Inovasi Industri

5 Kebijakan Strategis untuk Mempercepat Adopsi Robotik di Industri Konstruksi

Dipublikasikan oleh Marioe Tri Wardhana pada 08 September 2025


Pendahuluan

Industri konstruksi merupakan salah satu motor penggerak ekonomi global dengan kontribusi 8–10% terhadap PDB di sebagian besar negara. Namun, sektor ini menghadapi persoalan serius: produktivitas yang stagnan selama 50 tahun terakhir dan proyek-proyek besar yang kerap mengalami cost overrun hingga 30% serta keterlambatan 40%. Studi yang dilakukan oleh Musarat et al. (2024) menggarisbawahi bahwa peningkatan produktivitas bukan lagi pilihan, melainkan kebutuhan mendesak

Penelitian ini mengungkapkan fakta menarik: 87% responden percaya bahwa robotik mampu meningkatkan produktivitas, sementara 77% menilai substitusi sebagian tenaga kerja dengan robotik merupakan langkah bijak. Namun, tingkat adopsi masih rendah, terutama di Malaysia, yang menjadi fokus studi ini. Penyebabnya antara lain biaya awal yang tinggi, kurangnya kesiapan, dan dukungan stakeholder yang minim. Oleh karena itu, diperlukan peta jalan kebijakan publik yang komprehensif agar transformasi ini tidak hanya sekadar wacana, melainkan implementasi nyata.

Mengapa Temuan Ini Penting untuk Kebijakan Publik?

1. Dampak Ekonomi
Robotik berpotensi meningkatkan akurasi pekerjaan hingga 81,5% (RII 0,815) dan mengurangi kesalahan manusia sebesar 78,5% (RII 0,785). Dengan demikian, kualitas proyek dapat meningkat signifikan, mengurangi pemborosan, dan mempercepat waktu penyelesaian.

2. Dampak Sosial dan Tenaga Kerja
Meskipun ada kekhawatiran pengurangan lapangan kerja, studi menunjukkan bahwa robotik lebih cenderung menggantikan pekerjaan berisiko tinggi (seperti pembongkaran, penggalian, dan pengangkutan berat) dibandingkan pekerjaan bernilai tambah tinggi. Artinya, alih keterampilan (reskilling) harus menjadi agenda utama kebijakan publik.

3. Dampak Keselamatan dan Lingkungan
Dengan robotik, risiko kecelakaan kerja dapat ditekan. Selain itu, teknologi seperti robot penyortir limbah dan 3D printing mendukung prinsip keberlanjutan dengan mengurangi limbah konstruksi.

Implementasi di Lapangan: Dampak, Hambatan, dan Peluang

Dampak Positif:

  • Meningkatkan kualitas hasil kerja (RII 0,769)

  • Mempercepat penyelesaian proyek (RII 0,738)

  • Mengurangi kelelahan tenaga kerja dan risiko cedera

Hambatan Utama:

  • Biaya awal sangat tinggi (RII 0,853)

  • Kurangnya kesiapan industri dan SDM (RII 0,760)

  • Sulit mendapatkan dukungan pemangku kepentingan (RII 0,760)

Peluang Strategis:

  • Memanfaatkan IR 5.0 yang menggabungkan kecerdasan manusia dan robotik

  • Dukungan kebijakan fiskal dan insentif pemerintah

  • Kolaborasi antara industri, akademisi, dan pemerintah

5 Rekomendasi Kebijakan Praktis

1. Insentif Fiskal untuk Adopsi Teknologi Robotik

Mengapa penting?
Biaya awal menjadi penghalang utama. 80% responden menyebutkan tingginya biaya implementasi sebagai tantangan.
Mekanisme implementasi:

  • Pemberian pengurangan pajak (tax holiday) bagi perusahaan yang mengadopsi robotik

  • Subsidi pembelian teknologi robotik melalui skema pembiayaan pemerintah

2. Program Nasional Reskilling dan Upskilling

Mengapa penting?
Kurangnya tenaga kerja terampil menjadi faktor yang menurunkan produktivitas.
Mekanisme implementasi:

  • Program pelatihan bersama Kementerian PUPR, Kemenaker, dan universitas teknik

  • Sertifikasi khusus untuk teknisi robotik konstruksi

  • Kemitraan dengan produsen robotik untuk transfer teknologi

3. Skema Pembiayaan Inovatif untuk Perusahaan Kecil dan Menengah

Mengapa penting?
Perusahaan kecil sulit mengakses modal untuk investasi teknologi.
Mekanisme implementasi:

  • Kredit berbunga rendah melalui bank BUMN dengan jaminan pemerintah

  • Dana hibah inovasi untuk proyek percontohan integrasi robotik

4. Regulasi Keselamatan dan Standar Integrasi Robotik

Mengapa penting?
Integrasi robotik harus diikuti regulasi untuk keselamatan kerja dan interoperabilitas teknologi.
Mekanisme implementasi:

  • Penyusunan SNI Robotik Konstruksi untuk memastikan keamanan dan efisiensi

  • Audit berkala oleh lembaga independen terkait kepatuhan regulasi

5. Pembentukan Pusat Inovasi Robotik Konstruksi Nasional

Mengapa penting?
Untuk memastikan riset dan pengembangan terus berlanjut serta meningkatkan daya saing nasional.
Mekanisme implementasi:

  • Mendirikan hub kolaborasi antara pemerintah, perguruan tinggi, dan sektor swasta

  • Mendukung riset AI-integrated robotics untuk konstruksi

  • Mendorong open innovation melalui program inkubasi startup teknologi

Risiko Jika Tidak Diimplementasikan

Jika kebijakan ini tidak segera diterapkan, industri konstruksi akan terus mengalami:

  • Keterlambatan proyek hingga 40%

  • Biaya proyek membengkak lebih dari 30%

  • Ketertinggalan dalam kompetisi global di era Construction 4.0

  • Tingkat kecelakaan kerja yang tinggi karena masih bergantung pada pekerjaan manual

Kesimpulan

Riset ini memberikan pesan tegas: robotik bukan ancaman, melainkan solusi. Namun, adopsi teknologi ini membutuhkan intervensi kebijakan yang sistematis, insentif yang tepat, dan program penguatan SDM. Dengan implementasi kebijakan strategis, industri konstruksi tidak hanya akan lebih efisien dan aman, tetapi juga mampu mendukung agenda pertumbuhan ekonomi berkelanjutan.

Sumber

Musarat, M. A., et al. (2024). The adoption of robotics in the Malaysian construction industry: Benefits, barriers, and future directions. Journal of Engineering, Design and Technology.

ResearchGate (2024). Robotics and Automation in Construction Management: Review Focus the Application of Robotics and Automation Technologies in Construction.

Selengkapnya
5 Kebijakan Strategis untuk Mempercepat Adopsi Robotik di Industri Konstruksi

Inovasi Industri

Digital Twins untuk Industry 4.0 di Era 6G

Dipublikasikan oleh Anjas Mifta Huda pada 12 Agustus 2025


Perpaduan Teknologi yang Mengubah Peta Industri

Dalam kurun waktu setengah abad terakhir, perkembangan jaringan komunikasi bergerak telah mengalami lompatan besar. Dimulai dari generasi pertama (1G) yang berbasis analog, berlanjut ke 2G yang beralih ke transmisi digital, lalu 3G dengan struktur sel hierarkis, 4G yang murni berbasis protokol internet (IP-based packet switching), hingga kini 5G yang memperkenalkan virtualisasi fungsi jaringan (Network Function Virtualization/NFV) dan konsep network slicing.
Network slicing sendiri adalah metode membagi infrastruktur jaringan menjadi beberapa “slice” logis yang terpisah namun berjalan di atas perangkat fisik yang sama, sehingga setiap slice dapat dioptimalkan untuk kebutuhan layanan yang berbeda.
Dengan 5G, kita sudah mencapai kecepatan puncak hingga 20 Gbps, latensi rendah, dan konektivitas masif untuk Internet of Things (IoT). Namun, dunia teknologi tidak berhenti di sini.

Kini, mata para peneliti dan industri tertuju pada 6G, generasi berikutnya yang bukan hanya menawarkan peningkatan kecepatan, tapi juga transformasi paradigma layanan, arsitektur jaringan, dan prinsip teknologi. Salah satu fokus utama 6G adalah integrasinya dengan Digital Twin (DT), yaitu representasi digital real time dari objek, sistem, atau proses fisik yang selalu terhubung dan diperbarui secara dinamis. DT bukan sekadar model 3D, tapi mencakup data operasional, kondisi, dan perilaku objek fisiknya.

Kombinasi 6G + DT diyakini akan menjadi pendorong utama evolusi Industry 4.0 (I4.0). Istilah Industry 4.0 sendiri mengacu pada revolusi industri keempat yang memadukan teknologi informasi (IT) dan teknologi operasional (OT) untuk menciptakan sistem produksi cerdas. Dalam konteks ini, 6G menjadi tulang punggung konektivitas, sementara DT menjadi otak digital yang memahami, memprediksi, dan mengoptimalkan proses industri.

Visi dan Nilai Tambah 6G

Berdasarkan visi Hexa-X—proyek andalan Uni Eropa untuk penelitian 6G—teknologi ini diharapkan memiliki enam pilar utama:

  1. Sustainable Development: jaringan hemat energi dan mendukung target lingkungan.
  2. Massive Twinning: penciptaan DT secara masif untuk semua aset, manusia, dan infrastruktur.
  3. Telepresence: menghadirkan kolaborasi jarak jauh yang seolah berada di lokasi fisik yang sama.
  4. Robots to Cobots: pergeseran dari robot industri konvensional menjadi cobots (collaborative robots) yang bekerja bersama manusia.
  5. Hyperconnected Resilient Network Infrastructures: infrastruktur jaringan yang tangguh, adaptif, dan selalu terhubung.
  6. Trusted Embedded Networks: jaminan keamanan, privasi, dan keandalan tinggi.

Di sinilah DT memainkan peran krusial—mendukung semua pilar tersebut dengan kemampuan representasi digital yang akurat, terhubung, dan cerdas.

Digital Twin: Konsep dan Evolusi

Digital Twin (DT) pertama kali muncul sebagai konsep “mirroring” di bidang manajemen siklus hidup produk (Product Lifecycle Management/PLM) pada awal 2000-an. Seiring waktu, DT berevolusi menjadi sistem canggih yang:

  • Terhubung dua arah dengan objek fisik (Physical Twin/PT).
  • Menyediakan data operasional, status historis, dan prediksi.
  • Mengintegrasikan visualisasi 3D, informasi komponen, hingga data sensor real time.

Dalam industri, DT digunakan mulai dari fase desain, pengujian, produksi, hingga pemeliharaan. Misalnya, sebelum memproduksi mesin baru, insinyur bisa membuat DT untuk menguji performa dan daya tahan dalam berbagai skenario, sehingga mengurangi risiko kegagalan di dunia nyata.

Teknologi pendukung DT meliputi:

  • Internet of Things (IoT): jaringan sensor dan perangkat yang mengumpulkan data dari dunia fisik.
  • Artificial Intelligence (AI): algoritma pembelajaran mesin yang menganalisis dan menginterpretasi data DT.
  • Extended Reality (XR): teknologi seperti Augmented Reality (AR), Virtual Reality (VR), dan Mixed Reality (MR) untuk interaksi visual dan kontrol intuitif.
  • 6G: konektivitas ultra-cepat dan latensi sangat rendah, memungkinkan sinkronisasi DT dengan PT secara real time.

Ekosistem 6G-Industrial DT: Potensi dan Dampak

Paper ini menjelaskan bahwa di era 6G, massive twinning akan menjadi realitas. Artinya, hampir semua objek fisik—dari mesin pabrik, robot, kendaraan logistik, hingga pekerja manusia—akan memiliki DT masing-masing. Semua DT ini terhubung ke edge computing nodes yang memproses data dekat sumbernya untuk meminimalkan latensi.

Potensi manfaatnya meliputi:

  1. Telepresence kolaboratif tanpa batas
    Dengan 6G, DT bisa digunakan untuk kolaborasi jarak jauh yang sehalus interaksi langsung di lokasi yang sama. Misalnya, teknisi di Jerman bisa memandu perbaikan mesin di pabrik Indonesia secara real time melalui DT.
  2. Pemahaman mendalam terhadap mesin dan lingkungan
    DT mengumpulkan data sensor, lalu AI memprosesnya untuk mendeteksi pola, mendiagnosis masalah, dan memprediksi kebutuhan perawatan.
  3. Pemodelan perilaku manusia
    Dengan mengumpulkan data seperti postur, gerakan, hingga sinyal biometrik, DT dapat memperkirakan kondisi mental dan fisik pekerja. Hal ini membantu mengurangi kecelakaan dan meningkatkan efisiensi.
  4. Keberlanjutan industri
    DT bisa memantau konsumsi energi, emisi, dan jejak karbon proses produksi. Dengan data ini, perusahaan dapat mengoptimalkan operasi untuk mengurangi dampak lingkungan.
  5. Inklusivitas tenaga kerja
    DT dan 6G memungkinkan orang dengan keterbatasan fisik bekerja dari jarak jauh menggunakan AR/VR, membuka peluang bagi segmen tenaga kerja yang sebelumnya sulit terlibat.

Aplikasi Nyata yang Disorot

Penulis memaparkan 8 skenario aplikasi utama di industri:

  • Human Presence-Aware URLLC: URLLC (Ultra-Reliable Low-Latency Communication) yang memperhitungkan keberadaan manusia agar sinyal tidak terganggu.
  • Massive Twinning dengan Human-in-the-Loop: integrasi peran manusia dalam pengambilan keputusan berbasis DT.
  • Cobots: robot kolaboratif yang aman bekerja berdekatan dengan manusia.
  • Extended Reality (XR): AR/VR/MR untuk pelatihan, pemeliharaan, dan kontrol jarak jauh.
  • Network-Aware DT: DT yang juga memodelkan kinerja jaringan untuk optimasi operasional.
  • Emergent Intelligence (EI): kecerdasan kolektif yang muncul dari interaksi banyak agen sederhana.
  • DT-Assisted Network Slicing: perencanaan dan optimasi slice jaringan menggunakan DT.
  • Radio-Aware DT: pemanfaatan DT untuk manajemen spektrum dan pengurangan interferensi.

Tantangan yang Dihadapi

Untuk mengimplementasikan skenario tersebut, ada beberapa tantangan besar:

  1. Key Performance Indicators (KPI) yang berbeda per use case, dari latensi super rendah (0,1 ms) hingga throughput tinggi (100 Gbps).
  2. Dependability & Safety: memastikan DT aman dan andal, terutama di aplikasi kritis seperti pencegahan tabrakan manusia–mesin.
  3. Security & Privacy: mematuhi regulasi seperti GDPR dalam pengelolaan data personal di DT.
  4. Sustainability: mengurangi konsumsi energi DT dan mengoptimalkan penggunaan infrastruktur.
  5. Interaksi DT–Infrastruktur: standarisasi API dan format data untuk kompatibilitas lintas vendor.

Teknologi Kunci untuk Mengatasi Tantangan

Enam kelompok teknologi yang diidentifikasi penulis sebagai pendukung utama:

  • Radio Access Technologies (RAT): mmWave, sub-THz, massive MIMO, energy harvesting.
  • Artificial Intelligence (AI): decision support systems untuk optimasi produksi/logistik.
  • Multi-Access Edge Computing (MEC): pemrosesan dekat sumber data untuk respons cepat.
  • Sensing & Positioning: ISAC, sensor fusion, dan RIS untuk pelacakan presisi.
  • Human-Machine Interface (HMI): deteksi status mental pekerja, multi-sensory feedback.
  • Communication–Computation–Control Codesign (CoCoCoCo): desain terpadu untuk efisiensi sumber daya.

Analisis Praktis dan Relevansi Industri

Bagi industri manufaktur, energi, transportasi, dan kesehatan, integrasi DT dengan 6G akan:

  • Mempercepat inovasi produk.
  • Memotong downtime produksi.
  • Mengurangi biaya training.
  • Meningkatkan keselamatan kerja.
  • Memperluas jangkauan tenaga ahli.

Namun, ada tantangan biaya awal tinggi, standarisasi global belum matang, dan isu keamanan data yang perlu penanganan serius.

Kesimpulan

Paper ini berhasil memberikan gambaran jelas bahwa kombinasi Digital Twin dan 6G akan merevolusi Industry 4.0 dengan menciptakan ekosistem industri yang terhubung, cerdas, aman, efisien, dan inklusif.
Meskipun jalan menuju penerapan penuh masih panjang, peluang yang ditawarkan sangat besar, terutama bagi industri yang siap berinvestasi dalam infrastruktur 6G dan pengembangan DT.

📌 Sumber:
Bin Han, et al. Digital Twins for Industry 4.0 in the 6G Era. IEEE Open Journal of Vehicular Technology, 2023. DOI: 10.1109/OJVT.2023.123456

Selengkapnya
Digital Twins untuk Industry 4.0 di Era 6G
page 1 of 1