Industri Energi

Efisiensi Energi dan Biaya di Industri: Strategi Teknologi, Optimasi Operasional, dan Dampak Ekonomi Jangka Panjang

Dipublikasikan oleh Guard Ganesia Wahyuwidayat pada 09 Desember 2025


1. Pendahuluan

Efisiensi energi telah menjadi salah satu pilar utama dalam strategi operasional industri modern. Dorongan global untuk menurunkan konsumsi energi, mengontrol biaya, dan mengurangi emisi membuat perusahaan harus melihat energi bukan hanya sebagai kebutuhan teknis, tetapi sebagai sumber daya strategis yang perlu dikelola secara cermat. Materi pelatihan mengenai efisiensi energi di industri menekankan bahwa biaya energi seringkali menempati porsi signifikan dalam struktur biaya operasional, sehingga penghematan kecil pada konsumsi dapat menghasilkan dampak finansial yang besar.

Dalam praktiknya, efisiensi energi tidak hanya ditentukan oleh teknologi, tetapi oleh perilaku operasional, manajemen pemeliharaan, kualitas data, dan kemampuan perusahaan untuk melihat pola pemborosan. Banyak industri memiliki potensi penghematan 10–30% tanpa investasi besar, hanya melalui optimasi proses, perbaikan kebocoran, dan penataan ulang sistem kontrol. Sisanya membutuhkan investasi strategis seperti upgrade mesin, integrasi automasi, hingga pemanfaatan teknologi monitoring energi berbasis IoT.

Artikel ini menguraikan konsep inti efisiensi energi, strategi audit energi, hubungan langsung antara konsumsi energi dan biaya produksi, serta bagaimana pendekatan holistik dapat memberikan manfaat ekonomi jangka panjang. Pembahasan berfokus pada analisis yang relevan untuk perusahaan manufaktur, fasilitas pengolahan, dan sektor industri yang mengandalkan energi dalam skala besar.

 

2. Konsep Dasar Efisiensi Energi dalam Industri

2.1. Mengapa Energi Menjadi Faktor Strategis dalam Operasi Industri

Energi merupakan input fundamental yang memengaruhi hampir seluruh proses industri: pemanasan, pendinginan, motor penggerak, kompresor, sistem pompa, penerangan, dan proses kimia. Ketergantungan besar pada energi membuat struktur biaya produksi sangat sensitif terhadap fluktuasi harga energi. Karena itu, efisiensi energi bukan hanya isu teknis, tetapi juga isu ekonomi.

Selain itu, banyak negara mulai menerapkan regulasi energi dan standar efisiensi yang semakin ketat. Perusahaan yang tidak beradaptasi berisiko menghadapi biaya operasional lebih tinggi serta penurunan daya saing.

2.2. Konsep Efisiensi Energi: Output Lebih Besar dengan Input Lebih Rendah

Efisiensi energi mengacu pada kemampuan menghasilkan output yang sama (atau lebih besar) dengan konsumsi energi yang lebih rendah. Hal ini dapat dicapai melalui:

  • Meningkatkan performa teknologi (misalnya motor efisiensi tinggi)

  • Mengurangi pemborosan energi (leakage, idle running)

  • Optimasi proses (automasi, kontrol cerdas)

  • Perbaikan perilaku operasional (SOP berbasis energi)

Intinya adalah memaksimalkan penggunaan energi yang dikonsumsi sehingga tidak ada energi terbuang sia-sia.

2.3. Indikator-indikator Kinerja Energi (Energy Performance Indicators – EnPI)

EnPI digunakan untuk mengukur efektivitas konsumsi energi. Contoh indikator:

  • kWh per ton produk

  • m³ gas per batch

  • kWh per jam operasi mesin

  • Specific Energy Consumption (SEC)

EnPI membantu perusahaan menilai posisi mereka terhadap standar industri dan melihat potensi penghematan.

2.4. Specific Energy Consumption (SEC) sebagai Kunci Analisis

SEC adalah metrik yang sangat penting dalam audit energi. Rumus dasar:

SEC= Konsumsi energi/Output produksiSEC 

Dengan SEC, perusahaan dapat:

  • membandingkan efisiensi antar mesin atau lini produksi,

  • mengidentifikasi proses yang boros,

  • menghitung potensi saving jika SEC diturunkan ke benchmark yang lebih efisien.

Jika suatu lini produksi memiliki SEC 20% lebih tinggi dari benchmark, itu berarti terdapat ruang perbaikan signifikan.

2.5. Kurva Beban Energi (Load Profile)

Profil beban energi menunjukkan pola konsumsi energi dalam periode tertentu. Dengan load profile, perusahaan dapat mengidentifikasi:

  • puncak beban (peak demand)

  • pemborosan saat idle

  • operasi mesin di luar jam optimal

  • peluang shifting beban ke jam energi lebih murah

Pemahaman load profile sangat penting untuk manajemen biaya energi, terutama untuk industri dengan tarif listrik time-of-use.

2.6. Faktor Perilaku dan Manajemen dalam Efisiensi Energi

Meskipun teknologi menjadi fokus utama, data global menunjukkan bahwa 20–40% pemborosan energi terjadi karena:

  • mesin yang dibiarkan menyala tanpa beban,

  • kebiasaan operator,

  • kontrol manual yang tidak optimal,

  • pemeliharaan yang tidak disiplin.

Oleh karena itu, solusi efisiensi energi yang efektif selalu melibatkan kombinasi teknologi dan perubahan budaya operasional.

 

3. Audit Energi dan Identifikasi Peluang Penghematan

3.1. Audit Energi sebagai Langkah Awal Pengendalian Konsumsi

Audit energi adalah proses sistematis untuk menilai konsumsi energi aktual, mengidentifikasi pemborosan, dan menghitung potensi penghematan. Pendekatan audit tidak hanya tentang pencatatan angka, tetapi membedah bagaimana energi digunakan oleh tiap peralatan, proses, dan perilaku operasional.

Audit energi yang baik biasanya mencakup:

  • pemetaan aliran energi (aliran listrik, uap, udara bertekanan, panas),

  • evaluasi kondisi peralatan (kondisi motor, kompresor, boiler),

  • analisis profil beban,

  • identifikasi titik losses,

  • estimasi saving dan benefit finansial.

Hasil audit memberikan gambaran menyeluruh sehingga perusahaan dapat membuat keputusan berbasis data.

3.2. Analisis Teknologi dan Peralatan Intensif Energi

Beberapa peralatan industri mengonsumsi energi dalam jumlah dominan, antara lain:

  • Motor listrik (30–70% konsumsi listrik industri),

  • Kompresor udara,

  • Boiler dan burner,

  • Sistem pompa dan fan,

  • Sistem HVAC industri,

  • Chiller.

Audit biasanya menunjukkan bahwa pemborosan terbesar berasal dari:

  • motor oversize,

  • kompresor bekerja pada tekanan lebih tinggi dari kebutuhan,

  • kebocoran udara bertekanan,

  • losses pada boiler,

  • kontrol suhu yang tidak efisien.

Dengan fokus pada equipment besar, perusahaan dapat memperoleh saving cepat.

3.3. Efisiensi Motor Listrik: Sumber Penghematan Terbesar

Motor listrik memiliki potensi saving paling signifikan karena:

  • motor efisiensi rendah menghasilkan panas berlebih,

  • oversizing menyebabkan energi terbuang saat light load,

  • umur motor memengaruhi efisiensi.

Beberapa peluang optimasi:

  • mengganti motor standar dengan IE3/IE4 (hemat 2–8%),

  • menggunakan Variable Speed Drive (VSD) untuk mengatur kecepatan,

  • menyesuaikan ukuran motor dengan beban aktual.

Motor yang dioperasikan pada 50% beban rata-rata jauh lebih boros dibanding motor yang dioperasikan mendekati kapasitas optimum.

3.4. Sistem Udara Bertekanan: “Energy Killer” yang Sering Terabaikan

Kompresor udara sering disebut sebagai titik pemborosan terbesar karena efisiensinya rendah. Sebagian besar energi berubah menjadi panas, bukan udara bertekanan. Pemborosan umum:

  • kebocoran pipa (hingga 20–30% kehilangan),

  • tekanan yang dioperasikan terlalu tinggi,

  • penggunaan udara bertekanan untuk pembersihan yang tidak perlu.

Dengan memperbaiki kebocoran dan mengatur tekanan, industri bisa menghemat hingga 10–20% konsumsi listrik kompresor.

3.5. Sistem Termal: Boiler, Steam Trap, dan Insulasi

Di sektor industri yang menggunakan pemanasan, audit energi selalu menyoroti:

  • efisiensi pembakaran boiler,

  • kondisi steam trap,

  • hilangnya panas pada pipa tanpa insulasi.

Satu steam trap bocor dapat membuang uap bernilai jutaan rupiah per bulan.

3.6. Analisis Profil Beban dan Pengaturan Operasi

Profil beban harian sering kali mengungkap pola pemborosan seperti:

  • puncak beban akibat start-up serentak,

  • mesin idle terlalu lama,

  • peralatan besar tetap hidup saat produksi berhenti,

  • operasi malam hari tanpa kebutuhan.

Dengan modifikasi kecil seperti jadwal start-up bertahap, perusahaan dapat mengurangi peak demand secara signifikan.

3.7. Identifikasi Peluang Hemat Energi Berbasis Non-Investasi dan Investasi

Audit energi menghasilkan dua jenis rekomendasi:

a. Low-cost / no-cost

  • mematikan mesin idle,

  • menurunkan tekanan kompresor,

  • perbaikan kebocoran,

  • optimasi SOP.

b. Medium to high investment

  • upgrade peralatan ke teknologi efisiensi tinggi,

  • pemasangan sistem kontrol otomatis,

  • retrofit boiler atau chiller,

  • digitalisasi pemantauan energi.

Analisis ROI dan payback period menentukan prioritas implementasi.

 

4. Efisiensi Biaya dan Dampak Ekonomi Jangka Panjang

4.1. Hubungan Langsung antara Konsumsi Energi dan Struktur Biaya

Dalam banyak industri, energi berkontribusi 15–40% dari biaya operasional. Artinya:

  • setiap penurunan 1% konsumsi energi → peningkatan profit langsung,

  • penghematan energi memengaruhi margin lebih cepat daripada peningkatan produksi.

Energi yang lebih efisien bukan hanya menghemat biaya, tetapi meningkatkan daya saing.

4.2. Cost of Energy Waste: Menghitung “Biaya Tersembunyi”

Pemborosan energi sering tersembunyi di balik operasi harian. Contohnya:

  • motor 75 kW yang dibiarkan idle 3 jam/hari

  • kompresor 90 kW yang bekerja 10% lebih tinggi dari tekanan ideal

  • boiler dengan efisiensi pembakaran rendah

Jika dihitung dalam skala bulanan, pemborosan kecil dapat menjadi biaya besar yang terus menggerus profit perusahaan.

4.3. Investasi Efisiensi Energi dan Nilai Finansialnya

Salah satu keuntungan efisiensi energi adalah ROI yang relatif cepat. Banyak proyek efisiensi memberikan pengembalian 6–24 bulan, meliputi:

  • konversi motor ke kelas efisiensi tinggi,

  • optimasi kompresor,

  • retrofit lampu LED industri,

  • pemasangan sensor otomatis,

  • penggunaan VSD.

Investasi seperti ini tidak hanya mengurangi konsumsi energi, tetapi juga meningkatkan reliabilitas peralatan.

4.4. Efek Jangka Panjang terhadap Reliability dan Lifecycle Equipment

Efisiensi energi berdampak pada umur peralatan:

  • motor bekerja pada kondisi optimal → umur bearing lebih panjang,

  • kompresor tidak dipaksa pada tekanan tinggi → interval perawatan lebih panjang,

  • boiler dengan kontrol pembakaran baik → kerusakan berkurang.

Artinya, efisiensi energi berdampak pada total cost of ownership (TCO) peralatan.

4.5. Manfaat Strategis untuk Perusahaan

Penghematan energi memberikan manfaat strategis seperti:

  • penurunan biaya operasional,

  • peningkatan stabilitas proses,

  • keandalan sistem yang lebih baik,

  • peningkatan citra perusahaan (green industry),

  • kesiapan terhadap regulasi energi di masa depan.

Efisiensi energi kini menjadi bagian dari strategi keberlanjutan perusahaan.

4.6. Efisiensi Energi sebagai Keunggulan Kompetitif

Di pasar global, perusahaan yang mampu memproduksi dengan SEC lebih rendah memiliki keuntungan kompetitif signifikan. Mereka dapat:

  • menawarkan harga lebih kompetitif,

  • mempertahankan margin lebih baik saat harga energi naik,

  • mengurangi risiko finansial terkait volatilitas energi.

Dengan demikian, efisiensi energi bukan hanya praktik teknis, tetapi strategi bisnis jangka panjang.

 

5. Implementasi Strategi Efisiensi Energi dan Tantangannya

5.1. Pendekatan Holistik: Teknologi + Manajemen + Perilaku

Efisiensi energi yang berkelanjutan memerlukan integrasi tiga aspek:

  1. Teknologi → peralatan efisiensi tinggi, kontrol otomatis, sensor.

  2. Manajemen → kebijakan energi, target berbasis data, audit berkala.

  3. Perilaku → kebiasaan operator, kedisiplinan mematikan mesin idle, kepatuhan SOP.

Kegagalan dalam salah satu aspek membuat inisiatif efisiensi tidak optimal atau tidak bertahan lama.

5.2. Digitalisasi Energi: Pemantauan Real-Time sebagai Katalis Penghematan

Perusahaan mulai mengadopsi:

  • smart metering,

  • sistem dashboard energi,

  • IoT untuk monitoring kompresor, motor, dan boiler,

  • analitik beban untuk mengidentifikasi puncak energi,

  • peringatan otomatis saat terjadi anomali konsumsi.

Digitalisasi membuat proses pengambilan keputusan lebih cepat dan akurat karena perusahaan dapat melihat pola konsumsi energi secara dinamis, bukan hanya melalui laporan bulanan.

5.3. Tantangan Implementasi di Lapangan

Meski peluang penghematan besar, banyak industri menghadapi hambatan seperti:

  • kurangnya data awal untuk menentukan baseline energi,

  • keterbatasan anggaran untuk investasi awal,

  • kebiasaan lama operator yang sulit diubah,

  • ketergantungan pada vendor untuk analitik teknis,

  • pemeliharaan tidak teratur yang membuat potensi saving hilang.

Tanpa penguatan kapabilitas internal, usaha efisiensi biasanya berhenti setelah tahap awal.

5.4. Pembentukan Kultur Energi dalam Organisasi

Efisiensi yang berkelanjutan memerlukan budaya organisasi yang menghargai energi sebagai aset. Contoh inisiatif budaya:

  • kampanye hemat energi,

  • reward bagi bagian yang mencapai penghematan,

  • pelatihan operator terkait efisiensi,

  • SOP energi yang terintegrasi dalam operasi harian.

Saat energi dianggap sama pentingnya dengan kualitas dan keselamatan, penghematan menjadi lebih stabil.

5.5. Pembelajaran dari Industri Berbeda

Setiap sektor memiliki karakteristik energi spesifik:

  • Food & beverage → banyak sistem pendingin dan chiller

  • Cement & mining → heavy motors, conveyors, crushers

  • Oil & gas → proses panas, kompresor besar

  • Manufacturing ringan → sistem udara bertekanan, HVAC

  • Pulp & paper → boiler dan proses termal besar

Analisis best practice lintas industri dapat membantu perusahaan menemukan strategi yang paling sesuai dengan kebutuhannya.

5.6. Integrasi Efisiensi Energi dengan Target Keberlanjutan

Efisiensi energi kini menjadi bagian inti dari target ESG (Environmental, Social, Governance). Perusahaan yang meningkatkan efisiensi secara konsisten:

  • mengurangi jejak karbon,

  • meningkatkan nilai perusahaan di mata investor,

  • memenuhi persyaratan internasional (ISO 50001, SDGs).

Dengan demikian, efisiensi energi bukan hanya biaya efisiensi, tetapi juga strategi keberlanjutan.

 

6. Kesimpulan

Efisiensi energi dan biaya adalah fondasi penting dalam strategi operasional industri modern. Konsumsi energi yang tinggi tidak hanya membebani biaya produksi, tetapi juga berdampak pada keandalan sistem, stabilitas operasi, dan daya saing perusahaan. Analisis berbasis audit energi, pemetaan beban, dan pemahaman aliran energi memberikan perusahaan kemampuan untuk melihat sumber pemborosan yang sebelumnya tidak terlihat.

Artikel ini menunjukkan bahwa efisiensi energi bukanlah proyek sesaat, tetapi proses berkelanjutan yang menggabungkan teknologi efisien, manajemen energi yang solid, serta perubahan perilaku di tingkat operator. Teknologi seperti motor efisiensi tinggi, VSD, digitalisasi energi, serta optimasi sistem kompresor atau boiler memberikan penghematan signifikan baik secara energi maupun finansial. Namun, implementasi hanya berhasil jika didukung budaya energi yang kuat dan sistem manajemen yang konsisten.

Pada akhirnya, efisiensi energi memberikan manfaat ganda: menekan biaya operasional sekaligus meningkatkan keberlanjutan jangka panjang. Perusahaan yang menjalankan pendekatan ini dengan disiplin akan memiliki daya saing lebih baik dalam menghadapi peningkatan harga energi dan tuntutan industri yang semakin kompleks.

 

Daftar Pustaka

  1. Diklatkerja. Energy and Cost Efficiency in Industry.

  2. International Energy Agency (IEA). (2022). Energy Efficiency Report.

  3. ISO 50001. (2018). Energy Management Systems — Requirements with Guidance for Use.

  4. Saidur, R. (2010). Industrial energy consumption and efficiency analysis. Renewable & Sustainable Energy Reviews.

  5. U.S. Department of Energy (DOE). Energy Efficiency Best Practices in Industry.

  6. Capehart, B. L., Turner, W. C., & Kennedy, W. J. (2020). Guide to Energy Management. Fairmont Press.

  7. Carbon Trust. (2019). Electric Motors & Drives: Energy Efficiency Technical Overview.

  8. ABB. (2021). Motor Efficiency and VSD Application Guide.

  9. United Nations Industrial Development Organization (UNIDO). (2017). Industrial Energy Efficiency Training Manual.

  10. Cengel, Y. A., & Boles, M. (2015). Thermodynamics: An Engineering Approach. McGraw-Hill.

Selengkapnya
Efisiensi Energi dan Biaya di Industri: Strategi Teknologi, Optimasi Operasional, dan Dampak Ekonomi Jangka Panjang

Industri Energi

Penyusunan Standar Operasional Prosedur Pengoperasian Gardu Induk di PLTP Sarulla Operations Ltd.

Dipublikasikan oleh Izura Ramadhani Fauziyah pada 10 Mei 2025


Standar Operasional Prosedur (SOP) memiliki peran penting dalam memastikan keselamatan dan efisiensi dalam operasional industri energi. Dalam konteks pembangkit listrik tenaga panas bumi (PLTP), pengoperasian gardu induk menjadi bagian kritis yang memerlukan prosedur yang jelas dan terstandarisasi. Paper yang ditulis oleh Jonius Christian Harefa, Ardha Imam Cahyadi, dan Chandra Chaniago membahas penyusunan SOP untuk pengoperasian gardu induk di PLTP Sarulla, sebuah pembangkit listrik energi terbarukan di Sumatera Utara.

Paper ini menggarisbawahi urgensi penyusunan SOP guna meningkatkan keselamatan dan efisiensi operasional gardu induk, khususnya dalam penanganan sistem jaringan transmisi 150 kV. Selain itu, paper ini juga mengacu pada standar pengoperasian yang telah diterapkan oleh PT. PLN Persero, yang berperan sebagai penyedia utama tenaga listrik di Indonesia.

PLTP Sarulla merupakan salah satu pembangkit listrik tenaga panas bumi terbesar di Indonesia dengan dua lokasi pembangkit utama: Silangkitang (SIL) dan Namora I Langit (NIL). PLTP ini menggunakan teknologi Binary Power Plant yang lebih efisien dibandingkan dengan sistem konvensional. Namun, dalam pengoperasiannya, gardu induk di Sarulla belum memiliki SOP yang baku, sehingga menimbulkan risiko bagi keselamatan kerja dan stabilitas operasional.

Beberapa permasalahan yang diidentifikasi sebelum penyusunan SOP ini meliputi:

  • Kurangnya standar prosedur yang terdokumentasi sehingga operator bergantung pada pengalaman masing-masing.
  • Potensi bahaya tinggi, mengingat gardu induk beroperasi dengan tegangan sebesar 150 kV.
  • Kebutuhan akan sistem yang lebih terstruktur, terutama dalam aspek monitoring dan evaluasi prosedur operasional.

Penyusunan SOP dilakukan melalui beberapa tahapan, mengikuti siklus standar dalam pengembangan prosedur operasional:

  1. Persiapan – Mengidentifikasi kebutuhan SOP berdasarkan kondisi aktual di lapangan.
  2. Penilaian Kebutuhan SOP – Menganalisis aspek keselamatan dan efisiensi berdasarkan referensi dari SOP PLN.
  3. Pengembangan SOP – Menyusun prosedur operasional dengan mengacu pada standar nasional dan praktik terbaik industri.
  4. Penerapan SOP – Mengimplementasikan prosedur baru dan melakukan pelatihan kepada personel terkait.
  5. Monitoring dan Evaluasi – Memastikan SOP yang diterapkan berjalan sesuai harapan dan melakukan revisi jika diperlukan.

SOP yang disusun tidak hanya mencakup langkah-langkah operasional tetapi juga tindakan pencegahan serta prosedur mitigasi risiko untuk mengurangi kemungkinan kecelakaan kerja.

Salah satu bagian terpenting dari penelitian ini adalah pengaplikasian SOP dalam pengoperasian gardu induk 150 kV Sarulla – NIL. Beberapa data dan temuan penting dari studi kasus ini adalah:

  • Jumlah transformator: 6 unit transformator 150/11 kV.
  • Sistem jaringan: Memiliki dua busbar (Busbar I dan Busbar II) dengan satu bus coupler.
  • Koneksi ke jaringan PLN: Diintegrasikan dengan dua jalur transmisi Overhead Line (OHL) milik PLN.

Dari implementasi SOP ini, terdapat peningkatan signifikan dalam efisiensi kerja dan keselamatan:

  • Penurunan waktu pemrosesan operasi gardu induk dari rata-rata 30 menit menjadi hanya 15 menit setelah SOP diterapkan.
  • Pengurangan insiden kecelakaan kerja yang sebelumnya mencapai 5 kasus per tahun menjadi nol setelah SOP mulai digunakan.
  • Peningkatan kepatuhan operator dalam menjalankan prosedur dengan benar berdasarkan inspeksi berkala.

Keunggulan SOP yang Disusun:

  1. Meningkatkan keselamatan kerja – Dengan adanya prosedur yang jelas, operator memiliki panduan yang dapat diandalkan untuk menghindari kecelakaan.
  2. Mempermudah koordinasi antara personel – SOP memungkinkan komunikasi yang lebih efektif dalam tim operasional.
  3. Mengurangi risiko kesalahan manusia (human error) – Kesalahan dalam pengoperasian gardu induk dapat berdampak besar terhadap jaringan listrik, sehingga SOP berperan dalam meminimalkan risiko tersebut.

Tantangan dalam Implementasi:

  1. Perubahan budaya kerja – Beberapa operator yang terbiasa dengan sistem lama mengalami kesulitan dalam menyesuaikan diri dengan SOP baru.
  2. Kebutuhan pelatihan intensif – SOP yang baru memerlukan pelatihan tambahan agar semua personel dapat menjalankannya dengan benar.
  3. Pemeliharaan dan revisi SOP – Seiring perkembangan teknologi dan kebijakan industri, SOP perlu diperbarui secara berkala agar tetap relevan.

Kesimpulan dan Rekomendasi

Penyusunan SOP pengoperasian gardu induk di PLTP Sarulla memberikan dampak positif dalam aspek keselamatan, efisiensi operasional, dan kepatuhan terhadap standar industri. Dengan implementasi SOP ini, pengelolaan gardu induk menjadi lebih sistematis dan aman.

Namun, untuk memastikan keberlanjutan dan efektivitasnya, direkomendasikan beberapa langkah tambahan:

  • Evaluasi berkala terhadap SOP guna menyesuaikan dengan perkembangan teknologi dan regulasi.
  • Pelatihan rutin bagi personel agar selalu memahami dan menerapkan SOP dengan benar.
  • Penggunaan teknologi digital untuk mendokumentasikan dan memantau kepatuhan terhadap SOP secara real-time.

Dengan penerapan yang konsisten, SOP ini dapat menjadi model yang dapat diadopsi oleh pembangkit listrik lainnya guna meningkatkan standar keselamatan dan efisiensi kerja.

Sumber Artikel dalam Bahasa Asli

Jonius Christian Harefa, Ardha Imam Cahyadi, Chandra Chaniago. (2023). "Penyusunan Standar Operasional Prosedur Pengoperasian Gardu Induk di PLTP Sarulla Operations Ltd." Seminar Nasional Sains dan Teknologi Terapan XI 2023, Institut Teknologi Adhi Tama Surabaya, ISSN 2685-6875.

 

Selengkapnya
Penyusunan Standar Operasional Prosedur Pengoperasian Gardu Induk di PLTP Sarulla Operations Ltd.

Industri Energi

Evaluasi Sistem Tanggap Darurat Kebakaran di PT. X: Studi Kasus di Sektor Energi

Dipublikasikan oleh Izura Ramadhani Fauziyah pada 14 Maret 2025


Industri energi, terutama pembangkit listrik tenaga uap (PLTU), memiliki risiko tinggi terhadap kebakaran akibat penggunaan bahan bakar, panas berlebih, dan oksigen dalam jumlah besar. Jika tidak ditangani dengan sistem keselamatan yang optimal, kebakaran dapat mengancam keselamatan pekerja, merusak aset, serta mengganggu operasional perusahaan. Penelitian ini mengevaluasi efektivitas sistem tanggap darurat kebakaran di PT. X, sebuah perusahaan Independent Power Producer (IPP) PLTU berkapasitas 2 x 50 MW. Evaluasi dilakukan dengan membandingkan sistem proteksi kebakaran yang diterapkan dengan standar nasional dan internasional untuk menentukan tingkat kesesuaiannya.

Penelitian ini menggunakan pendekatan fenomenologi kualitatif dengan teknik purposive sampling, melibatkan empat informan utama, yaitu:

  1. Staf K3, yang bertanggung jawab atas keselamatan dan kesehatan kerja.
  2. Tim tanggap darurat, yang menangani respons kebakaran.
  3. Karyawan umum, yang bekerja di area produksi.
  4. Petugas keamanan, yang berperan dalam evakuasi.

Data dikumpulkan melalui wawancara, observasi, dan analisis dokumen kebakaran, kemudian dibandingkan dengan regulasi nasional, termasuk:

  • Permenaker No.04/Men/1980 tentang alat pemadam api ringan (APAR).
  • Permenaker No.02/Men/1983 tentang sistem deteksi kebakaran.
  • Permen PU RI No.26/PRT/M/2008 tentang sistem proteksi kebakaran bangunan.
  • SNI 03-3989-2000, standar pemasangan sprinkler.

Rata-rata tingkat kesesuaian manajemen proteksi kebakaran di PT. X terhadap standar adalah 83,3%, yang termasuk dalam kategori "Baik" menurut standar Badan Litbang PU Departemen Pekerjaan Umum (2005).

  • Prosedur tanggap darurat kebakaran telah tersedia dalam bentuk SOP yang mencakup tindakan darurat dan daftar kontak penting.
  • Pelatihan kebakaran dilakukan secara berkala untuk meningkatkan kesiapan karyawan dalam menghadapi situasi darurat.
  • Audit keselamatan dilakukan setiap enam bulan sekali, serta inspeksi menyeluruh setiap lima tahun.

Namun, masih terdapat beberapa kelemahan dalam implementasi prosedur operasional, terutama dalam koordinasi antar-divisi saat terjadi kebakaran.

Proteksi aktif melibatkan alat dan teknologi yang langsung berfungsi saat kebakaran terjadi. Evaluasi menunjukkan tingkat kesesuaian 85,5%, mencakup:

  • Alarm kebakaran (85,7%), telah dipasang di lokasi strategis namun belum memiliki gambar instalasi lengkap.
  • Detektor asap dan panas (100%), telah dipasang di seluruh area dengan jarak optimal sesuai standar.
  • Sprinkler (72,7%), hanya tersedia di area konveyor, namun tidak semua ruangan memiliki sprinkler otomatis.
  • Alat Pemadam Api Ringan (APAR) (80%), tersedia di setiap pintu masuk dan keluar, namun beberapa pemasangan tidak sesuai standar tinggi ideal 1,25 meter dari lantai.
  • Hidran (88,9%), tersedia di area produksi dan jalur akses mobil pemadam kebakaran, tetapi belum memiliki petunjuk penggunaan yang jelas.

Kelemahan utama dalam sistem proteksi aktif adalah kurangnya alat pemadam otomatis di beberapa titik kritis. Proteksi pasif meliputi jalur evakuasi, pintu darurat, tangga darurat, dan tempat berkumpul. Evaluasi menunjukkan tingkat kesesuaian 80%, dengan rincian:

  • Jalur evakuasi (70%), tersedia di setiap koridor dengan tanda penunjuk arah, tetapi ukuran huruf tidak cukup besar untuk terlihat dari jarak jauh.
  • Pintu darurat (83,3%), berfungsi baik namun sebagian masih menggunakan sistem kunci manual, yang dapat memperlambat evakuasi.
  • Tangga darurat (66,7%), tidak memiliki tanda pengenal khusus, seperti informasi tingkat lantai.
  • Tempat berkumpul (100%), sudah tersedia dan memiliki tanda "Muster Point" yang jelas.

Peningkatan diperlukan terutama dalam penandaan jalur evakuasi dan penyediaan tangga darurat yang lebih sesuai dengan standar kebakaran. Pada 17 November 2022 pukul 08.45 WITA, terjadi kebakaran di area Laydown Project akibat kesalahan operasional saat pemotongan besi.

  • Karyawan vendor segera melaporkan insiden ke tim tanggap darurat, yang berhasil memadamkan api dengan APAR sebelum kebakaran meluas.
  • Analisis menunjukkan bahwa titik api berasal dari percikan panas yang mengenai material mudah terbakar.

Insiden ini menunjukkan bahwa sistem respons kebakaran cukup efektif, tetapi pencegahan masih perlu ditingkatkan, terutama dalam:

  • Pelatihan penggunaan alat las dan pemotongan logam yang lebih aman.
  • Peningkatan inspeksi material mudah terbakar di sekitar area kerja.

Rekomendasi untuk Peningkatan Keselamatan Kebakaran

1. Optimalisasi Sistem Proteksi Aktif

  • Memasang sprinkler otomatis di seluruh ruangan, bukan hanya di area konveyor.
  • Menyesuaikan pemasangan APAR dengan standar tinggi ideal 1,25 meter untuk memudahkan akses.
  • Menambahkan sistem deteksi kebakaran berbasis IoT, yang dapat memberikan peringatan dini dan memantau perubahan suhu secara real-time.

2. Peningkatan Sistem Proteksi Pasif

  • Meningkatkan ukuran huruf tanda jalur evakuasi agar dapat terlihat dari jarak jauh.
  • Menggunakan pintu darurat dengan sistem push-bar otomatis agar lebih mudah digunakan saat evakuasi.
  • Menambahkan tanda pengenal di tangga darurat, termasuk nomor lantai untuk membantu navigasi saat evakuasi.

3. Peningkatan Pelatihan dan Simulasi Kebakaran

  • Melakukan pelatihan kebakaran setidaknya dua kali dalam setahun untuk meningkatkan kesiapan karyawan.
  • Mensimulasikan berbagai skenario kebakaran, termasuk insiden pada malam hari dan saat kondisi operasional penuh.
  • Mewajibkan vendor dan kontraktor untuk mengikuti pelatihan keselamatan kebakaran sebelum bekerja di area berisiko tinggi.

Evaluasi sistem tanggap darurat kebakaran di PT. X menunjukkan tingkat kesesuaian 82,9%, yang dikategorikan sebagai "Baik". Meskipun sudah memenuhi sebagian besar standar keselamatan, masih ada ruang untuk perbaikan, terutama dalam proteksi aktif dan jalur evakuasi. Penerapan rekomendasi ini dapat meningkatkan efektivitas sistem tanggap darurat, mengurangi risiko kebakaran, serta meningkatkan keselamatan pekerja dan infrastruktur perusahaan.

Sumber

Hafifah, N., Pratiwi, A. D., & Dewi, S. T. (2024). Analisis Penerapan Sistem Tanggap Darurat Kebakaran di PT. X. Jurnal Kesehatan dan Keselamatan Kerja Universitas Halu Oleo, 5(1), 30-39.

Selengkapnya
Evaluasi Sistem Tanggap Darurat Kebakaran di PT. X: Studi Kasus di Sektor Energi
page 1 of 1