Investasi Berkelanjutan
Dipublikasikan oleh Izura Ramadhani Fauziyah pada 17 Juni 2025
Investasi Berkelanjutan, Tren Global, dan Tantangan Masa Kini
Investasi berkelanjutan kini menjadi sorotan utama di tengah krisis iklim, tekanan sosial, dan perubahan paradigma ekonomi global. Tak hanya sekadar tren, pendekatan investasi ini menantang prinsip klasik “wealth maximization” dan menghadirkan konsep “shared value” yang mengintegrasikan tujuan finansial, sosial, dan lingkungan1. Paper “A Systematic Review of Sustainable Investment Approaches” karya Charney S. Akala, Taryn Neuhaus, dan Indrani O’Leary-Govender (2022) mengulas secara sistematis tiga pendekatan utama investasi berkelanjutan: Socially Responsible Investing (SRI), Environmental, Social, and Governance (ESG), dan impact investing. Artikel ini akan membedah temuan utama, studi kasus, angka-angka penting, serta memberikan kritik, opini, dan relevansi dengan tren industri.
Evolusi dan Definisi Investasi Berkelanjutan
Dari Etika Religius ke Inovasi Finansial Modern
Investasi berkelanjutan berakar dari gerakan etika investasi di Gereja Metodis abad ke-18, yang menolak investasi pada bisnis perbudakan, perjudian, dan alkohol1. Seiring waktu, pendekatan ini berkembang menjadi SRI, ESG, dan impact investing, terutama setelah peristiwa besar seperti Perang Dunia II, gerakan hak sipil, krisis keuangan 2008, dan meningkatnya kesadaran akan perubahan iklim1.
Ketiganya kini menjadi mainstream di pasar modal global, didorong oleh inisiatif seperti UNPRI, Paris Agreement, dan COP261.
Kerangka Teoritis: Dari EMH ke Shared Value
Perubahan Paradigma dalam Dunia Keuangan
Tradisi keuangan klasik seperti Efficient Market Hypothesis (EMH) dan Modern Portfolio Theory (MPT) menekankan rasionalitas investor dan optimasi risiko-imbal hasil1. Namun, investasi berkelanjutan memperkenalkan dimensi baru: investor rela mengorbankan sebagian return demi tujuan sosial atau lingkungan1.
Kerangka ini menandai pergeseran dari “shareholder value” ke “stakeholder value”, menuntut perusahaan bertanggung jawab pada masyarakat dan lingkungan.
Metodologi Studi: Sistematis, Komprehensif, dan Berbasis Data
Penulis melakukan review sistematis atas 40 artikel dan dokumen kebijakan dari UN, OECD, GIIN, Springer Link, SSRN, dan lainnya. Artikel diklasifikasikan berdasarkan pendekatan investasi (SRI, ESG, impact), fokus geografis (developed, emerging, global), metodologi (empiris, review, kebijakan), dan temuan utama1.
Studi Kasus dan Angka-Angka Kunci
1. Dominasi Pasar Maju & Kesenjangan Pasar Berkembang
2. Kinerja Keuangan: Hasil Campuran dan Tantangan Ukur
3. Studi Kasus Nyata
Analisis Tematik: Overlap, Tantangan, dan Peluang
1. Overlapping Frameworks: SRI, ESG, dan Impact Investing
Salah satu temuan utama paper adalah tumpang tindih konsep antara SRI, ESG, dan impact investing. Banyak studi dan pelaku pasar menggunakan istilah ini secara bergantian, padahal cakupan dan tujuan tiap pendekatan berbeda1. Misal, SRI sering dianggap subset dari ESG, sementara impact investing sering diposisikan sebagai bagian dari SRI.
2. Standar dan Terminologi yang Belum Konsisten
Kurangnya konsistensi istilah dan standar pengukuran ESG menjadi hambatan utama mainstreaming investasi berkelanjutan1. ESG rating agencies seperti MSCI, Sustainalytics, dan S&P Global menggunakan metodologi berbeda, sehingga skor ESG satu perusahaan bisa sangat bervariasi antar lembaga.
3. Metodologi Penelitian: Dominasi Kuantitatif
Sebagian besar studi menggunakan pendekatan empiris berbasis teori keuangan klasik (CAPM, Fama-French, EMH) untuk mengukur kinerja SRI dan ESG1. Namun, model-model ini dinilai kurang mampu menangkap trade-off antara return finansial dan dampak sosial/lingkungan.
Kritik dan Opini: Di Mana Letak Tantangan Utama?
1. Kinerja Keuangan: Mitos atau Realita?
Banyak investor masih ragu bahwa investasi berkelanjutan bisa memberikan return setara atau lebih baik dari investasi konvensional. Studi dalam paper ini memperlihatkan hasil campuran: beberapa menemukan return positif, beberapa negatif, dan sebagian besar “no effect”1. Hal ini menandakan perlunya model evaluasi baru yang mengintegrasikan aspek sosial dan lingkungan secara lebih komprehensif.
2. ESG di Pasar Berkembang: Peluang atau Risiko?
Pasar berkembang menghadapi tantangan unik: korupsi, instabilitas politik, dan lemahnya regulasi ESG. Namun, justru di pasar inilah peluang dampak sosial dan lingkungan terbesar. Studi Sherwood & Pollard (2018) dan Chen & Yang (2020) menunjukkan bahwa adopsi ESG di emerging markets masih rendah, namun potensi pertumbuhan sangat besar1.
3. Impact Investing: Antara Filantropi dan Keuntungan
Impact investing sering diposisikan di antara filantropi dan investasi murni. Namun, pengukuran dampak sosial/lingkungan (SROI, Theory of Change) masih belum baku, sehingga sulit membandingkan performa antar proyek atau manajer investasi1.
Perbandingan dengan Penelitian Lain
Studi ini sejalan dengan temuan Talan & Sharma (2019) dan Ferreira et al. (2016) yang menyoroti kurangnya konsistensi istilah dan framework di literatur investasi berkelanjutan. Sementara Bernal, Hudon, & Ledru (2021) menegaskan bahwa model keuangan klasik tidak cukup untuk menjelaskan kinerja impact investing, sehingga dibutuhkan pendekatan baru berbasis multi-utility atau willingness-to-pay1.
Relevansi Industri dan Tren Global
1. ESG sebagai Standar Baru di Pasar Modal
ESG kini menjadi syarat utama bagi perusahaan yang ingin mengakses modal global. Bursa saham di Eropa, AS, dan Asia mulai mewajibkan pelaporan ESG sebagai bagian dari disclosure tahunan. Industri keuangan juga berlomba mengembangkan produk berbasis ESG dan impact, seperti green bonds, social bonds, dan thematic funds1.
2. Digitalisasi dan Transparansi
Adopsi teknologi digital untuk pelaporan ESG, pemantauan dampak, dan transparansi proses investasi kini menjadi tren utama. Platform digital seperti peer-to-peer impact investing dan blockchain untuk pelacakan dana semakin banyak diadopsi, terutama di pasar berkembang1.
3. Regulasi dan Standar Global
Uni Eropa, UNPRI, dan GIIN terus mendorong harmonisasi standar ESG dan impact investing. Inisiatif seperti EU Taxonomy dan Sustainable Finance Disclosure Regulation (SFDR) bertujuan menciptakan playing field yang setara dan mencegah greenwashing1.
Rekomendasi Strategis untuk Masa Depan Investasi Berkelanjutan
Investasi Berkelanjutan, Jalan Panjang Menuju Masa Depan Inklusif
Paper ini menegaskan bahwa investasi berkelanjutan bukan sekadar tren, melainkan kebutuhan mendesak untuk menjawab tantangan sosial dan lingkungan global. SRI, ESG, dan impact investing menawarkan peluang besar, namun masih menghadapi tantangan serius: tumpang tindih konsep, standar yang belum konsisten, serta hasil keuangan yang beragam. Untuk mewujudkan potensi penuh investasi berkelanjutan, diperlukan inovasi model evaluasi, harmonisasi standar, dan kolaborasi lintas sektor. Dengan demikian, investasi berkelanjutan dapat menjadi motor penggerak ekonomi inklusif dan masa depan yang lebih hijau.
Sumber artikel :
Charney S. Akala, Taryn Neuhaus & Indrani O’Leary-Govender. “A Systematic Review of Sustainable Investment Approaches.” International Journal of Economics and Finance, Vol. 14, No. 12, 2022, pp. 72–83.