Epidemiologi & Kesehatan Lingkungan
Dipublikasikan oleh pada 29 Mei 2025
Pendahuluan: Saat Tikus Menjadi Masalah Kesehatan Masyarakat
Tikus bukan sekadar gangguan rumah tangga. Di beberapa wilayah Indonesia, terutama daerah pegunungan yang lembab dan padat, hewan pengerat ini adalah ancaman nyata bagi kesehatan publik. Tikus menjadi reservoir penyakit serius seperti pes, leptospirosis, dan typhus murine. Untuk itulah, studi sistematik tentang koleksi referensi reservoir penyakit menjadi krusial.
Penelitian oleh Ristiyanto dkk. ini merupakan upaya konkrit Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Vektor dan Reservoir Penyakit (B2P2VRP) dalam menyediakan data terkini dan akurat tentang jenis-jenis tikus pembawa penyakit di dua daerah enzootik: Ciwidey (Kab. Bandung, Jawa Barat) dan Nongkojajar (Kab. Pasuruan, Jawa Timur).
Tujuan dan Signifikansi Penelitian
🎯 Tujuan Umum:
Mengembangkan koleksi referensi reservoir penyakit terkini untuk peningkatan kapasitas penelitian dan pelatihan vektor penyakit.
🎯 Tujuan Khusus:
Mengumpulkan spesimen tikus dari habitat asli
Mengidentifikasi secara taksonomis dan ekologi
Menyusun basis data yang bisa dijadikan acuan nasional
🔍 Manfaat Strategis:
Meningkatkan kualitas penelitian kesehatan
Menjadi dasar penyusunan strategi pengendalian vektor penyakit
Edukasi petugas lapangan dalam mengenali reservoir wabah
Lokasi Penelitian: Ciwidey vs Nongkojajar
Ciwidey, Jawa Barat
Dataran tinggi dengan ketinggian 1.200 mdpl
Hutan lindung, pertanian, dan wisata alam
Curah hujan: ±2.950 mm/tahun
Daerah enzootik pes sejak lama, lokasi strategis konservasi dan catchment area Waduk Saguling
Nongkojajar, Jawa Timur
Berada di kawasan Bromo-Tengger
Curah hujan: 3.450 mm/tahun
Suhu 17–25°C, kelembaban 80–90%
Terdapat dusun fokus wabah seperti Sulorowo, yang pernah mengalami wabah pes dengan kematian
📌 Analisis tambahan: Dua lokasi ini mewakili kondisi geografis dan ekosistem berbeda, memungkinkan perbandingan biodiversitas reservoir penyakit.
Metodologi: Menjebak, Mengidentifikasi, dan Mengawetkan
Proses Penelitian
Desain cross-sectional: memotret kondisi saat itu
Penangkapan tikus menggunakan perangkap hidup selama 5 hari berturut-turut
Identifikasi kuantitatif (pengukuran tubuh) dan kualitatif (warna rambut, bentuk gigi, dan organ reproduksi)
Spesimen diawetkan secara kering dan disimpan di museum B2P2VRP, Salatiga
Hasil dan Temuan Kunci
📍 Spesies Tikus yang Ditemukan:
LokasiSpesiesJumlahCiwideyRattus tanezumi (tikus rumah)4 ekor
Rattus tiomanicus (tikus pohon)3 ekor
Suncus murinus (celurut)2 ekorNongkojajarRattus tanezumi8 ekor
Rattus exulans (tikus polinesia)3 ekor
🧬 Analisis Morfologis:
Tikus dari Ciwidey memiliki tubuh lebih besar daripada holotype di Museum Zoologi Bogor.
R. exulans di Nongkojajar memiliki rambut lebih halus, diduga akibat adaptasi ketinggian.
💡 Temuan menarik: Habitat kebun di Ciwidey cenderung dihuni R. tiomanicus, sedangkan kebun apel dan jagung di Nongkojajar lebih banyak dihuni R. exulans. Hal ini menunjukkan bahwa kondisi ekologis lokal sangat mempengaruhi spesies dominan.
Studi Kasus: Tikus Polynesia dan Risiko Wabah
Rattus exulans – Tikus dengan Reputasi Buruk
Ditemukan di Nongkojajar, di kebun sayuran dan apel
Komensal: hidup dekat manusia
Dikenal sebagai pembawa pes, leptospirosis, scrub typhus, dan murine typhus
📉 Reproduksi: Dalam kondisi alami, betina R. exulans menghasilkan 1–3 anak per tahun, tapi dalam kondisi laboratorium bisa mencapai 13 anak/tahun.
Komparasi Antar Wilayah: Mengapa Penting?
Ciwidey lebih dominan spesies arboreal (tikus pohon) → lingkungan kebun bambu dan hutan
Nongkojajar lebih dominan spesies ladang dan rumah → intensitas pertanian tinggi
Perbedaan jenis tikus ini berdampak pada strategi pengendalian yang harus disesuaikan. Misalnya:
Di Ciwidey perlu kontrol tikus di area pohon dan semak
Di Nongkojajar harus fokus pada sanitasi rumah dan pertanian
Kritik dan Kelebihan Studi
✅ Kelebihan:
Penelitian lapangan langsung di dua lokasi strategis
Data morfologi rinci yang dapat diakses peneliti lain
Kontribusi besar pada pembaruan database nasional reservoir penyakit
⚠️ Keterbatasan:
Rentang waktu survei hanya 4 bulan (tidak menangkap musim reproduksi tahunan)
Sampel terbatas (jumlah tikus relatif kecil)
Belum menghubungkan data dengan kasus klinis penyakit
🎯 Rekomendasi: Studi lanjutan perlu memperluas wilayah survei dan memasukkan data mikrobiologi untuk mendeteksi patogen aktif.
Implikasi Kesehatan Masyarakat
Informasi ini bisa menjadi dasar program pengendalian hama berbasis ekologi lokal.
Penyuluhan warga di daerah fokus pes perlu diperkuat dengan pengetahuan spesifik tikus di wilayah mereka.
Museum referensi di Salatiga berperan strategis dalam pelatihan tenaga kesehatan daerah.
Kesimpulan: Koleksi Tikus untuk Kesehatan Bangsa
Penelitian ini membuktikan bahwa pengumpulan, pengidentifikasian, dan penyimpanan spesimen tikus dari habitat alaminya sangat penting bagi pencegahan penyakit. Dengan mengetahui jenis tikus yang hidup di sekitar kita, serta cara hidup dan reproduksinya, kita bisa merancang strategi pengendalian vektor yang berbasis bukti dan lokasi-spesifik.
Pentingnya menjaga habitat tetap bersih, pengelolaan sampah rumah tangga, dan pengendalian populasi tikus harus menjadi bagian dari upaya preventif kesehatan masyarakat.
Sumber:
Ristiyanto, A., Mulyono, A., Yuliadi, B., & Sukarno. (2008). Studi Koleksi Referensi Reservoir Penyakit di Daerah Enzootik Pes di Jawa Barat dan Jawa Timur. Jurnal Vektora, Vol. II No. 1. Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Vektor dan Reservoir Penyakit (B2P2VRP).
Link ke jurnal jika tersedia