Lean dan Sustainable

Integrasi Lean dan Sustainable Construction: Masa Depan Konstruksi Ramah Lingkungan

Dipublikasikan oleh Izura Ramadhani Fauziyah pada 08 Mei 2025


Industri konstruksi secara global menghadapi tekanan besar untuk bertransformasi menuju praktik yang lebih berkelanjutan. Tidak hanya karena kontribusinya terhadap emisi karbon dan konsumsi energi, tetapi juga karena efisiensi kerja yang masih tertinggal dibanding industri lain. Artikel yang ditulis oleh Saad Sarhan dan Stephen Pretlove berjudul "Lean and Sustainable Construction: State of the Art and Future Directions" (2021), mengeksplorasi potensi sinergi antara dua pendekatan penting: Lean Construction (LC) dan Sustainable Construction (SC).

Artikel ini menjadi editorial pengantar dalam edisi khusus jurnal Construction Economics and Building dan merangkum berbagai penelitian mutakhir yang mengeksplorasi hubungan antara LC dan SC. Penulis menyampaikan bahwa jika kedua pendekatan ini diintegrasikan secara tepat, maka akan terbuka jalan menuju sektor konstruksi yang lebih efisien dan ramah lingkungan.

Latar Belakang dan Relevansi Global

Berdasarkan laporan IPCC 2021, hanya dengan pengurangan drastis emisi gas rumah kaca, dunia dapat menghindari dampak iklim yang semakin ekstrem. Sementara itu, sektor konstruksi bertanggung jawab atas konsumsi energi dan produksi limbah yang sangat besar sepanjang siklus hidup bangunan. Dengan proyeksi pertumbuhan pasar konstruksi global hingga 70% antara tahun 2013 dan 2025, kebutuhan akan strategi pembangunan berkelanjutan menjadi sangat mendesak.

Lean Construction yang berasal dari prinsip produksi Toyota, dan Sustainable Construction yang berfokus pada keberlanjutan sosial, ekonomi, dan lingkungan, keduanya memiliki potensi besar dalam merespons krisis ini. Namun, integrasi kedua pendekatan ini masih terbatas, dan cenderung bersifat teknis alat-alat semata, bukan transformasi paradigma berpikir dan proses manajemen proyek.

Tantangan dan Kesenjangan dalam Integrasi LC dan SC

Penulis menyampaikan beberapa hambatan utama dalam upaya mengintegrasikan LC dan SC:

  • Fokus LC terlalu sempit pada kepuasan pelanggan proyek, bukan pada masyarakat dan lingkungan secara luas.
  • Pendekatan LC cenderung hanya fokus pada tahap produksi, tanpa memperhatikan siklus hidup proyek secara menyeluruh.
  • Konsep 'waste' dalam LC seringkali terbatas pada proses dan material saja, padahal seharusnya mencakup dampak sosial dan lingkungan.

Sebaliknya, SC cenderung mengabaikan manajemen proses konstruksi dan lebih menekankan aspek desain dan penggunaan material ramah lingkungan.

Sorotan Studi Kasus dan Temuan Khusus

Efisiensi Energi dan Pengelolaan

  • Studi oleh Ahmed et al. di UEA membandingkan kinerja energi tiga jenis bangunan pendidikan. Hasilnya, semua bangunan menunjukkan pemborosan energi, mengindikasikan pentingnya kesadaran pengguna dan desain proses konstruksi.
  • Di Denmark, Wandahl et al. meneliti proyek renovasi perumahan dan menemukan bahwa peningkatan efisiensi proses konstruksi dapat mendukung target Renovation Wave Uni Eropa dalam mengurangi emisi karbon.

Pendekatan Proyek Berbasis Siklus Hidup

  • Zighan dan Abualqumboz di Yordania meneliti sumber limbah fisik di tahap awal proyek. Mereka mengembangkan kerangka kerja manajemen limbah proaktif untuk fase konsep.
  • Di New South Wales, Al-Hamadani et al. mengusulkan penerapan "ecological modernisation" untuk mengurangi limbah konstruksi dan pembongkaran, yang dapat dijadikan dasar kebijakan pengelolaan limbah konstruksi.

Inovasi untuk Produktivitas

  • Studi di Polandia oleh Stefańska et al. menggunakan CNC dan desain struktural optimasi untuk konstruksi berbasis kayu. Mereka merekomendasikan pendekatan multivariate dan bentuk paraboloid untuk efisiensi material dan waktu.
  • Mossman dan Sarhan mengkritisi metode CPM dan mendorong penggunaan Last Planner System (LPS) untuk aliran kerja lebih stabil dalam proyek fabrikasi modular.
  • Penelitian oleh Power et al. menunjukkan bahwa kehadiran fasilitator LPS dapat meningkatkan produktivitas dan aliran kerja secara signifikan.
  • Di AS, studi Demirkesen et al. meneliti hubungan antara LC dan keamanan psikologis pekerja. Hasilnya, proyek dengan pendekatan lean lebih baik dalam menciptakan lingkungan kerja yang aman secara psikologis.

Model Terintegrasi dan Circular Economy

  • Aslam et al. mengembangkan matriks Lean Approaching Sustainability Tools (LAST) untuk memilih alat LC yang sesuai dalam menjawab 15 tantangan SC paling kritis.
  • Smitha dan Thomas dari India menyusun indeks Circular Economy Potential Index (CEPI) untuk menilai potensi sirkularitas material konstruksi.
  • Isa dan Abidin di Malaysia meneliti adopsi eco-innovation di perusahaan kontraktor besar, dan menyimpulkan bahwa tingkat adopsinya masih moderat, tetapi memiliki potensi besar untuk dikembangkan.

Hambatan di Negara Berkembang

  • Khalil et al. menyoroti hambatan implementasi SC di Libya: kendala pengetahuan, teknologi dan biaya, serta aspek organisasi dan teknis.
  • Aghimien et al. meneliti adopsi big data analytics di Afrika Selatan. Hasilnya menunjukkan bahwa meskipun potensial, adopsi teknologi digital di sektor konstruksi masih rendah.

Kesimpulan dan Rekomendasi

Edisi khusus jurnal ini menyimpulkan bahwa:

  • Integrasi LC dan SC bukan hanya soal alat, tapi transformasi pendekatan.
  • Penelitian empiris lebih lanjut sangat dibutuhkan, khususnya untuk memahami efek sinergis antara lean dan sustainable practices.
  • Perubahan mindset, kolaborasi lintas disiplin, dan pendidikan tentang lean-sustainable philosophy sangat penting untuk masa depan konstruksi.

Rekomendasi utama:

  1. Lakukan pendekatan holistik terhadap nilai dan limbah (termasuk sosial dan lingkungan).
  2. Dorong integrasi LC dan SC dalam kebijakan dan pelatihan konstruksi.
  3. Tingkatkan kolaborasi antara akademisi dan praktisi untuk memperkuat pengembangan model-model terintegrasi.

Dengan mendekatkan Lean dan Sustainability, industri konstruksi tidak hanya dapat menjawab tantangan iklim dan lingkungan, tetapi juga meningkatkan efisiensi dan produktivitasnya secara signifikan.

Sumber Asli

Sarhan, S., and Pretlove, S. 2021. Lean and Sustainable Construction: State of the Art and Future Directions. Construction Economics and Building, 21(3), 1–10.

 

Selengkapnya
Integrasi Lean dan Sustainable Construction: Masa Depan Konstruksi Ramah Lingkungan

Lean dan Sustainable

Mengapa Lean dan Green Penting untuk Masa Depan Konstruksi?

Dipublikasikan oleh Izura Ramadhani Fauziyah pada 08 Mei 2025


Isu efisiensi dan keberlanjutan kini menjadi pilar utama dalam industri konstruksi. Di satu sisi, sustainable construction menitikberatkan pada penghematan energi, pengurangan limbah, serta kenyamanan dan kesehatan pengguna gedung. Di sisi lain, lean construction berfokus pada efisiensi proses, menghilangkan aktivitas yang tidak memberikan nilai tambah (muda), dan optimalisasi sumber daya.

Penelitian ini menyoroti bagaimana dua paradigma tersebut dapat disinergikan untuk menghasilkan proses dan bangunan berperforma tinggi (high-performance buildings and processes). Keduanya memiliki tujuan yang sama: penggunaan sumber daya secara efisien dan eliminasi pemborosan.

Perspektif Konseptual: Lean Bertemu Green

Penyatuan dua pendekatan ini dilandasi oleh kesamaan prinsip dasar, yakni pengurangan limbah. Sustainable construction berupaya meminimalkan penggunaan energi, air, dan material, serta menurunkan emisi dan polusi. Sementara lean construction menargetkan efisiensi proses seperti desain, produksi, dan logistik proyek.

Penulis menekankan bahwa banyak masalah dalam proyek ramah lingkungan berasal dari pendekatan eksekusi yang konvensional. Sebagai contoh, desain terpadu (integrated design) memang menghasilkan keputusan yang lebih bijak secara sistemik, tetapi membutuhkan sumber daya lebih banyak dan waktu yang lebih lama. Lean production menawarkan solusi dengan memfokuskan pada aktivitas bernilai tambah dan menghilangkan pemborosan dalam proses.

Studi Kasus: Pentagon dan Toyota, Bukti Nyata Sinergi Lean-Green

1. Renovasi Pentagon: Sinergi Inovatif antara Efisiensi dan Keberlanjutan

Proyek renovasi Pentagon menjadi contoh utama bagaimana lean dan green dapat diterapkan secara bersamaan. Renovasi dilakukan dalam beberapa fase selama 12 tahun dengan nilai proyek mencapai $1,06 miliar.

Salah satu inovasi signifikan adalah desain Fan Powered Induction Unit (FPIU) oleh kontraktor HVAC. Unit ini:

  • Menghilangkan kebutuhan ducting udara balik, menyederhanakan sistem mekanikal
  • Memberikan pencahayaan alami yang lebih banyak karena peningkatan tinggi plafon
  • Mengurangi jumlah ruang mekanikal dari 118 menjadi hanya 9 unit
  • Mencapai penghematan biaya instalasi sebesar 20%
  • Memberikan potensi penghematan energi sebesar 9% selama masa operasional

Yang paling penting, sistem ini memungkinkan re-konfigurasi ruang tanpa perubahan besar dalam sistem mekanik—suatu nilai tambah berkelanjutan yang tidak selalu dicapai dengan desain tradisional.

Selain itu, proses lean lainnya meliputi:

  • Penggunaan desain terpadu dan kontrak design-build
  • Pengurangan dokumen spesifikasi dari 3500 halaman menjadi 109 halaman RFP dengan 16 halaman spesifikasi performa
  • Penerapan kontrak dengan sistem fixed-price dan award-fee (hingga 10% keuntungan bagi kontraktor), yang memberikan insentif inovasi

Hasilnya, proyek-proyek Pentagon yang memperkenalkan pendekatan keberlanjutan lebih awal dalam siklus desain menunjukkan efisiensi biaya lebih tinggi dan pencapaian sertifikasi LEED (Leadership in Energy and Environmental Design) yang lebih baik.

Contohnya:

  • Pentagon Athletic Center (PAC) meraih target LEED Gold tanpa tambahan biaya
  • Metro Entrance Facility hanya memerlukan tambahan $110.000 untuk mencapai LEED Silver

2. Toyota South Campus: Lean Thinking sebagai Budaya Perusahaan

Kasus lain yang menarik datang dari proyek South Campus Toyota di Torrance, California. Toyota menerapkan inisiatif Process Green yang mengintegrasikan seleksi material ramah lingkungan, desain efisien, serta dorongan kepada vendor untuk melakukan praktik serupa.

Ciri khas Toyota adalah filosofi kaizen (perbaikan berkelanjutan), yang juga menjadi tulang punggung lean production. Melalui pendekatan ini, Toyota berhasil:

  • Membangun gedung kantor bersertifikat LEED Gold
  • Menekan biaya konstruksi hingga $63/sq.ft, setara dengan kisaran umum ($54–$76/sq.ft) untuk perkantoran di California Selatan
  • Mewujudkan efisiensi biaya tanpa kompromi terhadap performa lingkungan

Pencapaian ini mematahkan asumsi umum bahwa gedung hijau selalu lebih mahal. Sebaliknya, Toyota membuktikan bahwa strategi manajemen proses yang cerdas dapat menghasilkan bangunan ramah lingkungan tanpa mengorbankan efisiensi biaya.

Pelajaran Utama dari Studi Kasus

Dari studi di atas, penulis merumuskan tiga pelajaran utama:

  1. Fokus pada Nilai Pelanggan
    Dalam konteks proyek hijau, pelanggan tidak hanya pemilik gedung, tetapi juga lingkungan. Dengan memahami nilai dari sisi lingkungan, keputusan desain bisa diarahkan pada solusi yang benar-benar berkelanjutan.
  2. Tim Terintegrasi dan Strategi Kontrak Inovatif
    Struktur tim yang mendukung kolaborasi antar-disiplin dan model kontrak berbasis performa terbukti memacu efisiensi dan inovasi. Ini menjawab tantangan keberlanjutan yang kerap membutuhkan pendekatan lintas keahlian.
  3. Pemahaman Menyeluruh atas Proses
    Proyek Toyota menunjukkan bahwa pemahaman mendalam atas seluruh proses pembangunan—dari perencanaan hingga operasional—memungkinkan pencapaian keberlanjutan tanpa biaya tambahan besar.

Implikasi Lebih Luas untuk Industri Konstruksi

Tulisan ini tidak hanya menyajikan studi kasus sukses, tetapi juga menawarkan arah penelitian lanjutan. Penulis menyarankan bahwa keberhasilan proyek berkelanjutan akan semakin ditentukan oleh proses dan sistem manajemen proyek, bukan hanya teknologi ramah lingkungan.

Beberapa peluang riset ke depan meliputi:

  • Pengembangan tools untuk mengukur performa lean-green dalam proyek
  • Integrasi lean thinking dalam fase desain awal untuk menghindari pemborosan keputusan
  • Pemetaan titik-titik leverage dalam proses proyek untuk peningkatan efisiensi maksimal

Dalam konteks Indonesia, pendekatan ini sangat relevan. Banyak proyek pembangunan gedung pemerintah dan swasta masih menggunakan pendekatan tradisional. Padahal, dengan kombinasi lean-green, proyek bisa lebih hemat waktu, biaya, dan ramah lingkungan.

Penutup: Menyatukan Efisiensi dan Keberlanjutan

“Lean and Green” bukan hanya jargon menarik. Studi yang dilakukan Horman, Riley, Pulaski, dan Leyenberger ini menunjukkan bahwa penyatuan antara prinsip lean dan tujuan keberlanjutan mampu menghasilkan proyek yang lebih efisien, berkualitas tinggi, dan ramah lingkungan.

Integrasi lean dan green membuka cakrawala baru bagi pembangunan berkelanjutan yang tidak hanya baik bagi bumi, tetapi juga masuk akal secara bisnis. Industri konstruksi global, termasuk Indonesia, seharusnya mulai merumuskan kebijakan dan pelatihan yang mendukung implementasi kedua prinsip ini secara simultan.

Sumber artikel dalam bahasa aslinya:
Horman, M.J., Riley, D.R., Pulaski, M.H., & Leyenberger, C. Lean and Green: Integrating Sustainability and Lean Construction. Department of Architectural Engineering, Penn State University.

 

Selengkapnya
Mengapa Lean dan Green Penting untuk Masa Depan Konstruksi?
page 1 of 1