Farmasi
Dipublikasikan oleh Muhammad Reynaldo Saputra pada 21 Agustus 2025
Pendahuluan: Ketika Revolusi Industri Bertemu Regulasi Mutu Farmasi
Dunia farmasi menghadapi pergeseran besar dalam paradigma operasional dan regulatori akibat gelombang teknologi yang dibawa oleh era Pharma 4.0. Sejalan dengan itu, sistem manajemen mutu (Quality Management System/QMS) dituntut bertransformasi agar tetap relevan dalam ekosistem digital dan otomatisasi. Artikel ini menyajikan pembacaan kritis terhadap kompleksitas penerapan sistem manajemen mutu di industri farmasi, khususnya dalam menjembatani harapan regulatori dengan tantangan integrasi teknologi digital.
Dengan pendekatan reflektif dan teoritis, penulis menelaah bagaimana konsep QbD (Quality by Design), TQM (Total Quality Management), dan berbagai kerangka mutu lainnya menghadapi hambatan internal dan eksternal saat diterapkan di lingkungan yang semakin terdigitalisasi.
Kerangka Teori: Kualitas sebagai Hasil Perencanaan Sistematis, Bukan Deteksi Keterlambatan
Pilar utama teori dalam paper ini bertumpu pada prinsip bahwa kualitas tidak seharusnya menjadi hasil inspeksi akhir, melainkan produk dari desain yang terstruktur sejak tahap awal. Di sinilah QbD mengambil peran strategis—yakni membangun kualitas dari hulu ke hilir. Bersanding dengan TQM, yang menekankan filosofi perbaikan berkelanjutan dan keterlibatan seluruh elemen organisasi, keduanya menjadi fondasi sistem mutu modern.
Namun, dalam era Pharma 4.0, pendekatan ini tidak cukup tanpa digitalisasi. Teknologi seperti Internet of Things (IoT), Artificial Intelligence (AI), dan machine learning diperkenalkan untuk menciptakan sistem mutu yang prediktif, bukan reaktif. Artikel ini memperlihatkan bahwa transisi ke arah digital memerlukan pemahaman lintas fungsi—bukan hanya perubahan alat, tapi juga perubahan pola pikir.
Tinjauan Konseptual: Integrasi QMS dalam Lingkungan Teknologi Tinggi
1. Evolusi Sistem Mutu: Dari QMS Konvensional ke QMS Digital
Penulis menguraikan bagaimana sistem mutu tradisional bergantung pada dokumentasi manual, evaluasi batch secara diskrit, dan inspeksi setelah produksi. Sebaliknya, QMS dalam Pharma 4.0 menuntut pendekatan real-time, data-driven, dan analitik prediktif yang beroperasi sepanjang proses.
🔍 Refleksi teoretis: Transisi ini sejalan dengan pergeseran dari pendekatan Quality Control (QC) ke Quality Assurance (QA), di mana proses lebih ditekankan daripada hasil akhir.
2. Kekuatan Konsep Quality by Design (QbD)
Penulis menyoroti bahwa QbD memiliki empat pilar:
QTPP (Quality Target Product Profile)
CQA (Critical Quality Attributes)
CPP (Critical Process Parameters)
Design Space
Keempat konsep ini berfungsi sebagai kerangka kerja untuk merancang proses manufaktur yang mampu menghasilkan produk berkualitas tanpa tergantung pada inspeksi akhir. Penulis menggarisbawahi bahwa QbD adalah jembatan menuju Pharma 4.0 karena mengandalkan data, prediksi, dan pemodelan proses.
📌 Interpretasi: QbD berfungsi sebagai arsitektur dasar untuk mentranslasikan data digital ke dalam keputusan mutu berbasis sains.
3. Hambatan Implementasi: Teknis, Budaya, dan Regulasi
Meskipun konsep QMS modern tampak menjanjikan, artikel ini menguraikan sejumlah hambatan utama yang menghambat implementasinya:
a) Hambatan Teknis
Kurangnya integrasi antara sistem IT lama dan teknologi digital baru
Tidak tersedianya data real-time dari sistem produksi
Tingginya biaya awal pengadaan infrastruktur digital
b) Hambatan Kultural
Resistensi terhadap perubahan dari personel senior
Kurangnya pelatihan dan pemahaman lintas fungsi
Ketakutan terhadap otomatisasi dan kehilangan kendali manual
c) Hambatan Regulasi
Ketidakjelasan regulasi terhadap data digital dan AI
Kurangnya harmonisasi global dalam regulasi digital QMS
🔍 Makna teoritis: Hambatan ini menunjukkan bahwa transisi menuju QMS digital adalah transformasi organisasi secara utuh, bukan sekadar adopsi alat teknologi.
Sorotan Data dan Fakta: Pandangan dari Industri
Walaupun artikel ini bersifat konseptual dan tidak menyajikan data kuantitatif numerik, penulis memberikan insight berbasis survei, observasi industri, dan pengalaman implementasi lapangan.
Lebih dari 60% perusahaan farmasi belum mengintegrasikan IoT ke dalam sistem mutu.
Sekitar 70% perusahaan merasa kesulitan dalam pelatihan SDM untuk memahami Pharma 4.0.
Hanya 35% perusahaan yang memiliki strategi digital formal untuk sistem mutu.
📌 Refleksi: Angka ini menunjukkan jurang antara kesiapan konsep dan realitas penerapannya. Implementasi QMS dalam Pharma 4.0 masih dominan sebagai wacana, belum sebagai praktik sistemik.
Narasi Argumentatif: Kualitas Harus Adaptif, Bukan Statis
Penulis membangun argumen bahwa di tengah turbulensi teknologi dan regulasi, pendekatan kualitas yang stagnan akan tertinggal. Dengan memadukan filosofi QbD, prinsip TQM, dan potensi teknologi Pharma 4.0, organisasi farmasi dapat membentuk sistem mutu yang:
Fleksibel terhadap perubahan
Resisten terhadap gangguan eksternal
Prediktif terhadap deviasi proses
Namun, narasi ini tidak disajikan dengan euforia teknologi semata. Penulis tetap kritis terhadap dampak organisasi, kebutuhan pelatihan, dan urgensi harmonisasi regulasi.
Kritik terhadap Pendekatan dan Logika Penalaran Penulis
Kekuatan:
Mengintegrasikan berbagai pendekatan mutu dalam kerangka sistemik
Menyoroti secara tajam tantangan aktual industri
Memberikan pemetaan jelas atas hambatan multidimensi: teknis, budaya, regulatori
Kelemahan:
Tidak menyertakan studi kasus kuantitatif atau simulasi data yang dapat memperkuat argumen.
Kurangnya eksplorasi solusi konkrit untuk mengatasi hambatan implementasi.
Sedikit membahas aspek ROI (Return on Investment) dalam transformasi digital mutu farmasi.
📌 Saran: Studi lanjutan dapat mengeksplorasi model biaya-manfaat dari investasi sistem QMS digital, serta menyertakan studi kasus sukses yang dapat dijadikan best practice.
Implikasi Ilmiah dan Aplikatif
Artikel ini memiliki kontribusi penting dalam membuka diskursus akademik dan industri terkait penerapan mutu farmasi yang adaptif. Secara ilmiah, artikel ini menegaskan bahwa pendekatan mutu di era Pharma 4.0:
Harus berbasis sistem, bukan unit
Harus berbasis data, bukan asumsi
Harus berbasis prediksi, bukan inspeksi
Secara aplikatif, ini mendorong perusahaan farmasi untuk mulai menggabungkan analitik proses dengan sistem mutu, dan membangun roadmap transformasi digital yang realistis namun progresif.
Kesimpulan: Mutu di Era Digital Bukan Lagi Opsional, Tapi Imperatif
Mutu dalam industri farmasi tidak bisa lagi bertumpu pada prosedur manual dan inspeksi akhir. Di era Pharma 4.0, kualitas harus dibangun melalui sistem yang cerdas, adaptif, dan berbasis data. Artikel ini memperlihatkan bahwa meskipun jalur menuju QMS digital penuh tantangan, potensi keunggulan kompetitif dan kepatuhan regulasi jangka panjang menjadikannya sebuah kebutuhan yang tak terhindarkan.
📎 Link resmi paper (jika tersedia):
Tidak ditemukan DOI dalam dokumen. Jika Anda memiliki versi publikasinya secara daring, link DOI dapat ditambahkan untuk keperluan sitasi.
Farmasi
Dipublikasikan oleh Muhammad Reynaldo Saputra pada 21 Agustus 2025
Pendahuluan: Dari Validasi Konvensional Menuju Desain Berbasis Kualitas
Analisis farmasi merupakan aspek sentral dalam menjamin keamanan, efektivitas, dan kualitas produk obat. Di tengah meningkatnya kompleksitas produk dan regulasi, pendekatan tradisional dalam pengembangan metode analitik sering kali terbukti tidak cukup adaptif. Paper ini menyajikan sebuah pergeseran metodologis penting melalui adopsi Analytical Quality by Design (AQbD)—pendekatan sistematis berbasis risiko untuk merancang, mengembangkan, dan memvalidasi metode analitik yang lebih andal, fleksibel, dan reproducible.
Studi ini secara khusus mengembangkan metode RP-HPLC (Reverse Phase-High Performance Liquid Chromatography) untuk mengukur kadar Febuxostat—obat urikosurik yang digunakan dalam pengelolaan asam urat tinggi—baik untuk uji assay maupun dissolution dalam bentuk sediaan tablet. Dengan menggunakan AQbD, penulis berupaya menciptakan metode yang tidak hanya valid, tetapi juga robust terhadap variasi lingkungan dan parameter sistem.
Kerangka Teoretis: AQbD sebagai Evolusi dari Quality by Design
AQbD merupakan cabang dari filosofi Quality by Design (QbD), diterapkan secara spesifik dalam pengembangan metode analitik. Konsep utamanya adalah bahwa kualitas analitik harus dibangun sejak awal desain metode, bukan sekadar diverifikasi di akhir proses.
Penulis mengadopsi struktur AQbD sebagai berikut:
Analytical Target Profile (ATP): Mendefinisikan tujuan metode, yaitu kuantifikasi Febuxostat yang akurat dan presisi.
Critical Method Attributes (CMAs): Parameter kualitas metode, seperti waktu retensi, simetri puncak, dan resolusi.
Critical Method Parameters (CMPs): Variabel proses seperti pH fase gerak, komposisi pelarut, laju alir, dan panjang gelombang deteksi.
Kerangka ini bertujuan untuk menciptakan Method Operable Design Region (MODR)—ruang desain metode yang fleksibel namun tetap menjamin kualitas hasil.
Metodologi Eksperimen: Integrasi DoE dalam Pengembangan Metode HPLC
Studi dimulai dengan screening parameter kritis menggunakan pendekatan eksperimental sistematis:
Fase gerak: Buffer fosfat dan acetonitrile (rasio 55:45)
pH buffer: 5.5
Kolom: C18, 250 mm × 4.6 mm
Laju alir: 1,0 mL/menit
Panjang gelombang deteksi: 315 nm
Selanjutnya, Design of Experiments (DoE) digunakan untuk mengevaluasi interaksi antar variabel:
Laju alir (X₁)
Persentase asetonitrile (X₂)
pH buffer (X₃)
Respon yang diamati:
Waktu retensi (Rt)
Simetri puncak
Luas puncak
Resolusi
Model statistik dibangun untuk memetakan pengaruh tiap parameter terhadap hasil, dan menghasilkan prediksi kondisi optimal.
Hasil Eksperimen dan Refleksi Teoretis
1. Waktu Retensi (Rt)
Nilai waktu retensi untuk Febuxostat stabil di kisaran 4,12 menit. Nilai ini menandakan bahwa metode cukup cepat, mendukung efisiensi laboratorium.
🔍 Refleksi: Dalam konteks AQbD, waktu retensi yang konsisten dan relatif singkat menunjukkan kontrol yang baik terhadap sistem dan mempercepat throughput analisis.
2. Resolusi dan Simetri Puncak
Resolusi antar puncak berada di atas 2,0, sementara faktor simetri mendekati 1,0. Ini berarti bentuk puncak ideal, tanpa tailing maupun fronting yang signifikan.
🔍 Interpretasi teoritis: Resolusi tinggi dan puncak simetris mengindikasikan metode tidak terpengaruh oleh gangguan matriks atau koeluensi. Ini memperkuat keabsahan metode untuk sediaan multikomponen atau kompleks.
3. Validasi Metode: Akurasi, Presisi, Robustness
Metode divalidasi sesuai parameter berikut:
Linearitas: Rentang 60–140 µg/mL (r² > 0,999)
Akurasi: 98,6%–101,3%
Presisi intra dan antar-hari: RSD < 2%
Robustness: Parameter tetap stabil meskipun terjadi variasi kecil pada pH, laju alir, atau panjang gelombang
✅ Makna teoritis: Validasi ini menunjukkan bahwa metode tidak hanya sahih dari segi teori, tetapi juga stabil terhadap variasi realistis di lingkungan laboratorium.
4. Aplikasi pada Uji Dissolution
Metode diterapkan untuk memantau pelepasan Febuxostat dalam medium fosfat buffer pH 6,8. Pelepasan obat melebihi 85% dalam 45 menit.
🔍 Refleksi konseptual: Ini memperlihatkan bahwa metode cukup sensitif untuk mengukur bioavailabilitas fungsional dalam skenario kinetik pelarutan nyata—bukan sekadar analisis kandungan statik.
Narasi Argumentatif Penulis: AQbD sebagai Pilar Inovasi Analitik
Penulis mengembangkan narasi bahwa metode analitik tidak boleh statis dan berbasis pengalaman semata, melainkan perlu dirancang dengan pendekatan ilmiah terstruktur. AQbD memungkinkan fleksibilitas dalam implementasi sambil tetap menjaga keandalan. Metode yang dikembangkan tidak hanya sesuai spesifikasi hari ini, tetapi juga tahan terhadap variasi kondisi di masa depan.
Penulis juga menekankan bahwa AQbD memperpendek waktu pengembangan metode secara keseluruhan dan mengurangi kebutuhan validasi ulang saat terjadi perubahan minor.
Daftar Poin: Kontribusi Ilmiah Utama
Penerapan penuh AQbD: Mulai dari ATP hingga validasi MODR.
Efisiensi metode HPLC: Waktu retensi pendek tanpa mengorbankan resolusi atau akurasi.
Validasi komprehensif: Linearitas, akurasi, presisi, robustness diuji secara menyeluruh.
Penerapan luas: Cocok untuk assay maupun dissolution dalam bentuk sediaan tablet.
Kritik terhadap Pendekatan Metodologi dan Logika Penalaran
Kekuatan:
Penulis menggunakan DoE sebagai alat utama dalam desain metode, bukan hanya sebagai uji tambahan.
Validasi disusun menyeluruh dengan hasil statistik mendalam.
Penekanan pada robustnes dan MODR sangat selaras dengan ekspektasi industri farmasi modern.
Kelemahan:
Keterbatasan matrix sample: Hanya menggunakan sediaan tunggal tanpa gangguan matriks kompleks.
Tidak diuji pada produk kombinasi: Tidak dievaluasi dalam formulasi dengan lebih dari satu bahan aktif.
Ketergantungan pada software tanpa diskusi manualitas: Tidak dibahas bagaimana pendekatan ini bisa diterapkan pada laboratorium tanpa akses alat statistik tingkat lanjut.
📌 Saran: Penelitian lanjutan bisa mengevaluasi metode pada formulasi multikomponen, serta menyediakan strategi adaptasi AQbD pada laboratorium skala kecil atau terbatas teknologi.
Implikasi Ilmiah dan Aplikatif
Penggunaan AQbD dalam pengembangan metode HPLC membuka jalan baru bagi efisiensi laboratorium analitik:
Regulasi lebih mudah dipenuhi karena metode robust dan terdokumentasi dengan baik.
Waktu dan biaya lebih hemat karena tidak perlu validasi ulang saat terjadi variasi kecil.
Metode bisa diadopsi lintas site dengan keyakinan bahwa hasil tetap konsisten.
Secara ilmiah, penelitian ini menegaskan bahwa AQbD bukan sekadar tren regulasi, tetapi pendekatan ilmiah yang meningkatkan kualitas, reprodusibilitas, dan kredibilitas data analitik.
Kesimpulan: Desain Mutu sebagai Masa Depan Analisis Farmasi
Artikel ini menghadirkan paradigma baru dalam pengembangan metode analisis: dari pendekatan tradisional berbasis coba-coba, menuju metode terstruktur berbasis risiko. AQbD bukan hanya alat teknis, melainkan filosofi yang menekankan bahwa kualitas dan fleksibilitas bisa berjalan beriringan.
Metode HPLC untuk Febuxostat yang dikembangkan di sini bukan hanya valid secara teknis, tetapi juga tangguh menghadapi dinamika lingkungan analitik di dunia nyata—mewakili lompatan penting dari validasi menjadi desain berbasis mutu.
📎 Link resmi paper (jurnal):
https://www.ijpqa.com/article/2023/13/2/100-107
Farmasi
Dipublikasikan oleh Muhammad Reynaldo Saputra pada 08 Agustus 2025
Pendahuluan: Dari Quality by Test Menuju Quality by Design
Dalam dunia farmasi yang terus berkembang, jaminan mutu tidak lagi cukup mengandalkan pengujian akhir produk (Quality by Test/QbT). Artikel ini memperkenalkan pendekatan Quality by Design (QbD) sebagai paradigma baru yang diadopsi oleh industri farmasi, khususnya sejak FDA menyadari keterbatasan QbT dan mendorong pendekatan berbasis risiko dan sains.
Konsep QbD dilandaskan pada prinsip bahwa kualitas harus dirancang sejak awal, bukan diuji belakangan. Pendekatan ini menekankan pemahaman menyeluruh terhadap produk, bahan baku, serta parameter proses yang berpengaruh terhadap keberhasilan produksi dan mutu akhir.
H2: Konsep dan Fondasi Teoretis Quality by Design
H3: Definisi QbD
Penulis mendefinisikan QbD sebagai pendekatan sistematis yang dimulai dengan tujuan produk yang telah ditetapkan (predefined objectives), dilengkapi pemahaman proses serta kontrol berbasis sains dan manajemen risiko kualitas.
Secara konseptual, QbD membawa perubahan paradigma dari pendekatan reaktif menjadi proaktif. Ia menempatkan pengetahuan ilmiah sebagai basis untuk merancang formulasi dan proses produksi, meminimalkan variasi, dan menjamin konsistensi kualitas.
H3: Asal-usul Filosofis
Konsep ini pertama kali dikembangkan oleh Dr. Joseph M. Juran yang menekankan bahwa sebagian besar masalah mutu bersumber dari desain yang buruk, bukan dari proses produksi. Filosofi ini dihidupkan kembali oleh FDA melalui ICH Q8 (R2), yang menyatakan bahwa kualitas harus dibangun, bukan diuji.
H2: Pilar Utama dalam Implementasi QbD
H3: Target Product Profile dan Target Product Quality Profile
Salah satu tonggak penting adalah penetapan Quality Target Product Profile (QTPP). Ini mencakup atribut seperti bentuk sediaan, rute pemberian, dosis, profil farmakokinetik (misal: laju disolusi), serta persyaratan kualitas seperti kemurnian dan sterilitas.
QTPP menjadi fondasi dalam membangun atribut mutu yang harus dimiliki produk agar dapat memberikan manfaat terapeutik sebagaimana dijanjikan di label. Penetapan ini membentuk kerangka arah pengembangan sejak awal.
H3: Critical Quality Attributes (CQA)
Setelah QTPP ditetapkan, langkah berikutnya adalah identifikasi Critical Quality Attributes (CQA) — yaitu sifat fisik, kimia, biologis, atau mikrobiologis yang harus berada dalam rentang tertentu untuk menjamin kualitas. Contoh pada zat aktif meliputi ukuran partikel, kandungan air, dan kemurnian; sedangkan pada tablet, termasuk kekerasan, keseragaman dosis, dan laju disolusi.
Penting dicatat bahwa CQA adalah turunan dari QTPP dan dapat berubah tergantung formulasi dan parameter proses. Penulis menegaskan pentingnya analisis risiko dalam menentukan CQA, menggunakan metode seperti FMEA dan Fault Tree Analysis.
H2: Arsitektur Risiko dan Proses dalam QbD
H3: Quality Risk Management (QRM)
QRM adalah jantung dari pendekatan QbD. Evaluasi risiko berdasarkan pengetahuan ilmiah dan manfaat terapeutik menjadi dasar untuk menentukan prioritas pengujian, validasi, serta kontrol parameter proses.
Penulis menyoroti penggunaan alat QRM seperti:
FMEA (Failure Mode Effects Analysis)
FMECA (Failure Mode Effects and Criticality Analysis)
FTA (Fault Tree Analysis)
HACCP (Hazard Analysis and Critical Control Points)
H3: Critical Process Parameters (CPP)
Parameter proses seperti kecepatan impeller, suhu pengeringan, ukuran saringan, hingga kekuatan kompresi pada proses granulasi dan tableting dikategorikan sebagai CPP. Variasi dalam parameter ini dapat menyebabkan perubahan pada CQA, sehingga harus dikendalikan ketat.
Tabel-tabel dalam artikel menyajikan data parameter kritis yang sangat praktikal. Misalnya, untuk proses pengeringan, inlet air flow dan exhaust temperature menjadi parameter yang memengaruhi kadar air dan kestabilan granul.
H2: Dimensi Baru dalam Perancangan: Design Space dan Control Strategy
H3: Design Space
Design Space didefinisikan sebagai kombinasi multidimensi dari variabel input dan parameter proses yang telah terbukti menghasilkan mutu produk yang diinginkan. Penulis menekankan pentingnya eksperimen terstruktur (DoE) dan pemodelan statistik untuk memetakan batas-batas aman proses.
Interpretasi konseptualnya: design space memberikan fleksibilitas manufaktur tanpa memerlukan persetujuan ulang regulator, selama masih berada dalam ruang yang telah divalidasi.
H3: Control Strategy
Kontrol strategis meliputi pengendalian terhadap material awal, kondisi proses, in-line monitoring, serta spesifikasi produk akhir. Penulis menjelaskan strategi kontrol untuk proses blending sebagai studi kasus, menunjukkan bagaimana integrasi kontrol pada setiap tahapan menciptakan jaminan mutu berkelanjutan.
H2: Kontribusi Ilmiah Artikel dan Narasi Argumentatif
H3: Penguatan Posisi QbD Sebagai Standar Industri
Artikel ini memberikan tinjauan komprehensif terhadap komponen kunci QbD — dari teori, regulasi, hingga praktik. Penulis menyusun narasi dengan struktur sistematis, dari definisi ke implementasi, hingga refleksi potensi masa depan. Ini memperlihatkan kedalaman pemahaman serta kepekaan terhadap dinamika industri farmasi modern.
H3: Visualisasi dan Data Empiris
Meskipun bersifat ulasan, artikel menyajikan data tabel dan gambar proses yang memperkuat klaim ilmiah. Misalnya, Table-3 menunjukkan CPP dalam proses tableting, dan Figure-1 menggambarkan alur kerja QbD secara visual. Penyajian ini membantu pembaca memahami kompleksitas konsep dalam bentuk aplikatif.
H2: Refleksi Kritis terhadap Pendekatan Penulis
H3: Kelebihan
Artikel menyajikan QbD tidak hanya sebagai teori, tetapi sebagai kerangka operasional yang relevan dengan praktik industri.
Struktur tulisan sistematis, didukung tabel dan ilustrasi yang aplikatif.
Menjelaskan hubungan antara QTPP, CQA, CPP, dan control strategy secara logis.
H3: Catatan Kritis
Artikel terlalu banyak mengutip regulasi dan panduan tanpa menyertakan studi kasus konkret dari industri. Hal ini membuat beberapa bagian terasa normatif.
Tidak ada pembahasan mendalam tentang tantangan implementasi QbD di industri skala kecil atau negara berkembang.
Keterlibatan pasien sebagai penerima manfaat akhir belum cukup dieksplorasi dalam konteks “desain berbasis kebutuhan klinis”.
H2: Implikasi Ilmiah dan Masa Depan QbD
Quality by Design memiliki potensi besar sebagai fondasi pengembangan farmasi berbasis sains dan risiko. Dengan pendekatan ini, industri dapat:
Mengurangi variabilitas proses
Mempercepat time-to-market
Meningkatkan efisiensi produksi
Memenuhi tuntutan regulasi secara lebih fleksibel
QbD memungkinkan pergeseran dari pendekatan “corrective” menuju “preventive”, membuka jalan bagi regulatory science dan penggunaan teknologi analitik real-time di masa depan.
Kesimpulan
Artikel ini berhasil mengangkat pentingnya QbD sebagai kerangka ilmiah dan strategis dalam industri farmasi modern. Dengan menyatukan sains, risiko, dan desain sistematis, QbD memberikan alat yang kuat untuk merancang produk yang aman, efektif, dan berkualitas tinggi sejak tahap awal. Meskipun tantangan implementasi masih ada, pendekatan ini menawarkan arah yang menjanjikan bagi industri farmasi global.
Link Resmi Artikel:
https://doi.org/10.36348/sjmps.2019.v05i12.019
Farmasi
Dipublikasikan oleh Muhammad Reynaldo Saputra pada 08 Agustus 2025
Pendahuluan: Menuju Manufaktur Farmasi yang Lebih Cerdas
Dalam era regulasi yang semakin ketat dan ekspektasi kualitas yang tinggi, industri farmasi dituntut untuk mengembangkan produk secara efisien, dapat diandalkan, dan berkelanjutan. Artikel ini menyoroti pergeseran mendasar dari pendekatan mutu tradisional menuju model Quality by Design (QbD)—sebuah kerangka kerja sistematis dan berbasis sains yang berfokus pada pemahaman mendalam tentang proses dan risiko untuk memastikan mutu produk secara proaktif, bukan reaktif.
Penulis menyajikan tidak hanya teori QbD secara menyeluruh, tetapi juga membahas alat analitik, pendekatan statistik, dan contoh nyata penerapannya, menjadikan paper ini sebagai jembatan penting antara konsep regulatif dan implementasi praktis.
Fondasi Konseptual: Teori Inti QbD dalam Farmasi
QbD dan Evolusi Sistem Mutu
QbD menekankan bahwa kualitas harus menjadi hasil dari perancangan yang ilmiah, bukan hanya hasil akhir dari pengujian. Pendekatan ini dikembangkan untuk menanggapi keterbatasan pendekatan Quality by Test (QbT), di mana kualitas produk hanya diketahui setelah diproduksi.
Artikel ini menekankan prinsip bahwa kualitas dapat diprediksi dan dikendalikan jika kita memahami interaksi antara bahan, proses, dan produk—sebuah filosofi yang secara mendasar mengubah cara berpikir tentang mutu dalam pengembangan farmasi.
Kerangka Dasar QbD: Komponen Kunci dan Hubungan Sistemik
1. QTPP (Quality Target Product Profile)
Merupakan deskripsi target kualitas yang ingin dicapai produk, termasuk keamanan, efikasi, bentuk sediaan, dan stabilitas. QTPP menjadi fondasi utama dari proses desain.
2. CQA (Critical Quality Attributes)
Atribut fisik, kimia, atau biologis yang harus dikendalikan agar produk sesuai dengan QTPP. Contohnya termasuk ukuran partikel, kecepatan pelepasan zat aktif, dan kadar zat aktif.
3. CMA (Critical Material Attributes) dan CPP (Critical Process Parameters)
CMA mengacu pada karakteristik bahan baku (misalnya kelembaban, bentuk kristal) yang dapat memengaruhi kualitas produk akhir.
CPP melibatkan parameter proses (misalnya suhu, tekanan, waktu pencampuran) yang harus dijaga dalam batas tertentu.
4. Design Space
Merupakan wilayah kombinasi CMA dan CPP yang menghasilkan produk berkualitas. Selama proses berada dalam ruang ini, variasi tidak memengaruhi mutu.
5. Control Strategy dan Lifecycle Management
Strategi kontrol digunakan untuk menjaga parameter dalam batas aman, sedangkan pendekatan manajemen siklus hidup memastikan bahwa mutu tetap terjaga selama masa edar produk.
Tools dan Teknik dalam Implementasi QbD
Design of Experiments (DoE)
Penulis menekankan peran penting DoE dalam memahami pengaruh berbagai variabel terhadap hasil. DoE memungkinkan eksplorasi interaksi parameter secara efisien dan ilmiah.
Contoh: Dalam formulasi tablet, DoE dapat mengidentifikasi bahwa waktu granulasi dan kecepatan pencampuran secara sinergis memengaruhi waktu disintegrasi.
Risk Assessment: FMEA dan Ishikawa Diagram
Pendekatan ini membantu mengidentifikasi titik risiko tertinggi dalam proses pengembangan atau manufaktur. Penulis menyoroti FMEA (Failure Mode and Effects Analysis) sebagai teknik kuantitatif untuk menentukan prioritas kontrol.
Process Analytical Technology (PAT)
PAT digunakan untuk pemantauan real-time selama produksi. Misalnya, sensor inline untuk mengukur kelembaban granul selama pengeringan.
PAT menjadi tulang punggung bagi strategi kontrol berkelanjutan dalam QbD.
Hasil Studi: Studi Kasus dan Data yang Relevan
Walau tidak memaparkan data primer eksperimental, artikel menyampaikan beberapa aplikasi praktis QbD:
Contoh Penerapan QbD:
Formulasi tablet lepas lambat: Menggunakan DoE untuk mengoptimalkan kadar polimer dan ukuran granul.
Nanoemulsi: Identifikasi CQA seperti ukuran droplet dan viskositas untuk memastikan stabilitas dan bioavailabilitas.
Sediaan suspensi: Pemilihan bahan suspensi berdasarkan CMA yang paling berpengaruh terhadap sedimentasi.
Angka dan Hasil Penting:
Penulis mencatat bahwa pendekatan QbD mampu mengurangi waktu pengembangan produk sebanyak 30–40%, serta menurunkan biaya validasi hingga 25%.
Selain itu, desain proses berbasis QbD mampu mengurangi batch rejection hingga 50%, yang menunjukkan dampak langsung terhadap efisiensi produksi.
Interpretasi Teoritis: Apa Makna Semua Ini?
Pendekatan QbD merepresentasikan integrasi antara manajemen risiko, statistika eksperimental, dan pemahaman proses. Secara konseptual, ini membawa industri farmasi mendekati model ilmu rekayasa sistem—di mana produk, proses, dan pengujian dipandang sebagai sistem dinamis yang saling bergantung.
Maknanya:
Kualitas tidak lagi dikaitkan dengan kepatuhan semata, tetapi dengan kapabilitas ilmiah.
Pengembangan produk menjadi berorientasi data, bukan sekadar uji coba acak.
Struktur Argumentatif dan Narasi Penulis
Alur Logis yang Terstruktur
Penulis membangun argumen dengan runtut:
Dimulai dengan kritik terhadap pendekatan lama (QbT).
Menjelaskan prinsip dasar QbD sebagai solusi.
Menguraikan setiap komponen QbD dan alat pendukungnya.
Menutup dengan tantangan implementasi dan masa depan QbD.
Struktur ini membuat narasi argumentatif menjadi kuat dan mudah diikuti.
Kontribusi Ilmiah Artikel:
Menyatukan teori regulatif (ICH Q8, Q9, Q10) ke dalam praktik operasional.
Menjelaskan berbagai alat dan teknik dengan bahasa yang aplikatif.
Menyediakan gambaran menyeluruh yang relevan bagi industri maupun akademisi.
Kritik dan Refleksi terhadap Pendekatan
Kekuatan: Klarifikasi dan Komprehensivitas
Penjelasan komponen QbD sangat sistematik dan mudah dipahami.
Ilustrasi penerapan QbD pada berbagai bentuk sediaan memperkaya konteks.
Kelemahan: Tidak Menyentuh Aspek Sosial dan Ekonomi
Tidak dibahas kendala sumber daya manusia, budaya organisasi, atau kesenjangan kemampuan teknologi antara negara maju dan berkembang.
Aspek biaya awal implementasi QbD juga tidak disorot secara mendalam, padahal ini merupakan penghalang utama bagi banyak industri kecil.
Refleksi: Apakah QbD Selalu Ideal?
Meskipun QbD menawarkan paradigma ideal, implementasinya dalam dunia nyata membutuhkan investasi besar dalam pelatihan, sistem data, dan infrastruktur pemantauan real-time. Penulis seharusnya lebih kritis dalam menyentuh dilema antara regulatory ambition dan industrial readiness.
Poin-Poin Utama dalam Format List
🔍 Komponen Utama QbD
QTPP: Sasaran mutu produk
CQA: Atribut mutu yang harus dikontrol
CPP/CMA: Faktor proses dan bahan yang kritis
Design Space: Wilayah aman eksperimen
Control Strategy: Sistem kendali berbasis data
🛠️ Tools Pendukung
Design of Experiments (DoE)
Risk Assessment (FMEA, Ishikawa)
Process Analytical Technology (PAT)
Lifecycle Management
🎯 Hasil Penerapan QbD
Reduksi waktu pengembangan: 30–40%
Penurunan biaya validasi: 25%
Pengurangan batch gagal: 50%
Kesimpulan: Masa Depan QbD dan Ilmu Mutu Farmasi
Artikel ini menyampaikan bahwa QbD bukan sekadar teknik, tetapi filosofi pembangunan mutu farmasi berbasis ilmu pengetahuan, statistika, dan pemahaman proses. Penerapannya mendorong industri untuk beranjak dari reaktif menjadi prediktif, dari berbasis uji ke berbasis sains.
Implikasi Ilmiah:
QbD akan terus menjadi standar dalam regulasi global.
Mendorong inovasi dalam pengembangan formulasi dan manufaktur berkelanjutan.
Membuka jalan bagi integrasi dengan kecerdasan buatan dan pemodelan prediktif dalam farmasi.
📄 DOI Resmi Paper: https://doi.org/10.1016/j.sjbs.2019.05.003
Farmasi
Dipublikasikan oleh Muhammad Reynaldo Saputra pada 08 Agustus 2025
Pendahuluan: Paradigma Mutu yang Berubah
Industri farmasi telah lama bergulat dengan masalah mutu yang dikendalikan secara retrospektif, di mana pengujian akhir produk menjadi satu-satunya jaminan kualitas. Artikel ini menawarkan pergeseran fundamental dalam paradigma tersebut melalui pendekatan Quality by Design (QbD)—sebuah model yang menekankan bahwa kualitas harus dirancang secara ilmiah sejak awal proses pengembangan.
Makalah ini tidak hanya menyajikan deskripsi teknis QbD, tetapi juga mengartikulasikan kerangka konseptual yang mendalam, termasuk elemen-elemen seperti Quality Target Product Profile (QTPP), Critical Quality Attributes (CQAs), dan Design Space. Ini memperlihatkan bagaimana pendekatan ini mampu mengintegrasikan risiko, kontrol proses, dan keberlanjutan kualitas dalam sistem farmasi modern.
Fondasi Teoritis: Kerangka Kerja Quality by Design
QTPP: Menetapkan Sasaran Kualitas Sejak Awal
QTPP didefinisikan sebagai deskripsi prospektif tentang karakteristik mutu produk obat, termasuk atribut seperti kekuatan, bentuk sediaan, bioavailabilitas, stabilitas, dan rute pemberian. Tujuan utama QTPP adalah membimbing desain formulasi dan proses untuk memastikan mutu, keamanan, dan efektivitas produk.
Penulis menggarisbawahi bahwa menetapkan QTPP secara tepat merupakan titik awal yang menentukan arah semua tahap pengembangan, menjadikan mutu sebagai sasaran strategis sejak awal.
CQAs: Menjembatani Desain dan Realitas Mutu
CQAs adalah atribut fisik, kimiawi, biologis, atau mikrobiologis yang harus dikontrol agar QTPP dapat terpenuhi. Misalnya: ukuran partikel, pH, viskositas, atau kadar zat aktif. Penulis menggarisbawahi bahwa identifikasi CQAs memerlukan pemahaman mendalam tentang hubungan antara atribut tersebut dan performa produk.
Penetapan CQAs menjadi penghubung antara teori dan praktik karena ia menentukan titik-titik kontrol kritis selama proses manufaktur.
CPP dan CMA: Parameter dan Materi yang Mempengaruhi Kualitas
CPP (Critical Process Parameters) adalah parameter proses seperti suhu, tekanan, atau kecepatan pencampuran yang memengaruhi CQAs.
CMA (Critical Material Attributes) mencakup karakteristik bahan awal seperti bentuk kristal atau kelembaban.
Dalam narasi artikel, keterkaitan antara CPP, CMA, dan CQAs dibingkai sebagai jaringan sebab-akibat yang harus dipahami dan dikendalikan untuk menjamin keberhasilan produk.
Design Space: Wilayah Aman dalam Eksperimen Farmasi
Design Space didefinisikan sebagai kombinasi dan interaksi antara input material dan parameter proses yang telah terbukti memberikan jaminan kualitas. Selama berada dalam ruang desain ini, perubahan proses tidak dianggap sebagai perubahan besar dan tidak memerlukan persetujuan ulang dari regulator.
Penulis menegaskan bahwa pendekatan ini memberikan fleksibilitas operasional dan efisiensi manufaktur, sekaligus mendorong inovasi yang berkelanjutan dalam sistem produksi.
Refleksi Teoritis: Menuju Proses yang Ilmiah dan Adaptif
Konsep Design Space mencerminkan pergeseran dari sistem validasi statis ke model dinamis berbasis sains. Ini mengubah logika manajemen mutu dari pemenuhan standar statis menuju pengendalian berbasis pemahaman proses.
Tools Pendukung: Dari Risiko hingga Eksperimen
Artikel ini secara sistematis menyajikan beberapa alat analitik yang digunakan dalam pendekatan QbD:
1. Risk Assessment Tools
Ishikawa Diagram dan FMEA (Failure Mode Effect Analysis) digunakan untuk mengidentifikasi, menganalisis, dan memprioritaskan risiko proses.
Penulis menekankan bahwa metode ini membantu dalam menyaring variabel kritis untuk difokuskan dalam tahap pengembangan.
2. DoE (Design of Experiments)
DoE memungkinkan evaluasi simultan berbagai variabel dalam eksperimen, seperti efek suhu dan waktu pencampuran terhadap viskositas.
Penggunaan DoE memungkinkan pemahaman interaksi parameter dan membantu dalam membangun Design Space.
3. PAT (Process Analytical Technology)
Teknologi ini digunakan untuk memantau dan mengendalikan proses secara real-time, memberikan data langsung tentang kualitas produk selama manufaktur.
4. Control Strategy
Strategi kontrol dirancang untuk menjaga parameter proses dalam batas-batas yang ditetapkan untuk menjamin mutu secara konsisten.
Angka Kunci dan Implikasinya: Refleksi Empiris
Walaupun artikel ini bersifat konseptual dan bukan studi eksperimental, ia menyajikan aplikasi QbD dalam beberapa kasus nyata seperti formulasi tablet, suspensi, dan nanoemulsi.
Contohnya, dalam pengembangan sediaan lepas lambat:
Parameter utama seperti kecepatan pelepasan zat aktif dan waktu disintegrasi dijadikan CQAs.
Dengan DoE, hubungan antara viskositas pelarut dan laju pelepasan dipetakan, menghasilkan optimasi formula yang efisien.
Refleksi teoretis dari hasil-hasil ini memperlihatkan bahwa QbD bukan hanya model teoritis, tetapi memiliki implikasi langsung terhadap efisiensi biaya, pengurangan waktu pengembangan, dan peningkatan kepatuhan regulasi.
Analisis Narasi dan Kontribusi Ilmiah
Struktur Argumentatif: Dari Konsep Menuju Penerapan
Penulis membangun argumen secara linier dan progresif:
Menyatakan keterbatasan sistem mutu tradisional.
Memperkenalkan QbD sebagai solusi modern.
Menjabarkan komponen-konponen kunci QbD.
Menyajikan aplikasi praktis dan dampaknya.
Struktur ini memperkuat kredibilitas gagasan QbD, karena ia disajikan tidak hanya sebagai teori, tetapi juga pendekatan pragmatis yang terbukti di berbagai bentuk sediaan farmasi.
Kontribusi Ilmiah: Menyatukan Regulator, Industri, dan Akademisi
Artikel ini berkontribusi dalam:
Mengharmoniskan terminologi antara dokumen ICH Q8, Q9, dan Q10.
Membingkai QbD sebagai alat regulatori dan teknis, bukan semata praktik manufaktur.
Mendorong pemahaman sistemik proses pengembangan, bukan sekadar dokumentasi.
Kritik dan Refleksi terhadap Metodologi
Kekuatan: Integrasi dan Klarifikasi Konseptual
Artikel ini sangat kuat dalam menyusun kerangka kerja QbD dengan bahasa yang sistematis.
Penulis mengintegrasikan berbagai panduan regulasi internasional menjadi satu narasi yang konsisten.
Kelemahan: Minimnya Data Primer dan Studi Lapangan
Tidak ada studi kasus empiris baru yang dilakukan oleh penulis.
Aplikasi yang disebutkan (misalnya formulasi nanoemulsi atau suspensi) hanya disampaikan secara ringkas tanpa detail eksperimental.
Logika Berpikir: Normatif tapi Belum Kritis
Penulis sangat mendukung QbD, namun tidak mengevaluasi secara kritis tantangan implementasi seperti:
Hambatan sumber daya di industri kecil.
Kompleksitas dokumentasi dan pelatihan.
Resistensi budaya dalam sistem mutu lama.
Poin-Poin Penting yang Dapat Dirangkum
📌 Komponen Inti QbD
QTPP → Sasaran kualitas produk.
CQA → Atribut kritis yang harus dikontrol.
CPP/CMA → Faktor proses dan material yang mempengaruhi CQA.
Design Space → Ruang aman untuk berinovasi dan mengontrol mutu.
Control Strategy → Sistem kontrol berbasis sains.
Risk Management → Identifikasi dan mitigasi faktor risiko.
🔍 Alat dan Strategi Pendukung
DoE → Eksperimen efisien dan komprehensif.
PAT → Pemantauan kualitas secara real-time.
FMEA/Ishikawa → Analisis risiko proaktif.
🎯 Implikasi Praktis
Pengurangan biaya dan waktu pengembangan.
Fleksibilitas perubahan proses tanpa persetujuan ulang (selama dalam Design Space).
Peningkatan kepatuhan regulasi dan konsistensi produk.
Kesimpulan: Potensi QbD dalam Mendorong Inovasi Farmasi Berkelanjutan
Artikel ini menyampaikan pesan penting: Quality by Design bukan hanya alat manajemen mutu, melainkan paradigma baru dalam industri farmasi. Dengan pendekatan sistemik, berbasis data, dan fokus pada risiko serta kontrol proses, QbD memungkinkan efisiensi, fleksibilitas, dan inovasi yang lebih besar.
Implikasi ilmiahnya tidak hanya berlaku untuk pengembangan produk baru, tetapi juga untuk:
Revisi produk lama secara sistematis.
Peningkatan sistem manufaktur eksisting.
Harmonisasi global sistem mutu farmasi.
Sebagai kesimpulan reflektif, Quality by Design membuka jalan menuju industri farmasi yang lebih prediktif, adaptif, dan berorientasi sains—dengan mutu sebagai hasil dari desain, bukan inspeksi.
📄 DOI Resmi Paper: https://doi.org/10.1155/2014/827259
Farmasi
Dipublikasikan oleh Muhammad Reynaldo Saputra pada 08 Agustus 2025
Pendahuluan: Merancang Mutu Sejak Awal
Quality-by-Design (QbD) telah lama menjadi pendekatan sistematis dalam pengembangan produk farmasi, menekankan bahwa kualitas tidak boleh diperiksa setelah produksi, melainkan dirancang sejak awal. Dalam konteks industri farmasi global, penerapan prinsip ini biasanya terfokus pada pengembangan produk dan metode analisis. Namun, artikel ini melangkah lebih jauh dengan memperkenalkan penerapan QbD pada pendirian fasilitas laboratorium pengendalian mutu (QC), sebuah pendekatan yang jarang dibahas, apalagi di negara dengan sumber daya terbatas.
Konsep baru yang diperkenalkan adalah lab QbD (lQbD), yang dalam studi ini diterapkan pada pengembangan sistem pemurnian air laboratorium di Jimma University Laboratory of Drug Quality (JuLaDQ), Ethiopia. Artikel ini menyoroti tidak hanya bagaimana sistem ini dibangun secara teknis, tetapi juga bagaimana prinsip-prinsip ilmiah, teori kontrol mutu, dan manajemen risiko menjadi dasar dalam tiap keputusan desain.
Konseptualisasi QbD: Dari Produk ke Laboratorium
Transformasi Kerangka Teori QbD ke lQbD
QbD didefinisikan oleh ICH Q8(R2) sebagai pendekatan yang dimulai dengan tujuan kualitas yang telah ditetapkan (Quality Target Product Profile, QTPP) dan diikuti oleh identifikasi atribut mutu kritis (Critical Quality Attributes, CQA), parameter proses kritis (Critical Process Parameters, CPP), strategi kontrol, dan pemantauan berkelanjutan.
Dalam laboratorium, pendekatan ini ditransformasikan menjadi:
TLP (Target Laboratory Profile): analog dengan QTPP, yaitu tujuan performa laboratorium.
LQA (Laboratory Quality Attributes): versi laboratorium dari CQA.
lQbD: kerangka kerja yang mendasari perancangan laboratorium QC berbasis risiko dan mutu.
Dimensi Reflektif: Apakah QbD Cocok untuk Pendirian Lab?
Penerapan QbD dalam konteks pendirian lab membuka cakrawala baru dalam manajemen mutu, karena biasanya QbD terfokus pada pengembangan produk atau metode analitik. Namun dalam paper ini, pendekatan tersebut diposisikan sebagai strategi untuk meminimalisasi variasi dalam proses laboratorium dan menjamin mutu data analisis sejak awal, bukan hanya sebagai langkah korektif.
Implementasi Praktis: Studi Kasus Air Laboratorium
Sistem Pemurnian Air: Pilar Mutu Analisis
Air laboratorium merupakan komponen vital dalam banyak prosedur analitik—mulai dari pelarut dalam HPLC hingga bilasan alat. Dalam studi ini, sistem pemurnian air yang dirancang mencakup kombinasi distilasi, pemurnian Nanopure Analytical Ultrapure, dan filtrasi 0.2 mikron.
Dengan pendekatan ini, JuLaDQ tidak hanya menjamin kualitas air ultrapure (18.2 MΩ.cm), tetapi juga mengimplementasikan strategi monitoring berbasis parameter kritis:
Global Peak Area HPLC pada 210 & 254 nm
Resistivitas
pH
Evaluasi Empiris dan Reflektif: Apakah Sistem Ini Efektif?
Selama periode pemantauan 1 tahun, hasil menunjukkan bahwa:
Peak area maksimal: 2.911,9 (210 nm), 772,7 mAU*s (254 nm).
Nilai ini jauh di bawah batas kontrol 5.500 dan 5.000 mAU*s yang diusulkan.
Resistivitas konsisten ≥ 18.2 MΩ.cm untuk air ultrapure.
Makna teoretis dari data ini menunjukkan bahwa sistem pemurnian tidak hanya stabil, tetapi juga dapat digunakan sebagai dasar penetapan spesifikasi SST (System Suitability Test) berbasis kuantitatif—sebuah terobosan dalam standar air laboratorium di lingkungan terbatas.
Struktur Argumentatif dan Kontribusi Ilmiah
Narasi Argumentatif: Dari Masalah ke Solusi Inovatif
Paper ini menyoroti masalah: standar kualitas air laboratorium sulit dipenuhi dalam konteks sumber daya terbatas. Penulis mengidentifikasi bahwa tidak ada satu unit pemurnian tunggal yang dapat memenuhi standar air tipe "R" dalam The International Pharmacopoeia.
Solusinya? Kombinasi teknologi yang disesuaikan dengan konteks: distilasi → pemurnian nanopure → filtrasi. Penulis kemudian menyusun proses validasi menggunakan parameter ilmiah yang terukur (peak area, resistivitas, pH) yang dapat dilacak dan dikontrol.
Kontribusi Konseptual: lQbD sebagai Model Praktis
Kontribusi besar dari studi ini adalah formalnya konsep lQbD—suatu kerangka konseptual yang mengadaptasi QbD menjadi pendekatan dalam mendirikan dan mengoperasikan laboratorium QC berbasis mutu. Ini mencakup:
Pemetaan risiko dengan diagram Ishikawa
Penerapan siklus PDCA (Plan-Do-Check-Act)
Spesifikasi berbasis hasil data nyata, bukan asumsi teoritis
Refleksi atas Hasil Studi dan Makna Teoretisnya
Angka dan Apa Artinya
Beberapa angka kunci dan interpretasinya:
Peak area tap water: 85.200 mAU*s (254 nm) → jauh melebihi batas toleransi.
Peak area distilled water (setelah cleaning): 3.551 mAU*s → masih dalam batas aman.
Resistivitas distilled water: 1.9 MΩ.cm vs. ultrapure: 18.2 MΩ.cm
Interpretasi:
Nilai peak area berkorelasi langsung dengan jumlah kontaminan organik yang dapat mengganggu hasil HPLC. Maka, validasi mutu air berdasarkan parameter ini lebih representatif dibanding hanya mengandalkan UV-absorbansi atau konduktivitas.
Resistivitas menjadi indikator kualitas ionik. Meskipun tidak dicantumkan dalam spesifikasi air R di The International Pharmacopoeia, ia sangat penting dalam pengujian LC-MS dan gradient HPLC.
Kritik terhadap Pendekatan dan Metodologi
Kekuatan: Integrasi Konsep dan Praktik
Penelitian ini unggul dalam hal:
Menerjemahkan teori ke dalam praktik yang bisa direplikasi di berbagai setting terbatas.
Penggunaan parameter berbasis data untuk membangun sistem kontrol mutu internal yang rasional dan hemat biaya.
Kelemahan: Asumsi Keterbatasan Jangka Panjang
Namun, terdapat keterbatasan logika:
Penulis menyatakan bahwa laboratorium tidak melakukan uji mikrobiologi sehingga parameter mikrobiologis tidak dijadikan CQA. Namun, dalam jangka panjang, laboratorium QC yang bertumbuh cenderung akan melayani lebih banyak pengujian biologis.
Penggunaan soda lime glass selama 48 jam untuk menyimpan air ultrapure, meskipun stabil secara hasil peak area, berpotensi membuka pintu kontaminasi mikrobiologis—yang tidak diuji dalam studi ini.
Poin-Poin Utama yang Perlu Dicatat
🧪 Prinsip-Prinsip Kunci dari lQbD
TLP sebagai fondasi desain laboratorium.
CQAs ditentukan berdasarkan kemampuan pengujian laboratorium.
CPPs termasuk konfigurasi sistem pemurnian air.
Strategi kontrol berbasis SST (HPLC global peak area dan resistivitas).
Kontinuitas pemantauan dengan pendekatan Six Sigma.
💡 Temuan Penting
Air ultrapure dapat digunakan hingga 48 jam tanpa degradasi kualitas.
Peak area HPLC adalah indikator kontaminan organik yang jauh lebih sensitif dibanding UV-absorbansi.
Kombinasi distilasi + nanopure + filtrasi lebih ekonomis (3,2 USD/L) dibanding membeli air HPLC-grade (60 USD/L).
Kesimpulan: Implikasi dan Potensi Ilmiah
Penerapan prinsip Quality-by-Design dalam pendirian laboratorium QC, khususnya dalam desain dan kontrol sistem air, seperti yang dicontohkan dalam penelitian ini, memperluas cakupan QbD dari sekadar proses dan produk menjadi sistem dan fasilitas.
Konsep lab QbD (lQbD) yang diperkenalkan menunjukkan potensi besar sebagai kerangka kerja pengembangan laboratorium yang:
Adaptif terhadap konteks lokal,
Berdasarkan data dan sains,
Mengurangi ketergantungan pada standar luar yang mahal.
Implikasi ilmiahnya menjangkau luas—dari pembentukan standar baru SST berbasis peak area HPLC, hingga kontribusi dalam pengembangan laboratorium farmasi di negara berkembang yang lebih tangguh, efisien, dan terpercaya.
📄 DOI Resmi Paper: https://doi.org/10.1155/2022/2062406