Energi Terbarukan & Pemeliharaan AI
Dipublikasikan oleh Anjas Mifta Huda pada 08 September 2025
Artificial Intelligence Based Prognostic Maintenance of Renewable Energy Systems
Paper “Artificial Intelligence Based Prognostic Maintenance of Renewable Energy Systems: A Review of Techniques, Challenges, and Future Research Directions” karya Yasir Saleem Afridi, Kashif Ahmad, dan Laiq Hassan (2021) adalah salah satu tulisan penting yang membedah bagaimana Artificial Intelligence (AI) dan Machine Learning (ML) berperan besar dalam meningkatkan Prognostic Maintenance (pemeliharaan prediktif) pada sistem energi terbarukan, khususnya tenaga hidro, angin, dan surya. Paper ini tidak hanya membahas teori, tetapi juga menyoroti implementasi nyata, tantangan besar di lapangan, serta peluang masa depan yang bisa dimanfaatkan industri energi. Dalam resensi panjang ini, gue akan membahas isi paper dengan gaya yang aplikatif, menyoroti relevansi terhadap kebutuhan dunia nyata, dan sekaligus memberi opini kritis tentang kelebihan maupun kelemahan dari pendekatan yang dipaparkan.
Kenapa Prognostic Maintenance Jadi Isu Penting?
Di era transisi energi sekarang, dunia bergerak cepat dari ketergantungan bahan bakar fosil menuju energi terbarukan. Energi terbarukan di sini mencakup hydropower (pembangkit listrik tenaga air), wind power (pembangkit listrik tenaga angin), dan solar power (pembangkit listrik tenaga surya). Tantangan utama dari energi terbarukan bukan hanya soal produksi, tapi juga keandalan operasi. Sebab, ketika satu unit turbin angin besar gagal beroperasi, kerugian finansial bisa mencapai ratusan ribu dolar akibat downtime, biaya teknisi, hingga kehilangan energi yang seharusnya masuk ke jaringan listrik.
Tradisionalnya, ada dua jenis metode pemeliharaan mesin:
Keduanya dinilai tidak efisien di sistem modern yang kompleks. Misalnya, preventive maintenance bisa terlalu sering dilakukan walaupun mesin masih sehat, sedangkan run-to-failure bisa bikin downtime panjang. Maka, muncullah konsep Condition-Based Monitoring (CBM) yang memanfaatkan sensor untuk membaca kondisi real-time mesin, serta Prognostic Health Management (PHM) yang bahkan bisa memprediksi kerusakan sebelum terjadi.
Prognostic Maintenance ini memanfaatkan data sensor, analitik, dan algoritma AI untuk memperkirakan Remaining Useful Life (RUL) dari komponen. Konsep RUL ini penting karena menentukan kapan idealnya suatu komponen diganti agar efisien dan tidak menunggu rusak total. Dengan kata lain, AI di sini berperan sebagai “dokter” mesin, yang bisa memantau kondisi kesehatan dan kasih peringatan dini.
Evolusi Condition-Based Monitoring (CBM)
Dalam paper, penulis menjelaskan bagaimana CBM berevolusi dari sekadar System Health Monitoring (SHM) yang sifatnya observatif menjadi sistem prognostik yang prediktif. Ada tiga langkah utama dalam CBM modern:
Menariknya, paper juga menyoroti perbedaan antara diagnostics dan prognostics. Diagnostics adalah analisis pasca-kerusakan, sedangkan prognostics adalah prediksi sebelum kerusakan. Dalam praktiknya, prognostics lebih unggul untuk mengurangi downtime, tapi diagnostics tetap penting untuk identifikasi cepat jika prediksi gagal.
Penerapan pada Energi Terbarukan
1. Pembangkit Listrik Tenaga Air (Hydropower)
Hydropower adalah energi terbarukan tertua yang masih diandalkan banyak negara. Tantangan utama di sini adalah menjaga availability (ketersediaan operasi) karena turbin air harus bekerja 24/7 untuk pasokan base load.
🔎 Analisis Praktis:
Keunggulan AI di hydropower adalah mengurangi risiko kerusakan turbin besar, yang biaya perbaikannya bisa sangat mahal. Namun, masalah utamanya adalah data real-life jarang tersedia. Kebanyakan model dilatih dengan data simulasi, sehingga saat masuk ke dunia nyata, adaptasinya sulit. Ini bikin perusahaan kadang ragu menginvestasikan AI kalau hasil prediksi belum terbukti robust.
2. Pembangkit Listrik Tenaga Angin (Wind Power)
Wind power adalah sektor yang paling banyak diteliti karena turbin angin punya tingkat kegagalan tinggi. Beberapa poin penting dari paper:
🔎 Analisis Praktis:
Untuk turbin lepas pantai, akses teknisi mahal (pakai kapal atau helikopter). Kalau prediksi AI bisa akurat, downtime bisa ditekan dan biaya O&M jauh lebih efisien. Namun, tantangannya adalah kondisi ekstrem seperti badai atau variasi beban yang bikin akurasi prediksi masih rendah.
3. Pembangkit Listrik Tenaga Surya (Solar Power)
Sistem PV (photovoltaic) relatif lebih jarang rusak karena tidak ada bagian mekanik. Tapi ada isu lain seperti shading, degradasi modul, hingga inverter failure.
🔎 Analisis Praktis:
Di ladang surya besar yang terdiri dari ribuan panel, maintenance manual jelas mahal. Dengan AI + drone, perusahaan bisa hemat biaya tenaga kerja sekaligus mempercepat inspeksi. Tapi kelemahannya tetap sama: butuh data cuaca dan radiasi matahari historis yang lengkap agar prediksi PR benar-benar akurat.
Teknik AI dan Machine Learning dalam Prognostic Maintenance
Penulis mengklasifikasi empat pendekatan utama:
🔎 Insight Industri:
Perusahaan kecil-menengah bisa mulai dari SVM atau fuzzy logic karena murah dan lebih mudah dijelaskan. Sedangkan perusahaan besar dengan akses big data bisa memanfaatkan LSTM atau CNN untuk sistem yang lebih kompleks.
Dataset Publik yang Tersedia
Paper ini juga membahas beberapa dataset penting untuk pelatihan model AI:
🔎 Opini: Dataset ini bagus untuk akademik, tapi dalam dunia nyata, data kegagalan jarang dibuka ke publik karena alasan komersial. Ini salah satu penghambat riset prediktif.
Tantangan dan Kritik
Beberapa tantangan yang diangkat penulis:
Arah Masa Depan
Penulis menegaskan bahwa masa depan ada di:
Kesimpulan
Paper ini layak jadi landasan literatur utama untuk topik prognostic maintenance di energi terbarukan. Kelebihannya ada pada cakupan komprehensif, membahas hidro, angin, dan surya sekaligus. Namun ada beberapa kelemahan: solusi data terbatas belum jelas, keamanan dibahas dangkal, dan business case kurang kuat.
Meski begitu, kontribusinya besar: industri energi bisa mulai mengadopsi AI sederhana sembari menunggu solusi deep learning matang. Dengan tren global menuju net zero emission, sistem prediktif berbasis AI akan jadi fondasi penting untuk menjaga keandalan infrastruktur energi hijau.