Industri Kontruksi
Dipublikasikan oleh Izura Ramadhani Fauziyah pada 08 Mei 2025
Masalah Umum: Sistem yang Longgar dan Minim Koordinasi
Industri konstruksi digambarkan sebagai "loosely coupled system" — sistem longgar yang rentan terhadap miskomunikasi antar aktor. Banyak kontraktor utama yang mewajibkan penggunaan sistem logistik tertentu kepada subkontraktor, tanpa partisipasi mereka dalam desain sistem tersebut. Ini seringkali menimbulkan resistensi dan rendahnya pemanfaatan layanan.
Selain itu, kompleksitas logistik dalam konstruksi ditambah dengan keterbatasan ruang, risiko keamanan, dan tekanan waktu membuat penanganan logistik menjadi titik kritis. Paper ini menawarkan pendekatan solusi melalui modul layanan logistik yang terintegrasi.
Studi Kasus: Proyek Perkantoran di Gothenburg, Swedia
Studi ini dilakukan pada proyek pembangunan kantor besar di pusat kota Gothenburg yang memiliki keterbatasan ruang dan akses terbatas. Tiga modul layanan logistik yang digunakan dalam proyek ini adalah:
1. Modul Manajemen Material
2. Modul On-Site Vendor Managed Inventory (VMI)
3. Modul Manajemen Limbah
Dimensi Nilai Layanan Logistik
Paper ini menggunakan kerangka nilai layanan dari tiga aspek:
Kontraktor utama cenderung menilai tinggi dari sisi teknis dan persepsi, sedangkan subkontraktor lebih kritis terhadap nilai moneter karena mereka diwajibkan menggunakan dan membayar layanan tanpa dilibatkan dalam desainnya.
Kunci Co-Creation: Komitmen, Kepercayaan, dan Visualisasi
Studi menunjukkan bahwa nilai tidak dapat sepenuhnya dihasilkan saat desain layanan, tapi terbentuk selama proyek berjalan. Tiga temuan utama terkait proses co-creation:
Kritik dan Refleksi: Apa yang Bisa Ditingkatkan?
Kelebihan Studi
Kelemahan
Saran Pengembangan
Implikasi Praktis dan Industri
Kesimpulan: Logistik Bukan Lagi Pelengkap, Tapi Inti Proyek
Logistik dalam konstruksi bukan hanya soal pengangkutan barang, tapi tentang menciptakan nilai melalui sinergi antar aktor. Studi ini menunjukkan bahwa sistem modular dalam Construction Logistics Setup (CLS) dapat meningkatkan efisiensi, tetapi kesuksesannya tergantung pada trust, komunikasi, dan keterlibatan bersama.
Kita sedang bergerak ke era di mana logistik bukan lagi aspek teknis semata, tetapi bagian dari strategi manajemen proyek secara keseluruhan. Oleh karena itu, investasi dalam desain, pelatihan, dan komunikasi menjadi krusial untuk memaksimalkan potensi co-creation value.
Sumber Artikel
Fredriksson, A., Kjellsdotter Ivert, L., & Naz, F. (2025). Creating logistics service value in construction – a quest of coordinating modules in a loosely coupled system. Construction Management and Economics.
Industri Kontruksi
Dipublikasikan oleh Izura Ramadhani Fauziyah pada 08 Mei 2025
Mengapa Lean Construction Jadi Solusi Masa Depan Proyek Konstruksi?
Dalam dunia konstruksi yang penuh ketidakpastian, keterlambatan waktu adalah mimpi buruk yang sering menghantui manajer proyek. Faktor-faktor risiko seperti keterlambatan bahan, pekerja tidak terampil, hingga birokrasi internal klien, dapat menyebabkan kerugian besar baik secara finansial maupun reputasi. Artikel ini mengulas bagaimana penerapan lean construction techniques, khususnya Last Planner System (LPS), terbukti mampu memangkas waktu pelaksanaan proyek secara signifikan, berdasarkan studi kasus nyata di Mesir.
Apa Itu Lean Construction?
Lean construction berasal dari filosofi produksi Toyota Production System (TPS), yang menitikberatkan pada eliminasi pemborosan dalam setiap proses produksi. Dalam konteks konstruksi, pendekatan ini difokuskan untuk:
Studi Kasus: Proyek Industri di Minia, Mesir
Latar Belakang Proyek
Proyek yang menjadi objek penelitian adalah pembangunan gudang penyimpanan tepung di pabrik penggilingan di Zona Industri Minia, Mesir. Proyek ini melibatkan:
Proyek memiliki tenggat waktu ketat: hanya 72 hari tanpa opsi perpanjangan waktu, karena pemasangan silos harus dilakukan pada tanggal tertentu.
Metodologi Lean yang Diterapkan
Penulis menggunakan pendekatan LPS untuk mengintegrasikan tiga tingkat perencanaan proyek:
Setiap tiga minggu dilakukan evaluasi terhadap:
Hasil Utama: Waktu Proyek Berkurang 15,57%
Analisis Angka-angka
Dengan penerapan lean techniques, proyek berhasil diselesaikan tepat waktu tanpa perpanjangan, walau sempat menghadapi kendala signifikan seperti:
Analisis Risiko: Faktor Paling Mempengaruhi Waktu
Faktor Risiko yang Dikendalikan Efektif oleh Lean:
Faktor yang Tidak Terdampak oleh Lean:
Transformasi Lewat LPS: Dari Masalah ke Solusi
Dengan memanfaatkan LPS, proyek menunjukkan perbaikan berkelanjutan dalam beberapa aspek:
Insight Visual: Validasi Model Fuzzy PET
Dua indikator utama PET dan tingkat pekerjaan yang tidak selesai menunjukkan pola penurunan seiring waktu, mengindikasikan efektivitas model PET sebagai alat evaluasi. Visualisasi dengan boxplot menunjukkan bahwa impact index dari faktor risiko juga menurun signifikan dari minggu ke minggu.
Relevansi Global: Perbandingan Internasional
Penelitian ini menguatkan temuan serupa di:
Di mana lean construction terbukti relevan dan efektif di berbagai konteks negara berkembang yang memiliki tantangan serupa dalam produktivitas dan pengelolaan risiko proyek.
Implikasi Industri dan Rekomendasi
Mengapa Lean Construction Harus Diterapkan di Negara Berkembang?
Rekomendasi Penulis:
Penutup: Lean Construction Bukan Sekadar Tren, Tapi Kebutuhan
Dengan makin kompleksnya proyek konstruksi dan tekanan waktu yang tinggi, lean construction bukan lagi pilihan, melainkan kebutuhan. Studi kasus ini memberikan bukti konkret bahwa pendekatan sistematis seperti LPS bukan hanya teori manajemen, tetapi solusi nyata yang mampu menyelamatkan proyek dari potensi kegagalan.
Sumber Artikel Asli:
Issa, U. H. (2013). Implementation of lean construction techniques for minimizing the risks effect on project construction time. Alexandria Engineering Journal, 52(4), 697–704. Alexandria University.
Industri Kontruksi
Dipublikasikan oleh Izura Ramadhani Fauziyah pada 08 Mei 2025
Krisis Perumahan dan Inovasi Material Bangunan
Nigeria, seperti banyak negara berkembang lainnya, menghadapi tantangan besar dalam pemenuhan kebutuhan perumahan rakyat. Biaya material bangunan yang tinggi, waktu konstruksi yang lama, serta kurangnya tenaga kerja terampil memperparah backlog perumahan yang kini menyentuh lebih dari 17 juta unit. Dalam konteks ini, Machinblock Tetrix hadir sebagai solusi inovatif: sistem blok bangunan tanpa semen yang bisa disusun seperti Lego, cepat dipasang, kuat, dan hemat biaya.
Apa Itu Machinblock Tetrix?
Machinblock Tetrix adalah sistem interlocking hollow block (IHB) yang dipasang tanpa mortar. Teknologi ini menggunakan mekanisme tongue-and-groove yang memungkinkan setiap blok saling terkunci secara presisi tanpa perekat tambahan. Sistem ini berasal dari Republik Dominika dan memiliki dua tipe blok utama: tipe A dan tipe B, masing-masing tersedia dalam tinggi 100 mm dan 200 mm. Selain itu, disediakan blok sambungan seperti Connect A-A dan Connect B-B untuk membentuk dinding yang kokoh.
Konstruksi dinding dilakukan dengan cara dry stacking blok cukup ditumpuk mengikuti pola sambungan yang telah dirancang secara geometris. Tidak ada campuran semen yang dibutuhkan kecuali di fondasi awal. Hal ini memungkinkan proses pembangunan yang lebih cepat dan bersih.
Fokus Penelitian: Uji Simulasi dan Eksperimen
Penelitian oleh Babasola Osundina menggunakan pendekatan kombinasi antara uji laboratorium dan simulasi digital menggunakan perangkat lunak Ansys versi 17.0. Pendekatan ini digunakan untuk mengetahui sejauh mana kekuatan tekan, kekuatan tarik, serta stabilitas sambungan dari blok Machinblock Tetrix.
Blok diuji berdasarkan:
Hasil Menakjubkan dari Uji Teknis
Hasil pengujian menunjukkan bahwa semua jenis blok Machinblock Tetrix memiliki kekuatan tekan yang melebihi standar internasional (ASTM dan NIS) yang disyaratkan sebesar 3,45 N/mm². Misalnya, pada usia 28 hari, blok tipe A setinggi 200 mm memiliki kekuatan tekan hingga 6,22 N/mm², sedangkan blok tipe B setinggi 200 mm mencapai 5,43 N/mm². Hasil ini sangat signifikan, terutama karena blok ini tidak memerlukan mortar dan tetap mempertahankan kekuatan struktural yang tinggi.
Simulasi menggunakan Ansys juga memberikan hasil yang konsisten, dengan nilai kekuatan tekan sangat dekat dengan uji eksperimen. Deformasi total maksimum yang tercatat dari simulasi hanya 0,12 mm, dan sliding antar sambungan juga sangat kecil, menunjukkan bahwa sistem sambungan antarblok sangat stabil.
Untuk uji kuat tarik, hasil eksperimen bahkan menunjukkan performa lebih tinggi dibandingkan dengan hasil simulasi. Pada usia 28 hari, kuat tarik rata-rata mencapai 0,36 N/mm², sedangkan hasil simulasi berada di kisaran 0,13 hingga 0,30 N/mm². Ini menandakan bahwa sistem sambungan fisik Machinblock sangat efektif dalam menahan gaya tarik.
Keunggulan Machinblock Dibandingkan Sistem Konvensional
Beberapa keunggulan utama dari Machinblock Tetrix yang ditemukan dalam studi ini adalah:
Studi Kasus: Simulasi Dinding Realistis
Dalam studi ini, dilakukan juga simulasi pada sebuah dinding yang dirakit dari kombinasi blok-blok Machinblock Tetrix. Dinding setinggi 400 mm menunjukkan kekuatan tekan melebihi 10 N/mm² dan deformasi sangat kecil. Hal ini menunjukkan bahwa sistem ini layak digunakan tidak hanya untuk bangunan non-struktural, tapi juga struktur ringan seperti rumah satu lantai, sekolah darurat, atau bangunan modular.
Perbandingan dengan Teknologi Sejenis
Teknologi interlocking block bukan hal baru. Sistem seperti Hydraform, Thai Brick, dan Mecano Block telah digunakan di berbagai negara. Namun, Machinblock Tetrix memiliki keunikan karena:
Berbeda dengan Hydraform yang berat dan mahal, atau sistem Thailand yang mengandalkan grouting untuk stabilitas, Machinblock hanya perlu penyesuaian desain dan sambungan antarblok untuk menghasilkan struktur yang stabil.
Tantangan dan Keterbatasan
Meski menjanjikan, Machinblock Tetrix memiliki beberapa keterbatasan:
Rekomendasi dan Masa Depan Machinblock
Penelitian ini merekomendasikan penggunaan Machinblock Tetrix secara luas dalam proyek perumahan massal di Nigeria dan negara-negara berkembang lainnya. Beberapa langkah lanjutan yang direkomendasikan antara lain:
Dengan kemudahan produksi, pemasangan cepat, dan performa struktural yang menjanjikan, Machinblock Tetrix dapat menjadi tulang punggung revolusi industri bangunan hemat biaya dan ramah lingkungan di abad 21.
Kesimpulan
Machinblock Tetrix bukan hanya inovasi material, tetapi juga solusi sosial dan ekonomi. Ia menawarkan efisiensi, kekuatan, dan kesederhanaan dalam satu sistem konstruksi yang dapat diandalkan. Melalui kombinasi uji fisik dan simulasi digital, artikel ini menunjukkan bahwa teknologi ini layak untuk diterapkan secara luas dalam menjawab tantangan besar penyediaan perumahan yang terjangkau, cepat, dan berkualitas di masa depan.
Sumber Artikel Asli:
Osundina, B. (2021). Investigation on Mortarless Dry-Stack Interlocking Hollow Block Using Finite Element Modelling; Case Study of Machinblock Tetrix. Department of Civil Engineering, University of Ibadan.
Industri Kontruksi
Dipublikasikan oleh Izura Ramadhani Fauziyah pada 08 Mei 2025
Mengapa IoT Penting untuk Masa Depan Konstruksi?
Revolusi industri 4.0 menuntut setiap sektor untuk beradaptasi secara digital, termasuk industri konstruksi yang selama ini dikenal sebagai salah satu sektor paling lambat dalam mengadopsi teknologi. Internet of Things (IoT) konsep di mana perangkat fisik terhubung dan berkomunikasi melalui internet tanpa campur tangan manusia secara langsung menjadi tulang punggung dari transformasi digital ini. Artikel karya Wimala dan Imanuela mencoba menjawab pertanyaan penting: “Sejauh mana penerapan IoT di industri konstruksi, khususnya di Indonesia?”
Tujuan dan Metodologi Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk mengevaluasi perkembangan dan kesenjangan penerapan IoT dalam industri konstruksi antara Indonesia dan beberapa negara maju lainnya. Dengan menggunakan metode bibliometrik dan perangkat lunak Publish or Perish 7, penulis menganalisis 46 karya ilmiah dari tahun 2010 hingga 2021 yang berkaitan dengan IoT di industri konstruksi. Lima ranah utama yang dikaji dalam penelitian ini adalah:
Negara-negara yang dianalisis mencakup Cina, Jepang, Korea Selatan, Malaysia, Amerika Serikat, dan Inggris, sementara Indonesia dijadikan studi banding sebagai negara berkembang dengan adopsi teknologi yang relatif baru.
Hasil Penelitian: Di Mana Posisi Indonesia?
Fakta Penting:
Lima Ranah IoT di Konstruksi: Siapa Unggul di Mana?
1. Construction Safety (Keselamatan Kerja)
China unggul dalam penerapan early warning system berbasis sensor untuk mendeteksi potensi bahaya seperti radiasi, getaran, dan listrik. Sistem ini memiliki tingkat keberhasilan deteksi hingga 98% dalam 7 hari pertama dan 92% dalam 60 hari. Inisiatif besar pemerintah seperti Construction Information Management Service Sharing (CIMSS) juga mendukung digitalisasi data proyek, mengurangi penggunaan kertas hingga 40% dan mempercepat pengiriman dokumen proyek sebesar 7,3%.
2. Fleet Management
Inggris menjadi pionir dengan memanfaatkan IoT untuk mengatur pengiriman material secara presisi menggunakan sensor dan sistem pembayaran otomatis. Efeknya bukan hanya meningkatkan efisiensi logistik, tetapi juga memangkas kebutuhan tenaga kerja di lapangan, yang berpotensi menghemat dana hingga 14,6 triliun USD secara global.
3. Site Monitoring
Malaysia masih menggunakan sistem manual berbasis kertas, namun tengah bertransisi ke sistem digital. Pemerintahnya telah mengeluarkan National IoT Roadmap 2015 untuk mempercepat adopsi teknologi monitoring proyek berbasis sensor dan augmented reality.
4. Project Management
Amerika Serikat, sebagai negara asal banyak inovasi digital, menerapkan BIM (Building Information Modeling) yang terintegrasi dengan IoT. Sejak 2010, beberapa negara bagian mewajibkan penggunaan BIM untuk proyek pemerintah. IoT diintegrasikan untuk pengambilan keputusan real-time, pelacakan aset, dan manajemen biaya proyek secara otomatis.
5. Machine Control
Korea Selatan menjadi pionir dalam otomatisasi mesin konstruksi. Sejak tahun 2014, mereka menghadapi krisis kekurangan tenaga kerja konstruksi, sehingga pada 2020, pemerintah mengucurkan dana sebesar $173 juta untuk mewujudkan Smart Construction 2025. Targetnya, pada 2030 seluruh proses konstruksi akan sepenuhnya otomatis, termasuk penggunaan IoT untuk maintenance mesin secara real-time.
Bagaimana dengan Indonesia?
Baru sejak 2018 IoT mulai masuk ke sektor konstruksi Indonesia, bersamaan dengan maraknya penggunaan perangkat wearable seperti smartwatch. Hingga kini, kontribusi terbesar justru datang dari perusahaan BUMN PT Waskita Karya, yang mengembangkan teknologi HoloLens—kacamata realitas campuran yang terhubung dengan model BIM untuk komunikasi proyek digital.
Dari sisi kebijakan, Kementerian Komunikasi dan Informatika telah merilis Peraturan Menteri No. 1 Tahun 2019 mengenai izin penggunaan frekuensi untuk perangkat IoT. Namun, belum ada peta jalan (roadmap) nasional yang secara khusus menargetkan IoT di sektor konstruksi.
Kesenjangan Kunci: Apa yang Membuat Indonesia Tertinggal?
Faktor-faktor yang dikaji dalam artikel ini meliputi:
Potensi Pasar dan Arah Masa Depan
Ketua Umum Asosiasi IoT Indonesia (ASIOTI) menyebut bahwa pada 2022, nilai pasar IoT di Indonesia bisa mencapai Rp350 triliun, dengan 400 juta sensor aktif. Ini mencerminkan peluang besar yang belum sepenuhnya dimanfaatkan oleh sektor konstruksi. Dengan pasar sebesar itu, sektor konstruksi bisa menjadi pemicu revolusi digital berikutnya jika adopsi teknologi dilakukan secara terencana dan masif.
Kritik dan Saran Pengembangan
Artikel ini sangat informatif dalam membandingkan posisi Indonesia dengan negara-negara maju lainnya. Namun, ada beberapa hal yang dapat dikembangkan ke depan:
Kesimpulan: Indonesia Perlu Langkah Konkret untuk Kejar Ketertinggalan
Secara umum, penelitian ini memberikan gambaran menyeluruh tentang kemajuan implementasi IoT di sektor konstruksi global dan posisi Indonesia yang masih jauh tertinggal. Meski demikian, peluang untuk mengejar ketertinggalan sangat terbuka, mengingat pertumbuhan pesat pasar IoT domestik dan kebutuhan mendesak akan efisiensi di sektor konstruksi.
Indonesia butuh:
Dengan langkah-langkah itu, IoT tidak hanya menjadi tren teknologi, tetapi pondasi bagi era baru konstruksi yang lebih efisien, aman, dan transparan di tanah air.
Sumber Artikel Asli:
Wimala, M., & Imanuela, K. (2022). Perkembangan Internet of Things di Industri Konstruksi. Journal of Sustainable Construction, Vol. 1 No. 2, Maret 2022, 43–51. Universitas Katolik Parahyangan.
Industri Kontruksi
Dipublikasikan oleh Sirattul Istid'raj pada 06 Mei 2025
Pendahuluan: Mengapa Manajemen Risiko Konstruksi Sangat Krusial?
Industri konstruksi merupakan sektor yang sangat kompleks dan sarat risiko. Dari keterlambatan material, cuaca ekstrem, hingga kecelakaan kerja, berbagai risiko dapat menyebabkan pembengkakan biaya, keterlambatan proyek, hingga potensi gugatan hukum. Oleh karena itu, manajemen risiko menjadi fondasi penting dalam setiap tahap proyek konstruksi—terutama pada proyek skala besar seperti pembangunan gedung perkuliahan di Universitas Halu Oleo (UHO).
Penelitian ini menyoroti bagaimana risiko-risiko tersebut dapat diidentifikasi, dianalisis, dan diprioritaskan untuk mitigasi. Studi kasus diambil dari Proyek Pembangunan Gedung Perkuliahan Terpadu UHO yang menjadi titik penting dalam mengilustrasikan praktik manajemen risiko secara nyata.
Metodologi: Kerangka Analisis Risiko yang Terstruktur
Peneliti menggunakan metode Risk Breakdown Structure (RBS) dan Risk Matrix untuk mengidentifikasi dan memetakan risiko berdasarkan tingkat keparahan dan probabilitasnya. Wawancara mendalam dengan pihak-pihak terkait proyek seperti kontraktor, pengawas, dan manajer lapangan menjadi sumber data primer utama. Data kemudian dianalisis secara kuantitatif menggunakan skala likert dan matriks probabilitas-dampak.
Metode ini dinilai cocok karena memungkinkan penilaian sistematis dan visualisasi risiko secara hierarkis—dari yang paling kritis hingga yang bisa ditoleransi.
Temuan Utama: Risiko Utama dalam Proyek Gedung Perkuliahan UHO
Dari penelitian ini, 37 risiko berhasil diidentifikasi, diklasifikasikan ke dalam 5 kelompok besar:
1. Risiko Lingkungan
Cuaca ekstrem seperti hujan deras (tingkat probabilitas tinggi, dampak sedang).
Gangguan dari lingkungan sekitar kampus (akses terbatas, lalu lintas padat).
2. Risiko Finansial
Keterlambatan pembayaran oleh pemilik proyek.
Kenaikan harga bahan baku akibat fluktuasi pasar (termasuk semen, baja, dan pasir).
3. Risiko Personalia
Kurangnya tenaga kerja terampil di lokasi proyek.
Kecelakaan kerja yang tidak terduga.
4. Risiko Manajemen
Keterlambatan dalam pengambilan keputusan oleh manajemen proyek.
Kesalahan dalam perencanaan awal yang berdampak pada pelaksanaan di lapangan.
5. Risiko Teknis
Kegagalan alat berat di tengah proyek.
Ketidaksesuaian desain dengan kondisi lapangan.
Dari semua risiko tersebut, 10 risiko dikategorikan sebagai prioritas tinggi berdasarkan Risk Matrix. Misalnya, cuaca ekstrem dan keterlambatan pembayaran menjadi faktor dominan yang mampu menghambat keseluruhan timeline proyek secara signifikan.
Studi Banding: Perbandingan dengan Penelitian Sebelumnya
Penelitian ini memperkuat temuan dari studi serupa oleh Dewi et al. (2020) dalam proyek gedung pendidikan di Makassar, yang juga menempatkan keterlambatan pembayaran dan cuaca sebagai risiko dominan. Namun, keunggulan studi ini terletak pada pendekatan lebih rinci dalam klasifikasi risiko serta fokus pada konteks kampus negeri yang memiliki dinamika tersendiri seperti birokrasi dan ketergantungan dana APBN.
Implikasi Praktis: Apa yang Bisa Dipelajari oleh Praktisi?
Beberapa implikasi penting dari penelitian ini bagi dunia konstruksi adalah:
Perlu adanya manajemen risiko proaktif sejak tahap perencanaan, bukan reaktif saat proyek sudah berjalan.
Penyusunan contingency plan (rencana darurat) untuk cuaca dan finansial menjadi prioritas dalam proyek sejenis.
Perbaikan sistem komunikasi internal, khususnya antara pemilik proyek dan kontraktor utama, untuk mempercepat pengambilan keputusan.
Dengan begitu, proyek tidak hanya berjalan sesuai jadwal tetapi juga menghindari pemborosan anggaran.
Kelebihan dan Keterbatasan Penelitian
Kelebihan:
Menggunakan pendekatan kombinasi antara wawancara dan analisis kuantitatif, sehingga menghasilkan hasil yang komprehensif.
Fokus pada proyek nyata memberi bobot praktikalitas yang tinggi.
Keterbatasan:
Studi ini terbatas pada satu proyek dan konteks universitas negeri, sehingga hasilnya belum tentu bisa digeneralisasi ke proyek swasta atau skala nasional.
Tidak membahas lebih jauh strategi mitigasi setelah risiko diidentifikasi.
Kritik Konstruktif dan Saran Pengembangan
Penulis belum banyak mengelaborasi langkah konkret mitigasi atas risiko-risiko prioritas tinggi. Padahal, inilah titik yang sangat penting dalam manajemen risiko. Ke depan, akan lebih bermanfaat jika studi lanjutan mencakup:
Evaluasi efektivitas strategi mitigasi yang telah diterapkan di proyek.
Simulasi manajemen risiko berbasis software seperti Primavera Risk Analysis atau @RISK.
Pembahasan tentang penanganan risiko dalam proyek multiyears dengan dana dari anggaran pemerintah.
Relevansi dengan Industri Saat Ini
Dalam konteks saat ini, di mana proyek infrastruktur pendidikan terus digenjot pasca pandemi COVID-19, studi seperti ini menjadi panduan penting. Dengan alokasi APBN yang terus meningkat untuk sektor pendidikan, maka semakin banyak proyek gedung kampus akan dibangun. Maka itu, manajemen risiko yang adaptif dan berbasis data lapangan akan menjadi kebutuhan mutlak.
Kesimpulan: Risiko Bisa Dikelola, Bukan Dihindari
Penelitian ini menegaskan bahwa risiko dalam konstruksi bukanlah sesuatu yang harus dihindari, melainkan dikelola secara strategis. Lewat pendekatan sistematis seperti RBS dan Risk Matrix, tim proyek dapat lebih siap menghadapi tantangan dan mengoptimalkan sumber daya yang ada.
Bagi para pelaku industri, hasil studi ini bukan hanya refleksi akademik, melainkan juga panduan praktis yang bisa diterapkan langsung dalam proyek-proyek nyata.
Sumber
Rizal, M., Rahim, R., & Rahman, A. (2019). Analisis Risiko pada Pekerjaan Konstruksi Gedung Studi Kasus: Proyek Pembangunan Gedung Perkuliahan Terpadu Universitas Halu Oleo. Jurnal Media Ilmiah Teknik Sipil, 17(3). Tersedia di: https://jurnal.unsrat.ac.id/index.php/jmts/article/view/4829
Industri Kontruksi
Dipublikasikan oleh Sirattul Istid'raj pada 30 April 2025
Pendahuluan
Produktivitas tenaga kerja konstruksi (Construction Labour Productivity/CLP) telah menjadi isu sentral dalam sektor konstruksi global. Dibandingkan dengan industri lain, pertumbuhan produktivitas di sektor ini justru mengalami stagnasi atau bahkan penurunan dalam beberapa dekade terakhir. Artikel yang diulas ini menawarkan pendekatan ilmiah berbasis bibliometrik dan scientometrik untuk memetakan arah, tren, dan kesenjangan dalam riset CLP selama sepuluh tahun terakhir (2012–2021), berdasarkan data dari basis Scopus.
Penelitian ini tidak hanya penting secara akademis, tetapi juga memiliki dampak langsung pada efisiensi proyek, strategi perusahaan konstruksi, hingga kebijakan nasional yang menyangkut pembangunan infrastruktur.
Metodologi: Analisis Bibliometrik dan Scientometrik sebagai Alat Strategis
Penulis memanfaatkan perangkat lunak VOSviewer untuk mengidentifikasi pola, jaringan kolaborasi, kata kunci dominan, dan publikasi yang paling berpengaruh dalam bidang CLP. Sebanyak 528 artikel awalnya ditemukan, namun setelah disaring sesuai kriteria inklusi (artikel jurnal dan prosiding, berbahasa Inggris, relevan dengan topik), 460 artikel dianalisis lebih lanjut.
Langkah ini penting karena memperbaiki kelemahan pada pendekatan review tradisional yang bersifat subjektif. Dengan pendekatan visualisasi jaringan ilmiah, pembaca dapat memahami bagaimana riset berkembang, siapa yang paling aktif, dan area mana yang masih kurang tersentuh.
Temuan Utama: Dimensi Ilmiah dan Praktis
1. Dominasi Negara dan Institusi
Amerika Serikat, Australia, dan Kanada adalah tiga negara dengan kontribusi artikel terbanyak. Namun, dari segi average citations, Hong Kong menempati posisi tertinggi, menunjukkan bahwa kualitas dan pengaruh publikasinya lebih tinggi secara relatif.
2. Penulis dan Kolaborator Kunci
P.M. Goodrum adalah penulis paling produktif (24 artikel; 1.321 sitasi).
Kolaborasi kuat terlihat antara Goodrum, Caldas, dan Zhai, yang memengaruhi diskursus global mengenai CLP.
3. Jurnal Paling Berpengaruh
Journal of Construction Engineering and Management memimpin dari segi jumlah publikasi.
Automation in Construction menjadi rujukan utama terkait inovasi dan teknologi.
4. Tren Kata Kunci dan Area Baru
Dari analisis ko-occurence kata kunci, tren terbaru mencakup:
Lean construction
Variabilitas produktivitas
Inovasi dan prefabrikasi
Total factor productivity
Motivasi tenaga kerja
Ini menunjukkan bahwa riset CLP mulai beralih dari sekadar identifikasi faktor penghambat ke arah pemodelan prediktif, teknologi digital, dan pendekatan sistemik.
Studi Kasus & Data Penting
Beberapa publikasi dengan dampak tinggi dalam 5 tahun terakhir yang dikaji:
De Soto et al. (2018): Menganalisis efisiensi pembangunan dinding beton menggunakan robotik – hasilnya menunjukkan bahwa metode fabrikasi digital memberikan efisiensi waktu dan biaya signifikan (157 sitasi).
Hwang et al. (2017): Mengkaji proyek gedung hijau di Singapura – faktor seperti pengalaman pekerja dan perubahan desain menjadi hambatan produktivitas utama.
Yi & Chan (2017): Menghubungkan heat stress dengan produktivitas pekerja baja di Hong Kong – temuan menunjukkan bahwa suhu kerja tinggi menurunkan efisiensi kerja secara drastis.
Nilai Tambah & Opini Kritis
1. Kritik terhadap Pendekatan Penelitian
Mayoritas studi CLP menggunakan pendekatan kuantitatif, seperti survei kuesioner. Padahal, faktor-faktor produktivitas bersifat kontekstual dan seharusnya diselidiki terlebih dahulu secara kualitatif, sesuai kondisi proyek dan wilayah. Ketergantungan pada faktor dari literatur bisa membuat temuan menjadi repetitif dan tidak aplikatif.
2. Kurangnya Pendekatan Sistemik
Faktor-faktor CLP tidak berdiri sendiri. Ketiadaan pendekatan sistem berpikir (system thinking) menyebabkan banyak solusi yang ditawarkan bersifat parsial. Penulis menyarankan penggunaan Causal Layered Analysis (CLA) dan integrasi BIM, VR/AR untuk menjawab tantangan kompleks ini.
3. Tantangan Nyata di Industri
Studi ini sangat relevan dalam konteks Indonesia. Di tengah percepatan pembangunan infrastruktur, isu rendahnya produktivitas pekerja tetap menjadi masalah klasik. Faktor seperti upah rendah, pelatihan minim, hingga manajemen proyek yang kurang adaptif terhadap teknologi perlu diatasi secara menyeluruh.
Implikasi Praktis bagi Industri
Bagi kontraktor, arsitek, dan manajer proyek, studi ini menegaskan bahwa:
Efisiensi tenaga kerja adalah refleksi langsung dari manajemen proyek.
Variabilitas produktivitas harus dimonitor bukan hanya sebagai angka, tetapi sebagai indikator kesehatan sistem kerja.
Motivasi pekerja melalui insentif berbasis kinerja, lingkungan kerja layak, dan keterlibatan dalam pengambilan keputusan perlu ditingkatkan.
Studi ini juga menjadi panduan bagi pemerintah untuk menyusun regulasi tenaga kerja konstruksi berbasis data ilmiah, bukan asumsi.
Rekomendasi Penelitian Lanjutan
Penulis menyarankan lima arah penelitian baru:
Menyelidiki akar penyebab (bukan hanya gejala) dari penurunan produktivitas.
Menggunakan pendekatan metodologi inovatif seperti CLA.
Mendahulukan riset kualitatif sebelum survei kuantitatif.
Mengadopsi teknologi digital seperti BIM dan sensor lapangan untuk monitoring.
Eksplorasi lanjutan terhadap emerging themes seperti prefabrikasi dan benchmarking.
Penutup: Refleksi Strategis
Artikel ini layak diapresiasi karena menyatukan berbagai potongan besar dari puzzle penelitian produktivitas konstruksi menjadi satu peta utuh. Pendekatan bibliometrik memberikan perspektif objektif, sementara pembahasan kualitatif di akhir memperkaya pemahaman kita terhadap konteks.
Sebagai bangsa yang tengah giat membangun, Indonesia bisa mengambil pelajaran besar dari riset ini: tanpa reformasi dalam pengelolaan produktivitas tenaga kerja, percepatan pembangunan hanya akan menjadi beban, bukan kemajuan.
Sumber:
Adebowale, O.J., & Agumba, J.N. (2023). A scientometric analysis and review of construction labour productivity research. International Journal of Productivity and Performance Management, 72(7), 1903–1923. https://doi.org/10.1108/IJPPM-09-2021-0505