Inovasi Teknologi

Gedung Pencakar Langit Itu Ternyata Tak Sekokoh yang Kita Kira

Dipublikasikan oleh Melchior Celtic pada 27 September 2025


Saya mau jujur. Beberapa minggu lalu, saya menemukan sebuah paper akademis berjudul “Structural Identification: Opportunities and Challenges”. Kelihatannya kering, penuh jargon, dan jujur saja, membosankan. Tapi karena penasaran, saya mulai membacanya. Dan apa yang saya temukan di dalamnya benar-benar mengubah cara saya memandang jembatan yang saya lewati setiap hari, gedung kantor tempat saya bekerja, dan seluruh kota di sekitar saya.  

Paper ini dimulai dengan sebuah pengakuan yang mengejutkan dari dunia teknik sipil.

Bayangkan kamu baru saja selesai merakit sebuah furnitur IKEA. Kamu mengikuti instruksinya dengan teliti, semua sekrup terpasang kencang, dan kelihatannya kokoh. Tapi saat kamu coba duduk di atasnya, salah satu kakinya goyang. Manualnya bilang A, tapi kenyataannya B. Sekarang, bayangkan ‘furnitur’ itu adalah jembatan layang atau gedung pencakar langit.

Inilah masalah inti yang diungkapkan oleh para penulis paper, Ahmet Emin Aktan dan James Brownjohn, dua veteran di bidangnya dengan pengalaman gabungan puluhan tahun. Ada jurang pemisah yang sangat lebar—dan berbahaya—antara model teoretis (desain indah yang kita buat di komputer) dan kinerja aktual dari struktur yang sudah dibangun di dunia nyata.

Seberapa lebar jurang itu? Siap-siap terkejut. Paper ini menyatakan bahwa perbedaan antara respons struktur yang diprediksi oleh model komputer dengan yang diukur langsung di lapangan bisa “melebihi 500%, dan dalam kasus respons lokal bisa melebihi 1000%”.  

Baca lagi angka itu. 1000%. Ini bukan salah ketik. Ini adalah sebuah pengakuan jujur bahwa asumsi-asumsi yang kita gunakan untuk mendesain infrastruktur krusial seringkali meleset jauh. Masalahnya, menurut mereka, bukan karena kita kekurangan komputer canggih atau software mahal. Masalahnya terletak pada “kurangnya kemampuan kita sebagai insinyur sipil untuk memodelkan sistem… secara lengkap”. Kita gagal memasukkan semua interaksi kompleks yang terjadi di dunia nyata: bagaimana pondasi berinteraksi dengan tanah, bagaimana material menua, atau bagaimana beban-beban kecil yang tak terduga terakumulasi dari waktu ke waktu.  

Untuk membuktikan betapa berbahayanya jurang ini, paper tersebut mengingatkan kita pada beberapa bencana rekayasa yang paling ikonik:

  • World Trade Center (9/11/2001): Desain menara kembar sebenarnya sudah memperhitungkan kemungkinan ditabrak pesawat. Namun, para perancang “mengabaikan ledakan dan kebakaran yang diakibatkannya”. Model mereka tidak lengkap, dan akibatnya adalah keruntuhan katastropik yang sama sekali tidak terduga.  

  • Badai Katrina (2005): Runtuhnya puluhan tanggul di New Orleans disebut sebagai “bencana rekayasa terburuk dalam sejarah Amerika Serikat”. Kemungkinan terjadinya badai besar sudah diperkirakan, tetapi konsekuensi nyata dari kegagalan sistem tanggul secara berantai tidak pernah dimodelkan dengan benar.  

  • Fukushima (2011): Generator diesel cadangan di pembangkit listrik tenaga nuklir ditempatkan di lokasi yang rendah, dengan asumsi bahwa tembok pelindung tsunami sudah cukup tinggi untuk menahan gelombang apa pun. Asumsi yang fatal. Ironisnya, setelah bencana terjadi, dilaporkan adanya penanda-penanda batu kuno di sekitar area tersebut yang memperingatkan tentang peristiwa tsunami yang jauh lebih tinggi di masa lalu. Sebuah pelajaran tragis tentang mengabaikan data historis.  

Apa yang ingin disampaikan oleh para penulis ini bukan sekadar kritik teknis. Ini adalah sebuah panggilan untuk perubahan budaya dalam dunia rekayasa. Mereka berargumen bahwa para insinyur harus beralih dari citra “master builder” yang maha tahu, yang membangun mahakarya selama ribuan tahun, menjadi ilmuwan yang lebih rendah hati. Ilmuwan yang mengakui keterbatasan model mereka dan secara aktif mencari “kebenaran di lapangan” (  

ground truth). Ini adalah pergeseran dari kepastian asumsi ke penyelidikan berbasis data.  

Bukan Sekadar Proses, Tapi Sebuah Bentuk Seni

Jika masalahnya adalah kita tidak benar-benar memahami bangunan kita sendiri, lalu apa solusinya? Di sinilah paper ini memperkenalkan sebuah konsep yang mereka sebut Structural Identification (St-Id).

Jangan tertipu oleh namanya yang teknis. St-Id pada dasarnya adalah sebuah filosofi.

Bayangkan seorang dokter memeriksa pasien. Dokter yang baik tidak akan hanya melihat rekam medis lama pasien (desain awal struktur). Ia akan menggunakan stetoskop untuk mendengar detak jantungnya secara real-time, memasang EKG untuk merekam ritmenya, dan mengambil sampel darah untuk menganalisis kondisi internalnya. St-Id adalah cara para insinyur melakukan medical check-up lengkap pada sebuah jembatan, bendungan, atau gedung.

Secara sederhana, St-Id adalah proses untuk menciptakan “kembaran digital” yang jujur dari sebuah struktur. Caranya adalah dengan membangun model fisika di komputer, lalu secara sistematis mengkalibrasi atau “memperbaiki” model tersebut menggunakan data eksperimental yang dikumpulkan langsung dari lapangan.  

Yang menarik, para penulis berulang kali menyebut St-Id sebagai sebuah “bentuk seni” (art-form). Mengapa? Karena ini membutuhkan lebih dari sekadar keahlian teknis. Proses ini menuntut “pengalaman dan keahlian yang cukup untuk pemodelan, pengujian lapangan, interpretasi data, dan perbaikan model”. Ini adalah tentang intuisi yang terasah selama bertahun-tahun, kemampuan untuk “merasakan” bagaimana sebuah struktur berperilaku, dan keberanian untuk membuat penilaian rasional di tengah lautan ketidakpastian. Ini bukan pekerjaan untuk robot; ini pekerjaan untuk seorang maestro.  

Enam Langkah untuk Memahami Jiwa Sebuah Bangunan

Jadi, bagaimana cara seorang “maestro infrastruktur” ini bekerja? Paper ini menguraikan enam langkah esensial yang harus diintegrasikan. Kuncinya adalah, ini bukan proses linear seperti lari estafet, di mana satu spesialis menyerahkan pekerjaan ke spesialis berikutnya. Ini adalah sebuah siklus yang terintegrasi, di mana semua langkah saling berkomunikasi dan berulang.  

 

Langkah 1: Mengapa Kita Melakukan Ini? (Menetapkan Business Case)

Semuanya dimulai dengan pertanyaan “mengapa?”. Apakah kita melakukan ini untuk menghemat jutaan dolar dari biaya perbaikan yang tidak perlu? Untuk memastikan jembatan penting ini aman dilewati ribuan orang setiap hari? Atau untuk mendokumentasikan kondisi aset secara objektif sebelum diserahkan dalam skema Kemitraan Pemerintah-Swasta (KPS/PPP)?. Tanpa tujuan yang jelas dan kuat, seluruh proses akan sia-sia.  

Langkah 2: Menjadi Detektif di Lapangan (Observasi & Pemodelan Awal)

Langkah ini adalah tentang kerja detektif kuno. Para insinyur harus terjun ke lapangan, “melihat, menyentuh, dan mengamati sistem selama berhari-hari, bahkan berminggu-minggu”. Mereka menggali semua dokumen lama, mengukur ulang dimensi, dan membangun model awal (  

a-priori) di komputer. Model ini bukan sekadar gambar 3D yang cantik; ia harus mencoba menangkap mekanisme-mekanisme kritis, seperti bagaimana struktur berinteraksi dengan tanah di bawahnya.  

Langkah 3: Mengguncang Jembatan dengan Sengaja (Eksperimen Lapangan)

Di sinilah bagian yang seru dimulai. Untuk memahami bagaimana sebuah struktur berperilaku, kita harus “mengajukan pertanyaan” padanya. Caranya adalah dengan melakukan serangkaian tes di lapangan, seperti:

  • Tes getaran ambien: Memasang sensor super sensitif untuk “mendengarkan” getaran alami bangunan yang disebabkan oleh angin atau lalu lintas.

  • Tes eksitasi paksa: Menggunakan mesin penggetar raksasa untuk “mengguncang” struktur secara terkontrol.

  • Tes beban terkontrol: Menjalankan barisan truk dengan berat yang sudah diketahui persis di atas jembatan untuk mengukur bagaimana jembatan itu melentur.

  • Pemantauan jangka panjang: Membiarkan sensor terpasang selama berbulan-bulan atau bertahun-tahun untuk merekam respons struktur terhadap perubahan suhu, angin, dan beban operasional.  

 

Langkah 4: Menerjemahkan Bahasa Getaran (Pemrosesan Data)

Data mentah dari ribuan sensor tidak ada artinya. Langkah ini adalah tentang pemrosesan sinyal dan analisis data untuk mengekstrak informasi yang bermakna—seperti frekuensi alami struktur (nada khasnya saat bergetar) dan bentuk modenya (pola getarannya). Ini seperti seorang ahli bahasa yang menerjemahkan bahasa getaran yang rumit menjadi wawasan rekayasa yang bisa dipahami.  

Langkah 5: Membangun Kembaran Digital yang Jujur (Kalibrasi Model)

Inilah inti dari St-Id. Data dan wawasan dari Langkah 4 digunakan untuk “memperbaiki” dan “menyesuaikan” parameter-parameter dalam model komputer yang dibuat di Langkah 2. Tujuannya adalah untuk mencapai titik di mana perilaku kembaran digital di layar komputer cocok dengan perilaku struktur di dunia nyata. Tantangan terbesarnya adalah memastikan model tersebut “lengkap”—artinya, ia berhasil menangkap semua mekanisme distribusi gaya yang paling kritis, yang seringkali tersembunyi dan tidak terlihat.  

Langkah 6: Bermain "What If" dengan Skenario Bencana (Pengambilan Keputusan)

Setelah memiliki kembaran digital yang terkalibrasi dan tepercaya, para insinyur akhirnya bisa melakukan hal yang paling penting: melakukan simulasi skenario yang andal. “Bagaimana jika terjadi gempa berkekuatan 7.8 SR?” “Bagaimana jika terjadi ledakan di lantai 10?” “Berapa sisa umur layanan jembatan ini?”. Jawaban atas pertanyaan-pertanyaan ini memungkinkan para pemilik dan pengelola infrastruktur untuk membuat keputusan yang cerdas, proaktif, dan berbasis data, bukan lagi sekadar firasat atau inspeksi visual yang subjektif.  

  • 🚀 Hasilnya? Kepercayaan diri yang jauh lebih tinggi dalam simulasi, mengurangi konservatisme berlebihan yang boros biaya, dan yang terpenting, memitigasi risiko kegagalan katastropik.

  • 🧠 Inovasiny? Mengintegrasikan dunia teori (model komputer) dan dunia praktik (data lapangan) ke dalam satu siklus yang berkelanjutan dan iteratif, bukan lagi sebagai dua dunia terpisah.

  • 💡 Pelajaran: Jangan pernah sepenuhnya percaya pada model komputer yang belum divalidasi dengan data dari dunia nyata. Asumsi adalah musuh terbesar seorang insinyur.

Sosok Langka yang Dicari dan Mengapa Ini Relevan untuk Karir Anda

Setelah membaca semua ini, saya berpikir, “Wow, ini luar biasa! Kenapa tidak semua orang melakukan ini?” Jawabannya, menurut paper ini, ternyata lebih kompleks dari yang saya duga. Tantangan terbesar dalam penerapan St-Id bukanlah teknologinya—sensor semakin murah, komputer semakin cepat. Tantangan terbesarnya adalah manusia.

Paper ini menekankan bahwa aplikasi St-Id yang paling sukses seringkali “dikoordinasikan oleh orang yang sama” yang memiliki pengalaman mendalam di keenam langkah tersebut. Ini adalah sosok yang sangat langka. Seseorang yang bisa menjadi detektif lapangan, ahli model komputer, eksperimentalis, analis data, dan pembuat keputusan strategis—semuanya dalam satu paket.  

Para penulis dengan blak-blakan menyatakan bahwa “program studi teknik sipil saat ini memberikan sangat sedikit pelatihan untuk peran semacam itu”. Mereka menyerukan reformasi kurikulum besar-besaran, beralih dari fokus mendesain struktur baru ke merawat dan mengelola infrastruktur yang sudah ada.  

Saat membaca bagian ini, sebuah pemikiran muncul di benak saya. Ketika paper ini mengkritik pendekatan “tim estafet” dan mendambakan seorang “koordinator” tunggal, ia secara tidak langsung mendefinisikan St-Id bukan hanya sebagai proses teknis, tetapi sebagai sebuah tantangan  

manajemen proyek tingkat tinggi. Kegagalan yang mereka gambarkan—spesialis yang bekerja dalam silo, kurangnya komunikasi, tidak adanya iterasi—adalah kegagalan manajemen proyek klasik.

Mimpi Besar Para Insinyur untuk Kota yang Lebih Cerdas dan Tangguh

Bagian terakhir dari paper ini adalah yang paling ambisius. Para penulis mengajak kita untuk melakukan lompatan konseptual yang besar. Mereka bertanya, “apakah kita dapat memperluas konsep St-Id dari identifikasi struktur tunggal ke identifikasi-sistem dari sistem multi-domain yang kompleks seperti infrastruktur?”.  

Dengan kata lain: bisakah kita melakukan medical check-up tidak hanya pada satu jembatan, tetapi pada seluruh jaringan transportasi sebuah kota?

Mereka memperkenalkan konsep “Complex, Large-Scale, Interconnected, Open, Socio-technical (CLIOS) Systems”. Sistem transportasi jalan raya, misalnya, bukan hanya terdiri dari jalan, jembatan, dan rambu lalu lintas (lapisan Rekayasa). Ia juga terdiri dari lapisan Manusia (politik, kebijakan, ekonomi, budaya pengemudi) dan lapisan Alam (cuaca, geologi, iklim) yang semuanya saling terkait dan memengaruhi satu sama lain.  

Jika kita bisa membangun dan mengkalibrasi model “kembaran digital” dari seluruh sistem kompleks ini, implikasinya akan luar biasa. Para pembuat kebijakan bisa melakukan simulasi objektif sebelum mengambil keputusan besar. “Bagaimana dampak ekonomi dan sosial jika kita menerapkan kebijakan jalan berbayar di pusat kota?” “Strategi mana yang paling efektif untuk mengurangi kemacetan saat jam sibuk?” Keputusan-keputusan ini tidak akan lagi “didorong oleh kenyamanan politik,” melainkan oleh pemahaman sistem yang mendalam dan berbasis data.  

Ini adalah visi yang luar biasa. Dari sekadar memastikan sebuah jembatan tidak runtuh, para insinyur ini mengajak kita untuk memimpikan cara mengelola seluruh ekosistem perkotaan kita dengan lebih cerdas, lebih tangguh, dan lebih bijaksana. Ini bukan lagi hanya tentang teknik sipil; ini tentang masa depan peradaban kita di perkotaan.

Paper ini benar-benar membuka mata saya tentang kompleksitas tersembunyi di balik beton dan baja di sekitar kita. Kalau kamu tertarik untuk menyelami lebih dalam pemikiran para ahli ini, saya sangat merekomendasikan untuk membaca paper aslinya.

(https://doi.org/10.1061/(ASCE)ST.1943-541X.0000723)

Selengkapnya
Gedung Pencakar Langit Itu Ternyata Tak Sekokoh yang Kita Kira

Inovasi Teknologi

Penelitian Ini Mengungkapkan Kesenjangan Mengejutkan Antara Kurikulum Insinyur dan Harapan Dunia Kerja

Dipublikasikan oleh Hansel pada 19 September 2025


Mengapa Soft Skill Insinyur Menjadi Isu Mendesak Saat Ini?

Di ruang-ruang kuliah teknik, fokus utama selalu pada hal yang kasatmata dan terukur: rumus matematika, desain struktural, dan algoritma yang presisi. Para profesor, dengan pengalaman dan keahlian mendalam di bidang teknis, merancang kurikulum yang berorientasi pada penciptaan lulusan yang unggul dalam hal kemampuan keras (hard skill). Namun, di balik pendekatan yang terstruktur ini, ada kesadaran yang terus berkembang—dan sering kali tidak terucap—bahwa kurikulum saat ini sering kali gagal mempersiapkan insinyur untuk realitas dunia kerja. Realitas ini menuntut lebih dari sekadar keahlian teknis; ia membutuhkan kemampuan untuk berinteraksi, berkolaborasi, dan berinovasi dalam tim yang beragam.

Masalah mendasar yang diidentifikasi oleh para peneliti adalah ketiadaan alat ilmiah yang komprehensif untuk mengevaluasi dan mengintegrasikan soft skill ke dalam pelatihan insinyur.1 Soft skill, yang meliputi kemampuan komunikasi, kepemimpinan, dan etika, sering kali dianggap sebagai domain yang terlalu subjektif dan ambigu untuk diukur secara objektif. Akibatnya, elemen-elemen ini diabaikan dalam pengembangan proyek-proyek pedagogis. Para peneliti menyimpulkan bahwa selama soft skill tetap berada di ranah yang tidak terukur, para pendidik tidak akan pernah bisa secara efektif memasukkannya ke dalam kurikulum dengan cara yang sistematis. Lebih dari sekadar ketiadaan alat, ini adalah ketiadaan kerangka kerja ilmiah—sebuah "bahasa" formal—untuk membahas dan memvalidasi pentingnya soft skill, menciptakan hambatan yang signifikan antara lembaga pendidikan dan tuntutan pasar kerja yang terus berkembang.

 

Terobosan Berpikir "Samar": Bagaimana Lensa Logika Fuzzy Menangkap Subyektivitas Manusia

Untuk mengatasi masalah subjektivitas ini, sebuah terobosan metodologis yang cemerlang diterapkan: logika fuzzy.1 Logika fuzzy adalah paradigma ilmiah yang secara fundamental berbeda dari logika biner tradisional, yang hanya mengakui dua kemungkinan: benar atau salah. Jika logika biner dapat diibaratkan seperti sakelar lampu tradisional yang hanya memiliki dua status (hidup atau mati), logika fuzzy beroperasi seperti dimmer lampu, yang memungkinkan berbagai tingkat kecerahan di antara nilai-nilai 0 dan 1.1 Pendekatan ini secara unik memungkinkan para peneliti untuk mengolah data kualitatif yang samar dan tidak pasti, seperti persepsi dan kesan verbal, menjadi nilai-nilai numerik yang dapat dianalisis.

Pilihan untuk menggunakan logika fuzzy bukanlah sekadar solusi teknis, melainkan pernyataan filosofis tentang evaluasi pendidikan itu sendiri. Ini adalah pengakuan bahwa evaluasi terhadap kompetensi manusia, terutama dalam hal soft skill, tidak bisa lagi dibatasi pada jawaban biner (ya atau tidak). Sebaliknya, ia harus mampu menangkap ambiguitas dan kompleksitas yang merupakan ciri khas penalaran manusia.1 Dengan cara ini, penelitian ini membuka jalan bagi evaluasi yang jauh lebih holistik dan realistis terhadap keterampilan yang paling penting untuk karier insinyur modern.

Kekuatan model ini tidak hanya terletak pada logika yang inovatif, tetapi juga pada fondasi ilmiah yang kuat yang menyokongnya. Para peneliti melakukan Systematic Bibliographic Review (SBR) yang ekstensif, sebuah metodologi yang dirancang untuk mengidentifikasi artikel-artikel ilmiah yang paling relevan dan berpengaruh dalam suatu bidang.1 Pencarian awal dilakukan selama 15 tahun terakhir di berbagai basis data bereputasi, menghasilkan 3951 artikel yang membahas persimpangan antara bidang Humanities (Humaniora) dan Engineering (Teknik).1

Untuk memastikan hanya artikel yang paling kredibel dan relevan yang digunakan, mereka menerapkan algoritma IndexOrdinatio yang unik.1 Algoritma ini tidak hanya mempertimbangkan seberapa sering sebuah artikel dikutip, tetapi juga mempertimbangkan tahun publikasi dan faktor dampak jurnalnya. Setelah melalui proses penyaringan yang ketat, termasuk penghapusan duplikat dan judul yang tidak relevan, portofolio akhir terdiri dari 59 artikel inti.1 Proses yang sangat teliti ini memastikan bahwa model diagnostik yang dikembangkan didasarkan pada literatur ilmiah yang paling relevan dan terkini, memberikan fondasi yang kokoh dan tak terbantahkan untuk setiap temuan yang dihasilkan.

 

Inilah Keterampilan yang Paling Dibutuhkan Dunia Kerja Saat Ini

Setelah menetapkan fondasi teoretis dan metodologis yang kuat, para peneliti melakukan analisis bibliometrik mendalam terhadap 59 artikel yang telah disaring untuk mengidentifikasi soft skill yang paling sering dibahas dan dianggap penting.1 Hasilnya tidak hanya mengungkapkan daftar soft skill yang krusial, tetapi juga menyoroti prioritas yang mungkin tidak disadari banyak pihak.

Temuan yang paling mencolok dari analisis ini adalah frekuensi penyebutan "Etika" dan "Profesionalisme".1 Meskipun sering dianggap sebagai topik sekunder dalam pendidikan teknik, "Etika" disebutkan sebanyak 1638 kali, dan "Profesionalisme" sebanyak 119 kali. Jumlah yang sangat tinggi ini menunjukkan bahwa isu-isu seperti integritas profesional, tanggung jawab sosial, dan dampak etis dari teknologi bukanlah sekadar diskusi filosofis, tetapi merupakan kekhawatiran yang mendalam dan terus-menerus dalam dunia akademis dan industri. Ini menegaskan bahwa kemampuan teknis yang cemerlang tidak akan cukup tanpa kompas moral dan etika yang kuat.

Selain etika, analisis juga menyoroti pentingnya soft skill lain yang menjadi pilar utama inovasi dan kolaborasi:

  • Komunikasi: Soft skill ini muncul sebagai yang paling penting berikutnya, dengan Komunikasi Lisan (354 kali) dan Komunikasi Tertulis (285 kali) mendapatkan perhatian signifikan. Ini menggarisbawahi fakta bahwa seorang insinyur yang tidak bisa mengartikulasikan ide-ide kompleks atau menulis laporan yang jelas akan kesulitan untuk berhasil, tidak peduli seberapa brilian desain teknisnya.1
  • Berpikir Kreatif dan Kritis: Kombinasi Kreativitas (137 kali) dan Inovasi (467 kali) bersama dengan Berpikir Kritis (54 kali) menunjukkan adanya penekanan yang jelas pada kemampuan insinyur untuk menemukan solusi orisinal dan menganalisis masalah dengan cara yang mendalam.1
  • Kerja Tim: Kerja Tim (263 kali), Kepemimpinan (263 kali), dan Multikulturalisme (442 kali) juga muncul sebagai elemen penting.1 Ini mencerminkan realitas pasar kerja modern di mana insinyur harus mampu berkolaborasi secara efektif dalam tim yang beragam secara budaya dan profesional.

Penyebutan soft skill ini berkali-kali dalam literatur ilmiah terkemuka bukan sekadar kebetulan. Ini adalah indikasi bahwa dunia industri dan akademis telah lama bergumul dengan pertanyaan fundamental: "Apa yang membuat seorang insinyur berhasil?" Jawabannya, menurut data ini, melampaui kemampuan teknis murni dan merangkul serangkaian keterampilan manusiawi yang kompleks.

 

Simulasi Mengejutkan: Kesalahan Persepsi dalam Pendidikan Insinyur

Setelah model diagnostik dibuat, para peneliti melakukan simulasi aplikasi untuk mengukur kesenjangan persepsi antara lembaga pendidikan dan dunia kerja. Mereka mengumpulkan data dari empat kelompok berbeda: mahasiswa, lulusan, profesor, dan manajer perusahaan yang mempekerjakan insinyur.1 Hasilnya, yang disajikan dalam simulasi, mengungkapkan kesenjangan yang mengejutkan dan krusial antara apa yang diajarkan dan apa yang dibutuhkan.

Simulasi menunjukkan bahwa terdapat kontradiksi yang mencolok antara persepsi para dosen dan ekspektasi para manajer. Sementara para profesor menilai rata-rata soft skill yang diajarkan di kurikulum mereka cukup tinggi, dengan skor rata-rata 8.38, para manajer di dunia kerja memberikan penilaian yang jauh lebih rendah, dengan skor rata-rata hanya 6.77.1 Kesenjangan yang signifikan ini menunjukkan adanya perbedaan sudut pandang yang fundamental: para profesor percaya bahwa kurikulum mereka efektif, sementara dunia kerja menganggap lulusan mereka masih kurang.

Perbedaan persepsi ini bukan sekadar masalah statistik, melainkan memiliki implikasi praktis yang besar. Kesenjangan ini menciptakan biaya yang tidak terlihat namun signifikan bagi perusahaan, yang harus mengalokasikan sumber daya besar untuk melatih ulang lulusan baru. Ini menghambat inovasi, mengikis kepercayaan, dan menunda produktivitas.

Simulasi juga menyoroti area-area kelemahan yang spesifik. Misalnya, dalam soft skill Komunikasi, terjadi kesenjangan yang substansial. Meskipun para dosen menilai kemampuan komunikasi lisan siswa mereka dengan skor rata-rata 6.32, ekspektasi minimum dari para manajer adalah 7.50.1 Alih-alih menyajikan presentasi yang sekadar informatif, yang dibutuhkan di dunia kerja adalah presentasi yang mampu memukau dan meyakinkan para pemangku kepentingan. Selain itu, keterampilan Bahasa Asing teridentifikasi sebagai salah satu soft skill yang paling terabaikan dalam pendidikan, dengan skor rata-rata dari dosen hanya 3.89, sementara ekspektasi dunia kerja berada di angka 5.50.1

Kesenjangan ini tidak hanya terjadi pada kemampuan teknis. Dalam soft skill seperti Kepemimpinan, skor rata-rata yang diberikan oleh manajer di dunia kerja (6.50) menunjukkan bahwa mereka memandang lulusan baru masih jauh dari siap untuk memimpin tim, padahal para dosen memberikan skor rata-rata 6.29.1 Perbedaan tipis ini menunjukkan bahwa meskipun ada usaha, hasilnya masih jauh dari memuaskan. Simulasi ini menjadi bukti empiris yang tak terbantahkan bahwa kurikulum teknik saat ini perlu disesuaikan secara drastis untuk memenuhi tuntutan nyata dunia kerja.

 

Kritik Realistis dan Dampak Nyata untuk Masa Depan Insinyur

Meskipun model ini terbukti kuat dan inovatif, penting untuk mengakui kritik yang realistis. Validasi model ini dilakukan di satu universitas teknologi di Brazil, yang bisa jadi mengecilkan dampak secara umum. Agar relevansi model ini global, ia perlu diuji di berbagai institusi dan konteks budaya yang berbeda.1

Namun demikian, kekuatan model ini terletak pada reliabilitasnya yang tinggi. Seluruh proses kalibrasi model, yang mencakup penetapan bobot untuk setiap soft skill, divalidasi dengan menggunakan metode Delphi yang melibatkan 40 psikolog organisasi.1 Hal ini memastikan bahwa model mampu memberikan hasil yang konsisten dan koheren. Model diagnostik yang disajikan tidak hanya sekadar hipotesis, tetapi alat yang kokoh, stabil, dan telah divalidasi dengan cermat untuk memastikan akurasinya dalam mengukur apa yang ingin diukur.

Jika diterapkan secara luas dan berkelanjutan di universitas-universitas teknik, temuan dari penelitian ini bisa sangat transformatif. Dengan mengidentifikasi secara spesifik soft skill yang kurang dan kemudian menyesuaikan kurikulum untuk memperbaikinya, institusi pendidikan dapat mengurangi biaya penyesuaian lulusan baru di dunia kerja. Perusahaan tidak perlu lagi mengeluarkan sumber daya besar untuk melatih ulang lulusan dengan keterampilan yang seharusnya sudah mereka miliki sejak awal.1 Peningkatan ini juga bisa mempercepat waktu adaptasi lulusan baru di lingkungan kerja. Seiring waktu, hal ini dapat meningkatkan produktivitas insinyur baru secara signifikan, yang pada gilirannya dapat menghasilkan inovasi yang lebih cepat dan efisien.

Pada akhirnya, temuan ini menunjukkan bahwa dikotomi antara hard skill dan soft skill sudah usang. Masa depan insinyur bukan lagi tentang memilih salah satunya, tetapi tentang menggabungkan keduanya menjadi apa yang bisa disebut smart skill—bagaimana kecerdasan teknis dan kecerdasan emosional menyatu untuk menciptakan profesional yang benar-benar siap menghadapi tantangan kompleks di dunia modern.

 

Sumber Artikel:

Miyane, S. (2020). Fuzzy Model for Diagnosing Soft Skills in Engineering Training.

Selengkapnya
Penelitian Ini Mengungkapkan Kesenjangan Mengejutkan Antara Kurikulum Insinyur dan Harapan Dunia Kerja

Inovasi Teknologi

Inovasi Penelitian Ini Menguak Rahasia di Balik dan Inilah Dampak Nyatanya bagi Dunia!

Dipublikasikan oleh Hansel pada 12 September 2025


Bayangkan sebuah dunia di mana ilmu pengetahuan tidak lagi hanya mengendap di ruang kelas atau laboratorium, tetapi benar-benar hadir untuk menjawab tantangan paling mendesak di sekitar kita. Penelitian yang menjadi fokus kali ini hadir dari dorongan yang sama: bagaimana menjembatani teori dengan kebutuhan nyata di masyarakat. Tidak berlebihan bila dikatakan bahwa studi ini berangkat dari keresahan, sebuah kesadaran bahwa persoalan yang kita hadapi saat ini menuntut solusi baru yang lebih konkret, aplikatif, dan berani.

Selama puluhan tahun, wacana penelitian seringkali dianggap “terlalu akademis”—terlalu jauh dari dunia nyata. Banyak laporan berakhir hanya di perpustakaan universitas, tidak sempat menyentuh tangan pengambil keputusan, apalagi masyarakat luas. Hal inilah yang coba dibongkar oleh penelitian terbaru ini. Alih-alih berhenti pada tataran teori, para peneliti mencoba meramu pengetahuan menjadi sebuah panduan, alat, dan strategi nyata yang bisa diakses, dipakai, dan diuji secara langsung.

Latar belakang penelitian ini juga sangat relevan dengan konteks zaman. Kita hidup di era yang penuh ketidakpastian—mulai dari krisis iklim, ketimpangan sosial, hingga gejolak ekonomi global. Semua itu menuntut pemikiran ulang terhadap cara kita membangun sistem, mengatur sumber daya, dan mengambil keputusan. Penelitian ini, dengan segala inovasinya, memberikan tawaran solusi yang berpijak pada data, tetapi juga berbicara dengan bahasa yang dimengerti praktisi.

Yang menarik, penelitian ini tidak berhenti pada pencarian jawaban “apa” dan “mengapa”, tetapi melangkah lebih jauh ke ranah “bagaimana”. Bagaimana pengetahuan bisa dikemas ulang agar tidak lagi eksklusif untuk kalangan akademik? Bagaimana temuan bisa diuji bersama para pelaku lapangan, sehingga hasilnya benar-benar teruji, bisa diadaptasi, dan diterapkan dalam skala lebih luas? Pertanyaan-pertanyaan ini menjadi kunci dalam memahami semangat riset yang tengah dibahas.

Pada titik ini, kita bisa melihat bahwa penelitian ini sebenarnya tidak hanya bicara soal teknis, data, atau metode ilmiah. Ia mengandung pesan yang lebih besar: bahwa ilmu harus kembali ke masyarakat. Bahwa riset hanya akan bermakna bila mampu menjawab persoalan nyata, bukan sekadar memperkaya diskursus akademik. Pesan inilah yang membuat studi ini terasa segar, kontekstual, sekaligus penting.

Fokus penelitian tidak berhenti pada pencarian masalah, tetapi juga uji solusi. Peneliti mencoba menyusun toolkit atau panduan yang bisa dipakai praktisi. Isinya bukan teori rumit, melainkan langkah-langkah praktis, contoh kasus, dan model yang bisa dijadikan referensi. Toolkit ini lalu diuji di hadapan pengguna, direvisi sesuai masukan, lalu diuji kembali. Siklus berulang inilah yang membuat hasil penelitian lebih membumi.

Singkatnya, dengan latar belakang tersebut, penelitian ini mengajukan model baru: riset yang tidak berhenti pada publikasi jurnal, tetapi menjelma menjadi “produk pengetahuan” yang bisa diakses dan dipakai. Artikel ini akan mengupas bagaimana penelitian dalam dokumen ini dirancang, apa temuan utamanya, mengapa hal itu penting untuk dunia saat ini, serta sejauh mana dampaknya bisa mengubah praktik nyata di masa depan. Semua akan disajikan dengan bahasa yang mudah dipahami, agar esensi besar dari riset ini bisa sampai ke pembaca awam sekalipun.

Mengapa Temuan Ini Bisa Mengubah Dunia

Pertanyaan besar yang harus kita jawab adalah: mengapa penelitian ini penting hari ini? Jawabannya sederhana: karena ia menyentuh kebutuhan yang nyata di tengah perubahan zaman.

Bayangkan kita sedang menghadapi masalah global yang semakin kompleks—mulai dari krisis energi, perubahan iklim, hingga tantangan urbanisasi. Banyak solusi ditawarkan, tetapi sering terjebak di ruang seminar. Penelitian ini menawarkan jalan lain: bagaimana sebuah ide bisa dijadikan panduan praktis sehingga langsung dapat dipakai. Inilah pergeseran besar yang bisa mengubah dunia: ilmu tidak lagi jauh dari masyarakat, melainkan hadir di ruang kerja para profesional, di meja rapat pengambil keputusan, bahkan di rumah kita sendiri.

Temuan penelitian ini mengungkap bahwa perubahan tidak selalu dimulai dari teknologi baru yang canggih. Kadang, yang paling dibutuhkan adalah cara baru menyampaikan pengetahuan. Misalnya, banyak arsitek atau kontraktor sebenarnya sudah tahu pentingnya desain berkelanjutan. Namun, tanpa panduan praktis, mereka sulit meyakinkan klien atau mengubah pola kerja. Dengan adanya toolkit yang mudah diakses, hambatan itu bisa diatasi.

Dampaknya jelas terasa di tiga level:

  • Masyarakat umum akan mendapat bangunan, layanan, atau kebijakan yang lebih ramah lingkungan dan efisien.
  • Industri akan terbantu dengan standar praktis yang bisa mempercepat inovasi tanpa mengorbankan biaya berlebihan.
  • Pemerintah akan memiliki basis bukti yang lebih kuat untuk merumuskan regulasi dan insentif.

Yang mengejutkan, penelitian ini juga menunjukkan bahwa resistensi sering bukan soal teknologi, melainkan soal persepsi risiko dan biaya. Banyak praktisi khawatir mencoba hal baru karena takut salah atau dianggap mahal. Padahal, dengan contoh nyata dan perhitungan siklus hidup yang jelas, solusi inovatif justru bisa lebih menguntungkan dalam jangka panjang.

Dari sini kita bisa melihat bahwa penelitian ini memberi pelajaran penting: untuk mengubah dunia, tidak cukup dengan menciptakan sesuatu yang baru. Yang lebih penting adalah membuat orang percaya bahwa hal baru itu bisa dipakai, aman, dan menguntungkan. Inilah kekuatan penelitian ini, dan mengapa temuan yang tampak sederhana justru bisa berdampak besar di masa depan.

Temuan Utama, Kritik, dan Rekomendasi

Temuan penelitian ini cukup berlapis. Dari sisi konten, toolkit yang dikembangkan terbukti membantu praktisi memahami konsep baru dengan lebih mudah. Para responden mengaku bahwa formatnya familiar, isinya aplikatif, dan contoh kasusnya meyakinkan. Fakta ini menegaskan bahwa bahasa sederhana dan desain praktis sering lebih efektif daripada laporan akademik tebal.

Beberapa fakta menarik yang muncul antara lain:

  • Satu sesi diskusi awal sudah mampu menghasilkan mayoritas tema penting, menandakan konsistensi opini di antara peserta.
  • Hambatan terbesar justru muncul pada tahap implementasi, misalnya soal kontrak, pembiayaan, dan keterampilan teknis.
  • Sebagian peserta menekankan pentingnya value for money agar klien bersedia mencoba solusi baru.

Namun, penelitian ini juga punya keterbatasan. Pertama, lingkup geografisnya masih terbatas. Sebagian besar responden berasal dari satu wilayah, sehingga generalisasi ke tingkat nasional masih harus diuji. Kedua, toolkit belum benar-benar diuji di proyek nyata. Tanpa uji lapangan, risiko kegagalan instalasi atau kesalahan implementasi masih bisa terjadi. Ketiga, aspek ekonomi masih perlu diperdalam. Walau sudah ada pembahasan tentang biaya awal dan biaya operasional, perbandingan kuantitatif yang lebih rinci akan membuat argumen lebih kuat.

Dari kritik ini, lahirlah rekomendasi yang jelas. Penelitian selanjutnya perlu menguji toolkit di beberapa proyek nyata dengan skala dan jenis bangunan berbeda. Selain itu, perlu ada modul bisnis yang menjelaskan kalkulasi biaya siklus hidup, model pembiayaan, hingga potensi insentif pemerintah. Terakhir, dibutuhkan pelatihan lintas-profesi, agar kontraktor, manajer fasilitas, dan regulator juga memahami konsep ini.

Singkatnya, penelitian ini sudah memberi landasan kuat, tetapi masih butuh beberapa langkah lanjutan untuk benar-benar mapan.

Dampak Nyata: Apa Artinya Bagi Kita?

Jika hasil penelitian ini benar-benar diterapkan, kita bisa membayangkan perubahan yang cukup drastis dalam lima hingga sepuluh tahun ke depan. Bangunan baru akan lebih efisien, ramah lingkungan, dan fleksibel dalam penggunaan energi. Hal ini berarti tagihan listrik lebih rendah bagi penghuni, beban jaringan listrik berkurang, dan jejak karbon kota bisa ditekan.

Bagi industri, adanya panduan praktis akan mempercepat inovasi. Kontraktor tidak lagi ragu mengambil proyek dengan konsep baru, karena ada standar jelas yang bisa diikuti. Klien juga akan lebih percaya diri berinvestasi, karena bisa melihat perbandingan biaya jangka panjang dengan lebih transparan.

Bagi pemerintah, penelitian ini menawarkan amunisi kuat untuk kebijakan energi dan lingkungan. Dengan bukti yang ada, regulasi baru bisa dibuat, insentif bisa disalurkan lebih tepat, dan target net-zero carbon lebih realistis untuk dicapai.

Namun yang paling penting, dampaknya akan terasa langsung oleh masyarakat luas. Kita akan hidup di lingkungan yang lebih nyaman, dengan bangunan yang bukan hanya berdiri, tetapi juga bekerja untuk kita: menghemat energi, menjaga suhu ruangan, bahkan membantu jaringan listrik nasional. Dalam lima tahun, jika roadmap penelitian ini diikuti, kita bisa melihat penghematan biaya energi yang signifikan sekaligus kontribusi nyata terhadap mitigasi perubahan iklim.

Kesimpulannya, penelitian ini bukan hanya soal teori baru, tetapi soal cara baru memandang ilmu pengetahuan: sebagai alat praktis untuk mengubah dunia nyata. Dan jika diterapkan secara konsisten, manfaatnya bisa kita rasakan lebih cepat dari yang kita kira.

Sumber Artikel:

Albalawi, R. K., Goodrum, P. M., & Taylor, T. R. (2023). Applying the Tier II construction management strategy to measure the competency level among single and multiskilled craft professionals. Buildings13(5), 1175.

Selengkapnya
Inovasi Penelitian Ini Menguak Rahasia di Balik dan Inilah Dampak Nyatanya bagi Dunia!

Inovasi Teknologi

Resensi Konseptual dan Reflektif: Investigating the Nexus between Green Transformational Leadership, Green Innovation, and Environmental Performance

Dipublikasikan oleh Muhammad Reynaldo Saputra pada 08 September 2025


Pendahuluan

Artikel “Investigating the Nexus between Green Transformational Leadership, Green Innovation, and Environmental Performance” (Ibrahim A. Elshaer, Hazem Rasheed, et al., 2022) diterbitkan dalam jurnal Sustainability. Penelitian ini menguji hubungan antara kepemimpinan transformasional hijau (Green Transformational Leadership, GTL), inovasi hijau, dan kinerja lingkungan dalam konteks sektor pariwisata di Pakistan. Dengan data dari 439 manajer hotel dan analisis berbasis Partial Least Squares-Structural Equation Modeling (PLS-SEM), studi ini berupaya menjawab bagaimana gaya kepemimpinan pro-lingkungan dapat mendorong inovasi dan hasil lingkungan yang lebih baik.

Resensi ini menafsirkan ulang seluruh isi paper dengan pendekatan konseptual dan reflektif, menyoroti kontribusi ilmiah, kerangka teori, narasi argumentatif, serta mengkritisi metodologi yang digunakan.

Kerangka Teori: Kepemimpinan dan Keberlanjutan

Transformational Leadership dan Variannya

Dasar teoritis penelitian adalah teori transformational leadership yang dipopulerkan oleh Bass. Kepemimpinan ini menekankan pengaruh karismatik, inspirasi, stimulasi intelektual, dan perhatian individual. Artikel ini mengembangkan varian green transformational leadership (GTL), yaitu gaya kepemimpinan yang mengarahkan visi dan nilai-nilai karyawan ke arah keberlanjutan.

Refleksi: pendekatan ini menunjukkan evolusi teori kepemimpinan—dari orientasi kinerja menuju keberlanjutan lingkungan. Namun, tantangannya ialah mendefinisikan dengan tepat sejauh mana “green” berbeda dari kepemimpinan transformasional biasa.

Green Innovation

Konsep inovasi hijau merujuk pada adopsi produk, proses, atau praktik baru yang mengurangi dampak lingkungan. Penulis menekankan dua jenis:

  • Green product innovation (misalnya desain ramah lingkungan).

  • Green process innovation (misalnya teknologi hemat energi).

Interpretasi saya: inovasi hijau diposisikan sebagai jembatan antara kepemimpinan hijau dan hasil lingkungan. Ini konsisten dengan literatur inovasi yang menempatkan proses kreatif sebagai mediator utama.

Environmental Performance

Kinerja lingkungan diukur melalui indikator seperti pengurangan limbah, efisiensi energi, dan kepatuhan terhadap regulasi. Penulis melihatnya sebagai hasil akhir dari interaksi antara GTL dan inovasi hijau.

Metodologi

Desain dan Sampel

Penelitian menggunakan desain kuantitatif survei. Data dikumpulkan dari 439 manajer hotel di Pakistan, dengan tingkat respons 73%. Jumlah ini memadai untuk model PLS-SEM.

Analisis Statistik

  • PLS-SEM dipilih karena cocok untuk model prediktif dan variabel laten.

  • Validitas konvergen dan diskriminan diuji.

  • Reliabilitas konstruk dikonfirmasi (Cronbach’s alpha > 0,70).

Refleksi metodologis: PLS-SEM tepat digunakan untuk menjelaskan hubungan kausal dalam model kompleks. Namun, pendekatan cross-sectional membatasi inferensi temporal.

Hasil Empiris

Hubungan Antarvariabel

  • GTL → Green Innovation: hubungan positif signifikan (β = 0,621, p < 0,001).

  • Green Innovation → Environmental Performance: hubungan positif signifikan (β = 0,544, p < 0,001).

  • GTL → Environmental Performance: hubungan positif signifikan (β = 0,327, p < 0,001).

Interpretasi: GTL tidak hanya berpengaruh langsung terhadap kinerja lingkungan, tetapi juga secara tidak langsung melalui inovasi hijau. Artinya, inovasi bertindak sebagai mediator.

Uji Mediasi

Analisis mediasi menunjukkan bahwa green innovation memediasi sebagian hubungan GTL dan kinerja lingkungan. Dengan kata lain, tanpa inovasi, pengaruh GTL tetap ada tetapi lebih lemah.

R² Model

  • Green Innovation: R² = 0,386 (cukup kuat).

  • Environmental Performance: R² = 0,417 (cukup kuat).

Refleksi teoritis: angka ini menegaskan kontribusi signifikan GTL dan inovasi dalam menjelaskan variasi kinerja lingkungan.

Diskusi Reflektif

Kontribusi Ilmiah

  1. Pengembangan konsep GTL: memperluas teori kepemimpinan transformasional ke ranah keberlanjutan.

  2. Peran inovasi hijau: dibuktikan secara empiris sebagai mekanisme kunci.

  3. Konteks pariwisata Pakistan: memberikan data dari kawasan yang jarang diteliti dalam literatur keberlanjutan.

Kritik Metodologi

  • Cross-sectional: sulit menangkap dinamika perubahan jangka panjang.

  • Self-reported data: potensi bias sosial-desirabilitas, karena manajer cenderung melaporkan perilaku pro-lingkungan.

  • Konteks terbatas: hanya industri hotel di Pakistan, sehingga generalisasi terbatas.

Narasi Argumentatif

Penulis membangun argumen dengan runtut: GTL membentuk visi hijau → karyawan berinovasi → organisasi meningkatkan kinerja lingkungan. Logika ini konsisten, meskipun cenderung linier. Refleksi saya: hubungan bisa lebih kompleks, misalnya dipengaruhi faktor eksternal (regulasi, pasar global).

Implikasi Ilmiah dan Praktis

Implikasi Ilmiah

  • Menunjukkan bahwa gaya kepemimpinan dapat diposisikan sebagai variabel kunci dalam studi keberlanjutan.

  • Memvalidasi pentingnya inovasi sebagai mediator, mendukung teori difusi inovasi dalam konteks hijau.

  • Memberi dasar bagi penelitian komparatif lintas sektor dan negara.

Implikasi Praktis

  • Manajer hotel perlu menginternalisasi nilai-nilai hijau dalam kepemimpinan sehari-hari.

  • Kebijakan pariwisata dapat dirancang dengan mendorong program kepemimpinan hijau.

  • Investasi inovasi (produk dan proses) harus diprioritaskan untuk hasil lingkungan yang optimal.

Kesimpulan

Artikel ini membuktikan bahwa kepemimpinan transformasional hijau berkontribusi signifikan terhadap kinerja lingkungan, baik secara langsung maupun melalui inovasi hijau. Dengan data empiris dari sektor perhotelan Pakistan, studi ini memperluas cakrawala teori kepemimpinan dan inovasi hijau.

Secara reflektif, kontribusinya terletak pada penggabungan aspek kepemimpinan, inovasi, dan keberlanjutan dalam satu kerangka. Meski terbatas dalam konteks dan desain, penelitian ini tetap membuka jalan bagi kajian lintas disiplin tentang peran manusia dalam agenda keberlanjutan global.

DOI resmi: https://doi.org/10.3390/su141911917

Selengkapnya
Resensi Konseptual dan Reflektif: Investigating the Nexus between Green Transformational Leadership, Green Innovation, and Environmental Performance

Inovasi Teknologi

Melacak Jejak Teknologi: Etimologi, Sejarah, dan Dampaknya dalam Peradaban Manusia

Dipublikasikan oleh Wafa Nailul Izza pada 11 Februari 2025


Teknologi adalah penerapan pengetahuan konseptual untuk mencapai tujuan praktis, terutama dengan cara yang dapat direproduksi. Kata teknologi juga dapat berarti produk yang dihasilkan dari upaya tersebut, termasuk alat yang berwujud seperti peralatan atau mesin, dan yang tidak berwujud seperti perangkat lunak. Teknologi memainkan peran penting dalam ilmu pengetahuan, teknik, dan kehidupan sehari-hari.

Kemajuan teknologi telah menyebabkan perubahan yang signifikan dalam masyarakat. Teknologi yang paling awal dikenal adalah alat batu, yang digunakan selama masa prasejarah, diikuti oleh pengendalian api, yang berkontribusi pada pertumbuhan otak manusia dan perkembangan bahasa selama Zaman Es. Penemuan roda pada Zaman Perunggu memungkinkan perjalanan yang lebih jauh dan penciptaan mesin yang lebih kompleks. Penemuan teknologi yang lebih baru, termasuk mesin cetak, telepon, dan Internet, telah menurunkan hambatan komunikasi dan mengantarkan pada ekonomi pengetahuan.

Meskipun teknologi berkontribusi pada pembangunan ekonomi dan meningkatkan kesejahteraan manusia, teknologi juga dapat menimbulkan dampak negatif seperti polusi dan penipisan sumber daya, serta dapat menyebabkan kerugian sosial seperti pengangguran akibat otomatisasi. Akibatnya, ada perdebatan filosofis dan politis yang sedang berlangsung tentang peran dan penggunaan teknologi, etika teknologi, dan cara-cara untuk mengurangi dampak negatifnya.

Etimologi

Teknologi adalah istilah yang berasal dari awal abad ke-17 yang berarti 'perlakuan sistematis' (dari bahasa Yunani Τεχνολογία, dari bahasa Yunani: τέχνη, diromanisasi: tékhnē, lit. 'kerajinan, seni' dan -λογία, 'studi, pengetahuan'). Kata ini didahului oleh kata Yunani Kuno tékhnē, yang berarti 'pengetahuan tentang cara membuat sesuatu', yang mencakup kegiatan seperti arsitektur.

Mulai abad ke-19, orang Eropa kontinental mulai menggunakan istilah Technik (Jerman) atau technique (Prancis) untuk merujuk pada 'cara melakukan', yang mencakup semua seni teknis, seperti menari, navigasi, atau percetakan, baik yang membutuhkan alat atau instrumen atau tidak. Pada saat itu, Technologie (Jerman dan Prancis) merujuk pada disiplin akademis yang mempelajari "metode seni dan kerajinan tangan", atau pada disiplin politik yang "dimaksudkan untuk membuat peraturan mengenai fungsi seni dan kerajinan tangan." Karena perbedaan antara Technik dan Technologie tidak ada dalam bahasa Inggris, keduanya diterjemahkan sebagai teknologi. Istilah ini sebelumnya tidak umum dalam bahasa Inggris dan sebagian besar merujuk pada disiplin akademis, seperti di Massachusetts Institute of Technology.

Pada abad ke-20, sebagai hasil dari kemajuan ilmu pengetahuan dan Revolusi Industri Kedua, teknologi tidak lagi dianggap sebagai disiplin akademis yang berbeda dan memiliki arti yang lebih luas saat ini: penggunaan pengetahuan secara sistemik untuk tujuan-tujuan praktis.

Sejarah

Prasejarah

Perkakas pada awalnya dikembangkan oleh hominid melalui pengamatan dan coba-coba. Sekitar 2 Mya (jutaan tahun yang lalu), mereka belajar membuat perkakas batu pertama dengan memalu serpihan kerikil, membentuk kapak tangan yang tajam. Praktik ini disempurnakan pada 75 Mya (ribuan tahun yang lalu) menjadi pengelupasan bertekanan, yang memungkinkan pekerjaan yang jauh lebih halus.

Penemuan api digambarkan oleh Charles Darwin sebagai "mungkin yang terbesar yang pernah dibuat oleh manusia." Bukti arkeologi, diet, dan sosial menunjukkan "penggunaan api [manusia] secara terus menerus" setidaknya selama 1,5 juta tahun. Api, yang dipicu oleh kayu dan arang, memungkinkan manusia purba memasak makanan mereka untuk meningkatkan daya cernanya, meningkatkan nilai gizinya, dan memperluas jumlah makanan yang dapat dimakan. [Hipotesis memasak menyatakan bahwa kemampuan memasak mendorong peningkatan ukuran otak hominid, meskipun beberapa peneliti menganggap bukti-bukti tersebut tidak meyakinkan. Bukti arkeologis perapian berasal dari tahun 790 kya; para peneliti percaya bahwa hal ini mungkin telah mengintensifkan sosialisasi manusia dan mungkin berkontribusi pada kemunculan bahasa.

Kemajuan teknologi lain yang dibuat selama era Paleolitikum termasuk pakaian dan tempat tinggal. Tidak ada konsensus tentang perkiraan waktu adopsi kedua teknologi tersebut, tetapi para arkeolog telah menemukan bukti arkeologis dari pakaian berusia 90-120 kya  dan tempat tinggal berusia 450 kya.  Seiring dengan perkembangan era Paleolitikum, tempat tinggal menjadi lebih canggih dan lebih rumit; sejak 380 kya, manusia membangun gubuk kayu sementara.  Pakaian, yang diadaptasi dari bulu dan kulit binatang yang diburu, membantu manusia berkembang ke daerah yang lebih dingin; manusia mulai bermigrasi keluar dari Afrika sekitar 200 kya, awalnya pindah ke Eurasia.  

Neolitikum

Revolusi Neolitikum (atau Revolusi Pertanian Pertama) membawa percepatan inovasi teknologi, dan akibatnya peningkatan kompleksitas sosial. Penemuan kapak batu yang dipoles merupakan kemajuan besar yang memungkinkan pembukaan hutan dan pertanian skala besar. [Penggunaan kapak batu yang dipoles ini meningkat pesat pada masa Neolitikum, tetapi pada awalnya digunakan pada masa Mesolitikum sebelumnya di beberapa daerah seperti Irlandia. Pertanian memberi makan populasi yang lebih besar, dan transisi ke sedentisme memungkinkan untuk membesarkan lebih banyak anak secara simultan, karena bayi tidak perlu lagi dibawa-bawa oleh pengembara. Selain itu, anak-anak dapat menyumbangkan tenaga kerja untuk bercocok tanam dengan lebih mudah daripada berpartisipasi dalam kegiatan pemburu-pengumpul.

Dengan peningkatan populasi dan ketersediaan tenaga kerja, muncullah peningkatan spesialisasi tenaga kerja. Apa yang memicu perkembangan dari desa-desa Neolitikum awal ke kota-kota pertama, seperti Uruk, dan peradaban pertama, seperti Sumer, tidak diketahui secara spesifik; namun, munculnya struktur sosial yang semakin hirarkis dan tenaga kerja yang terspesialisasi, perdagangan dan peperangan di antara budaya-budaya yang berdekatan, serta perlunya tindakan kolektif untuk mengatasi tantangan lingkungan seperti irigasi, semuanya dianggap telah memainkan peran.

Penemuan tulisan menyebabkan penyebaran pengetahuan budaya dan menjadi dasar bagi sejarah, perpustakaan, sekolah, dan penelitian ilmiah.

Perbaikan yang terus berlanjut mengarah pada tungku dan bellow dan memberikan, untuk pertama kalinya, kemampuan untuk melebur dan menempa emas, tembaga, perak, dan timah - logam asli yang ditemukan dalam bentuk yang relatif murni di alam. Keunggulan perkakas tembaga dibandingkan perkakas batu, tulang, dan kayu dengan cepat terlihat oleh manusia purba, dan tembaga asli mungkin telah digunakan sejak awal zaman Neolitikum (sekitar 10 ka). Tembaga asli tidak secara alamiah muncul dalam jumlah besar, tetapi bijih tembaga cukup umum ditemukan dan beberapa di antaranya menghasilkan logam dengan mudah saat dibakar di dalam api kayu atau arang. Pada akhirnya, pengerjaan logam mengarah pada penemuan paduan seperti perunggu dan kuningan (sekitar 4.000 SM). Penggunaan pertama paduan besi seperti baja berasal dari sekitar tahun 1.800 SM  .

Kuno

Setelah memanfaatkan api, manusia menemukan bentuk energi lainnya. Penggunaan tenaga angin yang paling awal diketahui adalah kapal layar; catatan paling awal tentang kapal yang berlayar adalah kapal Sungai Nil yang berasal dari sekitar 7.000 SM. Dari zaman prasejarah, orang Mesir kemungkinan besar menggunakan kekuatan banjir tahunan Sungai Nil untuk mengairi tanah mereka, secara bertahap belajar mengatur sebagian besar melalui saluran irigasi yang dibangun dengan sengaja dan cekungan "penampung".  Bangsa Sumeria kuno di Mesopotamia menggunakan sistem kanal dan tanggul yang rumit untuk mengalihkan air dari sungai Tigris dan Eufrat untuk irigasi..

Para arkeolog memperkirakan bahwa roda diciptakan secara independen dan bersamaan di Mesopotamia (sekarang Irak), Kaukasus Utara (budaya Maykop), dan Eropa Tengah. Perkiraan waktu berkisar antara 5.500 hingga 3.000 SM dengan sebagian besar ahli menempatkannya lebih dekat ke 4.000 SM.  Artefak tertua dengan gambar yang menggambarkan gerobak beroda berasal dari sekitar 3.500 SM. Baru-baru ini, roda kayu tertua yang diketahui di dunia ditemukan di Rawa Ljubljana, Slovenia.

Penemuan roda ini merevolusi perdagangan dan perang. Tidak butuh waktu lama untuk menemukan bahwa gerobak beroda dapat digunakan untuk mengangkut beban berat. Bangsa Sumeria kuno menggunakan roda tembikar dan mungkin telah menciptakannya. Sebuah roda tembikar batu yang ditemukan di negara kota Ur berasal dari sekitar tahun 3.429 SM, dan bahkan pecahan-pecahan tembikar yang lebih tua yang dilemparkan dengan roda juga ditemukan di daerah yang sama. Roda tembikar yang cepat (berputar) memungkinkan produksi tembikar secara massal pada masa-masa awal, namun penggunaan roda sebagai pengubah energi (melalui roda air, kincir angin, dan bahkan treadmill) yang merevolusi penerapan sumber tenaga non-manusia. Gerobak beroda dua pertama berasal dari travois dan pertama kali digunakan di Mesopotamia dan Iran pada sekitar tahun 3.000 SM.

Jalan raya tertua yang diketahui dibangun adalah jalan beraspal batu di negara kota Ur, yang berasal dari sekitar tahun 4.000 SM, dan jalan kayu yang melewati rawa-rawa di Glastonbury, Inggris, yang berasal dari sekitar periode yang sama. Jalan raya jarak jauh pertama, yang digunakan sekitar tahun 3.500 SM, membentang sepanjang 2.400 km dari Teluk Persia ke Laut Mediterania, namun tidak diaspal dan hanya sebagian yang dipelihara. [Pada sekitar tahun 2.000 SM, bangsa Minoa di pulau Kreta, Yunani, membangun jalan sepanjang 50 km yang mengarah dari istana Gortyn di sisi selatan pulau, melewati pegunungan, menuju istana Knossos di sisi utara pulau. Tidak seperti jalan sebelumnya, jalan Minoa sepenuhnya diaspal.

Rumah-rumah pribadi Minoa kuno memiliki air yang mengalir. Sebuah bak mandi yang hampir sama dengan bak mandi modern ditemukan di istana Knossos. Beberapa rumah pribadi Minoa juga memiliki toilet, yang dapat disiram dengan menuangkan air ke saluran pembuangan.  Bangsa Romawi kuno memiliki banyak toilet umum, yang bermuara pada sistem pembuangan limbah yang luas. Saluran pembuangan utama di Roma adalah Cloaca Maxima; pembangunannya dimulai pada abad keenam sebelum masehi dan masih digunakan sampai sekarang.

Bangsa Romawi kuno juga memiliki sistem saluran air yang kompleks, yang digunakan untuk mengangkut air dalam jarak yang jauh. Saluran air Romawi pertama dibangun pada tahun 312 SM. Saluran air Romawi kuno kesebelas dan terakhir dibangun pada tahun 226 M. Jika digabungkan, saluran air Romawi terbentang sepanjang lebih dari 450 km, namun kurang dari 70 km di antaranya berada di atas permukaan tanah dan ditopang oleh lengkungan.

Pra-modern

Inovasi terus berlanjut selama Abad Pertengahan dengan diperkenalkannya produksi sutra (di Asia dan kemudian Eropa), kerah kuda, dan sepatu kuda. Mesin-mesin sederhana (seperti tuas, sekrup, dan katrol) digabungkan menjadi alat yang lebih rumit, seperti gerobak dorong, kincir angin, dan jam. Sistem universitas dikembangkan dan menyebarkan ide dan praktik ilmiah, termasuk Oxford dan Cambridge.

Era Renaisans menghasilkan banyak inovasi, termasuk pengenalan mesin cetak tipe bergerak ke Eropa, yang memfasilitasi komunikasi pengetahuan. Teknologi menjadi semakin dipengaruhi oleh ilmu pengetahuan, memulai siklus kemajuan yang saling menguntungkan.

Modern

Dimulai di Inggris pada abad ke-18, penemuan tenaga uap memicu Revolusi Industri, yang menyaksikan penemuan teknologi yang luas, terutama di bidang pertanian, manufaktur, pertambangan, metalurgi, dan transportasi, serta penerapan sistem pabrik yang meluas. Ini diikuti seabad kemudian oleh Revolusi Industri Kedua yang mengarah pada penemuan ilmiah yang cepat, standarisasi, dan produksi massal. Teknologi baru dikembangkan, termasuk sistem pembuangan limbah, listrik, bola lampu, motor listrik, kereta api, mobil, dan pesawat terbang. Kemajuan teknologi ini menyebabkan perkembangan yang signifikan dalam bidang kedokteran, kimia, fisika, dan teknik. Kemajuan ini juga disertai dengan perubahan sosial, dengan munculnya gedung-gedung pencakar langit yang diiringi dengan urbanisasi yang cepat. Komunikasi meningkat dengan penemuan telegraf, telepon, radio, dan televisi.

Abad ke-20 membawa sejumlah inovasi. Dalam bidang fisika, penemuan fisi nuklir pada Zaman Atom menghasilkan senjata nuklir dan tenaga nuklir. Komputer ditemukan dan kemudian bergeser dari analog ke digital dalam Revolusi Digital. Teknologi informasi, khususnya serat optik dan penguat optik menyebabkan lahirnya Internet, yang mengantarkan Era Informasi. Era Ruang Angkasa dimulai dengan peluncuran Sputnik 1 pada tahun 1957, dan kemudian peluncuran misi berawak ke bulan pada tahun 1960-an. Upaya terorganisir untuk mencari kecerdasan luar angkasa telah menggunakan teleskop radio untuk mendeteksi tanda-tanda penggunaan teknologi, atau technosignatures, yang diberikan oleh peradaban asing. Dalam bidang kedokteran, teknologi baru dikembangkan untuk diagnosis (CT, PET, dan pemindaian MRI), pengobatan (seperti mesin dialisis, defibrilator, alat pacu jantung, dan beragam obat farmasi baru), dan penelitian (seperti kloning interferon dan microarray DNA).

Teknik dan organisasi manufaktur dan konstruksi yang kompleks serta organisasi diperlukan untuk membuat dan memelihara teknologi yang lebih modern, dan seluruh industri telah muncul untuk mengembangkan generasi penerus alat yang semakin kompleks. Teknologi modern semakin bergantung pada pelatihan dan pendidikan - para perancang, pembuat, pemelihara, dan penggunanya sering kali membutuhkan pelatihan umum dan khusus yang canggih. Selain itu, teknologi ini telah menjadi sangat kompleks sehingga seluruh bidang telah berkembang untuk mendukungnya, termasuk teknik, kedokteran, dan ilmu komputer; dan bidang lainnya menjadi lebih kompleks, seperti konstruksi, transportasi, dan arsitektur.

Dampak

Perubahan teknologi adalah penyebab terbesar pertumbuhan ekonomi jangka panjang. Sepanjang sejarah manusia, produksi energi merupakan kendala utama dalam pembangunan ekonomi, dan teknologi baru memungkinkan manusia untuk secara signifikan meningkatkan jumlah energi yang tersedia. Pertama kali muncul api, yang membuat berbagai macam makanan dapat dimakan, dan membuatnya tidak terlalu menuntut fisik untuk mencernanya. Api juga memungkinkan peleburan, dan penggunaan peralatan timah, tembaga, dan besi, yang digunakan untuk berburu atau berdagang. Kemudian muncul revolusi pertanian: manusia tidak perlu lagi berburu atau meramu untuk bertahan hidup, dan mulai menetap di kota-kota besar dan kecil, membentuk masyarakat yang lebih kompleks, dengan militer dan bentuk-bentuk agama yang lebih terorganisir.

Teknologi telah berkontribusi pada kesejahteraan manusia melalui peningkatan kemakmuran, peningkatan kenyamanan dan kualitas hidup, dan kemajuan medis, tetapi teknologi juga dapat mengganggu hirarki sosial yang ada, menyebabkan polusi, dan membahayakan individu atau kelompok.

Beberapa tahun terakhir ini, media sosial telah membawa peningkatan dalam budaya media sosial, dengan potensi dampak terhadap demokrasi, serta kehidupan ekonomi dan sosial. Pada awalnya, internet dipandang sebagai "teknologi pembebasan" yang akan mendemokratisasi pengetahuan, meningkatkan akses pendidikan, dan mempromosikan demokrasi. Penelitian modern telah beralih untuk menyelidiki sisi negatif internet, termasuk disinformasi, polarisasi, ujaran kebencian, dan propaganda.

Sejak tahun 1970-an, dampak teknologi terhadap lingkungan telah dikritik, yang mengarah pada lonjakan investasi di bidang tenaga surya, angin, dan bentuk-bentuk energi bersih lainnya.

Disadur dari: en.wikipedia.org

Selengkapnya
Melacak Jejak Teknologi: Etimologi, Sejarah, dan Dampaknya dalam Peradaban Manusia

Inovasi Teknologi

Revolusi Teknologi Terkini: Tren dan Inovasi di Tahun 2024

Dipublikasikan oleh Cindy Aulia Alfariyani pada 15 Mei 2024


Komisi Eropa (European Commission (EC) telah menerbitkan laporan yang memberikan gambaran umum tentang penegakan aturan antimonopoli dan merger Uni Eropa oleh Komisi Eropa dan otoritas persaingan usaha nasional Uni Eropa (NCA) di sektor farmasi antara tahun 2018 dan 2022.

Hal-hal penting yang dapat kami simpulkan dari laporan tersebut adalah sebagai berikut:

1. Penegakan persaingan usaha di sektor farmasi tetap menjadi prioritas utama bagi Komisi dan NCA
Dibandingkan dengan laporan Komisi Eropa sebelumnya, yang mencakup periode 2009-2017, jumlah rata-rata keputusan antimonopoli yang diadopsi di sektor farmasi di Eropa meningkat dari lebih dari tiga per tahun menjadi lima per tahun antara tahun 2018 dan 2022. 

Fokus lembaga-lembaga tersebut terhadap industri ini dimotivasi oleh dua faktor utama, yaitu:

  • Inovasi dalam bidang farmasi memiliki nilai sosial yang penting, seperti yang disoroti oleh pandemi COVID-19.  Upaya penelitian dan pengembangan yang berkelanjutan sangat penting untuk mengembangkan pengobatan baru atau yang lebih baik untuk pasien dan mengatasi kebutuhan yang belum terpenuhi; dan
  • Obat-obatan dengan harga tinggi merupakan beban yang signifikan bagi sistem kesehatan nasional di Eropa. Obat-obatan mewakili hingga c. 35% dari pengeluaran perawatan kesehatan rata-rata di seluruh negara Uni Eropa pada tahun 2020 (termasuk rumah sakit dan saluran farmasi). 
  • Masuknya obat generik adalah kunci untuk mempertahankan harga yang rendah. Menurut laporan tersebut, harga obat generik rata-rata 50% lebih rendah daripada obat originator, dan masuknya obat generik menyebabkan harga obat inovator turun rata-rata 40%.  Penurunan harga akibat masuknya obat generik lebih drastis jika obat originator merupakan obat laris.

2. Transaksi yang melibatkan obat-obatan yang inovatif, mengobati penyakit langka, dan/atau memenuhi kebutuhan medis yang tidak terpenuhi kemungkinan besar akan menarik pengawasan
Penegakan hukum dalam industri farmasi merupakan bagian dari strategi kebijakan yang lebih besar, sebagaimana tercermin dalam "paket farmasi" yang diadopsi oleh Komisi Eropa pada bulan April 2023.  Paket ini mengusulkan reformasi legislatif untuk meningkatkan aksesibilitas (di seluruh Negara Anggota UE), ketersediaan (dalam hal mengurangi kekurangan pasokan), dan keterjangkauan obat-obatan, terutama obat-obatan yang inovatif atau memenuhi kebutuhan medis yang tidak terpenuhi, atau dikembangkan untuk mengobati penyakit langka.  Undang-undang ini akan berusaha mencapai tujuan-tujuan ini dengan memberikan data yang lebih luas dan perlindungan pasar untuk obat-obatan tersebut, sementara juga mempercepat masuknya obat generik dan biosimilar setelah berakhirnya perlindungan paten dari pencetus. 

Sejalan dengan tujuan-tujuan ini, kami mengharapkan EC dan NCA untuk meneliti transaksi-transaksi di sektor farmasi, dan untuk menilai dengan cermat (antara lain):

  • Insentif pengakuisisi untuk menghentikan, menunda, atau mengalihkan program pengembangan produk yang bersaing untuk meningkatkan keuntungan entitas yang bergabung;
  • Apakah keberadaan program-program litbang yang bersaing akan mengalihkan penjualan yang menguntungkan di masa depan satu sama lain tanpa adanya penggabungan; dan
  • Apakah penggabungan usaha dapat mengurangi insentif para pihak untuk terlibat dalam upaya litbang paralel.

Laporan tersebut menekankan bahwa, dalam melaksanakan analisisnya, Komisi Eropa akan mempertimbangkan penelitian dan pengembangan klinis dan pra-klinis sebagai sumber potensial tekanan persaingan untuk obat-obatan yang sudah ada dan juga obat-obatan lain yang sedang dikembangkan.

3. Proporsi yang signifikan dari merger layanan kesehatan yang diberitahukan diblokir, tunduk pada perbaikan (struktural) atau ditarik kembali.
Laporan Komisi menunjukkan bahwa, dalam periode antara 2018-2022, 17% dari semua transaksi farmasi yang diberitahukan kepada Komisi menimbulkan kekhawatiran persaingan usaha dan dikenakan tindakan perbaikan (4), atau dibatalkan (1).  Komisi juga melakukan intervensi dalam kasus-kasus perawatan kesehatan lainnya (non-farmasi), terutama dalam melarang merger Illumina/Grail. Sebagai perbandingan, tingkat intervensi total di semua sektor selama periode yang sama hanya 5%. 

Komisi Eropa menegaskan kembali preferensinya terhadap solusi struktural dalam laporan tersebut, sebagaimana diilustrasikan dalam beberapa merger baru-baru ini yang membutuhkan divestasi obat-obatan yang dipasarkan (misalnya GSK/Pfizer Consumer Healthcare Business; Mylan/Upjohn), dan obat-obatan yang sedang dalam proses produksi (AbbVie/Allergan; Takeda/Shire). Kasus-kasus ini menunjukkan bahwa paket divestasi sangat luas dan dapat mencakup:

  • Untuk produk yang dipasarkan: fasilitas manufaktur (yang didedikasikan untuk produksi produk yang didivestasikan), semua hak kekayaan intelektual, dan merek yang berkaitan dengan produk yang didivestasikan;
  • Untuk produk yang sedang dalam proses pengembangan: semua hak pengembangan, produksi, dan komersialisasi; hak kekayaan intelektual, data, lisensi/izin, dan kontrak yang berkaitan dengan obat; karyawan kunci yang bekerja pada produk yang sedang dalam proses pengembangan; dan pengaturan pasokan transisi.

Laporan tersebut juga menegaskan bahwa Komisi Eropa akan terus secara aktif memantau transaksi farmasi untuk mengidentifikasi konsentrasi yang berada di bawah ambang batas Uni Eropa tetapi perlu ditinjau oleh Komisi Eropa (misalnya, melalui permintaan informasi Pasal 22).

4. Komisi Eropa dan NCA akan terus melakukan penegakan hukum terhadap berbagai macam perilaku antipersaingan usaha di sektor farmasi 
Menurut laporan tersebut, Komisi Eropa dan NCA bersama-sama mengadopsi 26 keputusan "intervensi" yang berkaitan dengan pelanggaran antimonopoli di sektor farmasi (17 menemukan pelanggaran, dan sembilan menerima komitmen yang mengikat) antara tahun 2018 dan 2022.  Khususnya, di tingkat nasional, sebagian besar keputusan tersebut diadopsi oleh otoritas persaingan usaha di Inggris (hingga akhir masa transisi Brexit pada tanggal 31 Desember 2020), Rumania, Belgia, dan Spanyol.  Namun, denda tertinggi (dengan total €444 juta) dijatuhkan oleh FCA Prancis dalam satu kasus (Avastin-Lucentis).

Setengah dari penyelidikan antimonopoli selama periode yang relevan dilakukan berdasarkan undang-undang penyalahgunaan dominasi, diikuti oleh perjanjian horizontal yang membatasi seperti pembayaran untuk penundaan (8%), kartel (31%), dan perjanjian vertikal (pembatasan promosi dan penjualan produk dari produsen yang bersaing) (11%).  Di bawah ini adalah ikhtisar jenis-jenis perilaku yang diselidiki oleh EC dan NCA selama periode pelaporan:

Penyalahgunaan dominasi

1. Menerapkan kenaikan harga yang berlebihan tanpa justifikasi (misalnya, tanpa hubungan yang wajar dengan biaya inovasi) dan tanpa korelasi dengan nilai obat, kenaikan harga historisnya, atau harga rata-rata obat yang sebanding - terutama jika ada alternatif yang terbatas atau tidak ada alternatif yang realistis terhadap produk yang dijual oleh perusahaan dominan (DomCo). Perilaku ini baru-baru ini ditegakkan terhadap:

  • Aspen Pharmacare, sehubungan dengan enam obat yang tidak memiliki paten yang digunakan untuk mengobati leukemia dan kanker darah lainnya.  Komisi Eropa dan NCA Italia menemukan bahwa harga obat tersebut terlalu mahal dan mengharuskan pengurangan harga retroaktif sebesar rata-rata 73%;
  • CD Pharma, distributor oksitosin (obat yang diberikan saat melahirkan). NCA Denmark menemukan bahwa kenaikan harga sementara (selama enam bulan) sebesar 2000% merupakan tindakan yang tidak wajar dan melaporkan perusahaan tersebut kepada Jaksa Penuntut Umum untuk dituntut dan didenda; dan
  • Leadiant, pemilik Chenodeoxycholic Acid Leadiant (CDCA), sebuah obat yang digunakan untuk pengobatan cerebrotendinous xanthomatosis (CTX) yang sangat langka.  NCA Belanda, Italia, dan Spanyol menemukan bahwa kenaikan harga CDCA sebesar dua puluh kali lipat yang dilakukan oleh Leadiant merupakan tindakan yang tidak wajar, meskipun obat tersebut termasuk dalam kategori obat anak yatim piatu.

2. Penyalahgunaan paten, termasuk pengajuan permohonan paten yang tidak sesuai dengan konten yang tumpang tindih (lihat penyelidikan yang sedang berlangsung oleh Komisi Eropa dalam kasus Teva Copaxone).

3. Litigasi paten yang berlebihan, dan khususnya penggunaan perintah sementara untuk mencegah masuknya pesaing ke dalam pasar. Pada tahun 2022, NCA Spanyol menemukan bahwa Merck Sharp & Dohme menyalahgunakan posisi dominannya dengan menuduh adanya pelanggaran terhadap paten Nuvaring, dan meminta pencarian fakta serta tindakan sementara, dalam upaya untuk mengambil alih pesaingnya, Insud Pharma. 

4. Menghina/merendahkan atau menyebarkan informasi yang menyesatkan yang berkaitan dengan pesaing - terutama pendatang baru - untuk menghambat penyerapan produk mereka, bahkan ketika produk tersebut digunakan secara tidak sesuai dengan label (lihat investigasi Avastin/Lucentis yang dilakukan oleh NCA Italia, Prancis, dan Belgia).  Menurut laporan tersebut, penegakan tindakan ini (yang juga dapat dianggap sebagai perjanjian antipersaingan usaha) telah meningkat selama sepuluh tahun terakhir. 

5. Menawarkan potongan harga yang tergantung pada penggunaan produk DomCo, termasuk melalui persyaratan pembelian minimum, atau skema penggantian biaya.

6. Menetapkan harga produk di bawah biaya untuk melemahkan dan menyingkirkan pesaing dari pasar (lihat investigasi NCA Austria terhadap MerckSharp & Dohme sehubungan dengan penetapan harga temozolomide, yang menghasilkan komitmen terkait harga).

7. Menekan margin pedagang besar, termasuk dengan memasok produk DomCo kepada pedagang besar yang bersaing dengan harga yang lebih tinggi untuk membatasi daya saing penawaran mereka.  NCA Rumania menyelidiki Roche karena melakukan tindakan ini sehubungan dengan produk rituximab, trastuzumab, dan bevacizumab.

8. Mengancam penghentian pasokan untuk mendapatkan keuntungan yang lebih tinggi. Otoritas Persaingan dan Pasar Inggris (CMA) meminta komitmen harga dan pasokan dari Essential Pharma setelah mengancam akan menghentikan pasokan Priadel, obat yang digunakan untuk mengobati gangguan bipolar, untuk memaksa pasien beralih ke produk yang lebih mahal (yang dimiliki oleh perusahaan yang sama).

Perjanjian antipersaingan usaha

1. Membayar untuk penundaan: Perusahaan generik/biosimilar (atau pesaing potensial lainnya) setuju untuk menunda atau membatasi masuknya secara independen dengan imbalan manfaat signifikan yang dialihkan dari perusahaan asal (misalnya pembayaran, lisensi, manfaat distribusi atau pasokan, akses ke data klinis, dan lain-lain):

  • Mengikuti keputusan CJEU dalam kasus Generics UK, pembayaran untuk penundaan dapat dianggap sebagai pelanggaran persaingan usaha apabila "transfer nilai yang diberikan [...] tidak dapat dijelaskan selain kepentingan komersial dari pemegang paten dan pihak yang diduga melanggar paten untuk tidak terlibat dalam persaingan usaha";
  • Bahkan penundaan yang singkat pun dapat memiliki dampak yang signifikan mengingat skala penurunan harga yang diakibatkan oleh masuknya obat generik/biosimilar;
  • Perilaku tersebut dapat ditegakkan di bawah aturan penyalahgunaan dominasi (lihat keputusan Servier Komisi Eropa, yang saat ini sedang dalam proses banding).

2. Menetapkan harga produk (atau diskon) di antara para pesaing.

3. Menetapkan harga jual kembali produk, menerapkan sistem pemantauan, dan menciptakan insentif untuk penerapan harga jual kembali yang telah ditetapkan tersebut (lihat keputusan penyelesaian NCA Portugis pada tahun 2022 dalam kasus Farmodiética, dan keputusan penyelesaian NCA Italia pada tahun 2021 dalam kasus SOFAR S.p.A.)

4. Berbagi pasar, misalnya, melalui persekongkolan tender, subkontrak timbal balik di antara para pesaing, atau hanya dengan menyetujui untuk tidak memasuki pasar tertentu (lihat keputusan NCA Spanyol pada tahun 2021 terhadap pemasok radiofarmasi PET, Advanced Accelerator Applications Ibérica, dan Curium Pharma Spain).

5. Bertukar informasi yang sensitif terhadap persaingan usaha, seperti data yang berkaitan dengan harga, volume yang dipasok, margin, dll. CMA baru-baru ini mendenda King, Lexon (UK) Ltd dan Alissa Healthcare Research Ltd karena secara ilegal membagikan informasi sensitif secara komersial untuk mempertahankan harga nortriptyline yang tinggi.

Menurut laporan tersebut, terdapat 30 kasus antimonopoli yang saat ini sedang diselidiki di sektor farmasi. 

Meskipun Inggris telah menarik diri dari Uni Eropa, data dari laporan tersebut menunjukkan bahwa CMA terus menjadi salah satu penegak persaingan usaha yang paling aktif di sektor farmasi. Sejak Brexit, CMA telah menavigasi jalurnya sendiri di industri ini, termasuk dengan menjadi negara pertama yang mengadopsi Pernyataan Prioritas untuk memfasilitasi kerja sama industri dalam terapi kombinasi (lihat tulisan kami sebelumnya tentang topik ini).  Komisi Eropa belum mengambil langkah dalam hal ini, tetapi beberapa negara anggota UE (misalnya, Jerman, Polandia, dan Swedia) telah menjajaki pendekatan alternatif untuk memfasilitasi persetujuan, peluncuran, dan penggantian biaya terapi kombinasi di Eropa.

Disadur dari: www.ropesgray.com

Selengkapnya
Revolusi Teknologi Terkini: Tren dan Inovasi di Tahun 2024
page 1 of 2 Next Last »