Konstruksi & Infrastruktur

Audit Konseptual Fasilitas Publik: Tinjauan terhadap Manajemen Pemeliharaan Terminal Bus Pinang Ranti

Dipublikasikan oleh Timothy Rumoko pada 23 Oktober 2025


Latar Belakang Teoretis

Penelitian ini berakar pada peran fundamental terminal bus sebagai fasilitas umum yang kompleks, di mana tingginya aktivitas menuntut jaminan keamanan dan kenyamanan bagi para pengguna. Latar belakang masalah yang diangkat secara spesifik adalah kondisi Terminal Pinang Ranti di Jakarta Timur. Meskipun telah melalui proses revitalisasi yang panjang, terminal ini masih menghadapi tantangan dalam hal pemeliharaan dan perawatan fasilitasnya, yang berpotensi mengurangi kualitas pelayanan publik.   

Kerangka teoretis yang diusung oleh studi ini adalah evaluasi berbasis standar. Penulis memposisikan peraturan pemerintah sebagai tolok ukur ideal (das Sollen) untuk menilai kondisi aktual (das Sein) di lapangan. Secara spesifik, penelitian ini merujuk pada Peraturan Menteri Perhubungan (Permenhub) No. PM 15 Tahun 2019 yang mendefinisikan fungsi utama terminal, dan Permenhub No. 132 Tahun 2015 yang secara rinci mengklasifikasikan fasilitas menjadi fasilitas utama dan penunjang serta menguraikan lingkup kegiatan pemeliharaan yang wajib dilakukan. Dengan demikian, hipotesis implisit yang mendasari karya ini adalah bahwa terdapat kesenjangan antara praktik manajemen pemeliharaan yang ada di Terminal Pinang Ranti dengan standar yang diamanatkan oleh regulasi nasional. Tujuan utama dari penelitian ini adalah untuk melakukan evaluasi konseptual terhadap sistem pemeliharaan dan perawatan fasilitas di terminal tersebut.   

Metodologi dan Kebaruan

Penelitian ini mengadopsi metode studi literatur atau tinjauan konseptual. Pendekatan ini tidak melibatkan pengumpulan data empiris baru melalui survei atau eksperimen, melainkan berfokus pada sintesis informasi dari sumber-sumber yang telah ada. Proses metodologisnya mencakup penelaahan terhadap dokumen-dokumen internal (seperti data pemeliharaan fasilitas terminal), peraturan perundang-undangan yang relevan, serta literatur akademis mengenai manajemen pemeliharaan fasilitas.   

Analisis yang dilakukan bersifat deskriptif-kualitatif, di mana informasi yang terkumpul diorganisir untuk memetakan sistem yang ada dan mengidentifikasi area-area potensial untuk perbaikan berdasarkan praktik terbaik yang disarankan oleh para ahli. Kebaruan dari karya ini tidak terletak pada pengembangan teori baru, melainkan pada aplikasinya yang pragmatis. Dengan secara sistematis membingkai masalah pemeliharaan sebuah fasilitas publik yang spesifik dalam kerangka regulasi dan tinjauan akademis, penelitian ini memberikan sebuah diagnosis awal yang terstruktur dan berbasis pengetahuan.

Temuan Utama dengan Kontekstualisasi

Sebagai sebuah studi literatur, temuan utama dari penelitian ini adalah pemetaan sistem pemeliharaan yang ada dan sintesis rekomendasi dari para ahli.

  1. Struktur Manajemen Pemeliharaan: Ditemukan bahwa pelaksanaan pemeliharaan di Terminal Pinang Ranti dilakukan secara swakelola (Swakelola) oleh Satuan Sarana dan Prasarana Unit Pengelola Terminal Angkutan Jalan, yang diawasi langsung oleh Dinas Perhubungan Provinsi DKI Jakarta. Struktur tim teknisnya terbagi secara spesifik, dengan dua orang teknisi untuk Air (IPAL) dan Pemadam Kebakaran, dua orang untuk Kelistrikan, dan dua orang untuk pemeliharaan eskalator.   

  2. Rekomendasi dari Literatur: Temuan yang paling signifikan adalah adopsi saran-saran dari studi-studi sebelumnya sebagai masukan konkret bagi pengelola Terminal Pinang Ranti.

    • Mengutip Labombang (2008), penelitian ini menekankan bahwa penanganan fasilitas menuntut adanya sistem kerja yang sistematis dan profesional yang didasarkan pada pemahaman yang benar mengenai Manajemen Pemeliharaan Fasilitas.   

    • Mengutip Sushernawan (2014), disarankan untuk menambah jumlah personil yang bertugas mengawasi kebersihan, keamanan, dan kondisi fasilitas di dalam terminal. Secara spesifik, direkomendasikan untuk merekrut lulusan dari Sekolah Tinggi Transportasi Darat (STTD) untuk mengisi peran ini.   

Secara kontekstual, temuan-temuan ini mengindikasikan bahwa meskipun telah ada struktur organisasi untuk pemeliharaan, praktik di lapangan kemungkinan besar masih dapat ditingkatkan dengan mengadopsi pendekatan manajemen yang lebih profesional dan dengan memperkuat kapasitas sumber daya manusia, baik dari segi kuantitas maupun kualitas.

Keterbatasan dan Refleksi Kritis

Keterbatasan utama dari penelitian ini adalah sifatnya yang sepenuhnya merupakan tinjauan literatur. Studi ini secara efektif mengidentifikasi standar yang relevan dan menyajikan rekomendasi dari para ahli, namun tidak menyajikan data empiris primer dari Terminal Pinang Ranti itu sendiri. Akibatnya, "evaluasi" yang dilakukan tetap berada pada level konseptual, tanpa adanya pengukuran kuantitatif atau kualitatif yang mendalam mengenai tingkat kesenjangan antara kondisi fasilitas aktual dengan standar yang ada.

Secara kritis, paper ini berhasil dalam merumuskan masalah dan mengidentifikasi kerangka kerja untuk solusinya. Namun, tanpa data lapangan—seperti hasil audit fisik fasilitas, survei kepuasan pengguna, atau wawancara dengan staf pemeliharaan—kesimpulan mengenai tingkat urgensi atau area prioritas untuk perbaikan masih bersifat dugaan.

Implikasi Ilmiah di Masa Depan

Secara praktis, implikasi dari penelitian ini sangat jelas. Ia memberikan serangkaian rekomendasi awal yang dapat ditindaklanjuti oleh manajemen Terminal Pinang Ranti untuk mulai memikirkan perbaikan sistem pemeliharaan mereka, khususnya dalam hal profesionalisme manajemen dan kecukupan personil.

Untuk penelitian di masa depan, karya ini secara efektif berfungsi sebagai studi pendahuluan yang meletakkan dasar untuk investigasi empiris yang lebih rigor. Langkah berikutnya yang paling logis adalah melaksanakan evaluasi lapangan yang sesungguhnya. Ini akan melibatkan pengembangan instrumen audit berdasarkan Permenhub No. 132 Tahun 2015, melakukan inspeksi fisik yang sistematis, serta mengumpulkan data primer dari para pemangku kepentingan (pengguna dan staf) untuk memvalidasi secara empiris kebutuhan akan intervensi yang telah diidentifikasi dalam tinjauan literatur ini.

Sumber

Evaluasi Pemeliharaan dan Perawatan Fasilitas Terminal Bus Pinang Ranti Jakarta Timur. (2020). Prosiding Seminar Pendidikan Kejuruan dan Teknik Sipil (SPKTS) 2020, 430-437.

Selengkapnya
Audit Konseptual Fasilitas Publik: Tinjauan terhadap Manajemen Pemeliharaan Terminal Bus Pinang Ranti

Konstruksi & Infrastruktur

Menangani Slips, Trips & Falls di Proyek Konstruksi Indonesia: Strategi Kebijakan K3

Dipublikasikan oleh Marioe Tri Wardhana pada 21 Oktober 2025


Mengapa Temuan Ini Penting untuk Kebijakan

Insiden seperti terpeleset (slips), tersandung (trips), dan terjatuh (falls) merupakan penyebab kecelakaan kerja yang sering dianggap “remaja” dibanding kecelakaan besar, tetapi dampaknya signifikan — mulai dari cedera ringan hingga cedera berat, penurunan produktivitas, hingga beban biaya besar bagi perusahaan dan negara.

Dalam konteks konstruksi dan industri Indonesia — seperti proyek gedung bertingkat, pabrik, atau area publik yang sedang dibangun risiko tersebut sangat nyata. Sebagian besar slips & trips terjadi akibat kondisi lantai licin, barang/rintangan berserakan, pencahayaan buruk, atau perubahan level permukaan yang tidak terlihat.

Temuan ini penting untuk kebijakan karena:

  • Kebijakan Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) di Indonesia selama ini lebih banyak berfokus pada kecelakaan besar atau kerja di ketinggian, padahal insiden seperti slips/trips/falls justru berfrekuensi tinggi dan memiliki dampak akumulatif signifikan.

  • Diperlukan kebijakan K3 yang memperkuat aspek preventif, seperti kondisi lantai, kelembapan, penataan jalur kerja, pencahayaan, pelatihan kesadaran bahaya, serta pengawasan rutin — bukan hanya persyaratan APD atau audit formal.

  • Pendekatan global menunjukkan bahwa negara yang berhasil menurunkan angka jatuh di tempat kerja menerapkan sistem pelaporan, analisis akar penyebab, dan desain lingkungan kerja yang lebih aman. Indonesia bisa mengambil pelajaran dengan memasukkan metrik untuk slips/trips/falls ke dalam regulasi SMKK (Sistem Manajemen Keselamatan Konstruksi) nasional.

Sebagai contoh lokal, artikel “K3 di Sektor Konstruksi: Panduan Lengkap untuk Mencegah Kecelakaan Kerja Berdasarkan Standar ILO” di Diklatkerja.com menyoroti bagaimana risiko terpeleset dan tersandung sering kali diabaikan padahal merupakan pemicu awal dari banyak cedera di proyek.

Selain itu, “Kenapa Penerapan Kebijakan Keselamatan di Proyek Konstruksi Masih Lemah?” menekankan pentingnya reformasi sistem pengawasan di proyek-proyek publik agar tidak hanya berorientasi pada dokumentasi, tetapi pada praktik nyata di lapangan.

Dengan demikian, kebijakan publik perlu memperluas kerangka regulasi: mencakup kondisi fisik lokasi kerja (permukaan lantai, pencahayaan, jalur aman), pelatihan dan budaya kerja (kesadaran risiko kecil), serta sistem pengawasan dan pelaporan yang menyertakan jenis insiden ini agar intervensi dapat lebih tepat sasaran.

Implementasi di Lapangan: Dampak, Hambatan, dan Peluang

Dampak positif bila ditangani:

  • Proyek yang rutin melakukan inspeksi jalur kerja, pemeliharaan lantai, dan pelatihan kesadaran hazard mengalami penurunan insiden slips/trips/falls hingga 30%.

  • Berkurangnya absensi atau cuti medis akibat cedera ringan meningkatkan produktivitas dan reputasi proyek.

  • Terbentuk budaya kerja “jalur aman” (clear walkway) yang meningkatkan kepuasan pekerja dan menurunkan kecemasan terhadap keselamatan.

Hambatan yang sering muncul:

  • Area proyek sering berubah layout, sehingga rambu, pencahayaan, dan jalur aman sulit diperbarui tepat waktu.

  • Banyak subkontraktor menganggap pelatihan hazard kecil sebagai “biaya tambahan”.

  • Kurangnya data atau indikator spesifik untuk slips/trips/falls membuat pengawasan tidak fokus pada jenis insiden ini.

Peluang:

  • Penerapan sistem digital pelaporan near-miss slips/trips untuk mendeteksi dan mencegah insiden besar sebelum terjadi.

  • Kolaborasi dengan lembaga yang menyediakan pelatihan terkait risiko mikro dan budaya keselamatan kerja.

  • Penggunaan checklist harian keselamatan untuk menilai kondisi jalur kerja, tangga, dan kabel sebelum kegiatan proyek dimulai.

5 Rekomendasi Kebijakan Praktis

  1. Wajibkan sistem pelaporan internal untuk slips, trips & falls di setiap proyek besar dan laporan tahunan ke instansi K3 nasional.

  2. Audit jalur kerja dan kondisi lantai dilakukan minimal setiap tiga bulan untuk memastikan area aman dari licin, rintangan, dan bahaya jatuh.

  3. Pelatihan hazard kecil bagi pekerja baru dan supervisor, termasuk simulasi kondisi licin dan rintangan, serta briefing rutin.

  4. Tata ulang jalur aman (clear walkways), kabel tertata, dan rambu hazard permanen sebagai syarat kontrak proyek publik.

  5. Berikan insentif bagi proyek dengan nol insiden slips/trips/falls, seperti pengurangan premi BPJS Ketenagakerjaan atau penghargaan nasional Safe Work Path Award.

Kritik terhadap Potensi Kegagalan Kebijakan

Kebijakan K3 dapat gagal jika hanya menitikberatkan pada kecelakaan besar dan mengabaikan insiden kecil yang justru lebih sering terjadi. Tanpa pencatatan insiden ringan dan near-miss, pola risiko tidak akan terlihat jelas. Selain itu, budaya kerja yang masih mengutamakan kecepatan dan target fisik di atas keselamatan “langkah per langkah” menyebabkan risiko terus berulang.Kebijakan juga rawan stagnan jika tidak dilengkapi pengukuran hasil seperti tren penurunan insiden dan tindak lanjut terhadap temuan audit. Sebagaimana ditegaskan dalam artikel “Kenapa Penerapan Kebijakan Keselamatan di Proyek Konstruksi Masih Lemah?”, keberhasilan manajemen K3 bukan hanya soal dokumen, tapi soal perubahan perilaku dan kepemimpinan di lapangan.

Penutup

Insiden slips, trips, dan falls mungkin terlihat sepele dibanding kecelakaan besar, tetapi sering menjadi pintu masuk bagi cedera serius, penurunan produktivitas, dan kerugian ekonomi.
Menjadikan pencegahan insiden ini bagian dari kebijakan K3 nasional berarti membangun ekosistem kerja yang tidak hanya patuh regulasi, tetapi juga berbudaya aman.
Melalui sinergi antara pemerintah, perusahaan, dan lembaga pelatihan, Indonesia dapat memperkuat budaya keselamatan yang proaktif dan berkelanjutan di setiap proyek konstruksi dan industri.

Sumber Artikel

Muhammad Ezam Nurdin (2022). Safety in Construction Management (Thesis)

Selengkapnya
Menangani Slips, Trips & Falls di Proyek Konstruksi Indonesia: Strategi Kebijakan K3
page 1 of 1