Building Information Modeling
Dipublikasikan oleh Izura Ramadhani Fauziyah pada 08 Mei 2025
Industri konstruksi menghadapi tiga tantangan besar: ketidakefisienan proses, pemborosan sumber daya, dan tekanan untuk menjadi lebih ramah lingkungan. Ketiga tantangan ini dapat diatasi melalui kombinasi kekuatan dari tiga pendekatan utama:
Namun, penelitian menunjukkan bahwa ketiganya selama ini cenderung diterapkan secara terpisah atau hanya dalam kombinasi ganda. Studi ini hadir sebagai jawaban atas kekosongan kerangka kerja terpadu yang mampu menyatukan ketiganya dalam satu sistem manajemen proyek yang kohesif.
Studi Literatur: 215 Publikasi dan Celah Penelitian
Penulis menelaah 215 jurnal dari periode 2000–2018 dan menemukan bahwa:
Hal ini menunjukkan adanya kesenjangan besar dalam literatur ilmiah yang seharusnya menjadi peluang riset sekaligus pedoman transformasi industri.
Studi Kasus: Implementasi Nyata dan Efektivitas BLS
Beberapa contoh dari studi yang dianalisis memperlihatkan bagaimana integrasi sebagian antara BIM dan lean, atau BIM dan keberlanjutan, menghasilkan manfaat nyata:
Studi-studi ini menjadi bukti awal bahwa integrasi sebagian sudah membawa hasil positif, namun efektivitas penuh hanya bisa diraih melalui integrasi sistematis.
Kerangka Konseptual BLS: Komponen Utama dan Tujuan
1. Driver (Pendorong Integrasi)
Pendorong internal dan eksternal mendorong organisasi mengadopsi BLS:
Salah satu contoh nyata adalah laporan bahwa perusahaan pengguna BIM cenderung menilai penghematan biaya dari pengurangan rework sebagai motivasi utama, sementara non-pengguna justru lebih terdorong oleh tekanan eksternal.
2. Hambatan dan Tantangan
Integrasi BLS bukan tanpa tantangan. Hambatan utama mencakup:
Hambatan ini mengisyaratkan perlunya pendekatan lintas sektor dan pelatihan yang menyeluruh.
Dampak Terukur: Bagaimana BLS Meningkatkan Kinerja Proyek?
Penelitian ini mengidentifikasi dampak dari integrasi BLS terhadap berbagai KPI (Key Performance Indicators):
Faktor Keberhasilan Kritis (CSFs): Kunci Implementasi BLS
Berbagai CSFs yang diidentifikasi mencerminkan fokus besar pada aspek manusia dan manajerial, termasuk:
Menurut Shub & Stonebraker (2009), faktor-faktor manusia ini memberikan keunggulan kompetitif yang lebih tahan lama dibanding keunggulan teknis semata.
Integrated Project Delivery (IPD): Metode Kolaborasi Ideal
Framework BLS selaras dengan filosofi Integrated Project Delivery (IPD)—model kerja berbasis kolaborasi dengan insentif berbagi risiko dan penghargaan. IPD mendukung keterlibatan awal seluruh tim, penetapan tujuan bersama, dan peran yang jelas sejak awal.
Dengan demikian, keberhasilan implementasi BLS sangat tergantung pada keberadaan sistem kontraktual dan struktur kerja yang mendukung kolaborasi lintas fungsi.
Riset Sebelumnya vs Kerangka BLS
Dari total 16 kerangka atau model yang ada, sebagian besar hanya menggabungkan dua dari tiga elemen (misalnya BIM + lean, atau lean + sustainability). Tidak ada yang benar-benar menyatukan semua dalam satu sistem terintegrasi.
Kerangka BLS yang ditawarkan penulis menutup celah ini dengan menyatukan:
…dalam satu sistem performa berorientasi pada hasil proyek.
Rekomendasi Implementasi: Fokus pada UKM dan Validasi Nyata
Penelitian ini menyarankan agar validasi kerangka dilakukan pada perusahaan kecil dan menengah (UKM), karena:
Di samping itu, validasi lapangan akan memastikan kerangka ini benar-benar aplikatif dan bukan sekadar konsep teoritis.
Kesimpulan: Masa Depan Konstruksi adalah Terpadu, Digital, dan Berkelanjutan
Artikel ini berhasil menyatukan tiga kekuatan besar yang selama ini berjalan sendiri-sendiri dalam industri konstruksi. Integrasi BIM, lean, dan keberlanjutan dalam satu kerangka kerja bukan hanya memungkinkan—namun mutlak diperlukan—untuk menjawab tantangan zaman: efisiensi, produktivitas, dan tanggung jawab lingkungan.
Jika diimplementasikan dengan benar, kerangka BLS bukan hanya meningkatkan kinerja proyek, tetapi juga mengubah cara berpikir industri tentang nilai, kolaborasi, dan inovasi.
Referensi Asli : Sustainable Cities and Society, 2020, Elsevier. DOI: 10.1016/j.scs.2020.102355
Building Information Modeling
Dipublikasikan oleh Izura Ramadhani Fauziyah pada 08 Mei 2025
Building Information Modeling (BIM) telah berkembang pesat dari sekadar alat desain digital menjadi pilar utama transformasi digital sektor konstruksi. Di tengah pertumbuhan populasi urban, kekurangan tenaga kerja konstruksi, dan kebutuhan akan efisiensi energi bangunan, BIM hadir sebagai solusi komprehensif.
Lebih dari sekadar alat visualisasi 3D, BIM kini terintegrasi dengan sistem smart city, kecerdasan buatan (AI), hingga metaverse. Di sinilah letak kekuatan artikel Ishizawa: ia tidak hanya menyoroti fungsi teknis BIM, tetapi juga potensi strategisnya dalam menciptakan lingkungan proyek yang kolaboratif dan berorientasi data.
Tren dan Statistik Adopsi BIM di Jepang
Salah satu kekuatan artikel ini adalah data kuantitatif tentang adopsi BIM di Jepang. Dalam survei Kementerian Pertanahan, Infrastruktur, Transportasi, dan Pariwisata Jepang (MLIT, 2021), dari 813 organisasi:
Statistik ini menunjukkan bahwa, meskipun adopsi BIM cukup tinggi di perusahaan besar, perusahaan kecil dan menengah masih menghadapi hambatan dalam adopsi—baik dari segi biaya, SDM, maupun budaya kerja.
Studi Kasus 1: Kantor Pusat Perusahaan Logistik di Tokyo (2019)
Studi kasus pertama menggambarkan bagaimana BIM dimanfaatkan untuk mengoptimalkan performa lingkungan di sebuah gedung perkantoran berstandar tinggi di Tokyo.
Tantangan:
Solusi BIM:
Dampak:
Studi Kasus 2: CapitaGreen, Singapura (2014)
CapitaGreen, gedung perkantoran setinggi 245 meter di Central Business District Singapura, adalah proyek desain-bangun berbasis BIM penuh dan memenangkan BIM Awards 2015.
Implementasi BIM:
Kelemahan:
Pelajaran:
BIM dan Ruang Virtual: Menuju Proyek Berbasis Metaverse
Artikel ini menyoroti perkembangan menarik: penggunaan metaverse dan VR sebagai ruang kerja proyek.
Realita Saat Ini:
Visi Masa Depan:
Potensi:
BIM dan Smart Cities: Siapa yang Sebenarnya Membutuhkan Data?
BIM secara tradisional dikembangkan oleh arsitek, konsultan, dan kontraktor. Namun, yang paling berkepentingan dalam jangka panjang justru adalah pemilik bangunan, operator fasilitas, dan pengguna.
Masalah:
Tantangan Data:
Strategi Masa Depan: Fokus pada Talenta Interdisipliner dan Keanekaragaman Intra-Personal
Salah satu poin paling unik dalam artikel ini adalah penekanan pada pentingnya “talenta kolaborator”—yaitu orang-orang yang bukan modeler utama BIM, tapi menjadi penghubung komunikasi antardisiplin proyek.
Temuan:
Rekomendasi:
Rekomendasi Praktis: Membangun Ekosistem BIM yang Inklusif dan Berkelanjutan
Penulis menyimpulkan bahwa strategi implementasi BIM harus lebih dari sekadar teknologi:
Tiga Langkah Kunci:
Kesimpulan: BIM sebagai Infrastruktur Informasi Masa Depan Konstruksi
BIM bukan sekadar alat desain, melainkan infrastruktur untuk digitalisasi industri konstruksi. Lewat studi kasus nyata dan refleksi kritis, artikel ini mengajak kita untuk:
Referensi Asli :
Penulis: Tsukasa Ishizawa
Penerbit: Asian Development Bank Institute (ADBI)
Tahun Terbit: 2024, Policy Brief No. 2024-15, Agustus
DOI: 10.56506/LIQO8841
Building Information Modeling
Dipublikasikan oleh Izura Ramadhani Fauziyah pada 08 Mei 2025
Building Information Modeling (BIM) bukan sekadar perangkat lunak, melainkan perubahan paradigma dalam dunia arsitektur, teknik, dan konstruksi (AEC). Dengan model digital yang akurat dan dapat dimanipulasi, BIM memungkinkan visualisasi, simulasi, serta manajemen proyek yang lebih kolaboratif dan prediktif. Artikel ini membuktikan bahwa penerapan BIM tidak hanya mempercepat proses dan meningkatkan produktivitas, tapi juga membawa efisiensi biaya yang signifikan jika diimplementasikan secara tepat.
Aplikasi Utama BIM: Dari Visualisasi hingga Manajemen Fasilitas
Menurut Azhar, BIM digunakan di berbagai fase proyek:
Manfaat Nyata: Data dari 32 Proyek
Pusat Riset Stanford melaporkan bahwa penggunaan BIM dapat menghasilkan:
Angka-angka ini bukan hanya teori, tetapi dibuktikan oleh data dari proyek-proyek besar yang dianalisis dalam artikel.
Studi Kasus: Bukti Nyata dari Penerapan BIM
1. Aquarium Hilton Garden Inn, Atlanta
BIM digunakan sejak fase pengembangan desain hingga konstruksi. Dengan visualisasi dan koordinasi model arsitektur, struktur, serta MEP, proyek ini menghindari potensi modifikasi lapangan yang mahal dan memakan waktu.
2. Savannah State University
Tiga opsi desain divisualisasikan dalam BIM dan dipresentasikan kepada pemilik untuk pengambilan keputusan. Hasilnya, pemilik bisa memilih opsi terbaik dalam 2 minggu—menghemat waktu, biaya, dan potensi kesalahan desain.
3. The Mansion on Peachtree
BIM membantu menyiapkan gambar kerja, visualisasi finishing (brick vs precast), serta model 4D untuk menyusun urutan kerja. Walaupun nilai manfaatnya tidak sebesar studi kasus lain, proyek ini menunjukkan pentingnya BIM dalam proyek cepat (fast-track).
4. Gedung Psikologi Emory University
Studi ini menunjukkan bahwa BIM bukan hanya alat desain, tapi juga alat simulasi lingkungan yang mendukung sertifikasi LEED dan efisiensi energi sejak awal.
Analisis ROI: BIM Bukan Beban, Tapi Investasi
Dari 10 proyek yang diteliti:
Contoh ekstrem:
Meski terdapat variasi, keseluruhan data menunjukkan bahwa bahkan pada proyek dengan skala menengah, BIM mampu menghasilkan pengembalian investasi yang sangat signifikan.
Risiko dan Tantangan: BIM Bukan Solusi Instan
Azhar mengklasifikasikan risiko BIM dalam dua kategori:
1. Risiko Hukum dan Kepemilikan Data
Tanpa kontrak yang jelas, sengketa bisa muncul terkait hak cipta, lisensi desain vendor, hingga tanggung jawab kesalahan dalam model digital.
2. Risiko Teknis
Tantangan Masa Depan: Menjembatani Teknologi dan Manajemen
Meski teknologi BIM sudah tersedia dan terus berkembang, adopsinya belum secepat yang diharapkan. Dua hal menjadi penyebab utama:
Selain itu, resistensi budaya kerja dan perbedaan ekspektasi antar stakeholder masih menghambat integrasi BIM secara menyeluruh.
Kesimpulan: BIM adalah Masa Depan yang Sudah Tiba—Tapi Butuh Persiapan
Artikel ini dengan tegas menunjukkan bahwa BIM memiliki manfaat luar biasa dari segi efisiensi waktu, biaya, kolaborasi, dan keberlanjutan. Namun, implementasinya bukan tanpa risiko. Untuk mendapatkan manfaat maksimal, proyek perlu mengantisipasi:
Jika dikelola dengan benar, BIM dapat menjadi pengungkit utama menuju industri konstruksi yang lebih efisien, berkelanjutan, dan kolaboratif.
Referensi Asli : Salman Azhar, Leadership and Management in Engineering, ASCE, Volume 11, Nomor 3, Juli 2011, halaman 241–252
Building Information Modeling
Dipublikasikan oleh Izura Ramadhani Fauziyah pada 08 Mei 2025
Industri konstruksi Sri Lanka seperti banyak negara berkembang lainnya mengalami stagnasi produktivitas karena fragmentasi proyek, rendahnya efisiensi, dan tingginya sengketa antar pemangku kepentingan. Metode pengadaan konvensional seperti design-bid-build dan design and build masih dominan, tetapi sering menghasilkan:
Latar belakang inilah yang memicu pengembangan pendekatan baru berbasis Integrated Project Delivery (IPD)—yang kemudian ditingkatkan lagi dengan prinsip-prinsip Lean Construction, menghasilkan sistem yang disebut Lean Integrated Project Delivery (LIPD).
Apa Itu LIPD? Sintesis Lean + IPD
LIPD adalah kombinasi dari dua pendekatan:
LIPD menjanjikan hasil proyek yang:
Namun, meskipun secara teori sangat menjanjikan, penerapan LIPD di Sri Lanka masih dalam tahap embrionik.
Studi Kasus: Perspektif 15 Ahli Konstruksi Sri Lanka
Penelitian ini menggunakan wawancara semi-terstruktur dengan 15 profesional industri konstruksi Sri Lanka, termasuk dosen, kontraktor, konsultan, dan manajer proyek. Mayoritas responden memiliki pengalaman lebih dari 20 tahun dan memahami konsep lean dan IPD.
Hasil Temuan:
Manfaat LIPD: Temuan Data dan Studi Nyata
Penelitian ini menemukan sejumlah manfaat nyata LIPD, antara lain:
Hambatan Implementasi LIPD: Perspektif Teoritis dan Praktik
Hambatan Organisasi:
Hambatan Eksternal:
Strategi Implementasi LIPD: Solusi Nyata dari Praktisi
Penulis menawarkan serangkaian strategi praktis berdasarkan wawancara dan studi pustaka:
Strategi ini tidak hanya mengatasi hambatan internal, tapi juga mendorong transformasi industri ke arah yang lebih adaptif dan inovatif.
Framework LIPD: Panduan Terstruktur untuk Implementasi
Penelitian ini menghasilkan framework implementasi LIPD yang mencakup lima tahap utama:
Setiap tahap disesuaikan dengan strategi mitigasi hambatan yang spesifik dan relevan dengan kondisi lokal di Sri Lanka.
Kesimpulan: Relevansi Global dari Studi Kontekstual Sri Lanka
Artikel ini menyumbangkan kontribusi besar dalam kajian pengadaan proyek konstruksi dengan:
Dalam era pasca-pandemi dan disrupsi digital, penerapan LIPD bukan lagi sekadar pilihan inovatif, tapi sebuah kebutuhan mendesak untuk kelangsungan dan keberhasilan industri konstruksi.
Referensi Artikel Asli (tanpa hyperlink):
Judul: Lean Integrated Project Delivery for Construction Procurement: The Case of Sri Lanka
Penulis: Nadeesha Hettiaarachchige, Akila Rathnasinghe, KATO Ranadewa, Niraj Thurairajah
Jurnal: Buildings, Volume 12, 2022
DOI: 10.3390/buildings12050524
Building Information Modeling
Dipublikasikan oleh Izura Ramadhani Fauziyah pada 08 Mei 2025
Industri konstruksi di seluruh dunia tengah menghadapi tantangan untuk menjadi lebih efisien, transparan, dan berkelanjutan. Di tengah arus transformasi digital ini, Building Information Modelling (BIM) muncul sebagai teknologi revolusioner yang memungkinkan integrasi semua tahap pembangunan — mulai dari desain, pelaksanaan, hingga pengelolaan bangunan — dalam satu ekosistem digital yang kolaboratif. Namun, bagaimana kondisi penerapannya di negara berkembang seperti Nigeria? Studi dari Onungwa, Uduma-Olugu, dan Igwe menjadi titik masuk yang menarik untuk memahami realitas ini.
Apa Itu BIM dan Kenapa Ia Relevan?
BIM adalah pendekatan multidimensional yang melibatkan lebih dari sekadar visualisasi tiga dimensi. Ia mencakup dimensi waktu (4D), biaya (5D), efisiensi lingkungan (6D), hingga manajemen fasilitas (7D). BIM memungkinkan semua pemangku kepentingan — arsitek, insinyur, kontraktor, klien, dan vendor — untuk bekerja dalam satu platform digital yang sama. Ini membuka peluang besar untuk mengurangi kesalahan, mempercepat waktu proyek, serta menekan biaya dan konflik lapangan.
Di negara-negara maju seperti Inggris dan Amerika Serikat, BIM telah menjadi standar dalam proyek-proyek besar. Pemerintah mereka bahkan mewajibkan penggunaannya untuk proyek publik. Sebaliknya, di Nigeria, BIM masih berada pada tahap adopsi awal dan belum digunakan secara maksimal sebagai alat manajemen proyek.
Realita BIM di Nigeria: Studi Lapangan
Penelitian ini dilakukan melalui survei terhadap sejumlah perusahaan AEC (Architecture, Engineering, and Construction) yang beroperasi di Lagos dan beberapa wilayah lain. Semua responden telah menggunakan perangkat lunak BIM, dengan mayoritas menggunakan Autodesk Revit dan sebagian kecil ArchiCAD. Mereka mewakili berbagai ukuran dan usia perusahaan, mulai dari bisnis baru hingga yang telah berdiri lebih dari dua dekade.
Hasilnya menunjukkan bahwa penggunaan BIM telah memberikan dampak positif terhadap beberapa aspek penting dalam manajemen proyek. Misalnya, responden merasakan peningkatan signifikan dalam hal pengawasan pekerjaan, perencanaan konstruksi, kualitas hasil bangunan, dan efisiensi energi. Namun, pengaruh BIM terhadap estimasi biaya dan keselamatan kerja masih tergolong rendah. Hal ini menunjukkan bahwa walaupun potensinya besar, pemanfaatan BIM masih belum menyeluruh.
Tantangan Utama dalam Penerapan BIM di Nigeria
Berbagai kendala sistemik dan teknis menghambat adopsi BIM secara luas di Nigeria. Salah satu hambatan utama adalah kurangnya tenaga ahli yang benar-benar memahami dan mampu mengoperasikan BIM secara optimal. Sebagian besar profesional masih belajar secara otodidak, tanpa pelatihan formal atau dukungan institusional.
Kendala lain yang signifikan adalah keterbatasan infrastruktur digital, khususnya koneksi internet yang lambat dan tidak stabil, serta ketersediaan listrik yang tidak dapat diandalkan. Banyak kantor arsitektur dan kontraktor harus menggunakan generator sebagai sumber listrik utama, yang tentu menambah biaya operasional.
Kurangnya kesadaran teknologi, ketidaksiapan stakeholder, dan biaya lisensi perangkat lunak yang tinggi juga menjadi faktor penghambat. Di luar itu, struktur industri konstruksi di Nigeria masih sangat terfragmentasi, sehingga kolaborasi lintas disiplin — yang menjadi inti dari BIM — sulit diwujudkan.
Mencari Solusi: Jalan Menuju Adopsi BIM yang Lebih Luas
Sebagian kecil responden menyebutkan beberapa langkah konkret yang bisa mendorong adopsi BIM lebih luas di Nigeria. Ini meliputi:
Namun, mayoritas responden belum menerapkan langkah konkret apa pun, menandakan perlunya dorongan yang lebih kuat dari pemerintah, asosiasi profesional, dan sektor pendidikan.
Mengapa Pemerintah Harus Terlibat?
Belajar dari pengalaman negara maju, peran pemerintah sangat krusial dalam mendorong adopsi teknologi baru. Pemerintah Nigeria bisa:
Dengan pendekatan top-down yang terstruktur, penggunaan BIM bisa menjadi arus utama, bukan sekadar inisiatif sporadis.
BIM dalam Konteks Global: Menuju Kota Cerdas dan Bangunan Hijau
Penggunaan BIM juga sangat relevan dengan tren global seperti Smart Cities, Bangunan Hijau (Green Building), dan Net Zero Carbon. BIM memungkinkan perhitungan efisiensi energi, jejak karbon, dan biaya operasional sejak tahap desain. Dengan demikian, BIM bukan hanya alat untuk menyelesaikan proyek konstruksi, tapi juga alat strategis untuk mencapai pembangunan berkelanjutan.
Nigeria, dengan urbanisasi yang pesat dan kebutuhan infrastruktur yang tinggi, bisa memanfaatkan BIM untuk memastikan bahwa pertumbuhan kota-kotanya tidak mengorbankan efisiensi atau keselamatan.
Kesimpulan: Dari Potensi Menuju Implementasi Nyata
Penelitian ini menunjukkan bahwa BIM memiliki potensi besar sebagai alat manajemen konstruksi di Nigeria. Namun, realitas di lapangan menunjukkan bahwa adopsinya masih terbatas karena sejumlah hambatan — baik teknis, struktural, maupun kultural.
Untuk memaksimalkan potensi ini, dibutuhkan perubahan menyeluruh dalam hal:
Kolaborasi lintas sektor — antara pemerintah, akademisi, dan industri — menjadi kunci untuk mewujudkan transformasi digital yang nyata di sektor konstruksi Nigeria.
Sumber asli artikel (tanpa tautan):
Onungwa, Ihuoma Onyinyechi; Uduma-Olugu, Nnezi; Igwe, Joseph M. “Building Information Modelling as a Construction Management Tool in Nigeria.” WIT Transactions on the Built Environment, Vol. 169, 2017. WIT Press.
Building Information Modeling
Dipublikasikan oleh Izura Ramadhani Fauziyah pada 08 Mei 2025
Revolusi digital dalam industri konstruksi telah membawa sejumlah inovasi, salah satunya adalah Building Information Modelling (BIM). Sebagai sistem kolaboratif berbasis digital, BIM tidak hanya memudahkan visualisasi proyek tetapi juga menjanjikan peningkatan efisiensi, akurasi, dan kinerja kerja secara keseluruhan. Meski telah terbukti efektif di banyak negara maju, penerapan BIM di negara berkembang seperti Malaysia masih menghadapi tantangan signifikan. Artikel ini mereview secara kritis paper dari Mahmood et al. (2022) yang meneliti hubungan antara faktor-faktor sukses implementasi BIM dan kinerja kerja para profesional sektor publik di Malaysia.
Latar Belakang: Konstruksi dan Permasalahan Produktivitas di Malaysia
Meski konstruksi merupakan salah satu motor penggerak ekonomi Malaysia, sektor ini sering mengalami berbagai masalah seperti keterlambatan proyek, pembengkakan biaya, dan kualitas kerja yang tidak konsisten. Penerapan BIM diharapkan dapat menjadi solusi, namun efektivitasnya masih dipertanyakan di Malaysia. Oleh karena itu, penelitian ini menyelidiki sejauh mana penerapan BIM berkontribusi terhadap kinerja kerja di sektor publik, khususnya dalam proyek yang dikelola oleh Public Works Department (PWD).
Metodologi Penelitian: Survei Empiris pada Profesional Sektor Publik
Penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif melalui survei terhadap 345 profesional (arsitek, insinyur, dan quantity surveyor) yang terlibat dalam proyek berbasis BIM. Dengan menggunakan metode stratified sampling, diperoleh 242 responden (70% response rate). Data dianalisis menggunakan regresi berganda untuk menguji hubungan antara enam faktor keberhasilan kritis (CSF) dan kinerja kerja, yang mencakup:
Temuan Utama: Faktor Penentu Kinerja dalam Implementasi BIM
Hasil regresi menunjukkan bahwa empat dari enam faktor memiliki pengaruh signifikan positif terhadap kinerja kerja:
Sebaliknya, keterampilan digital dan dukungan manajemen tidak menunjukkan pengaruh signifikan terhadap kinerja kerja. Ini menunjukkan bahwa meskipun organisasi menyediakan perangkat keras atau kebijakan, efektivitas tetap bergantung pada eksekusi aktual dan koordinasi lintas peran.
Analisis Tambahan: Implikasi Teoretis dan Praktis
Penelitian ini didasarkan pada teori Resource-Based View (RBV) dan Human Capital Theory. Dalam konteks RBV, kinerja organisasi sangat bergantung pada pemanfaatan sumber daya internal seperti kompetensi staf dan struktur manajemen. Sementara itu, Human Capital Theory menekankan bahwa investasi pada pelatihan dan pengembangan keterampilan digital dapat meningkatkan kinerja dan efisiensi.
Namun, fakta bahwa faktor keterampilan digital dan dukungan manajemen tidak signifikan dalam penelitian ini menunjukkan adanya kesenjangan antara kebijakan strategis dan implementasi teknis. Hal ini menimbulkan pertanyaan mengenai efektivitas pelatihan, motivasi individu, dan komunikasi internal dalam organisasi publik Malaysia.
Studi Kasus dan Angka-Angka Relevan
Dalam analisis berdasarkan profesi:
Rata-rata skor kinerja kerja (job performance) berada di angka 5.47 pada skala Likert 1-7, dengan skor tertinggi berasal dari aspek kualitas kerja.
Kritik dan Saran Pengembangan
Relevansi Global dan Arah Masa Depan
Penelitian ini sangat relevan dengan agenda global seperti Industry 4.0 dan Smart Construction. Negara-negara seperti Inggris, Singapura, dan China telah membuktikan bahwa penerapan BIM secara menyeluruh dapat meningkatkan transparansi, efisiensi, dan akuntabilitas dalam proyek publik. Malaysia perlu mempercepat adopsi BIM melalui kebijakan nasional, pendidikan vokasional, serta insentif adopsi teknologi.
Kesimpulan: BIM sebagai Katalisator Kinerja Sektor Publik
Studi ini menguatkan peran BIM sebagai alat strategis dalam meningkatkan kinerja proyek di sektor konstruksi publik. Meskipun beberapa faktor internal masih menunjukkan hambatan, potensi keberhasilan sangat besar jika pendekatan kolaboratif dan pemanfaatan ICT dimaksimalkan. Untuk mencapai potensi penuh BIM, diperlukan sinergi antara teknologi, budaya organisasi, dan kebijakan publik yang mendorong inovasi.
Sumber asli artikel (tanpa tautan): Mahmood, R., Zahari, A. S. M., Ahmad, Z., & Rosman, A. F. (2022). Building Information Modelling (BIM) and Job Performance: An Empirical Analysis in Public Sector Project Management. International Journal of Academic Research in Business and Social Sciences, 12(11), 1478–1497.