Ergonomics and Human Factor
Dipublikasikan oleh Guard Ganesia Wahyuwidayat pada 09 Desember 2025
1. Pendahuluan
Manual Material Handling (MMH) merupakan aktivitas yang sangat umum di berbagai sektor industri, mulai dari logistik, manufaktur, konstruksi, hingga gudang ritel. Meski terlihat sederhana — mengangkat, membawa, menarik, mendorong, atau memindahkan suatu beban — MMH sebenarnya menjadi salah satu penyebab utama cedera muskuloskeletal (MSD) seperti low back pain, nyeri bahu, cedera pergelangan tangan, dan gangguan otot perut. Dalam materi pelatihan ergonomi, dijelaskan bahwa intensitas, frekuensi, dan postur kerja yang buruk menjadi faktor dominan yang memperbesar beban biomekanis pada tubuh.
Banyak pekerja terbiasa melakukan MMH tanpa memperhatikan teknik ergonomis, sehingga risiko cedera meningkat seiring waktu. Padahal, sebagian besar cedera dapat dicegah melalui pemahaman mekanisme beban tubuh, batas kekuatan manusia, serta penerapan desain kerja yang lebih aman. Selain itu, perusahaan seringkali tidak menyadari bahwa pemborosan energi dan penurunan produktivitas dapat muncul dari metode angkat-angkut yang tidak efisien.
Artikel ini menguraikan prinsip fisiologis dan biomekanis dalam MMH, risiko cedera yang mungkin terjadi, serta bagaimana desain sistem kerja, teknik angkat yang benar, dan bantuan mekanis dapat meminimalkan beban tubuh. Pembahasan berbasis pendekatan ilmiah dan aplikatif, sehingga relevan bagi praktisi K3, supervisor operasi, hingga perancang fasilitas industri.\
2. Dasar-Dasar Ergonomi Manual Material Handling
2.1. Mengapa MMH Tinggi Risiko?
Aktivitas angkat-angkut manual menempatkan tekanan besar pada punggung bawah (lumbar spine), sendi lutut, bahu, dan pergelangan tangan. Risiko ini meningkat karena beberapa faktor:
postur membungkuk berulang,
mengangkat beban jauh dari tubuh,
rotasi tulang belakang ketika mengangkat,
durasi kerja panjang dengan istirahat minim,
lantai tidak rata atau licin,
ruang sempit yang memaksa postur janggal.
Bahkan beban ringan sekalipun dapat mencederai tubuh jika dilakukan dengan postur buruk dan repetitif.
2.2. Komponen Utama Aktivitas Manual Material Handling
Menurut prinsip ergonomi, MMH melibatkan lima kategori gerakan:
Lifting (mengangkat)
Lowering (menurunkan)
Carrying (membawa)
Pushing (mendorong)
Pulling (menarik)
Setiap kategori memiliki risiko yang berbeda tergantung kombinasi postur, berat beban, jarak, serta frekuensi.
2.3. Batas Fisik Tubuh dan Kapasitas Maksimal
Tubuh manusia memiliki keterbatasan fisiologis. Otot punggung dan perut harus bekerja stabil saat mengangkat, sementara diskus intervertebralis menahan tekanan kompresi. Ketika beban terlalu berat atau diangkat dengan teknik salah, tekanan pada diskus dapat melampaui batas toleransi.
Penelitian menunjukkan tekanan kompresi pada L5/S1 tidak boleh melampaui 3.400 N untuk mencegah cedera punggung. Angka ini menjadi dasar bagi banyak panduan ergonomi.
2.4. Faktor Risiko dalam MMH
Faktor risiko yang paling memengaruhi keselamatan antara lain:
Berat beban
Jarak vertikal dan horizontal beban dari tubuh
Pergerakan rotasi tubuh
Kecepatan dan frekuensi angkatan
Kondisi lingkungan (suhu, tekstur lantai, pencahayaan)
Desain alat dan kemasan beban
Semakin banyak faktor risiko yang muncul, semakin tinggi potensi cedera.
2.5. Prinsip Biomekanika: Beban Dekat Tubuh Lebih Aman
Salah satu prinsip paling penting dalam ergonomi MMH adalah menjaga beban sedekat mungkin dengan tubuh. Semakin jauh jarak horizontal beban, semakin besar momen gaya (torque) pada tulang belakang. Konsep ini menjelaskan mengapa mengangkat beban 10 kg pada jarak 60 cm dari tubuh bisa “terasa” seperti mengangkat 20–25 kg.
Ini pula alasan mengapa teknik membungkuk dengan punggung melengkung sangat berbahaya karena memaksa tulang belakang menanggung momen rotasi yang besar.
2.6. Kapasitas Individu dan Variasi Antar Pekerja
Tiap pekerja memiliki batas berbeda, dipengaruhi oleh:
usia,
tinggi badan,
kebugaran,
kondisi medis,
riwayat cedera,
kekuatan otot inti (core strength).
Karena itu, mengandalkan satu standar angkat untuk semua pekerja tidak selalu tepat. Pendekatan ergonomi harus mempertimbangkan variasi ini.
2.7. Pentingnya Mengukur dan Memetakan Tugas MMH
Sebelum melakukan perbaikan ergonomi, perusahaan perlu memetakan:
jenis beban,
frekuensi pengangkatan,
tinggi awal dan tujuan angkat,
jarak perpindahan,
kesulitan memegang beban,
kondisi area kerja.
Pemetaan ini membantu menentukan apakah suatu aktivitas aman, butuh redesign, atau memerlukan bantuan mekanis.
3. Risiko Cedera dalam Manual Material Handling dan Analisis Mekanismenya
3.1. Cedera Muskuloskeletal: Dampak Paling Umum dalam MMH
Cedera muskuloskeletal (Musculoskeletal Disorders/MSD) merupakan konsekuensi langsung dari MMH yang dilakukan dengan teknik yang tidak ergonomis. Cedera ini meliputi:
Low back pain (LBP): akibat tekanan kompresi dan geser berulang pada segmen L4–L5 dan L5–S1.
Cedera bahu dan leher: terjadi saat beban diangkat di atas bahu, atau ketika pekerja menarik/mendorong dengan lengan terentang.
Tendinitis dan carpal tunnel: akibat genggaman kuat berulang atau membawa beban berat tanpa pegangan ergonomis.
Cedera lutut: akibat jongkok atau postur bertumpu berulang tanpa dukungan.
Cedera ini sering berkembang bertahap, sehingga pekerja tidak menyadarinya sampai tingkat gangguan menjadi berat.
3.2. Mekanisme Cedera: Dari Beban ke Struktur Anatomi
MMH memicu cedera melalui beberapa mekanisme biomekanis:
Tekanan kompresi pada diskus tulang belakang ketika mengangkat beban dalam posisi membungkuk.
Tekanan geser akibat rotasi tulang belakang saat membawa beban asimetris.
Overexertion saat mengangkat beban di luar batas toleransi otot.
Fatigue failure: kerusakan kumulatif akibat repetisi jangka panjang meski beban tidak besar.
Inilah sebabnya pengukuran frekuensi dan durasi sangat penting dalam analisis ergonomi.
3.3. Faktor “Multiplier” yang Meningkatkan Risiko Secara Drastis
Terdapat faktor pengganda risiko dalam MMH yang membuat pekerjaan tampak ringan menjadi berbahaya, seperti:
Jarak horizontal beban dari tubuh (risiko meningkat eksponensial).
Rotasi tulang belakang (>20° sangat berisiko).
Kecepatan gerakan yang tinggi.
Pegangan buruk atau licin.
Beban tidak stabil (misal cairan di dalam drum).
Lingkungan panas atau licin.
Satu faktor saja dapat meningkatkan risiko, tetapi kombinasi beberapa faktor bisa membuat tugas tidak layak dilakukan secara manual.
3.4. Beban Repetitif: Ancaman Lebih Serius daripada Beban Berat Sekali
Banyak perusahaan fokus pada “berapa kilogram yang boleh diangkat”, padahal repetisi justru lebih berbahaya. Misalnya:
mengangkat 5 kg 200 kali sehari dapat lebih berbahaya daripada mengangkat 20 kg 1 kali.
tugas repetitive lifting menggerus struktur jaringan secara bertahap hingga terjadi microtrauma kumulatif.
Karena itu, desain kerja harus mempertimbangkan frekuensi dan durasi, bukan hanya berat.
3.5. Risiko dari Gerakan Pushing dan Pulling
Mendorong dan menarik beban sering dianggap lebih aman daripada mengangkat, padahal bisa memicu cedera pada:
bahu (rotator cuff overload),
siku (tendinitis),
pergelangan tangan (postur deviasi ekstrem),
punggung bawah (gaya geser meningkat saat menarik).
Risiko terutama meningkat jika permukaan lantai memiliki friksi rendah atau roda alat angkut tidak terawat.
3.6. Dampak Kognitif dan Faktor Human Error
Aspek mental juga memengaruhi risiko MMH:
kelelahan → postur memburuk,
tekanan target → pekerja cenderung “memaksakan” diri,
kurang tidur → koordinasi menurun,
kurang pelatihan → pekerja salah memahami teknik aman.
Kecelakaan MMH biasanya terjadi ketika faktor fisik dan mental bertemu dalam satu momen yang tidak ideal.
4. Prinsip Ergonomi untuk Mengurangi Risiko MMH
4.1. Prinsip Dasar: Jaga Beban Dekat, Simetris, dan Stabil
Tiga prinsip inti untuk menjaga tulang belakang tetap aman:
Dekatkan beban ke tubuh untuk menurunkan momen gaya.
Jaga posisi tubuh simetris, hindari rotasi ketika mengangkat.
Pastikan beban stabil untuk menghindari perubahan distribusi berat tiba-tiba.
Prinsip sederhana ini mampu menurunkan risiko cedera dalam jumlah signifikan.
4.2. Teknik Angkat Aman (Basic Lifting Technique)
Teknik dasar yang selalu ditekankan dalam kursus ergonomi:
posisikan kaki selebar bahu,
tekuk lutut dan pinggul, bukan punggung,
jaga punggung tetap netral,
pegang beban kuat dan dekat,
dorong dengan tumit saat berdiri,
hindari memutar tubuh saat memegang beban.
Meski terlihat sederhana, banyak pekerja melanggar teknik ini ketika tergesa-gesa.
4.3. Rekomendasi Jalur Angkat Ideal
Idealnya:
zona aman angkatan adalah antara setinggi paha hingga dada,
mengangkat dari lantai ke atas bahu adalah zona paling berisiko,
hindari membawa beban di atas tinggi bahu.
Desain fasilitas harus memastikan bahwa sebagian besar beban berada dalam zona angkat yang aman.
4.4. Peningkatan Desain Kemasan dan Alat Bantu
Desain beban sangat memengaruhi risiko. Perbaikan sederhana seperti:
menambah pegangan pada kotak,
mengecilkan ukuran kemasan,
menggunakan bahan yang tidak licin,
memberi label berat beban,
dapat menurunkan risiko cedera secara signifikan.
4.5. Pemetaan Tugas Menggunakan Pendekatan Kuantitatif
Metode ergonomi modern menganalisis tugas MMH dengan menggunakan:
NIOSH Lifting Equation (Recommended Weight Limit – RWL),
Liberty Mutual Tables (pushing/pulling/carrying),
Revised Strain Index untuk pekerjaan tangan-lengan.
Pendekatan ini membantu menentukan apakah tugas aman atau perlu redesain.
4.6. Penggunaan Alat Bantu Manual Handling
Saat batas aman terlampaui, alat bantu wajib digunakan. Contohnya:
hand pallet dan trolley,
lift table,
conveyor,
drum lifter,
cart ergonomis,
exoskeleton pasif untuk pengangkatan berulang.
Tujuannya adalah memindahkan beban dari otot manusia ke perangkat mekanis.
4.7. Penataan Area Kerja untuk Mendukung Postur Alami
Area kerja ergonomis harus memperhatikan:
lantai rata dan tidak licin,
pencahayaan cukup,
ruang gerak memadai,
ketinggian rak sesuai zona aman angkat,
jalur material yang logis dan minim belokan tajam.
Desain area kerja adalah komponen kunci dalam mengurangi risiko MMH.
5. Intervensi, Studi Kasus, dan Implementasi di Lingkungan Industri
5.1. Intervensi Teknik: Mengurangi Beban Fisik melalui Redesign Proses
Intervensi teknik bertujuan menurunkan tuntutan fisik dari pekerjaan. Beberapa strategi yang paling efektif meliputi:
Mengubah ketinggian rak agar aktivitas angkat berada dalam zona aman (paha–dada).
Menambahkan meja angkat (lift table) untuk mencegah pekerja mengambil beban langsung dari lantai.
Mengatur ulang tata letak agar jarak perpindahan beban lebih pendek dan lebih lurus.
Mengurangi ukuran batch atau unit load sehingga berat tiap beban berada dalam batas aman.
Banyak perusahaan menemukan bahwa redesign sederhana seperti memposisikan pallet lebih tinggi dapat mengurangi fleksion punggung hingga lebih dari 40%.
5.2. Intervensi Administratif dan Manajemen Operasi
Intervensi administratif berfokus pada pengaturan pola kerja dan kebijakan operasional, seperti:
rotasi pekerjaan untuk mencegah overuse pada kelompok otot tertentu,
penjadwalan istirahat mikro pada pekerjaan repetitif,
pembatasan berat angkat per orang,
pelatihan rutin teknik angkat bagi pekerja baru dan lama,
pencatatan insiden MSD untuk melihat pola risiko.
Pendekatan administratif biasanya lebih murah dan dapat diterapkan cepat, tetapi membutuhkan konsistensi pengawasan.
5.3. Studi Kasus 1: Pengurangan Cedera Punggung di Gudang Logistik
Sebuah perusahaan logistik mengalami peningkatan cedera punggung pada pekerja gudang. Analisis menemukan bahwa sebagian besar pengangkatan berasal dari lantai dan frekuensi mencapai 600+ angkatan per shift.
Solusi yang diterapkan:
pallet dinaikkan menggunakan pallet stand,
conveyor portabel digunakan untuk memindahkan beban dari truk,
pelatihan lifting diberikan setiap dua minggu.
Hasilnya: cedera punggung menurun hingga 60% dalam 6 bulan.
5.4. Studi Kasus 2: Pengurangan Beban Dorong pada Produksi
Di sektor manufaktur, pekerja harus mendorong trolley bahan baku yang rodanya kecil dan aus. Gaya dorong awal (initial push force) mencapai lebih dari 35 kgf—melewati batas aman.
Intervensi:
mengganti roda dengan diameter lebih besar,
memperbaiki permukaan lantai,
menambah handle ergonomis.
Outcome:
gaya dorong turun hingga 50%,
kelelahan bahu menurun signifikan,
laju produksi lebih stabil.
5.5. Tantangan Implementasi Ergonomi MMH
Beberapa kendala umum:
keterbatasan anggaran untuk alat bantu,
kurangnya pemahaman pekerja mengenai risiko jangka panjang,
resistensi perubahan pada metode kerja yang sudah menjadi kebiasaan,
kurangnya monitoring terhadap praktik MMH di lapangan.
Karena itu, implementasi ergonomi harus melibatkan manajemen, supervisor, dan pekerja secara aktif.
5.6. Peran Pelatihan dan Budaya Keselamatan
Pelatihan bukan hanya tentang mengajarkan teknik angkat, tetapi membangun kesadaran mengapa teknik itu penting. Budaya keselamatan yang kuat memungkinkan pekerja:
mengenali tanda awal cedera,
meminta bantuan ketika beban terlalu berat,
tidak memaksakan diri ketika kondisi lingkungan tidak aman.
Sebuah organisasi yang mendorong pelaporan dini cedera cenderung memiliki tingkat MSD yang jauh lebih rendah.
6. Kesimpulan
Manual Material Handling merupakan aktivitas yang secara inheren berisiko jika tidak dirancang dan dijalankan dengan prinsip ergonomi yang benar. Risiko cedera muncul tidak hanya dari berat beban, tetapi juga dari cara mengangkat, jarak beban dari tubuh, frekuensi repetisi, kondisi lingkungan, dan variasi kapasitas individu. Dengan memahami mekanisme biomekanis dan faktor pengganda risiko, perusahaan dapat mengidentifikasi akar masalah sebelum cedera terjadi.
Pendekatan ergonomi memberikan solusi yang luas, mulai dari teknik angkat yang aman hingga redesain proses kerja dan penggunaan alat bantu mekanis. Studi kasus industri menunjukkan bahwa perbaikan sederhana mampu memberikan dampak besar terhadap penurunan cedera, peningkatan produktivitas, dan penghematan biaya. Pada akhirnya, keberhasilan implementasi ergonomi MMH bergantung pada kombinasi intervensi teknis, administratif, serta budaya keselamatan yang konsisten.
Dengan komitmen jangka panjang, perusahaan dapat menciptakan lingkungan kerja yang lebih aman, sehat, dan efisien, sekaligus mengurangi risiko cedera muskuloskeletal secara signifikan.
Daftar Pustaka
Diklatkerja. Ergonomic Manual Material Handling.
Waters, T. R., Putz-Anderson, V., & Garg, A. (1994). NIOSH Lifting Equation. National Institute for Occupational Safety and Health.
McAtamney, L., & Corlett, E. N. (1993). RULA: Rapid Upper Limb Assessment. Applied Ergonomics.
Marras, W. S. (2008). The working back: diagnosing and preventing occupational low back disorders. Wiley-Interscience.
Liberty Mutual Research Institute. Manual Handling Guidelines and Tables.
HSE (Health and Safety Executive). (2012). Manual Handling at Work: Guidance for Employers.
Waters, T. R. (2007). Ergonomic strategies for MMH risk reduction. Occupational Ergonomics Journal.
Kroemer, K., & Grandjean, E. (1997). Ergonomics: How to Design for Ease and Efficiency. Taylor & Francis.
EU-OSHA (European Agency for Safety and Health at Work). MSD Prevention Guidelines.
Punnett, L., & Wegman, D. (2004). Work-related musculoskeletal disorders. Occupational Medicine.
Ergonomics and Human Factor
Dipublikasikan oleh Guard Ganesia Wahyuwidayat pada 06 Desember 2025
1. Pendahuluan: Ergonomi sebagai Fondasi Postur Kerja yang Sehat dan Produktif
Ergonomi tidak hanya membahas kenyamanan kerja, tetapi merupakan disiplin ilmiah yang menghubungkan morfologi tubuh manusia, pola gerak, dan desain pekerjaan untuk menciptakan kondisi kerja yang aman dan produktif. Analisis ini menggunakan prinsip-prinsip dalam pelatihan untuk menegaskan bahwa postur tubuh, risiko musculoskeletal, dan performa produktivitas merupakan satu sistem yang saling memengaruhi. Ketika postur tidak sesuai dengan karakteristik biomekanis tubuh, beban pada otot, sendi, dan saraf meningkat, menyebabkan kelelahan, nyeri kronis, dan berkurangnya efisiensi gerak.
Banyak organisasi masih melihat ergonomi sebagai “tambahan kenyamanan”. Namun, pendekatan ergonomi modern memandang tubuh manusia sebagai sistem biologis dengan batas beban, sementara lingkungan kerja adalah sistem teknis yang bisa diatur. Ketika kedua sistem ini selaras, hasilnya adalah:
peningkatan output kerja,
penurunan risiko cedera,
peningkatan kualitas keputusan,
reduksi kelelahan—fisik maupun mental,
stabilitas ritme kerja dalam jangka panjang.
Sebaliknya, kondisi kerja yang tidak ergonomis menyebabkan turunnya kinerja akibat micro-fatigue yang terakumulasi, micromovement yang tidak efektif, kompensasi postural, serta menurunnya kemampuan kognitif dan fokus.
Dalam konteks kerja modern—yang ditandai beban informasi tinggi, penggunaan komputer intensif, pola kerja repetitif, serta kebutuhan efisiensi—ergonomi memainkan peran transformasional. Ia bukan sekadar alat koreksi postur, tetapi mekanisme optimalisasi performa manusia dalam sistem kerja.
2. Analisis Postur Tubuh: Interaksi Antara Biomekanika, Risiko MSD, dan Efisiensi Gerak
Pelatihan menekankan bahwa postur tubuh adalah respons terhadap tuntutan pekerjaan. Postur tidak hanya menggambarkan posisi tubuh, tetapi mencerminkan kombinasi antara beban kerja, desain lingkungan, kemampuan individu, dan strategi kompensasi otot. Postur yang buruk bukan sekadar kebiasaan, tetapi indikator adanya ketidaksesuaian antara manusia dan pekerjaannya.
2.1 Postur dan Beban Biomekanis
Postur kerja menentukan bagaimana beban tersebar pada:
tulang belakang,
sendi (knee, hip, shoulder),
otot postural (erector spinae, trapezius, lumbar stabilizers),
tendon dan ligamen.
Ketika postur menyimpang dari posisi netral, tubuh bekerja lebih keras untuk mempertahankannya. Contoh:
membungkuk 20 derajat meningkatkan beban punggung dua kali lipat,
fleksi leher 45 derajat meningkatkan beban biomekanis hingga 22–27 kg pada cervical spine,
pronasi pergelangan tangan berulang meningkatkan risiko tendonitis.
Postur buruk memicu overuse syndrome dan microtrauma kumulatif, dua penyebab utama Musculoskeletal Disorders (MSD).
2.2 Mengapa Postur Kerja Menyimpang?
Postural deviation sering kali muncul sebagai hasil kombinasi:
a. Desain kerja tidak sesuai antropometri
Tinggi meja, jarak monitor, ukuran alat, dan ruang kerja yang tidak proporsional memaksa tubuh berkompensasi.
b. Ketidakseimbangan beban kerja
Beban statis menyebabkan sirkulasi darah menurun sehingga otot cepat lelah.
c. Frekuensi gerak repetitif
Aktivitas berulang tanpa cukup variasi menyebabkan kelelahan tendon dan sendi.
d. Kognisi dan kebiasaan
Ketika fokus tinggi, pekerja sering tidak menyadari posisi tubuh. Kelelahan mental dapat menyebabkan postur collapse.
e. Perbedaan kapasitas fisik individu
Faktor usia, kebugaran, massa otot, dan riwayat cedera memengaruhi strategi postur.
Postur buruk bukan semata-mata “kesalahan individu”, tetapi kegagalan sistem kerja menyediakan kondisi yang sesuai.
2.3 Risiko Musculoskeletal Disorders (MSD): Konsekuensi yang Dapat Diprediksi
MSD muncul akibat interaksi jangka panjang antara postur, gaya, dan repetisi. Yang sering terjadi:
low back pain,
neck pain,
shoulder impingement,
carpal tunnel syndrome,
tendonitis,
kekakuan pinggul,
varises (pada pekerjaan berdiri lama).
Pelatihan menjelaskan bahwa MSD berdampak pada produktivitas melalui:
penurunan kecepatan kerja,
meningkatnya error rate,
absensi,
kehilangan fokus,
drop performa jangka panjang akibat micro-fatigue.
Risiko MSD meningkat signifikan bila pekerja:
bekerja dengan beban statis di satu posisi > 20 menit,
melakukan gerakan repetitif lebih dari 2.000 kali/hari,
bekerja dengan elevasi bahu > 30 derajat,
melibatkan punggung membungkuk berulang.
2.4 Efisiensi Gerak dan Kinerja: Postur Baik = Produktivitas Tinggi
Postur optimum menghasilkan:
distribusi gaya yang rasional,
gerak tubuh lebih hemat energi,
stabilitas yang lebih baik,
kelelahan lebih lambat,
akurasi kerja meningkat.
Dalam konteks kerja:
operator yang mempertahankan postur netral dapat memperpanjang endurance hingga 15–25%,
pekerja kantor dengan setup ergonomis melaporkan penurunan keluhan leher hingga 50–60%,
pekerjaan manual yang memiliki ritme gerak ergonomis mampu meningkatkan throughput secara konsisten.
Postur adalah komponen operasional, bukan sekadar kebiasaan pribadi. Ketika postur baik menjadi bagian dari sistem kerja, performa pekerja meningkat signifikan.
3. Intervensi Ergonomi: Teknikal, Administratif, dan Perilaku
Transformasi postur dan produktivitas tidak terjadi dengan sendirinya. Pelatihan menekankan bahwa intervensi ergonomi harus dilakukan dalam tiga lapisan: teknikal, administratif, dan perilaku. Ketiganya membentuk sistem kerja yang saling memperkuat, karena masalah postur sering berasal dari kombinasi faktor lingkungan, tugas, alat, dan kebiasaan pekerja.
Pendekatan ergonomi yang efektif bukan hanya merancang ulang meja atau memberi instruksi “duduklah yang benar”, melainkan membangun lingkungan kerja yang memandu tubuh secara otomatis menuju posisi ideal. Dengan demikian, beban ergonomis berkurang tanpa menuntut kesadaran penuh dari pekerja.
3.1 Intervensi Teknikal: Mengubah Fisik Pekerjaan Agar Sesuai Tubuh
Intervensi teknikal adalah langkah paling fundamental karena menyasar sumber masalah: ketidaksesuaian antara morfologi tubuh manusia dan desain kerja.
a. Penyetelan workstation berdasarkan prinsip antropometri
Contoh penyesuaian:
tinggi meja disesuaikan dengan tinggi siku (elbow height),
lebar area kerja mempertimbangkan jangkauan lengan (reach envelope),
monitor pada tinggi mata (eye height),
kursi dapat diatur ketinggiannya dan memiliki lumbar support,
alat manual didesain untuk genggaman netral (neutral wrist posture).
Perbaikan teknikal sering menurunkan keluhan punggung dan leher hingga 40–60%.
b. Reduksi beban statis melalui alat bantu
footrest,
standing support,
anti-fatigue mat,
adjustable desk,
lifting device,
conveyor dengan tinggi variabel.
Beban statis adalah musuh utama postur. Reduksi beban statis meningkatkan aliran darah dan mencegah micro-fatigue.
c. Redesign alat dan tool agar sesuai fisiologi
Contoh perubahan kecil yang berdampak besar:
gagang obeng yang lebih tebal untuk mengurangi gaya menggenggam,
alat vibrator yang diisolasi agar getaran tidak langsung ke tangan,
mouse ergonomis untuk mencegah pronasi berlebih.
Perubahan teknikal menghasilkan konsekuensi langsung pada efisiensi gerak.
3.2 Intervensi Administratif: Mengatur Ritme, Variasi, dan Beban Kerja
Ketika pekerjaan bersifat repetitif atau menuntut konsentrasi tinggi, struktur kerja harus diatur agar tubuh tidak terjebak pada posisi atau gerakan ekstrem.
a. Variasi tugas (job rotation)
Rotasi mengurangi repetisi pada kelompok otot tertentu.
mengurangi risiko tendonitis,
meningkatkan variasi gerak,
memperluas keterampilan pekerja,
mengurangi kebosanan dan fatigue mental.
b. Micro-break dan recovery interval
Penelitian menunjukkan bahwa:
break 30 detik setiap 15–20 menit dapat mengurangi ketegangan otot leher hingga 35%,
recovery micro-break lebih efektif daripada break panjang yang jarang.
c. Pengaturan beban kerja berbasis kapasitas fisik
Termasuk:
batas angkat (lifting limit),
persyaratan dua orang untuk beban tertentu,
SOP handling manual,
pembatasan durasi kerja statis.
Kebijakan administratif memperkuat perubahan teknikal agar sistem kerja lebih sustainable.
3.3 Intervensi Perilaku: Kesadaran, Pelatihan, dan Kebiasaan Motorik
Intervensi teknikal dan administratif tidak cukup tanpa kemampuan pekerja menjaga pola gerak yang tepat.
a. Pelatihan postur dan teknik kerja
Pelatihan yang efektif mencakup:
neutral spine alignment,
teknik mengangkat aman (lift with your legs, not your back),
posisi pergelangan netral,
kontrol pernapasan saat effort tinggi.
Pelatihan ini mengurangi risiko cedera, terutama di pekerjaan handling manual.
b. Ergonomic awareness dan self-monitoring
Teknologi mendukung perubahan perilaku, misalnya:
sensor yang memberi peringatan saat membungkuk berlebih,
software ergonomic reminder pada komputer,
aplikasi monitoring postur.
Kesadaran diri penting karena beberapa postur buruk terjadi tanpa disengaja.
c. Pembentukan “kebiasaan motorik” baru
Kebiasaan ini terbentuk ketika:
repetisi gerak ergonomis dilakukan terus-menerus,
lingkungan mendukung postur yang benar,
instruksi kerja konsisten.
Intervensi perilaku memastikan pekerja tidak kembali ke kebiasaan postur yang salah.
4. Hubungan Ergonomi, Produktivitas, dan Kualitas Kerja dalam Sistem Operasi Modern
Pelatihan menekankan bahwa ergonomi bukan hanya isu kesehatan kerja, tetapi bagian integral dari sistem produktivitas. Ketika tubuh manusia mampu bekerja dalam postur ideal, efisiensi meningkat, beban berkurang, dan hasil kerja lebih konsisten. Hubungan ini tidak bersifat linier; ergonomi menghasilkan dampak ganda (multiplier effect) pada performa manusia.
4.1 Ergonomi Meningkatkan Produktivitas melalui Efisiensi Energi
Tubuh manusia menggunakan energi lebih tinggi ketika:
bekerja dalam postur ekstrem,
melakukan gerakan tidak efisien,
mempertahankan posisi statis terlalu lama.
Dengan perbaikan ergonomis:
konsumsi energi menurun 10–20%,
endurance meningkat,
gerakan lebih luwes,
performa stabil lebih lama.
Produktivitas meningkat bukan karena pekerja “dipaksa”, tetapi karena tubuh tidak cepat lelah.
4.2 Ergonomi Mengurangi Error, Scrap, dan Variabilitas Output
Kelelahan fisik dan mental berdampak langsung pada kualitas kerja.
Contoh:
postur leher menunduk lama menurunkan akurasi visual,
forearm pronation berlebih meningkatkan error saat fine-motor task,
kelelahan otot menyebabkan getaran tangan meningkat.
Ketika faktor-faktor ini diperbaiki:
error rates turun,
scrap menurun,
konsistensi meningkat,
keselamatan lebih baik.
Inilah alasan mengapa ergonomi adalah bagian penting dari zero defect strategy di industri.
4.3 Ergonomi Menghambat Turunnya Produktivitas Harian (Productivity Decay Curve)
Umumnya performa pekerja turun setelah jam ke-3 atau ke-4 kerja. Dengan lingkungan ergonomis:
penurunan performa melambat,
pekerja mempertahankan kecepatan kerja lebih stabil,
fatigability tubuh berkurang.
Ini memberikan dampak langsung pada kapasitas harian dan weekly throughput.
4.4 Ergonomi Mendukung Kesehatan Jangka Panjang dan Mengurangi Absensi
MSD adalah penyebab absensi kerja terbesar secara global. Penerapan ergonomi:
mengurangi risiko cedera,
menghindari downtime pekerja,
menjaga keberlanjutan tenaga kerja.
Produktivitas meningkat bukan hanya secara harian, tetapi dalam horizon jangka panjang.
5. Ergonomi sebagai Sistem Terintegrasi: Interaksi Manusia–Mesin–Lingkungan
Pelatihan menekankan bahwa ergonomi tidak dapat dipahami sebagai penyesuaian alat kerja saja; ia adalah sistem yang mengatur bagaimana manusia, mesin, dan lingkungan saling berinteraksi. Sistem ergonomi yang baik mengurangi kesalahan, memperkuat kompetensi pekerja, serta menyeimbangkan tuntutan fisik dan mental dalam proses kerja.
Konsep ini penting karena postur dan produktivitas bukanlah fenomena yang berdiri sendiri. Keduanya lahir dari:
desain mesin,
tuntutan tugas,
kualitas lingkungan kerja (pencahayaan, suhu, kebisingan),
interaksi manusia dengan teknologi,
faktor psikososial dan beban mental.
Dengan memahami ergonomi sebagai sistem terintegrasi, organisasi dapat merancang lingkungan kerja yang mendukung performa secara menyeluruh.
5.1 Interaksi Manusia dengan Mesin (Human–Machine Interaction)
Interaksi ini mencakup:
a. Kontrol dan antarmuka kerja (interface)
Interface yang buruk menyebabkan:
postur leher ekstrem akibat sudut pandang yang salah,
tekanan jari berlebih pada tombol atau keyboard,
beban kognitif tinggi karena desain tampilan tidak intuitif.
Desain interface ergonomis mempercepat persepsi, mengurangi error, dan menurunkan beban mental.
b. Penempatan panel, tombol, dan indikator
Ergonomi memastikan:
panel berada dalam jangkauan optimum,
tombol kritis mudah dijangkau tanpa memicu gerakan ekstrem,
indikator mudah dilihat tanpa memutar leher.
Koreksi kecil ini dapat mengurangi neck strain lebih dari 30% dalam pekerjaan tertentu.
c. Teknologi sebagai pendukung postur
Teknologi dapat secara aktif mencegah postur buruk melalui:
sensor pengingat postur,
kursi otomatis yang menyesuaikan posisi,
meja adjustable height yang mendorong variasi posisi.
Integrasi teknologi membuat postur ideal lebih mudah dipertahankan.
5.2 Interaksi Manusia dengan Lingkungan Fisik
Faktor lingkungan sangat menentukan kualitas postur dan produktivitas.
a. Pencahayaan
Pencahayaan buruk memaksa leher mendekat ke objek kerja.
Pencahayaan yang baik:
meningkatkan akurasi visual,
mengurangi ketegangan mata,
mendukung postur netral.
b. Suhu dan kelembaban
Suhu terlalu dingin menyebabkan tubuh kaku; terlalu panas meningkatkan kelelahan. Kondisi ideal menjaga performa otot dan mengurangi risiko cedera.
c. Kebisingan
Kebisingan tinggi meningkatkan beban mental. Akibatnya, pekerja:
kurang fokus,
melakukan kompensasi postur,
lebih cepat lelah.
Lingkungan fisik bukan sekadar pendukung, tetapi bagian integral dari sistem postur dan performa.
5.3 Interaksi Manusia dengan Lingkungan Organisasi
Faktor psikososial dalam pekerjaan memiliki pengaruh besar terhadap postur dan produktivitas.
a. Beban mental dan stres kerja
Stres menyebabkan:
peningkatan ketegangan otot (muscle tension),
postur collapse,
kelelahan cepat,
penurunan koordinasi.
b. Kontrol kerja dan otonomi
Pekerja dengan otonomi rendah lebih sering mengalami ketegangan postural karena kurangnya fleksibilitas dalam menentukan ritme kerjanya.
c. Budaya keselamatan dan ergonomi
Organisasi yang mempromosikan perilaku ergonomis:
memiliki angka MSD lebih rendah,
menerapkan SOP lifting yang konsisten,
menyediakan briefing postur harian,
mendorong pelaporan dini keluhan fisik.
Pendekatan organisasi menempatkan ergonomi dalam konteks sistem produksi yang nyata, bukan sekadar program teknis.
6. Kesimpulan Analitis: Ergonomi sebagai Investasi Strategis dalam Kinerja Organisasi
Ergonomi modern adalah integrasi ilmu tubuh manusia, psikologi kerja, desain teknis, dan manajemen operasional. Ia bukan sekadar praktik korektif untuk memperbaiki postur, tetapi platform strategis yang mentransformasi:
cara tubuh bekerja,
bagaimana manusia dan teknologi berinteraksi,
bagaimana produktivitas dipertahankan secara berkelanjutan,
dan bagaimana risiko MSD dicegah secara sistemik.
1. Postur kerja adalah indikator kualitas sistem kerja
Postur buruk tidak muncul tiba-tiba—itu sinyal adanya ketidaksesuaian antara pekerjaan dan tubuh manusia.
2. Intervensi ergonomi bekerja paling efektif ketika bersifat sistemik
Intervensi teknikal, administratif, dan perilaku harus berjalan serempak agar perubahan postur benar-benar stabil.
3. Ergonomi meningkatkan produktivitas melalui pengurangan fatigue dan optimasi gerak
Produktivitas meningkat bukan karena pekerja bekerja lebih keras, tetapi karena tubuh bekerja lebih efisien dan lebih sedikit mengalami micro-fatigue.
4. Ergonomi memperbaiki kualitas kerja dan menurunkan error rate
Kualitas output meningkat ketika beban biomekanis dan mental berkurang.
5. Ergonomi memperpanjang umur kerja dan mengurangi absensi
Mengurangi risiko MSD berarti menjaga keberlanjutan tenaga kerja jangka panjang.
6. Ergonomi adalah aset organisasi, bukan biaya
Investasi ergonomi kecil sering menghasilkan pengembalian yang besar melalui peningkatan throughput, kualitas, keselamatan, dan kepuasan kerja.
Daftar Pustaka
Diklatkerja. Bagaimana Ergonomi Berkontribusi kepada Perbaikan Postur Tubuh dan Peningkatan Produktivitas Kerja.
McLeod, S. (2020). An Introduction to Ergonomics: Human Factors in Engineering and Design. McGraw-Hill.
Sanders, M. S., & McCormick, E. J. (1993). Human Factors in Engineering and Design. McGraw-Hill.
Grandjean, E., & Kroemer, K. (1997). Fitting the Task to the Human: A Textbook of Occupational Ergonomics. Taylor & Francis.
Kroemer, K. H. E., & Grandjean, E. (2000). Ergonomics: How to Design for Ease and Efficiency. Elsevier.
Waters, T. et al. (1993). “Revised NIOSH Lifting Equation.” U.S. Department of Health and Human Services.
Punnett, L., & Wegman, D. H. (2004). “Work-Related Musculoskeletal Disorders: The Epidemiologic Evidence.” Occupational and Environmental Medicine.
Wilson, J. R., & Sharples, S. (2015). Evaluation of Human Work: A Practical Ergonomics Methodology. CRC Press.
Helander, M. (2006). A Guide to Human Factors and Ergonomics. CRC Press.
Dul, J., & Weerdmeester, B. (2007). Ergonomics for Beginners: A Quick Reference Guide. CRC Press.
Ergonomics and Human Factor
Dipublikasikan oleh Admin pada 02 Mei 2023
Faktor manusia dan ergonomi (sering disebut sebagai rekayasa faktor manusia atau hfe) adalah penerapan prinsip-prinsip psikologis dan fisiologis untuk rekayasa dan desain produk, proses, dan sistem. Tujuan utama dari rekayasa faktor manusia adalah untuk mengurangi kesalahan manusia, meningkatkan produktivitas dan ketersediaan sistem, serta meningkatkan keselamatan, kesehatan, dan kenyamanan dengan fokus khusus pada interaksi antara manusia dan peralatan.[1]
Bidang ini merupakan kombinasi dari berbagai disiplin ilmu, seperti psikologi, sosiologi, teknik, biomekanik, desain industri, fisiologi, antropometri, desain interaksi, desain visual, pengalaman pengguna, dan desain antarmuka pengguna. Penelitian faktor manusia menggunakan metode dan pendekatan dari ini dan disiplin ilmu lainnya untuk mempelajari perilaku manusia dan menghasilkan data yang relevan dengan tujuan yang dinyatakan sebelumnya. Dalam mempelajari dan berbagi pembelajaran tentang desain peralatan, perangkat, dan proses yang sesuai dengan tubuh manusia dan kemampuan kognitifnya, dua istilah "faktor manusia" dan "ergonomi" pada dasarnya identik dengan rujukan dan maknanya dalam literatur saat ini. 2][3][4]
Asosiasi Ergonomi Internasional mendefinisikan ergonomi atau faktor manusia sebagai berikut:[5]
Ergonomi (atau faktor manusia) adalah disiplin ilmu yang berkaitan dengan pemahaman interaksi antara manusia dan elemen lain dari suatu sistem, dan profesi yang menerapkan teori, prinsip, data, dan metode untuk merancang untuk mengoptimalkan kesejahteraan manusia dan kinerja sistem secara keseluruhan.
Rekayasa faktor manusia relevan dalam desain hal-hal seperti furnitur yang aman dan antarmuka yang mudah digunakan untuk mesin dan peralatan. Desain ergonomis yang tepat diperlukan untuk mencegah cedera regangan berulang dan gangguan muskuloskeletal lainnya, yang dapat berkembang seiring waktu dan dapat menyebabkan kecacatan jangka panjang. Faktor manusia dan ergonomi memperhatikan "kecocokan" antara pengguna, peralatan, dan lingkungan atau "menyesuaikan pekerjaan dengan seseorang"[6] atau "menyesuaikan tugas dengan manusia".[7] Ini memperhitungkan kemampuan dan keterbatasan pengguna dalam upaya memastikan bahwa tugas, fungsi, informasi, dan lingkungan sesuai dengan pengguna itu.
Untuk menilai kesesuaian antara seseorang dan teknologi yang digunakan, spesialis faktor manusia atau ahli ergonomi mempertimbangkan pekerjaan (aktivitas) yang dilakukan dan tuntutan pengguna; peralatan yang digunakan (ukurannya, bentuknya, dan seberapa tepat untuk tugas tersebut), dan informasi yang digunakan (bagaimana disajikan, diakses, dan diubah). Ergonomi mengacu pada banyak disiplin ilmu dalam mempelajari manusia dan lingkungannya, termasuk antropometri, biomekanik, teknik mesin, teknik industri, desain industri, desain informasi, kinesiologi, fisiologi, psikologi kognitif, psikologi industri dan organisasi, dan psikologi ruang.
Etimologi
Istilah ergonomi (dari bahasa Yunani ἔργον, yang berarti "bekerja", dan νόμος, yang berarti "hukum alam") pertama kali memasuki leksikon modern ketika ilmuwan Polandia Wojciech Jastrzębowski menggunakan kata tersebut dalam artikelnya tahun 1857 Rys ergonomji czyli nauki o pracy, opartej na prawdach poczerpniętych z Nauki Przyrody (Garis Besar Ergonomi; yaitu Ilmu Kerja, Berdasarkan Kebenaran yang Diambil dari Ilmu Pengetahuan Alam).[8] Sarjana Prancis Jean-Gustave Courcelle-Seneuil, tampaknya tanpa mengetahui artikel Jastrzębowski, menggunakan kata tersebut dengan arti yang sedikit berbeda pada tahun 1858. Pengenalan istilah tersebut ke leksikon bahasa Inggris secara luas dikaitkan dengan psikolog Inggris Hywel Murrell, pada pertemuan tahun 1949 di Admiralty Inggris, yang mengarah pada pendirian The Ergonomics Society. Dia menggunakannya untuk mencakup studi di mana dia terlibat selama dan setelah Perang Dunia II.[9]
Ungkapan faktor manusia adalah istilah yang didominasi Amerika Utara [10] yang telah diadopsi untuk menekankan penerapan metode yang sama untuk situasi yang tidak terkait dengan pekerjaan. "Faktor manusia" adalah properti fisik atau kognitif dari perilaku individu atau sosial khusus manusia yang dapat memengaruhi fungsi sistem teknologi. Istilah "faktor manusia" dan "ergonomi" pada dasarnya sama.[2]
Domain spesialisasi
Menurut Asosiasi Ergonomi Internasional, dalam disiplin ilmu ergonomi terdapat domain spesialisasi. Ini terdiri dari tiga bidang utama penelitian: fisik, kognitif, dan ergonomi organisasi.
Ada banyak spesialisasi dalam kategori luas ini. Spesialisasi di bidang ergonomi fisik dapat mencakup ergonomi visual. Spesialisasi dalam bidang ergonomi kognitif dapat mencakup kegunaan, interaksi manusia-komputer, dan rekayasa pengalaman pengguna.
Beberapa spesialisasi mungkin melintasi domain ini: Ergonomi lingkungan berkaitan dengan interaksi manusia dengan lingkungan yang dicirikan oleh iklim, suhu, tekanan, getaran, cahaya.[11] Bidang faktor manusia yang muncul dalam keselamatan jalan raya menggunakan prinsip faktor manusia untuk memahami tindakan dan kemampuan pengguna jalan – pengemudi mobil dan truk, pejalan kaki, pengendara sepeda, dll. – dan menggunakan pengetahuan ini untuk merancang jalan dan jalan untuk mengurangi tabrakan lalu lintas. Kesalahan pengemudi terdaftar sebagai faktor penyebab 44% tabrakan fatal di Amerika Serikat, jadi topik yang menjadi perhatian khusus adalah bagaimana pengguna jalan mengumpulkan dan memproses informasi tentang jalan dan lingkungannya, dan bagaimana membantu mereka membuat keputusan yang tepat. [12]
Istilah baru dihasilkan setiap saat. Misalnya, "insinyur uji coba pengguna" dapat merujuk ke profesional rekayasa faktor manusia yang berspesialisasi dalam uji coba pengguna.[13] Meskipun namanya berubah, profesional faktor manusia menerapkan pemahaman tentang faktor manusia pada desain peralatan, sistem, dan metode kerja untuk meningkatkan kenyamanan, kesehatan, keselamatan, dan produktivitas.
Physical ergonomics (Ergonomi fisik)\

Gambar: Ergonomi fisik: ilmu merancang interaksi pengguna dengan peralatan dan tempat kerja agar sesuai dengan pengguna.
Ergonomi fisik berkaitan dengan anatomi manusia, dan beberapa karakteristik antropometri, fisiologis dan bio mekanik yang berkaitan dengan aktivitas fisik. [5] Prinsip ergonomis fisik telah banyak digunakan dalam desain produk konsumen dan industri untuk mengoptimalkan kinerja dan untuk mencegah / mengobati gangguan terkait pekerjaan dengan mengurangi mekanisme di balik cedera / gangguan muskuloskeletal akut dan kronis yang diinduksi secara mekanis. Faktor risiko seperti tekanan mekanis lokal, gaya dan postur di lingkungan kantor yang tidak banyak bergerak menyebabkan cedera yang disebabkan oleh lingkungan kerja.[15] Ergonomi fisik penting bagi mereka yang didiagnosis dengan penyakit atau gangguan fisiologis seperti artritis (baik kronis maupun sementara) atau sindrom carpal tunnel. Tekanan yang tidak signifikan atau tidak terlihat oleh mereka yang tidak terpengaruh oleh gangguan ini mungkin sangat menyakitkan, atau membuat perangkat tidak dapat digunakan, bagi mereka yang mengalaminya. Banyak produk yang dirancang secara ergonomis juga digunakan atau direkomendasikan untuk mengobati atau mencegah gangguan tersebut, dan untuk mengobati nyeri kronis yang berhubungan dengan tekanan.[16]
Salah satu jenis cedera yang berhubungan dengan pekerjaan yang paling umum adalah gangguan muskuloskeletal. Gangguan muskuloskeletal terkait pekerjaan (WRMDs) menyebabkan nyeri terus-menerus, kehilangan kapasitas fungsional, dan disabilitas kerja, tetapi diagnosis awalnya sulit karena sebagian besar didasarkan pada keluhan nyeri dan gejala lainnya.[17] Setiap tahun, 1,8 juta pekerja AS mengalami WRMD dan hampir 600.000 cedera cukup serius menyebabkan pekerja kehilangan pekerjaan.[18] Pekerjaan atau kondisi kerja tertentu menyebabkan tingkat keluhan pekerja yang lebih tinggi tentang ketegangan yang tidak semestinya, kelelahan lokal, ketidaknyamanan, atau rasa sakit yang tidak hilang setelah istirahat semalaman. Jenis pekerjaan ini seringkali melibatkan aktivitas seperti pengerahan tenaga yang berulang dan kuat; lift yang sering, berat, atau di atas kepala; posisi kerja yang canggung; atau penggunaan alat getar.[19] Keselamatan dan Kesehatan Administrasi (OSHA) telah menemukan bukti substansial bahwa program ergonomi dapat memotong biaya kompensasi pekerja, meningkatkan produktivitas dan penurunan pergantian karyawan. [20] Solusi mitigasi dapat mencakup solusi jangka pendek dan jangka panjang. Solusi jangka pendek dan jangka panjang melibatkan pelatihan kesadaran, posisi tubuh, furnitur dan peralatan, serta latihan ergonomis. Stasiun duduk-berdiri dan aksesori komputer yang menyediakan permukaan lembut untuk mengistirahatkan telapak tangan serta keyboard terpisah direkomendasikan. Selain itu, sumber daya dalam departemen SDM dapat dialokasikan untuk memberikan penilaian kepada karyawan guna memastikan kriteria di atas terpenuhi.[21] Oleh karena itu, penting untuk mengumpulkan data untuk mengidentifikasi pekerjaan atau kondisi kerja yang paling bermasalah, dengan menggunakan sumber seperti catatan cedera dan penyakit, rekam medis, dan analisis pekerjaan.[19]

Gambar: Keyboard yang dirancang secara ergonomis
Stasiun kerja inovatif yang sedang diuji meliputi meja duduk, meja yang dapat disesuaikan ketinggiannya, meja treadmill, perangkat pedal, dan ergometer sepeda.[22] Dalam berbagai penelitian, workstation baru ini menghasilkan penurunan lingkar pinggang dan peningkatan kesejahteraan psikologis. Namun sejumlah besar studi tambahan tidak menunjukkan peningkatan yang berarti dalam hasil kesehatan.[23]
Dengan munculnya robot kolaboratif dan sistem pintar di lingkungan manufaktur, agen buatan dapat digunakan untuk meningkatkan ergonomi fisik rekan kerja manusia. Misalnya, selama kolaborasi manusia-robot, robot dapat menggunakan model biomekanik rekan kerja manusia untuk menyesuaikan konfigurasi kerja dan memperhitungkan berbagai metrik ergonomis, seperti postur manusia, torsi sendi, manipulasi lengan, dan kelelahan otot. ][25] Kesesuaian ergonomis ruang kerja bersama sehubungan dengan metrik ini juga dapat ditampilkan kepada manusia dengan peta ruang kerja melalui antarmuka visual.[26]
Ergonomi kognitif
Ergonomi kognitif berkaitan dengan proses mental, seperti persepsi, emosi, memori, penalaran, dan respon motorik, karena mereka mempengaruhi interaksi antara manusia dan elemen lain dari suatu sistem.[5][27] (Topik yang relevan termasuk beban kerja mental, pengambilan keputusan, kinerja yang terampil, keandalan manusia, stres kerja dan pelatihan karena ini mungkin berhubungan dengan desain interaksi manusia-sistem dan manusia-komputer.) Studi epidemiologis menunjukkan korelasi antara waktu yang dihabiskan seseorang untuk duduk dan mereka fungsi kognitif seperti penurunan suasana hati dan depresi.[23]
Ergonomi organisasi dan budaya keselamatan
Ergonomi organisasi berkaitan dengan optimalisasi sistem sosio-teknis, termasuk struktur organisasi, kebijakan, dan prosesnya.[5] Topik yang relevan termasuk keberhasilan atau kegagalan komunikasi manusia dalam adaptasi ke elemen sistem lainnya, [28] [29] manajemen sumber daya kru, desain kerja, sistem kerja, desain waktu kerja, kerja tim, ergonomi partisipatif, ergonomi komunitas, kerja kooperatif, program kerja baru , organisasi virtual, kerja jarak jauh, dan manajemen mutu. Budaya keselamatan dalam organisasi insinyur dan teknisi telah dikaitkan dengan keselamatan teknik dengan dimensi budaya termasuk jarak kekuasaan dan toleransi ambiguitas. Jarak daya yang rendah telah terbukti lebih kondusif bagi budaya keselamatan. Organisasi dengan budaya penyembunyian atau kurangnya empati terbukti memiliki budaya keselamatan yang buruk.
Sejarah
Masyarakat kuno
Beberapa orang telah menyatakan bahwa ergonomi manusia dimulai dengan Australopithecus prometheus (juga dikenal sebagai "kaki kecil"), primata yang menciptakan alat genggam dari berbagai jenis batu, dengan jelas membedakan antara alat berdasarkan kemampuannya untuk melakukan tugas yang ditentukan.[30] Fondasi ilmu ergonomi tampaknya telah diletakkan dalam konteks budaya Yunani Kuno. Banyak bukti menunjukkan bahwa peradaban Yunani pada abad ke-5 SM menggunakan prinsip ergonomis dalam merancang alat, pekerjaan, dan tempat kerja mereka. Salah satu contoh luar biasa dari hal ini dapat ditemukan dalam deskripsi yang diberikan Hippocrates tentang bagaimana tempat kerja seorang ahli bedah harus dirancang dan bagaimana alat yang dia gunakan harus diatur. [31] Catatan arkeologi juga menunjukkan bahwa dinasti Mesir awal membuat perkakas dan perlengkapan rumah tangga yang menggambarkan prinsip ergonomis.
Masyarakat industri
Bernardino Ramazzini adalah salah satu orang pertama yang secara sistematis mempelajari penyakit yang diakibatkan oleh pekerjaan yang membuatnya mendapat julukan "bapak kedokteran kerja". Pada akhir 1600-an dan awal 1700-an Ramazzini mengunjungi banyak tempat kerja di mana dia mendokumentasikan pergerakan buruh dan berbicara kepada mereka tentang penyakit mereka. Dia kemudian menerbitkan “De Morbis Artificum Diatriba” (bahasa Latin untuk Penyakit Pekerja) yang merinci pekerjaan, penyakit umum, pengobatan.[32] Pada abad ke-19, Frederick Winslow Taylor memelopori metode "manajemen ilmiah", yang mengusulkan cara untuk menemukan metode optimal dalam melaksanakan tugas yang diberikan. Taylor menemukan bahwa dia dapat, misalnya, melipatgandakan jumlah batu bara yang disekop para pekerja dengan secara bertahap mengurangi ukuran dan berat sekop batu bara hingga tingkat penyekopan tercepat tercapai.[33] Frank dan Lillian Gilbreth memperluas metode Taylor pada awal 1900-an untuk mengembangkan "studi waktu dan gerak". Mereka bertujuan untuk meningkatkan efisiensi dengan menghilangkan langkah dan tindakan yang tidak perlu. Dengan menerapkan pendekatan ini, keluarga Gilbreth mengurangi jumlah gerakan dalam pemasangan batu bata dari 18 menjadi 4,5, [klarifikasi diperlukan] memungkinkan tukang batu meningkatkan produktivitas mereka dari 120 menjadi 350 batu bata per jam.[33]
Namun, pendekatan ini ditolak oleh para peneliti Rusia yang berfokus pada kesejahteraan pekerja. Pada Konferensi Pertama tentang Organisasi Ilmiah Perburuhan (1921) Vladimir Bekhterev dan Vladimir Nikolayevich Myasishchev mengkritik Taylorisme. Bekhterev berpendapat bahwa "Ideal terakhir dari masalah tenaga kerja bukanlah di dalamnya [Taylorisme], tetapi di dalam pengorganisasian proses kerja yang akan menghasilkan efisiensi maksimum ditambah dengan bahaya kesehatan minimum, tidak adanya kelelahan dan jaminan kesehatan yang baik dan perkembangan pribadi menyeluruh dari rakyat pekerja." [34] Myasishchev menolak proposal Frederick Taylor untuk mengubah manusia menjadi mesin. Pekerjaan monoton yang membosankan adalah kebutuhan sementara sampai mesin yang sesuai dapat dikembangkan. Dia juga menyarankan disiplin baru "ergologi" untuk mempelajari kerja sebagai bagian integral dari reorganisasi kerja. Konsep tersebut diambil oleh mentor Myasishchev, Bekhterev, dalam laporan terakhirnya di konferensi tersebut, hanya mengubah namanya menjadi "ergonologi"[34]
Penerbangan
Sebelum Perang Dunia I, fokus psikologi penerbangan adalah pada penerbang itu sendiri, tetapi perang mengalihkan fokus ke pesawat, khususnya, desain kontrol dan tampilan, serta efek faktor ketinggian dan lingkungan pada pilot. Perang melihat munculnya penelitian aeromedis dan kebutuhan akan metode pengujian dan pengukuran. Studi tentang perilaku pengemudi mulai mendapatkan momentum selama periode ini, ketika Henry Ford mulai menyediakan mobil bagi jutaan orang Amerika. Perkembangan besar lainnya selama periode ini adalah kinerja penelitian aeromedis. Pada akhir Perang Dunia I, dua laboratorium penerbangan didirikan, satu di Pangkalan Angkatan Udara Brooks, Texas dan yang lainnya di Pangkalan Angkatan Udara Wright-Patterson di luar Dayton, Ohio. Banyak tes dilakukan untuk menentukan karakteristik mana yang membedakan pilot yang sukses dari yang gagal. Selama awal 1930-an, Edwin Link mengembangkan simulator penerbangan pertama. Kecenderungan berlanjut dan simulator serta alat uji yang lebih canggih dikembangkan. Perkembangan signifikan lainnya adalah di sektor sipil, di mana pengaruh iluminasi terhadap produktivitas pekerja diperiksa. Hal ini mengarah pada identifikasi Efek Hawthorne, yang menyatakan bahwa faktor motivasi dapat mempengaruhi kinerja manusia secara signifikan.[33]
Perang Dunia II menandai perkembangan mesin dan persenjataan yang baru dan kompleks, dan hal ini membuat tuntutan baru pada kognisi operator. Tidak mungkin lagi mengadopsi prinsip Tayloristik untuk mencocokkan individu dengan pekerjaan yang sudah ada sebelumnya. Sekarang desain peralatan harus mempertimbangkan keterbatasan manusia dan memanfaatkan kemampuan manusia. Pengambilan keputusan, perhatian, kesadaran situasional, dan koordinasi tangan-mata operator mesin menjadi kunci keberhasilan atau kegagalan suatu tugas. Ada penelitian substansial yang dilakukan untuk menentukan kemampuan dan keterbatasan manusia yang harus dicapai. Banyak dari penelitian ini lepas landas di mana penelitian aeromedis di antara perang telah berhenti. Contohnya adalah studi yang dilakukan oleh Fitts dan Jones (1947), yang mempelajari konfigurasi tombol kontrol yang paling efektif untuk digunakan di kokpit pesawat.
Sebagian besar penelitian ini dialihkan ke peralatan lain dengan tujuan membuat kontrol dan tampilan lebih mudah digunakan oleh operator. Masuknya istilah "faktor manusia" dan "ergonomi" ke dalam leksikon modern berasal dari periode ini. Diamati bahwa pesawat yang berfungsi penuh diterbangkan oleh pilot yang paling terlatih, masih jatuh. Pada tahun 1943 Alphonse Chapanis, seorang letnan di Angkatan Darat AS, menunjukkan bahwa apa yang disebut "kesalahan pilot" ini dapat sangat dikurangi ketika kontrol yang lebih logis dan dapat dibedakan menggantikan desain yang membingungkan di kokpit pesawat. Setelah perang, Angkatan Udara Angkatan Darat menerbitkan 19 jilid yang meringkas apa yang telah ditetapkan dari penelitian selama perang.[33]
Dalam beberapa dekade sejak Perang Dunia II, faktor manusia terus berkembang dan beragam. Bekerja oleh Elias Porter dan lainnya dalam RAND Corporation setelah Perang Dunia II memperluas konsepsi faktor manusia. "Seiring dengan berkembangnya pemikiran, sebuah konsep baru berkembang—bahwa organisasi seperti pertahanan udara, sistem manusia-mesin dapat dilihat sebagai organisme tunggal dan adalah mungkin untuk mempelajari perilaku organisme semacam itu. Itu adalah iklim untuk terobosan."[35] Dalam 20 tahun pertama setelah Perang Dunia II, sebagian besar aktivitas dilakukan oleh "para pendiri": Alphonse Chapanis, Paul Fitts, dan Small.[36]
Perang Dingin
Awal Perang Dingin menyebabkan perluasan besar-besaran laboratorium penelitian yang didukung Pertahanan. Juga, banyak laboratorium yang didirikan selama Perang Dunia II mulai berkembang. Sebagian besar penelitian setelah perang disponsori oleh militer. Sejumlah besar uang diberikan kepada universitas untuk melakukan penelitian. Cakupan penelitian juga diperluas dari peralatan kecil ke seluruh workstation dan sistem. Secara bersamaan, banyak peluang mulai terbuka di industri sipil. Fokus bergeser dari penelitian ke partisipasi melalui nasihat kepada para insinyur dalam desain peralatan. Setelah 1965, periode melihat pematangan disiplin. Bidang ini telah berkembang dengan perkembangan komputer dan aplikasi komputer.[33]
Zaman Antariksa menciptakan masalah faktor manusia baru seperti keadaan tanpa bobot dan gaya-g ekstrem. Toleransi terhadap lingkungan ruang yang keras dan pengaruhnya terhadap pikiran dan tubuh dipelajari secara luas.[37]
Era informasi
Fajar Era Informasi telah menghasilkan bidang terkait interaksi manusia-komputer (HCI). Demikian pula, meningkatnya permintaan dan persaingan di antara barang-barang konsumen dan elektronik telah menghasilkan lebih banyak perusahaan dan industri yang memasukkan faktor manusia dalam desain produk mereka. Dengan menggunakan teknologi canggih dalam kinetika manusia, pemetaan tubuh, pola gerakan, dan zona panas, perusahaan dapat memproduksi garmen dengan tujuan khusus, termasuk setelan seluruh tubuh, kaus, celana pendek, sepatu, dan bahkan pakaian dalam.
Organisasi
Dibentuk pada tahun 1946 di Inggris Raya, badan profesional tertua untuk spesialis faktor manusia dan ergonomis adalah The Chartered Institute of Ergonomics and Human Factors, secara resmi dikenal sebagai Institut Ergonomi dan Faktor Manusia dan sebelum itu, The Ergonomics Society.
Human Factors and Ergonomics Society (HFES) didirikan pada tahun 1957. Misi Society adalah untuk mempromosikan penemuan dan pertukaran pengetahuan tentang karakteristik manusia yang dapat diterapkan pada desain sistem dan perangkat dari segala jenis.
The Asosiasi Ahli Ergonomi Kanada - l'Association canadienne d'ergonomie (ACE) didirikan pada tahun 1968.[38] Awalnya bernama Human Factors Association of Canada (HFAC), dengan ACE (dalam bahasa Prancis) ditambahkan pada tahun 1984, dan judul bilingual yang konsisten diadopsi pada tahun 1999. Menurut pernyataan misi 2017, ACE menyatukan dan memajukan pengetahuan dan keterampilan ergonomi dan praktisi faktor manusia untuk mengoptimalkan kesejahteraan manusia dan organisasi.[39]
Asosiasi Ergonomi Internasional (IEA) adalah federasi perkumpulan ergonomi dan faktor manusia dari seluruh dunia. Misi IEA adalah untuk mengembangkan dan memajukan ilmu dan praktik ergonomi, dan untuk meningkatkan kualitas hidup dengan memperluas cakupan aplikasi dan kontribusinya kepada masyarakat. Pada September 2008, Asosiasi Ergonomi Internasional memiliki 46 perkumpulan federasi dan 2 perkumpulan afiliasi.
Human Factors Transforming Healthcare (HFTH) adalah jaringan internasional praktisi HF yang tertanam di dalam rumah sakit dan sistem kesehatan. Tujuan dari jaringan ini adalah untuk menyediakan sumber daya bagi praktisi faktor manusia dan organisasi perawatan kesehatan yang ingin berhasil menerapkan prinsip HF untuk meningkatkan perawatan pasien dan kinerja penyedia. Jaringan ini juga berfungsi sebagai platform kolaboratif untuk praktisi faktor manusia, mahasiswa, fakultas, mitra industri, dan mereka yang ingin tahu tentang faktor manusia dalam perawatan kesehatan.[40]
Organisasi terkait
Institute of Occupational Medicine (IOM) didirikan oleh industri batu bara pada tahun 1969. Sejak awal IOM mempekerjakan staf ergonomis untuk menerapkan prinsip-prinsip ergonomis pada desain mesin dan lingkungan pertambangan. Hingga saat ini, IOM terus melakukan kegiatan ergonomi, khususnya di bidang gangguan muskuloskeletal; stres panas dan ergonomi alat pelindung diri (APD). Seperti banyak ergonomi pekerjaan, tuntutan dan persyaratan tenaga kerja Inggris yang menua menjadi perhatian dan minat yang semakin besar bagi para ergonomis IOM.
International Society of Automotive Engineers (SAE) adalah organisasi profesional untuk para profesional teknik mobilitas di industri kedirgantaraan, otomotif, dan kendaraan komersial. Society adalah organisasi pengembangan standar untuk rekayasa semua jenis kendaraan bertenaga, termasuk mobil, truk, kapal, pesawat terbang, dan lain-lain. Society of Automotive Engineers telah menetapkan sejumlah standar yang digunakan dalam industri otomotif dan di tempat lain. Ini mendorong desain kendaraan sesuai dengan prinsip faktor manusia yang telah ditetapkan. Ini adalah salah satu organisasi paling berpengaruh sehubungan dengan pekerjaan ergonomi dalam desain otomotif. Masyarakat ini secara teratur mengadakan konferensi yang membahas topik yang mencakup semua aspek faktor manusia dan ergonomi.[41]
Praktisi
Praktisi faktor manusia berasal dari berbagai latar belakang, meskipun sebagian besar adalah psikolog (dari berbagai subbidang psikologi industri dan organisasi, psikologi teknik, psikologi kognitif, psikologi perseptual, psikologi terapan, dan psikologi eksperimental) dan ahli fisiologi. Desainer (industri, interaksi, dan grafik), antropolog, sarjana komunikasi teknis, dan ilmuwan komputer juga berkontribusi. Biasanya, seorang ahli ergonomis akan memiliki gelar sarjana di bidang psikologi, teknik, desain atau ilmu kesehatan, dan biasanya gelar master atau doktor dalam disiplin terkait. Meskipun beberapa praktisi memasuki bidang faktor manusia dari disiplin lain, M.S. dan gelar PhD dalam Rekayasa Faktor Manusia tersedia dari beberapa universitas di seluruh dunia.
Tempat kerja menetap
Kantor-kantor kontemporer tidak ada sampai tahun 1830-an,[42] dengan buku mani Wojciech Jastrzębowsk tentang MSDergonomics menyusul pada tahun 1857[43] dan studi postur pertama yang diterbitkan muncul pada tahun 1955.[44]
Saat tenaga kerja Amerika mulai beralih ke pekerjaan menetap, prevalensi [WMSD/masalah kognitif/dll..] mulai meningkat. Pada tahun 1900, 41% tenaga kerja AS dipekerjakan di bidang pertanian tetapi pada tahun 2000 turun menjadi 1,9%[45] Hal ini bertepatan dengan peningkatan pertumbuhan pekerjaan berbasis meja (25% dari semua pekerjaan pada tahun 2000)[46] dan pengawasan cedera kerja non-fatal oleh OSHA dan Biro Statistik Tenaga Kerja pada tahun 1971.[47] 0–1,5 dan terjadi pada posisi duduk atau berbaring. Orang dewasa yang berusia lebih dari 50 tahun dilaporkan menghabiskan lebih banyak waktu untuk tidak bergerak dan untuk orang dewasa yang berusia lebih dari 65 tahun, ini sering kali merupakan 80% dari waktu terjaga mereka. Beberapa penelitian menunjukkan hubungan dosis-respons antara waktu menetap dan semua penyebab kematian dengan peningkatan kematian 3% per tambahan jam menetap setiap hari.[48] Jumlah waktu duduk yang tinggi tanpa istirahat berkorelasi dengan risiko penyakit kronis, obesitas, penyakit kardiovaskular, diabetes tipe 2, dan kanker yang lebih tinggi.[23]
Saat ini, ada sebagian besar dari keseluruhan angkatan kerja yang dipekerjakan dalam pekerjaan dengan aktivitas fisik rendah.[49] Perilaku menetap, seperti menghabiskan waktu lama dalam posisi duduk menimbulkan ancaman serius terhadap cedera dan risiko kesehatan tambahan.[50] Sayangnya, meskipun beberapa tempat kerja berupaya menyediakan lingkungan yang dirancang dengan baik untuk karyawan yang tidak banyak bergerak, setiap karyawan yang melakukan banyak duduk kemungkinan besar akan mengalami ketidaknyamanan.[50] Ada kondisi-kondisi yang akan mempengaruhi baik individu maupun populasi terhadap peningkatan prevalensi gaya hidup menetap, termasuk: penentu sosial ekonomi, tingkat pendidikan, pekerjaan, lingkungan hidup, usia (seperti yang disebutkan di atas) dan banyak lagi.[51] Sebuah studi yang diterbitkan oleh Jurnal Kesehatan Masyarakat Iran meneliti faktor sosial ekonomi dan efek gaya hidup menetap bagi individu dalam komunitas kerja. Studi tersebut menyimpulkan bahwa individu yang melaporkan tinggal di lingkungan berpenghasilan rendah lebih cenderung untuk hidup menetap dibandingkan dengan mereka yang melaporkan status sosial ekonomi tinggi.[51] Individu yang berpendidikan rendah juga dianggap sebagai kelompok berisiko tinggi untuk mengambil bagian dalam gaya hidup menetap, namun, setiap komunitas berbeda dan memiliki sumber daya berbeda yang tersedia yang dapat memvariasikan risiko ini.[51] Seringkali, tempat kerja yang lebih besar dikaitkan dengan peningkatan duduk kerja. Mereka yang bekerja di lingkungan yang diklasifikasikan sebagai pekerjaan bisnis dan kantor biasanya lebih rentan terhadap perilaku duduk dan tidak banyak bergerak saat berada di tempat kerja. Selain itu, pekerjaan penuh waktu, memiliki fleksibilitas jadwal, juga termasuk dalam demografi tersebut, dan cenderung sering duduk sepanjang hari kerja.[52]
Implementasi kebijakan
Hambatan seputar fitur ergonomis yang lebih baik untuk karyawan yang tidak banyak bergerak termasuk biaya, waktu, tenaga dan untuk perusahaan dan karyawan. Bukti di atas membantu menetapkan pentingnya ergonomi di tempat kerja yang tidak banyak bergerak, namun informasi yang hilang dari masalah ini adalah penegakan dan penerapan kebijakan. Karena tempat kerja yang dimodernisasi menjadi semakin banyak berbasis teknologi, semakin banyak pekerjaan menjadi terutama duduk, oleh karena itu mengarah pada kebutuhan untuk mencegah cedera dan rasa sakit kronis. Hal ini menjadi lebih mudah dengan banyaknya penelitian seputar alat ergonomis yang menghemat uang perusahaan dengan membatasi jumlah hari yang terlewatkan dari pekerjaan dan kasus kompensasi pekerja.[53] Cara untuk memastikan bahwa perusahaan memprioritaskan hasil kesehatan ini bagi karyawannya adalah melalui kebijakan dan implementasi.[53]
Secara nasional tidak ada kebijakan yang berlaku saat ini, namun segelintir perusahaan besar dan negara bagian telah mengambil kebijakan budaya untuk memastikan keselamatan semua pekerja. Misalnya, departemen manajemen risiko negara bagian Nevada telah menetapkan seperangkat aturan dasar untuk tanggung jawab lembaga dan tanggung jawab karyawan.[54] Tanggung jawab badan termasuk mengevaluasi workstation, menggunakan sumber daya manajemen risiko bila diperlukan dan menyimpan catatan OSHA.[54] Untuk melihat kebijakan dan tanggung jawab ergonomis stasiun kerja khusus, klik di sini.[54]
Metode
Sampai saat ini, metode yang digunakan untuk mengevaluasi faktor manusia dan ergonomi berkisar dari kuesioner sederhana hingga laboratorium kegunaan yang lebih kompleks dan mahal.[55] Beberapa metode faktor manusia yang lebih umum tercantum di bawah ini:
Kelemahan
Masalah yang terkait dengan ukuran kegunaan mencakup fakta bahwa ukuran pembelajaran dan retensi tentang bagaimana menggunakan antarmuka jarang digunakan dan beberapa penelitian memperlakukan ukuran bagaimana pengguna berinteraksi dengan antarmuka sebagai sinonim dengan kualitas penggunaan, meskipun hubungan yang tidak jelas. 65]
Meskipun metode lapangan bisa sangat berguna karena dilakukan di lingkungan alami pengguna, metode ini memiliki beberapa batasan utama yang perlu dipertimbangkan. Keterbatasan tersebut meliputi:
Biasanya membutuhkan lebih banyak waktu dan sumber daya daripada metode lain
Upaya yang sangat tinggi dalam perencanaan, perekrutan, dan pelaksanaan dibandingkan dengan metode lainnya
Masa studi yang lebih lama dan karenanya membutuhkan banyak niat baik di antara para peserta
Studi bersifat longitudinal, oleh karena itu, gesekan dapat menjadi masalah.[66]
Sumber: wikipedia
Ergonomics and Human Factor
Dipublikasikan oleh Mochammad Reichand Qolby pada 01 Februari 2023
Ergonomi
Ergonomic berasal dari bahasa Yunani ‘ergos’ dan ‘nomos’. ‘Ergos’ berarti kerja, sedangkan ‘nomos’ adalah aturan. Dengan demikian, istilah yang satu ini berbicara tentang ‘aturan kerja’. Adapun ergonomi adalah interaksi manusia dengan sistem, profesi, prinsip, data, dan metode dalam rangka merancang sistem tersebut agar sesuai dengan kebutuhan, keterbatasan, serta keterampilan manusia.
Dengan kata lain, ergonomi merupakan ilmu yang membicarakan desain untuk manusia. Secara sederhana, istilah ini dapat diartikan sebagai sebuah upaya menyesuaikan lingkungan kerja dengan kebutuhan pengguna atau manusianya.
Cakupan Ergonomi
1. Physical Ergonomic
Physical ergonomic berkaitan dengan karakteristik anatomi, antropometri, fisiologi, dan biomekanik manusia yang berhubungan dengan aktivitas fisik.
2. Cognitive Ergonomic
Cognitive ergonomic terutama dikaitkan dengan fungsi otak. Dalam konteks ini kaitannya dengan analisis kesalahan, interaksi manusia dengan mesin, beban kerja secara mental, pengambilan keputusan, tekanan di tempat kerja, serta training karena berhubungan dengan desain sistem manusia.
3. Organizational Ergonomic
Organizational ergonomic fokus kepada sistem sociotechnical, mencakup struktur organisasi, kebijakan, serta proses. Beberapa topik yang relevan, seperti komunikasi, desain jam kerja, kerja sama tim, manajemen sumber daya, dan manajemen kualitas.
Sumber : majoo.id
Ergonomics and Human Factor
Dipublikasikan oleh Muhammad Farhan Fadhil pada 03 Maret 2022
Kelompok keilmuan (KK) Ergonomi, Rekayasa Kerja dan Keselamatan Kerja terbagi ke dalam tiga bidang kajian, dimana bidang ergonomi mempelajari terkait kapasitas dan kapabilitas manusia dalam interaksinya dengan elemen-elemen sistem. Bidang rekayasa kerja
mempelajari desain aktivitas, stasiun kerja dan lingkungan kerja yang menyesuaikan manusia sebagai pengguna dan bidang keselamatan kerja yang bertugas melakukan identifikasi, evaluasi, antisipasi dan pengendalian sumber bahaya pada sistem kerja. Ketiga bidang tersebut digabungkan menjadi satu kesatuan sehingga menghasilkan sistem yang efektif, aman, sehat, nyaman dan efisien serta mampu meningkatkan produktivitas.
KK ini memiliki fokus keahlian sebagai berikut.
Sumber Artikel: itb.ac.id
Ergonomics and Human Factor
Dipublikasikan oleh Muhammad Farhan Fadhil pada 03 Maret 2022
Antropometri (dari Bahasa Yunani άνθρωπος yang berati manusia and μέτρον yang berarti mengukur, secara literal berarti "pengukuran manusia"), dalam antropologi fisik merujuk pada pengukuran individu manusia untuk mengetahui variasi fisik manusia.
Kini, antropometri berperan penting dalam bidang perancangan industri, perancangan pakaian, ergonomik, dan arsitektur. Dalam bidang-bidang tersebut, data statistik tentang distribusi dimensi tubuh dari suatu populasi diperlukan untuk menghasilkan produk yang optimal. Perubahan dalam gaya kehidupan sehari-hari, nutrisi, dan komposisi etnis dari masyarakat dapat membuat perubahan dalam distribusi ukuran tubuh (misalnya dalam bentuk epidemik kegemukan), dan membuat perlunya penyesuaian berkala dari koleksi data antropometrik.
PSG dengan metode antropometri adalah menjadikan ukuran tubuh manusia sebagai alat menentukan status gizi manusia. Konsep dasar yang harus dipahami dalam menggunakan antropometri secara antropometri adalah Konsep Dasar Pertumbuhan
Pertumbuhan secara gamblang dapat diartikan terjadinya perubahan sel tubuh dalam 2 bantuk yaitu 1) pertambahan sel dan 2) pembelahan sel, yang secara akumulasi perjadinya perubahan ukuran tubuh. Jadi pada dasarnya menilai status gizi dengan metode antropometri adalah menilai pertumbuhan. Hanya saja pertumbuhan dalam pengertian pertambahan sel memiliki batas waktu tertentu. Para pakar antropometri sepakat bawah pada umumnya pertumbuhan manusia dalam arti pertambahan sel akan berhenti pada usia 18-20 tahun, walaupun masih ditemukan sebelum 18 pertumbuhan sudah berhenti, dan sebaliknya setelah 20 tahun masih ada kemungkinan pertumbuhan masih berjalan.
Makhluk hidup, termasuk manusia makan untuk memenuhi kebutuhan tubuh. Kebutuhan tubuh akan makanan dapat dideskripakn dari tri fungsi makanan itu sendiri yaitu:
Sebagai sumber tenaga adalah karbohidrat, lemak dan protein, dalam urutan yang berbeda sebagai sumber energi. Pembakaran 1 gram karbohidrat menghasikan 4,1 kalori, protein 41 kalori dan lemak 9 kalori per gramnya. Namun lemak bukanlah sumber energi utama oleh karena untuk metabolisme lemak dibutuhkan kalori yang lebih tinggi untuk Specifik Dinamyc Action (SDA)nya.
Sebagai sumber zat pembangun adalah Protein, Lemak dan Karbohidrat. Sedangkan sebagai sumber zat pengatur adalah vitamin dan mineral.
Antropometri dapat dibagi menjadi 2 yaitu,
Hal-hal yang memengaruhi dimensi antropometri manusia adalah sebagai berikut,
Ukuran tubuh manusia akan berkembang dari saat lahir sampai sekitar 20 tahun untuk pria dan 17 tahun untuk wanita. Ada kecenderungan berkurang setelah 60 tahun.
Jenis kelamin
Pria pada umumnya memiliki dimensi tubuh yang lebih besar kecuali bagian dada dan pinggul.
Kondisi ekonomi dan gizi juga berpengaruh terhadap ukuran antropometri meskipun juga bergantung pada kegiatan yang dilakukan.
Sumber Artikel: id.wikipedia.org