Keselamatan & Kesehatan Kerja (K3)

Kebijakan Publik atas Desired Qualifications for Construction Safety Personnel in the United States (Karakhan & Al-Bayati, 2023)

Dipublikasikan oleh Marioe Tri Wardhana pada 19 September 2025


Mengapa Temuan Ini Penting untuk Kebijakan?

Keselamatan kerja merupakan salah satu isu paling krusial dalam industri konstruksi. Di Amerika Serikat saja, industri konstruksi menyumbang lebih dari 20% kecelakaan fatal tenaga kerja setiap tahunnya. Riset Karakhan & Al-Bayati (2023) mengidentifikasi kualifikasi yang paling diharapkan bagi personel keselamatan konstruksi (Construction Safety Personnel/CSP) melalui metode Delphi dengan melibatkan para ahli industri.

Temuan utama menunjukkan tiga dimensi kualifikasi penting:

  • Pendidikan formal (minimal sarjana di bidang terkait, seperti teknik sipil atau manajemen konstruksi).

  • Pengalaman lapangan (minimal lima tahun di proyek konstruksi dengan paparan langsung terhadap isu keselamatan).

  • Sertifikasi profesional (seperti OSHA, CSP, atau sertifikasi K3 lain yang diakui secara nasional).

Implikasi bagi Indonesia sangat jelas: dalam konteks pembangunan infrastruktur yang masif, personel keselamatan harus memiliki kompetensi terukur agar mampu menekan angka kecelakaan kerja yang masih tinggi. Berdasarkan artikel Meningkatkan Kinerja Proyek Konstruksi dengan Penerapan SMK3 Berstandar ISO 45001 di Bali, penerapan sistem manajemen keselamatan kerja yang kuat terbukti mampu menurunkan kecelakaan di proyek nyata. Oleh karena itu, kebijakan publik perlu mengintegrasikan standar kualifikasi seperti di atas ke dalam sistem regulasi dan pelatihan nasional, agar CSP yang ditetapkan tidak hanya sebagai formalitas, tetapi benar-benar kompeten di lapangan.

Implementasi di Lapangan: Dampak, Hambatan, dan Peluang

Dampak

  • Lingkungan kerja lebih aman: Adanya standar kualifikasi meningkatkan kemampuan CSP dalam mengidentifikasi bahaya dan mencegah kecelakaan.

  • Efisiensi ekonomi: Kecelakaan kerja menimbulkan kerugian ekonomi besar. Dengan CSP berkualitas, biaya kecelakaan dapat ditekan secara signifikan.

  • Profesionalisasi industri: Standarisasi kualifikasi mendorong pengakuan profesi CSP sebagai bagian penting dari ekosistem konstruksi.

Hambatan

  • Keterbatasan akses pendidikan: Tidak semua calon CSP memiliki kesempatan untuk menempuh pendidikan tinggi.

  • Biaya sertifikasi: Sertifikasi profesional sering kali mahal dan sulit diakses pekerja konstruksi di negara berkembang.

  • Fragmentasi regulasi: Belum adanya standar nasional yang seragam untuk kualifikasi CSP di Indonesia.

Peluang

  • Integrasi dengan regulasi nasional: UU Jasa Konstruksi dan regulasi turunan bisa mengakomodasi standar kualifikasi CSP.

  • Kolaborasi dengan perguruan tinggi: Universitas dapat membuka program studi atau konsentrasi khusus di bidang keselamatan konstruksi.

  • Dukungan teknologi: Digitalisasi pelatihan dan sertifikasi memungkinkan akses lebih luas dan biaya lebih rendah.

5 Rekomendasi Kebijakan Praktis

1. Penetapan Standar Nasional Kualifikasi CSP

Pemerintah perlu merumuskan standar nasional yang mencakup pendidikan, pengalaman, dan sertifikasi wajib bagi personel keselamatan konstruksi. Standar ini bisa diintegrasikan ke dalam Peraturan Menteri PUPR atau regulasi BNSP.

2. Subsidi dan Insentif untuk Sertifikasi K3

Untuk menekan hambatan biaya, pemerintah dapat memberikan subsidi atau insentif pajak bagi perusahaan yang mendaftarkan CSP mereka dalam program sertifikasi nasional.

3. Integrasi Kurikulum K3 dalam Pendidikan Tinggi

Perguruan tinggi teknik dan vokasi perlu memasukkan mata kuliah wajib K3 konstruksi agar lulusan siap bersaing sebagai CSP.

4. Penguatan Sistem Pelatihan Berbasis Digital

Melalui kerja sama dengan platform seperti DiklatKerja, pelatihan K3 dapat dilakukan secara daring dengan modul interaktif yang mencakup simulasi risiko dan praktik manajemen keselamatan.

5. Evaluasi dan Audit Keselamatan Berkala

Pemerintah bersama asosiasi industri wajib melakukan audit independen secara berkala terhadap kinerja CSP di proyek strategis nasional.

Kritik terhadap Potensi Kegagalan Kebijakan

Jika kebijakan terkait kualifikasi CSP tidak diimplementasikan dengan konsisten, risiko besar dapat terjadi:

  • Kecelakaan kerja tetap tinggi, menimbulkan kerugian jiwa dan ekonomi.

  • Citra buruk industri konstruksi, yang dapat mengurangi kepercayaan investor asing.

  • Kesenjangan kompetensi, di mana hanya sebagian kecil tenaga kerja yang memiliki sertifikasi, sementara mayoritas masih bekerja tanpa standar yang jelas.

Penutup

Studi Karakhan & Al-Bayati (2023) memberikan landasan empiris yang kuat untuk merumuskan kebijakan kualifikasi personel keselamatan konstruksi. Indonesia perlu segera mengadopsi prinsip serupa dengan menyesuaikan konteks lokal. Dengan kebijakan publik yang tepat, CSP tidak hanya akan berperan sebagai penjaga keselamatan, tetapi juga sebagai agen perubahan menuju industri konstruksi yang lebih aman, produktif, dan berdaya saing global.

Sumber

Karakhan, A., & Al-Bayati, A. (2023). Identification of Desired Qualifications for Construction Safety Personnel in the United States. International Journal of Construction Education and Research. DOI: 10.1080/15578771.2023.2212301.

Selengkapnya
Kebijakan Publik atas Desired Qualifications for Construction Safety Personnel in the United States (Karakhan & Al-Bayati, 2023)
page 1 of 1