Industri Energi

Penyusunan Standar Operasional Prosedur Pengoperasian Gardu Induk di PLTP Sarulla Operations Ltd.

Dipublikasikan oleh Izura Ramadhani Fauziyah pada 18 Maret 2025


Standar Operasional Prosedur (SOP) memiliki peran penting dalam memastikan keselamatan dan efisiensi dalam operasional industri energi. Dalam konteks pembangkit listrik tenaga panas bumi (PLTP), pengoperasian gardu induk menjadi bagian kritis yang memerlukan prosedur yang jelas dan terstandarisasi. Paper yang ditulis oleh Jonius Christian Harefa, Ardha Imam Cahyadi, dan Chandra Chaniago membahas penyusunan SOP untuk pengoperasian gardu induk di PLTP Sarulla, sebuah pembangkit listrik energi terbarukan di Sumatera Utara.

Paper ini menggarisbawahi urgensi penyusunan SOP guna meningkatkan keselamatan dan efisiensi operasional gardu induk, khususnya dalam penanganan sistem jaringan transmisi 150 kV. Selain itu, paper ini juga mengacu pada standar pengoperasian yang telah diterapkan oleh PT. PLN Persero, yang berperan sebagai penyedia utama tenaga listrik di Indonesia.

PLTP Sarulla merupakan salah satu pembangkit listrik tenaga panas bumi terbesar di Indonesia dengan dua lokasi pembangkit utama: Silangkitang (SIL) dan Namora I Langit (NIL). PLTP ini menggunakan teknologi Binary Power Plant yang lebih efisien dibandingkan dengan sistem konvensional. Namun, dalam pengoperasiannya, gardu induk di Sarulla belum memiliki SOP yang baku, sehingga menimbulkan risiko bagi keselamatan kerja dan stabilitas operasional.

Beberapa permasalahan yang diidentifikasi sebelum penyusunan SOP ini meliputi:

  • Kurangnya standar prosedur yang terdokumentasi sehingga operator bergantung pada pengalaman masing-masing.
  • Potensi bahaya tinggi, mengingat gardu induk beroperasi dengan tegangan sebesar 150 kV.
  • Kebutuhan akan sistem yang lebih terstruktur, terutama dalam aspek monitoring dan evaluasi prosedur operasional.

Penyusunan SOP dilakukan melalui beberapa tahapan, mengikuti siklus standar dalam pengembangan prosedur operasional:

  1. Persiapan – Mengidentifikasi kebutuhan SOP berdasarkan kondisi aktual di lapangan.
  2. Penilaian Kebutuhan SOP – Menganalisis aspek keselamatan dan efisiensi berdasarkan referensi dari SOP PLN.
  3. Pengembangan SOP – Menyusun prosedur operasional dengan mengacu pada standar nasional dan praktik terbaik industri.
  4. Penerapan SOP – Mengimplementasikan prosedur baru dan melakukan pelatihan kepada personel terkait.
  5. Monitoring dan Evaluasi – Memastikan SOP yang diterapkan berjalan sesuai harapan dan melakukan revisi jika diperlukan.

SOP yang disusun tidak hanya mencakup langkah-langkah operasional tetapi juga tindakan pencegahan serta prosedur mitigasi risiko untuk mengurangi kemungkinan kecelakaan kerja.

Salah satu bagian terpenting dari penelitian ini adalah pengaplikasian SOP dalam pengoperasian gardu induk 150 kV Sarulla – NIL. Beberapa data dan temuan penting dari studi kasus ini adalah:

  • Jumlah transformator: 6 unit transformator 150/11 kV.
  • Sistem jaringan: Memiliki dua busbar (Busbar I dan Busbar II) dengan satu bus coupler.
  • Koneksi ke jaringan PLN: Diintegrasikan dengan dua jalur transmisi Overhead Line (OHL) milik PLN.

Dari implementasi SOP ini, terdapat peningkatan signifikan dalam efisiensi kerja dan keselamatan:

  • Penurunan waktu pemrosesan operasi gardu induk dari rata-rata 30 menit menjadi hanya 15 menit setelah SOP diterapkan.
  • Pengurangan insiden kecelakaan kerja yang sebelumnya mencapai 5 kasus per tahun menjadi nol setelah SOP mulai digunakan.
  • Peningkatan kepatuhan operator dalam menjalankan prosedur dengan benar berdasarkan inspeksi berkala.

Keunggulan SOP yang Disusun:

  1. Meningkatkan keselamatan kerja – Dengan adanya prosedur yang jelas, operator memiliki panduan yang dapat diandalkan untuk menghindari kecelakaan.
  2. Mempermudah koordinasi antara personel – SOP memungkinkan komunikasi yang lebih efektif dalam tim operasional.
  3. Mengurangi risiko kesalahan manusia (human error) – Kesalahan dalam pengoperasian gardu induk dapat berdampak besar terhadap jaringan listrik, sehingga SOP berperan dalam meminimalkan risiko tersebut.

Tantangan dalam Implementasi:

  1. Perubahan budaya kerja – Beberapa operator yang terbiasa dengan sistem lama mengalami kesulitan dalam menyesuaikan diri dengan SOP baru.
  2. Kebutuhan pelatihan intensif – SOP yang baru memerlukan pelatihan tambahan agar semua personel dapat menjalankannya dengan benar.
  3. Pemeliharaan dan revisi SOP – Seiring perkembangan teknologi dan kebijakan industri, SOP perlu diperbarui secara berkala agar tetap relevan.

Kesimpulan dan Rekomendasi

Penyusunan SOP pengoperasian gardu induk di PLTP Sarulla memberikan dampak positif dalam aspek keselamatan, efisiensi operasional, dan kepatuhan terhadap standar industri. Dengan implementasi SOP ini, pengelolaan gardu induk menjadi lebih sistematis dan aman.

Namun, untuk memastikan keberlanjutan dan efektivitasnya, direkomendasikan beberapa langkah tambahan:

  • Evaluasi berkala terhadap SOP guna menyesuaikan dengan perkembangan teknologi dan regulasi.
  • Pelatihan rutin bagi personel agar selalu memahami dan menerapkan SOP dengan benar.
  • Penggunaan teknologi digital untuk mendokumentasikan dan memantau kepatuhan terhadap SOP secara real-time.

Dengan penerapan yang konsisten, SOP ini dapat menjadi model yang dapat diadopsi oleh pembangkit listrik lainnya guna meningkatkan standar keselamatan dan efisiensi kerja.

Sumber Artikel dalam Bahasa Asli

Jonius Christian Harefa, Ardha Imam Cahyadi, Chandra Chaniago. (2023). "Penyusunan Standar Operasional Prosedur Pengoperasian Gardu Induk di PLTP Sarulla Operations Ltd." Seminar Nasional Sains dan Teknologi Terapan XI 2023, Institut Teknologi Adhi Tama Surabaya, ISSN 2685-6875.

 

Selengkapnya
Penyusunan Standar Operasional Prosedur Pengoperasian Gardu Induk di PLTP Sarulla Operations Ltd.

Industri Energi

Evaluasi Sistem Tanggap Darurat Kebakaran di PT. X: Studi Kasus di Sektor Energi

Dipublikasikan oleh Izura Ramadhani Fauziyah pada 14 Maret 2025


Industri energi, terutama pembangkit listrik tenaga uap (PLTU), memiliki risiko tinggi terhadap kebakaran akibat penggunaan bahan bakar, panas berlebih, dan oksigen dalam jumlah besar. Jika tidak ditangani dengan sistem keselamatan yang optimal, kebakaran dapat mengancam keselamatan pekerja, merusak aset, serta mengganggu operasional perusahaan. Penelitian ini mengevaluasi efektivitas sistem tanggap darurat kebakaran di PT. X, sebuah perusahaan Independent Power Producer (IPP) PLTU berkapasitas 2 x 50 MW. Evaluasi dilakukan dengan membandingkan sistem proteksi kebakaran yang diterapkan dengan standar nasional dan internasional untuk menentukan tingkat kesesuaiannya.

Penelitian ini menggunakan pendekatan fenomenologi kualitatif dengan teknik purposive sampling, melibatkan empat informan utama, yaitu:

  1. Staf K3, yang bertanggung jawab atas keselamatan dan kesehatan kerja.
  2. Tim tanggap darurat, yang menangani respons kebakaran.
  3. Karyawan umum, yang bekerja di area produksi.
  4. Petugas keamanan, yang berperan dalam evakuasi.

Data dikumpulkan melalui wawancara, observasi, dan analisis dokumen kebakaran, kemudian dibandingkan dengan regulasi nasional, termasuk:

  • Permenaker No.04/Men/1980 tentang alat pemadam api ringan (APAR).
  • Permenaker No.02/Men/1983 tentang sistem deteksi kebakaran.
  • Permen PU RI No.26/PRT/M/2008 tentang sistem proteksi kebakaran bangunan.
  • SNI 03-3989-2000, standar pemasangan sprinkler.

Rata-rata tingkat kesesuaian manajemen proteksi kebakaran di PT. X terhadap standar adalah 83,3%, yang termasuk dalam kategori "Baik" menurut standar Badan Litbang PU Departemen Pekerjaan Umum (2005).

  • Prosedur tanggap darurat kebakaran telah tersedia dalam bentuk SOP yang mencakup tindakan darurat dan daftar kontak penting.
  • Pelatihan kebakaran dilakukan secara berkala untuk meningkatkan kesiapan karyawan dalam menghadapi situasi darurat.
  • Audit keselamatan dilakukan setiap enam bulan sekali, serta inspeksi menyeluruh setiap lima tahun.

Namun, masih terdapat beberapa kelemahan dalam implementasi prosedur operasional, terutama dalam koordinasi antar-divisi saat terjadi kebakaran.

Proteksi aktif melibatkan alat dan teknologi yang langsung berfungsi saat kebakaran terjadi. Evaluasi menunjukkan tingkat kesesuaian 85,5%, mencakup:

  • Alarm kebakaran (85,7%), telah dipasang di lokasi strategis namun belum memiliki gambar instalasi lengkap.
  • Detektor asap dan panas (100%), telah dipasang di seluruh area dengan jarak optimal sesuai standar.
  • Sprinkler (72,7%), hanya tersedia di area konveyor, namun tidak semua ruangan memiliki sprinkler otomatis.
  • Alat Pemadam Api Ringan (APAR) (80%), tersedia di setiap pintu masuk dan keluar, namun beberapa pemasangan tidak sesuai standar tinggi ideal 1,25 meter dari lantai.
  • Hidran (88,9%), tersedia di area produksi dan jalur akses mobil pemadam kebakaran, tetapi belum memiliki petunjuk penggunaan yang jelas.

Kelemahan utama dalam sistem proteksi aktif adalah kurangnya alat pemadam otomatis di beberapa titik kritis. Proteksi pasif meliputi jalur evakuasi, pintu darurat, tangga darurat, dan tempat berkumpul. Evaluasi menunjukkan tingkat kesesuaian 80%, dengan rincian:

  • Jalur evakuasi (70%), tersedia di setiap koridor dengan tanda penunjuk arah, tetapi ukuran huruf tidak cukup besar untuk terlihat dari jarak jauh.
  • Pintu darurat (83,3%), berfungsi baik namun sebagian masih menggunakan sistem kunci manual, yang dapat memperlambat evakuasi.
  • Tangga darurat (66,7%), tidak memiliki tanda pengenal khusus, seperti informasi tingkat lantai.
  • Tempat berkumpul (100%), sudah tersedia dan memiliki tanda "Muster Point" yang jelas.

Peningkatan diperlukan terutama dalam penandaan jalur evakuasi dan penyediaan tangga darurat yang lebih sesuai dengan standar kebakaran. Pada 17 November 2022 pukul 08.45 WITA, terjadi kebakaran di area Laydown Project akibat kesalahan operasional saat pemotongan besi.

  • Karyawan vendor segera melaporkan insiden ke tim tanggap darurat, yang berhasil memadamkan api dengan APAR sebelum kebakaran meluas.
  • Analisis menunjukkan bahwa titik api berasal dari percikan panas yang mengenai material mudah terbakar.

Insiden ini menunjukkan bahwa sistem respons kebakaran cukup efektif, tetapi pencegahan masih perlu ditingkatkan, terutama dalam:

  • Pelatihan penggunaan alat las dan pemotongan logam yang lebih aman.
  • Peningkatan inspeksi material mudah terbakar di sekitar area kerja.

Rekomendasi untuk Peningkatan Keselamatan Kebakaran

1. Optimalisasi Sistem Proteksi Aktif

  • Memasang sprinkler otomatis di seluruh ruangan, bukan hanya di area konveyor.
  • Menyesuaikan pemasangan APAR dengan standar tinggi ideal 1,25 meter untuk memudahkan akses.
  • Menambahkan sistem deteksi kebakaran berbasis IoT, yang dapat memberikan peringatan dini dan memantau perubahan suhu secara real-time.

2. Peningkatan Sistem Proteksi Pasif

  • Meningkatkan ukuran huruf tanda jalur evakuasi agar dapat terlihat dari jarak jauh.
  • Menggunakan pintu darurat dengan sistem push-bar otomatis agar lebih mudah digunakan saat evakuasi.
  • Menambahkan tanda pengenal di tangga darurat, termasuk nomor lantai untuk membantu navigasi saat evakuasi.

3. Peningkatan Pelatihan dan Simulasi Kebakaran

  • Melakukan pelatihan kebakaran setidaknya dua kali dalam setahun untuk meningkatkan kesiapan karyawan.
  • Mensimulasikan berbagai skenario kebakaran, termasuk insiden pada malam hari dan saat kondisi operasional penuh.
  • Mewajibkan vendor dan kontraktor untuk mengikuti pelatihan keselamatan kebakaran sebelum bekerja di area berisiko tinggi.

Evaluasi sistem tanggap darurat kebakaran di PT. X menunjukkan tingkat kesesuaian 82,9%, yang dikategorikan sebagai "Baik". Meskipun sudah memenuhi sebagian besar standar keselamatan, masih ada ruang untuk perbaikan, terutama dalam proteksi aktif dan jalur evakuasi. Penerapan rekomendasi ini dapat meningkatkan efektivitas sistem tanggap darurat, mengurangi risiko kebakaran, serta meningkatkan keselamatan pekerja dan infrastruktur perusahaan.

Sumber

Hafifah, N., Pratiwi, A. D., & Dewi, S. T. (2024). Analisis Penerapan Sistem Tanggap Darurat Kebakaran di PT. X. Jurnal Kesehatan dan Keselamatan Kerja Universitas Halu Oleo, 5(1), 30-39.

Selengkapnya
Evaluasi Sistem Tanggap Darurat Kebakaran di PT. X: Studi Kasus di Sektor Energi
page 1 of 1