisa dipengaruhi oleh berbagai faktor kontekstual, seperti struktur organisasi, sistem penilaian, budaya kerja, dan karakteristik industri.
Artinya, tidak ada satu solusi tunggal untuk semua organisasi. Di PT Petrokopindo, pelatihan bersertifikat terbukti lebih efektif karena menutup celah pengetahuan praktis yang selama ini tidak diisi oleh pengalaman kerja semata.
Rekomendasi Strategis
Berdasarkan hasil penelitian ini, ada beberapa saran yang dapat diterapkan oleh perusahaan sejenis:
Penutup: Pelatihan Adalah Kunci Sukses
Penelitian ini membuktikan bahwa dalam industri teknis, pelatihan bersertifikasi lebih berdampak signifikan terhadap peningkatan performa karyawan dibandingkan kompetensi teknis awal. Investasi pada pelatihan bukan hanya tentang biaya, tetapi merupakan strategi jangka panjang untuk memastikan kualitas SDM dan daya saing perusahaan.
Di tengah transformasi industri dan perkembangan teknologi yang cepat, perusahaan yang cerdas adalah perusahaan yang menjadikan pelatihan sebagai bagian dari budaya kerja. Tidak ada SDM hebat tanpa pembelajaran yang berkelanjutan. Karena pada akhirnya, manusia tetap menjadi aset terpenting dalam setiap keberhasilan bisnis.
Sumber:
Ela Wahyu Diyanti & Ika Korika Swasti. (2023). The Effect of Technical Competence and Certification Training on Employee Performance at PT. Petrokopindo Cipta Selaras. Indonesian Journal of Business Analytics (IJBA), Vol.3, No.5, 2023: 1803–1814.
Manajemen Sumber Daya Manusia
Dipublikasikan oleh Izura Ramadhani Fauziyah pada 04 Juli 2025
Mengapa Sertifikasi Kompetensi Semakin Penting di Dunia Kerja Modern?
Di tengah persaingan global dan transformasi industri yang kian pesat, kualitas sumber daya manusia (SDM) menjadi penentu utama daya saing bangsa. Indonesia, dengan bonus demografi dan jumlah angkatan kerja yang besar, menghadapi tantangan besar: bagaimana memastikan setiap pekerja benar-benar kompeten dan siap bersaing di pasar domestik maupun internasional? Sertifikasi kompetensi, yang diatur melalui berbagai regulasi nasional, kini menjadi instrumen strategis untuk menjawab tantangan tersebut.
Artikel ini mengulas secara kritis hasil penelitian Suryadi, Ari Yuliastuti, Yuniarti Tri Suwadji, dan Emi Syarif (2019) yang menganalisis dampak sertifikasi kompetensi terhadap karakteristik pekerja di Indonesia. Dengan pendekatan statistik MANOVA dan studi kasus di empat provinsi utama, paper ini memberikan gambaran empiris tentang manfaat nyata sertifikasi, sekaligus mengaitkannya dengan tren industri, tantangan implementasi, dan rekomendasi kebijakan.
Sertifikasi Kompetensi: Pilar SDM Unggul dan Daya Saing Nasional
Apa Itu Sertifikasi Kompetensi?
Sertifikasi kompetensi adalah proses penilaian dan pengakuan formal terhadap kemampuan, keterampilan, dan sikap kerja seseorang sesuai standar yang ditetapkan. Di Indonesia, proses ini diatur oleh Badan Nasional Sertifikasi Profesi (BNSP) dan dilaksanakan melalui Lembaga Sertifikasi Profesi (LSP) di berbagai sektor.
Tiga Pilar Pengembangan SDM Berbasis Kompetensi
Manfaat Sertifikasi Kompetensi
Studi Kasus: Analisis Dampak Sertifikasi Kompetensi di Empat Provinsi
Desain Penelitian
Variabel yang Diukur
Temuan Utama: Sertifikasi Kompetensi Meningkatkan Kepercayaan Diri dan Kinerja
Hasil Analisis Statistik
Studi Kasus Lapangan
Data Penting
Analisis Kritis: Kekuatan, Kelemahan, dan Implikasi Kebijakan
Kekuatan Penelitian
Kelemahan dan Tantangan
Implikasi Kebijakan
Perbandingan dengan Penelitian Lain dan Tren Industri
Studi Lain di Indonesia
Tren Global
Relevansi untuk Indonesia
Studi Kasus Nyata: Transformasi Karir Berbasis Sertifikasi
Kasus 1: Pekerja Manufaktur di Bekasi
Seorang operator mesin di Bekasi yang mengikuti uji sertifikasi LSP melaporkan peningkatan kepercayaan diri dan promosi jabatan dalam waktu satu tahun. Ia dipercaya menangani mesin baru dan menjadi mentor bagi rekan kerja yang belum bersertifikat.
Kasus 2: Teknisi Jaringan di Surabaya
Teknisi jaringan yang memperoleh sertifikat kompetensi dari LSP di Surabaya lebih mudah diterima di perusahaan multinasional. Sertifikat menjadi bukti keahlian yang diakui, sehingga proses rekrutmen lebih cepat dan peluang karir lebih terbuka.
Kasus 3: Pekerja Konstruksi di Jakarta
Pekerja konstruksi bersertifikat lebih sering dipilih untuk proyek-proyek besar dan mendapat upah lebih tinggi dibanding rekan yang belum bersertifikat. Perusahaan juga lebih percaya menugaskan mereka untuk pekerjaan yang membutuhkan presisi dan tanggung jawab tinggi.
Rekomendasi Praktis untuk Pengembangan Sertifikasi Kompetensi di Indonesia
Opini: Sertifikasi Kompetensi sebagai Pilar SDM Unggul dan Daya Saing Bangsa
Penelitian Suryadi dkk. menegaskan bahwa sertifikasi kompetensi bukan sekadar formalitas administratif, melainkan instrumen strategis untuk membangun SDM unggul, adaptif, dan siap bersaing di era global. Kepercayaan diri, keterampilan teknis, dan kemampuan adaptasi yang lebih baik pada pekerja bersertifikat membuktikan bahwa investasi pada sertifikasi adalah investasi masa depan bangsa.
Namun, tantangan terbesar adalah pemerataan akses dan integrasi sertifikasi dengan sistem pendidikan dan industri. Tanpa upaya kolaboratif antara pemerintah, dunia usaha, dan lembaga pendidikan, sertifikasi hanya akan menjadi hak istimewa segelintir orang. Indonesia harus belajar dari negara-negara maju yang telah membuktikan bahwa sertifikasi kompetensi adalah kunci utama transformasi SDM dan daya saing nasional.
Kesimpulan: Menuju Indonesia Kompeten dan Kompetitif
Sertifikasi kompetensi telah terbukti memberikan dampak positif pada kepercayaan diri, keterampilan teknis, dan adaptasi pekerja di berbagai sektor. Dengan memperluas akses, memperkuat kolaborasi, dan mengintegrasikan sertifikasi ke dalam sistem pendidikan dan industri, Indonesia dapat membangun ekosistem SDM yang unggul dan kompetitif di tingkat global. Sertifikasi bukan sekadar dokumen, melainkan fondasi masa depan SDM Indonesia.
Sumber asli:
Suryadi, Ari Yuliastuti, Yuniarti Tri Suwadji, dan Emi Syarif. 2019. "The Impact of Competency Certification on Workers." Proceedings of the 20th Malaysia Indonesia International Conference on Economics, Management and Accounting (MIICEMA 2019), 578-584.
Manajemen Sumber Daya Manusia
Dipublikasikan oleh Izura Ramadhani Fauziyah pada 04 Juli 2025
Di tengah persaingan global dan revolusi industri 4.0, kualitas lulusan Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) menjadi sorotan utama dalam pembangunan SDM Indonesia. Sertifikasi kompetensi bukan sekadar formalitas, melainkan instrumen vital untuk memastikan lulusan SMK benar-benar siap kerja dan diakui industri. Namun, bagaimana praktik manajemen sertifikasi kompetensi di tingkat sekolah? Artikel ini mengulas secara kritis hasil penelitian Aris Abadi, Sutama, dan Ahmad Muhibbin (2022) tentang manajemen sertifikasi kompetensi di SMK Tengaran, Kabupaten Semarang. Dengan pendekatan fenomenologi, studi ini membedah proses perencanaan, pelaksanaan, hingga tindak lanjut sertifikasi, serta mengaitkannya dengan tren nasional, studi kasus nyata, dan rekomendasi strategis.
Tren Nasional: Revitalisasi SMK dan Tantangan Kompetensi
Latar Belakang Kebijakan
Realitas di Lapangan
Studi Kasus: Manajemen Sertifikasi Kompetensi di SMK Tengaran
Metodologi dan Profil Penelitian
Perencanaan Sertifikasi: Administrasi dan Infrastruktur
Tahapan Perencanaan
Studi Kasus Nyata
Di SMK Tengaran, setiap tahun dilakukan analisis kebutuhan peserta uji kompetensi berdasarkan jurusan. Kepala LSP berkoordinasi dengan asesor untuk menyiapkan materi uji yang telah divalidasi silang. TUK diverifikasi menggunakan checklist ketat; jika tidak memenuhi syarat, tidak boleh digunakan untuk uji kompetensi.
Proses Sertifikasi: Praktik Langsung dan Penilaian Objektif
Alur Pelaksanaan
Angka dan Fakta
Tantangan di Lapangan
Tindak Lanjut: Sertifikat dan Validasi Proses
Penerbitan Sertifikat
Validasi dan Supervisi
Studi Kasus: Implikasi Sertifikasi
Seorang siswa jurusan Teknik Otomotif di SMK Tengaran mengaku, “Setelah dapat sertifikat kompetensi, saya lebih percaya diri melamar kerja di bengkel besar. Tapi teman saya yang belum lulus uji harus ikut pelatihan tambahan.” Sementara itu, asesor menyoroti pentingnya validasi berlapis agar tidak ada peserta yang lolos tanpa benar-benar kompeten.
Analisis Kritis: Kekuatan, Kelemahan, dan Perbandingan
Kekuatan Sistem Sertifikasi di SMK Tengaran
Kelemahan dan Tantangan
Perbandingan dengan Praktik Nasional dan Internasional
Implikasi Industri dan Daya Saing Lulusan
Dampak pada Lulusan
Dampak pada Industri
Studi Kasus: Kolaborasi SMK-Industri
SMK Tengaran bekerja sama dengan beberapa perusahaan otomotif dan manufaktur di Semarang. Perusahaan ikut terlibat dalam penyusunan materi uji dan kadang menjadi penguji eksternal. Hasilnya, lebih dari 70% lulusan terserap di dunia kerja dalam waktu enam bulan setelah lulus.
Rekomendasi Strategis: Membangun Ekosistem Sertifikasi yang Inklusif
1. Penguatan LSP Internal
2. Peningkatan Kompetensi Asesor
3. Modernisasi Fasilitas TUK
4. Edukasi dan Motivasi Peserta
5. Adaptasi Kurikulum dan Materi Uji
Hubungan dengan Tren Industri dan Kebijakan Nasional
Opini dan Kritik: Jalan Panjang Menuju Sertifikasi Kompetensi Ideal
Penelitian ini menegaskan bahwa manajemen sertifikasi kompetensi di SMK, khususnya di SMK Tengaran, sudah berjalan cukup baik namun masih menghadapi tantangan besar. Perubahan regulasi, keterbatasan fasilitas, dan motivasi peserta menjadi hambatan utama. Namun, dengan komitmen semua pihak—sekolah, pemerintah, industri, dan siswa—ekosistem sertifikasi yang inklusif dan adaptif sangat mungkin diwujudkan.
Dibandingkan negara maju, Indonesia masih perlu berbenah dalam hal integrasi sertifikasi dengan sistem pendidikan dan industri. Sertifikasi harus menjadi bagian tak terpisahkan dari proses pendidikan, bukan sekadar formalitas menjelang kelulusan. Jika tidak, lulusan SMK akan terus tertinggal dalam persaingan global.
Studi Kasus Inovatif: Validasi Berlapis dan Dampaknya
SMK Tengaran menerapkan validasi berlapis dalam proses sertifikasi. Setiap hasil penilaian harus diverifikasi oleh tim asesor dan disahkan dalam rapat pleno. Hasilnya, tingkat kelulusan yang kompeten meningkat, dan kasus sertifikat “asal jadi” bisa ditekan. Model ini layak diadopsi SMK lain untuk menjaga kredibilitas sertifikasi.
Kesimpulan: Sertifikasi Kompetensi sebagai Pilar Daya Saing Lulusan SMK
Manajemen sertifikasi kompetensi di SMK, seperti yang diterapkan di SMK Tengaran, membuktikan bahwa proses yang terstruktur, validasi berlapis, dan kolaborasi dengan industri mampu meningkatkan kualitas lulusan. Namun, tantangan masih besar: perubahan regulasi, keterbatasan fasilitas, dan motivasi peserta. Dengan strategi penguatan LSP internal, peningkatan kompetensi asesor, modernisasi fasilitas, dan edukasi peserta, sertifikasi kompetensi dapat menjadi pilar utama daya saing lulusan SMK di era industri 4.0.
Langkah ke depan adalah membangun ekosistem sertifikasi yang inklusif, adaptif, dan terintegrasi dengan kebutuhan industri. Hanya dengan cara ini, lulusan SMK Indonesia akan benar-benar siap bersaing di pasar kerja nasional maupun global.
Sumber artikel asli:
Aris Abadi, Sutama, Ahmad Muhibbin. (2022). Management of Competency Certification Assessment by Professional Certification Body of Tengaran Vocational High School Semarang Regency. Budapest International Research and Critics Institute-Journal (BIRCI-Journal), Vol. 5, No. 3, hlm. 20572–20581.
Manajemen Sumber Daya Manusia
Dipublikasikan oleh Izura Ramadhani Fauziyah pada 03 Juli 2025
Waqf dan Peran Strategis Nazhir di Indonesia
Wakaf merupakan salah satu instrumen filantropi Islam yang berperan penting dalam pembangunan sosial, ekonomi, dan pendidikan di Indonesia. Dalam dua dekade terakhir, praktik wakaf di Indonesia mengalami pertumbuhan pesat, baik dari sisi jumlah, ragam, maupun kontribusinya terhadap kesejahteraan masyarakat. Namun, optimalisasi manfaat wakaf sangat bergantung pada kinerja nazhir—pengelola wakaf yang bertanggung jawab mengelola dan mengembangkan aset wakaf agar sesuai tujuan syariah dan kebutuhan umat.
Penelitian Ulfia Rachmah, Maya Panorama, dan Mismiwati (2025) secara khusus menyoroti peran sertifikasi kompetensi, motivasi, dan lingkungan kerja terhadap kinerja nazhir di Badan Wakaf Indonesia (BWI) Sumatera Selatan. Dengan pendekatan kualitatif dan analisis mendalam menggunakan NVivo 12 Pro, studi ini menawarkan perspektif baru tentang faktor-faktor penentu profesionalisme dan produktivitas nazhir di era modern.
Metodologi: Pendekatan Kualitatif dan Analisis Tematik
Penelitian ini menggunakan metode kualitatif deskriptif, dengan data utama diperoleh melalui wawancara mendalam, observasi, dan dokumentasi. Analisis data dilakukan dengan perangkat lunak NVivo 12 Pro, yang memudahkan peneliti dalam mengidentifikasi tema-tema kunci, memetakan hubungan antar faktor, serta menampilkan visualisasi data berupa word cloud dan hierarchy chart. Informan penelitian dipilih secara purposif dari kalangan nazhir BWI Sumatera Selatan, baik yang telah maupun belum bersertifikat kompetensi.
Studi Kasus: Dinamika Nazhir di BWI Sumatera Selatan
Kondisi Riil: Infrastruktur dan Identitas Lembaga
Studi ini menemukan bahwa BWI Sumatera Selatan masih berbagi kantor dengan Kementerian Agama Provinsi, sehingga identitas kelembagaan belum optimal. Bahkan, lokasi kantor di Google Maps tidak sesuai dengan alamat sebenarnya, yang menimbulkan kebingungan bagi masyarakat. Kondisi ini menjadi tantangan tersendiri dalam membangun profesionalisme dan kredibilitas nazhir di mata publik.
Sertifikasi Kompetensi: Pondasi Profesionalisme Nazhir
Sertifikasi kompetensi bagi nazhir diselenggarakan oleh Lembaga Sertifikasi Profesi (LSP) BWI, dengan 10 skema sertifikasi yang meliputi perencanaan, pelaksanaan, penyajian informasi, dan pelaporan. Hingga saat ini, terdapat 113 asesor kompetensi di lingkungan BWI. Sertifikasi ini menilai aspek pengetahuan (memahami hukum dan praktik wakaf), keterampilan (administrasi, manajemen aset, kepemimpinan), dan sikap (integritas, profesionalisme, karakter kenabian seperti fathonah, amanah, shidiq, tabligh).
Temuan penelitian menunjukkan bahwa seluruh informan bersertifikat memiliki pemahaman kuat tentang hukum wakaf, visi-misi pengelolaan, serta kemampuan manajerial. Indikator seperti pemahaman syariah ekonomi, pengelolaan administrasi, dan kemampuan membuka peluang usaha juga mendapat skor tinggi di antara informan. Sertifikasi kompetensi terbukti menjadi fondasi kepercayaan diri dan keahlian nazhir dalam mengelola aset wakaf yang semakin kompleks dan beragam12.
Motivasi: Penggerak Kinerja dan Komitmen Nazhir
Motivasi nazhir, baik intrinsik (dorongan internal seperti panggilan hati, tanggung jawab, kepuasan kerja) maupun ekstrinsik (insentif, penghargaan, promosi, dukungan atasan), sangat berpengaruh pada produktivitas dan loyalitas mereka. Studi ini menemukan bahwa indikator motivasi seperti pencapaian target kerja, keterlibatan dalam organisasi, tanggung jawab, insentif, serta penghargaan dari pimpinan mendapat skor tinggi dari para informan.
Motivasi yang kuat mendorong nazhir untuk lebih inovatif dalam mengelola aset, aktif mencari peluang pengembangan, dan konsisten dalam pelaporan serta distribusi manfaat wakaf. Temuan ini sejalan dengan teori Reasoned Action dan Planned Behavior, di mana perilaku dan kinerja seseorang sangat dipengaruhi oleh faktor internal dan eksternal yang membentuk sikap dan intensi mereka12.
Lingkungan Kerja: Katalisator Produktivitas dan Kolaborasi
Lingkungan kerja, baik fisik (suhu, pencahayaan, kebisingan, kualitas udara) maupun non-fisik (atmosfer kerja, hubungan antar rekan, rasa aman), terbukti berperan besar dalam mendukung kinerja nazhir. Studi ini mencatat bahwa dimensi lingkungan kerja fisik dan non-fisik sama-sama mendapat skor tinggi dari para informan.
Kondisi kantor yang nyaman, hubungan harmonis antar pegawai, serta kepemimpinan yang suportif mendorong terciptanya suasana kerja yang kondusif. Namun, keterbatasan fasilitas akibat belum adanya kantor mandiri BWI Sumatera Selatan menjadi catatan penting yang perlu segera diatasi agar kinerja nazhir semakin optimal. Studi ini juga mengaitkan pentingnya lingkungan kerja dengan riset pada lembaga zakat nasional, yang menunjukkan korelasi positif antara lingkungan kerja dan kinerja amil zakat12.
Data dan Angka-Angka Kunci dari Penelitian
Analisis dan Kritik: Apa yang Bisa Ditingkatkan?
Kelebihan Studi
Tantangan dan Keterbatasan
Perbandingan dengan Penelitian Lain
Penelitian ini sejalan dengan temuan Emmy Hamidiyah et al. yang menyatakan sertifikasi kompetensi berpengaruh positif terhadap kinerja nazhir. Studi pada lembaga zakat nasional juga menunjukkan lingkungan kerja yang baik meningkatkan produktivitas amil. Namun, riset ini menambah nilai dengan menyoroti pentingnya sinergi antara sertifikasi, motivasi, dan lingkungan kerja sebagai satu kesatuan yang saling memperkuat.
Implikasi Praktis dan Rekomendasi Kebijakan
Relevansi untuk Tren Nasional dan Industri Filantropi
Di tengah tren digitalisasi dan profesionalisasi lembaga filantropi, sertifikasi kompetensi dan penguatan motivasi menjadi kebutuhan mendesak agar pengelolaan wakaf semakin transparan, akuntabel, dan berdampak luas. Studi ini menunjukkan bahwa investasi pada sumber daya manusia—melalui sertifikasi, insentif, dan lingkungan kerja—adalah fondasi utama untuk mewujudkan visi besar wakaf sebagai pilar kesejahteraan umat.
Kesimpulan
Penelitian ini menegaskan bahwa sertifikasi kompetensi, motivasi, dan lingkungan kerja merupakan tiga pilar utama dalam meningkatkan kinerja nazhir di BWI Sumatera Selatan. Ketiganya saling berinteraksi dan berkontribusi pada profesionalisme, produktivitas, dan akuntabilitas pengelolaan wakaf. Untuk memperkuat peran wakaf dalam pembangunan nasional, diperlukan kebijakan yang mendukung pengembangan kapasitas nazhir, sistem insentif yang adil, serta lingkungan kerja yang kondusif dan modern. Dengan demikian, BWI dan lembaga wakaf lainnya dapat menjadi motor penggerak filantropi Islam yang berdampak nyata bagi masyarakat.
Sumber artikel:
Ulfia Rachmah, Maya Panorama, Mismiwati. (2025). The Role of Competency Certification, Motivation and Work Environment in the Performance of the Indonesian Waqf Board, South Sumatra Province. International Journal of Multidisciplinary Research and Analysis, Vol. 8, No. 1, pp. 82–88.