Air Bersih
Dipublikasikan oleh Izura Ramadhani Fauziyah pada 09 Juli 2025
Mengapa Uang Saja Tidak Cukup untuk Air Bersih?
Air bersih adalah kebutuhan dasar manusia dan fondasi pembangunan berkelanjutan. Namun, di banyak negara berkembang, layanan air bersih masih jauh dari harapan meski dana infrastruktur terus digelontorkan. Apakah benar masalah utama selalu kekurangan dana? Atau ada faktor lain yang lebih menentukan? Disertasi Lerato Caroline Bapela (2017) berjudul “An Evaluation of the Relationship Between Water Infrastructure Financing and Water Provision in South Africa” membongkar mitos lama tersebut dan menawarkan sudut pandang baru yang sangat relevan, tidak hanya untuk Afrika Selatan, tapi juga negara-negara seperti Indonesia.
Artikel ini mengupas temuan utama, studi kasus, serta angka-angka penting dari penelitian Bapela, lalu mengaitkannya dengan tren global, tantangan industri, dan memberikan opini serta rekomendasi strategis yang bisa menjadi inspirasi bagi pembaca di Indonesia dan negara berkembang lainnya.
Latar Belakang: Krisis Air dan Dilema Investasi Infrastruktur
Afrika Selatan adalah salah satu negara di benua Afrika yang ekonominya paling maju, namun tetap menghadapi krisis air bersih yang akut. Pada 1994, dari sekitar 40 juta penduduk, 15,2 juta di antaranya belum memiliki akses air bersih. Bahkan setelah dua dekade reformasi, jutaan orang masih kekurangan layanan air layak. Pemerintah telah menggelontorkan investasi besar-besaran, terutama pada era 1970–1980, namun hasilnya jauh dari memuaskan. Urbanisasi pesat dan pertumbuhan penduduk membuat infrastruktur yang ada tak mampu mengejar kebutuhan.
Fenomena ini juga terjadi di banyak negara berkembang, termasuk Indonesia, di mana proyek air bersih kerap gagal memenuhi ekspektasi meski dana besar sudah dialokasikan.
Metodologi: Analisis Data dan Faktor Multi-Dimensi
Bapela menggunakan data arsip nasional Afrika Selatan dari periode 1994 hingga 2014. Data yang dianalisis meliputi pendanaan infrastruktur air, tingkat layanan air, efektivitas tata kelola, korupsi, kekerasan sosial, akuntabilitas, dan partisipasi masyarakat. Analisis dilakukan dengan regresi OLS fixed effect untuk melihat hubungan antar variabel secara objektif dan mendalam.
Temuan Utama: Dana Bukan Segalanya
1. Tidak Ada Hubungan Signifikan antara Pendanaan dan Layanan Air
Salah satu temuan paling mengejutkan adalah tidak terdapat hubungan signifikan antara besaran dana infrastruktur air dan peningkatan layanan air. Hasil regresi statistik menunjukkan p-value sebesar 0,06, lebih besar dari batas signifikansi 0,05. Artinya, menambah dana saja tidak otomatis memperbaiki akses air bersih masyarakat.
2. Faktor Non-Finansial Lebih Berpengaruh
Penelitian ini justru menemukan bahwa faktor-faktor seperti korupsi, kekerasan sosial, akuntabilitas, dan partisipasi masyarakat jauh lebih menentukan kualitas layanan air. Beberapa angka penting dari penelitian Bapela antara lain:
3. Layanan Air Mempengaruhi Pengentasan Kemiskinan dan Ketahanan Pangan
Analisis lanjutan menunjukkan bahwa peningkatan akses air berbanding lurus dengan penurunan kemiskinan dan peningkatan produksi pangan. Setiap kenaikan 1% layanan air, tingkat kemiskinan turun dan produksi sereal naik hingga 553%. Ini membuktikan bahwa layanan air bersih adalah katalisator utama pembangunan ekonomi dan sosial.
Studi Kasus: Afrika Selatan sebagai Cermin Negara Berkembang
Kesenjangan Investasi dan Realitas Lapangan
Pada tahun 2011, kekurangan investasi infrastruktur air di Afrika Selatan diperkirakan lebih dari R600 miliar per tahun. Meski ada peningkatan dana, layanan air tetap stagnan di banyak daerah, terutama pedesaan. Di sisi lain, praktik korupsi, birokrasi yang lemah, dan minimnya pengawasan membuat dana yang besar tidak berdampak signifikan pada layanan air.
Dampak Sosial: Protes dan Kekerasan
Kekurangan air bersih sering memicu protes sosial yang berujung pada kekerasan. Banyak warga melakukan boikot pembayaran, sambungan ilegal, hingga menggugat pemerintah secara hukum. Ini menunjukkan bahwa kegagalan layanan air bukan hanya soal teknis, tapi juga berdampak pada stabilitas sosial dan politik.
Analisis Kritis: Kelebihan, Keterbatasan, dan Perbandingan Penelitian
Kelebihan Studi
Keterbatasan
Perbandingan dengan Penelitian Lain
Temuan Bapela sejalan dengan studi di Asia dan Amerika Latin yang menekankan pentingnya tata kelola, pemberantasan korupsi, dan partisipasi masyarakat dalam layanan air. Di Indonesia, banyak program air bersih gagal karena hanya fokus pada proyek fisik tanpa memperbaiki tata kelola dan transparansi.
Implikasi untuk Kebijakan dan Industri
Rekomendasi Strategis
Pelajaran untuk Indonesia dan Negara Berkembang Lain
Tren Global: Dari Infrastruktur Menuju Tata Kelola
Target SDGs menekankan pentingnya akses air bersih dan sanitasi yang layak, namun juga menuntut tata kelola yang transparan dan partisipatif. Kota-kota besar di negara berkembang kini menghadapi tantangan serupa, sehingga pembelajaran dari Afrika Selatan sangat relevan untuk kota-kota di Indonesia, India, dan Afrika. Teknologi digital seperti big data, IoT, dan aplikasi pelaporan masyarakat mulai diadopsi untuk meningkatkan akuntabilitas dan layanan.
Opini dan Kritik: Menembus Mitos “Uang adalah Segalanya”
Penelitian ini membongkar mitos bahwa dana besar otomatis menghasilkan layanan air yang baik. Fakta di lapangan membuktikan, tanpa tata kelola yang baik, dana hanya akan menjadi “bensin” bagi korupsi dan inefisiensi. Studi ini menegaskan pentingnya pendekatan holistik: infrastruktur, tata kelola, akuntabilitas, dan partisipasi publik harus berjalan bersama.
Namun, penelitian ini juga perlu dilengkapi dengan data primer dan pendekatan kualitatif untuk memahami dinamika sosial dan politik di balik angka-angka statistik. Adaptasi model ke konteks lokal sangat penting agar rekomendasi benar-benar bisa diimplementasikan.
Kesimpulan: Paradigma Baru Pembangunan Layanan Air Bersih
Studi Bapela menegaskan bahwa pembiayaan infrastruktur hanyalah salah satu bagian dari ekosistem layanan air bersih. Keberhasilan layanan air sangat ditentukan oleh tata kelola, akuntabilitas, pemberantasan korupsi, dan partisipasi masyarakat. Negara berkembang seperti Indonesia dapat mengambil pelajaran penting: investasi besar harus diimbangi dengan reformasi tata kelola dan pemberdayaan masyarakat jika ingin mencapai target layanan air berkelanjutan dan pengentasan kemiskinan.
Sumber
Lerato Caroline Bapela. (2017). "An Evaluation of the Relationship Between Water Infrastructure Financing and Water Provision in South Africa". Doctoral Thesis, University of Limpopo.
Air Bersih
Dipublikasikan oleh Izura Ramadhani Fauziyah pada 08 Juli 2025
Air Bersih, Infrastruktur Vital, dan Peran PPP di Indonesia
Akses air bersih adalah hak dasar sekaligus fondasi pembangunan berkelanjutan. Namun, di Indonesia, penyediaan air bersih yang layak dan terjangkau masih menjadi tantangan besar. Keterbatasan anggaran negara menyebabkan pemerintah harus mencari solusi inovatif, salah satunya dengan melibatkan sektor swasta melalui skema Public-Private Partnership (PPP). Artikel ini mengulas secara mendalam hasil penelitian “Public-Private Partnership Water Supply Project in Indonesia: A Public Sector Review” karya Auliya, Nurkholis, dan Sabirin, dengan fokus pada tantangan nyata, studi kasus, angka-angka penting, serta strategi sukses yang relevan dengan tren global.
Latar Belakang: Mengapa PPP Menjadi Pilihan Strategis?
Kesenjangan Pendanaan Infrastruktur
PPP: Sinergi Pemerintah dan Swasta
PPP adalah skema kolaborasi jangka panjang antara pemerintah dan swasta untuk membangun, mengelola, dan memelihara infrastruktur publik. Pemerintah bertindak sebagai regulator dan penyedia kebijakan, sementara swasta membawa inovasi, modal, dan efisiensi operasional.
Tren Global dan Relevansi di Indonesia
Di Asia Tenggara, PPP telah menjadi strategi utama untuk mempercepat pembangunan infrastruktur, meningkatkan efisiensi, dan mengurangi beban fiskal pemerintah. Di Indonesia, PPP di sektor air bersih mulai mendapat perhatian sejak masuk dalam Proyek Strategis Nasional (PSN), seperti Sistem Penyediaan Air Minum (SPAM) Bandar Lampung, Semarang Barat, dan Umbulan.
Studi Kasus: Implementasi PPP Air Bersih di Indonesia
Proyek Strategis Nasional Sektor Air Bersih
Tahapan dan Kendala Implementasi
Penelitian ini mengkaji proyek PPP air bersih yang telah melewati tahap penandatanganan perjanjian, namun masih menghadapi berbagai kendala:
Angka-angka Kunci dari Studi Kasus
Analisis Tantangan Utama Skema PPP Air Bersih
Kompleksitas Multi-Stakeholder
PPP melibatkan banyak pihak: pemerintah pusat, pemerintah daerah, swasta, dan masyarakat. Koordinasi lintas lembaga seringkali menjadi tantangan tersendiri, terutama dalam hal pengambilan keputusan, pembagian risiko, dan pengawasan proyek.
Risiko dan Mitigasi
Penelitian ini mengidentifikasi 11 aspek risiko utama dalam proyek PPP air bersih, mulai dari lokasi, desain, konstruksi, operasi, hingga politik dan force majeure. Risiko-risiko ini harus dibagi dan dimitigasi secara adil antara pemerintah dan swasta, dengan perjanjian yang jelas dan mekanisme kompensasi yang transparan.
Regulasi dan Kebijakan
Keterbatasan Teknologi dan Modal
Teknologi pengolahan air dan modal besar masih didominasi pihak asing. Hal ini menuntut pemerintah untuk lebih aktif mengembangkan kapasitas nasional dan membuka akses informasi tender ke investor internasional.
Critical Success Factors (CSF): Kunci Sukses PPP Air Bersih
Penelitian ini menyoroti beberapa faktor kunci keberhasilan (CSF) yang wajib diperhatikan agar proyek PPP air bersih berjalan optimal:
Studi Kasus: Hambatan dan Solusi di Proyek Air Bersih PPP
Studi Kasus 1: Keterlambatan Pengadaan Lahan
Pada salah satu proyek air bersih PSN, pengadaan lahan yang seharusnya selesai sebelum konstruksi justru berjalan paralel, menyebabkan keterlambatan signifikan. Solusi yang diambil adalah:
Studi Kasus 2: Sumber Air Baku Belum Siap
Pada proyek lain, sumber air baku utama (bendungan) masih dalam tahap konstruksi saat proyek PPP dimulai. Akibatnya, jadwal konstruksi air bersih ikut tertunda. Upaya mitigasi meliputi:
Studi Kasus 3: Penetapan Tarif yang Tidak Kompetitif
Beberapa proyek menghadapi masalah tarif air yang terlalu rendah, sehingga tidak menarik bagi investor swasta. Solusi yang disarankan:
Studi Kasus 4: Pandemi COVID-19 dan Infrastruktur Hilir
Pandemi menyebabkan anggaran daerah untuk pengembangan jaringan distribusi air (hilir) dialihkan ke penanganan COVID-19. Dampaknya:
Perbandingan dengan Negara Lain dan Tren Global
Di negara maju, PPP air bersih sudah menjadi praktik umum dengan regulasi dan sistem monitoring yang matang. Negara seperti Singapura dan Malaysia telah mengadopsi sistem digitalisasi dalam pengelolaan proyek, mempercepat proses tender, dan meningkatkan transparansi. Indonesia masih perlu memperkuat sistem pengawasan, memperbaiki regulasi tarif, dan meningkatkan kapasitas nasional agar dapat bersaing di tingkat global.
Opini dan Rekomendasi: Membangun Ekosistem PPP Air Bersih yang Berkelanjutan
1. Penguatan Regulasi dan Kepastian Hukum
Pemerintah perlu terus memperbarui regulasi agar adaptif terhadap dinamika proyek dan risiko yang muncul. Standarisasi tarif dan mekanisme kompensasi harus diperjelas agar investor merasa aman.
2. Peningkatan Kapasitas Nasional
Investasi dalam pengembangan teknologi pengolahan air dan sumber daya manusia sangat penting agar Indonesia tidak terus bergantung pada teknologi asing.
3. Sinergi Multi-Pihak dan Transparansi
Kolaborasi antara pemerintah pusat, daerah, swasta, dan masyarakat harus diperkuat. Sistem pengawasan dan pelaporan berbasis digital dapat meningkatkan transparansi dan akuntabilitas.
4. Skema Insentif dan Risiko
Pemerintah perlu menyiapkan skema insentif bagi swasta yang berkomitmen pada proyek jangka panjang, misalnya dalam bentuk jaminan pendapatan minimum atau kompensasi risiko tertentu.
5. Edukasi Publik dan Partisipasi Masyarakat
Masyarakat perlu diedukasi tentang pentingnya air bersih dan peran PPP agar mendukung kebijakan tarif dan pembangunan infrastruktur.
Internal & External Linking
Artikel ini sangat relevan untuk dihubungkan dengan topik lain seperti:
Kesimpulan: PPP Air Bersih, Pilar Masa Depan Infrastruktur Indonesia
Skema Public-Private Partnership terbukti menjadi solusi inovatif untuk mengatasi keterbatasan pendanaan dan mempercepat pembangunan infrastruktur air bersih di Indonesia. Namun, tantangan implementasi masih sangat besar, mulai dari pengadaan lahan, kepastian sumber air, penetapan tarif, hingga pengembangan infrastruktur hilir. Studi kasus nyata menunjukkan pentingnya koordinasi lintas sektor, regulasi yang adaptif, dan komitmen semua pihak demi keberhasilan proyek.
Ke depan, Indonesia perlu terus memperkuat ekosistem PPP dengan memperbaiki regulasi, meningkatkan kapasitas nasional, serta mendorong partisipasi aktif masyarakat dan swasta. Hanya dengan sinergi dan inovasi berkelanjutan, target akses air bersih nasional dapat tercapai, sekaligus meningkatkan daya saing Indonesia di kancah global.
Sumber asli:
Auliya, R. R., Nurkholis, N., & Sabirin, M. T. (2023). Public-Private Partnership Water Supply Project in Indonesia: A Public Sector Review. International Journal of Business, Economics & Management, 6(2), 214-222.
Air Bersih
Dipublikasikan oleh Izura Ramadhani Fauziyah pada 03 Juli 2025
Mengapa Keberlanjutan PAMSIMAS Penting untuk Masa Depan Air Bersih Indonesia?
Akses air minum layak dan sanitasi aman adalah fondasi kesehatan dan kemajuan desa. Namun, tantangan besar masih membayangi Indonesia, terutama di wilayah pedesaan yang sering tertinggal dalam hal infrastruktur dan pengelolaan air bersih. Program Penyediaan Air Minum dan Sanitasi Berbasis Masyarakat (PAMSIMAS) hadir sejak 2006 sebagai salah satu inisiatif terbesar di dunia untuk memperbaiki kondisi ini. Hingga 2022, PAMSIMAS telah menjangkau lebih dari 25,6 juta penduduk di lebih dari 37.000 desa di 37 provinsi1.
Namun, pertanyaan besarnya: apakah sistem air bersih yang dibangun benar-benar berfungsi dan bertahan lama? Artikel ini merangkum temuan riset terbaru tentang faktor-faktor yang memengaruhi keberfungsian (functionality) PAMSIMAS, lengkap dengan data, studi kasus, dan refleksi kritis untuk masa depan air bersih desa yang lebih berkelanjutan.
Gambaran Umum: Capaian dan Tantangan PAMSIMAS
Statistik Kunci PAMSIMAS
Tantangan Utama
Studi Kasus: Kinerja dan Risiko Sistem Air Bersih Desa
1. Fungsi Sistem di Berbagai Provinsi
Analisis data nasional menunjukkan 15 provinsi memiliki proporsi sistem berfungsi penuh di bawah 87%. Bali menjadi satu-satunya provinsi dengan 100% sistem berfungsi. Di sisi lain, Kalimantan dan Sulawesi mencatat tingkat kegagalan tertinggi, menandakan perlunya perhatian khusus untuk wilayah ini1.
2. Dampak Risiko Iklim
3. Kondisi Keuangan Pengelola Air Desa
Hanya enam provinsi yang masuk kategori rendah risiko keuangan (lebih dari 84% desa memiliki keuangan sehat). Sebaliknya, lebih dari 15.000 sistem PAMSIMAS berada di provinsi dengan risiko keuangan tinggi, melayani sekitar 43 juta penduduk desa1.
Analisis Faktor Penentu Keberfungsian Sistem PAMSIMAS
1. Manajemen dan Tata Kelola
2. Sistem Pembayaran dan Tarif Air
3. Jenis Sambungan
4. Partisipasi Perempuan
5. Partisipasi Masyarakat
6. Investasi Per Kapita
Studi Kasus: Dampak Kombinasi Faktor pada Keberfungsian Sistem
Skenario optimis dari model Bayesian menunjukkan bahwa kombinasi tiga faktor utama—manajemen baik, kondisi keuangan sehat (tarif air menutupi biaya operasi dan pemulihan), serta sambungan rumah tangga—dapat meningkatkan peluang sistem berfungsi penuh dari 87% menjadi 98%2. Sebaliknya, sistem tanpa pembayaran dan hanya sambungan komunal memiliki peluang kegagalan hingga 23%.
Implikasi Praktis & Rekomendasi
1. Perkuat Tata Kelola dan Monitoring
2. Wajibkan Sistem Pembayaran Air
3. Dorong Sambungan Rumah Tangga
4. Tingkatkan Keterlibatan Perempuan
5. Studi Kelayakan Ekonomi di Wilayah Tertinggal
6. Antisipasi Risiko Iklim
Perbandingan dengan Studi Lain & Tren Global
Penelitian terkait di Afrika menunjukkan pola serupa: sistem air desa yang dikelola komunitas sering gagal jika tidak ada pembayaran, manajemen lemah, atau investasi tidak efisien. Namun, Indonesia punya keunikan dalam skala program dan tantangan geografis. Negara-negara lain dapat belajar dari pengalaman PAMSIMAS dalam mengintegrasikan aspek gender, monitoring nasional, serta adaptasi terhadap risiko iklim.
Tantangan dan Peluang Masa Depan
Kesimpulan: Menuju Sistem Air Bersih Desa yang Tangguh dan Inklusif
Keberhasilan PAMSIMAS tidak hanya diukur dari jumlah sistem yang dibangun, tetapi dari berapa banyak yang benar-benar berfungsi dan bertahan lama. Kunci keberlanjutan ada pada tata kelola yang baik, sistem pembayaran yang adil, keterlibatan perempuan, serta adaptasi terhadap risiko iklim dan sosial. Dengan pembenahan di titik-titik kritis ini, Indonesia dapat menjadi contoh global dalam penyediaan air bersih desa yang tangguh dan inklusif.
Sumber artikel:
D. Daniel, Trimo Pamudji Al Djono, Widya Prihesti Iswarani. (2023). Factors related to the functionality of community-based rural water supply and sanitation program in Indonesia. Geography and Sustainability, 4, 29–38.
Air Bersih
Dipublikasikan oleh Izura Ramadhani Fauziyah pada 01 Juli 2025
Akses air minum bersih adalah hak dasar, namun pada 2020, sekitar 387 juta orang di Afrika Sub-Sahara (SSA) masih belum memilikinya. Bahkan, 38% penduduk Kenya dan 55% penduduk Siaya County—wilayah studi utama dalam paper ini—masih bergantung pada sumber air yang tidak layak. Target SDG 6 “air bersih untuk semua” diprediksi sulit tercapai pada 2030, dengan 1,6 miliar orang di dunia tetap tanpa akses air aman jika tren saat ini berlanjut1.
Permasalahan utama bukan hanya pada ketersediaan air, tapi pada kegagalan proyek air minum untuk beroperasi secara berkelanjutan. Antara 30–60% sistem air di pedesaan SSA rusak atau tidak berfungsi setelah dibangun. Ironisnya, banyak proyek air hanya dinilai dari keberadaan infrastrukturnya, bukan dari fungsionalitas atau kualitas layanan. Akibatnya, ratusan juta dolar terbuang setiap tahun untuk membangun atau memperbaiki proyek yang gagal, menciptakan lingkaran setan kegagalan dan pemborosan dana pembangunan1.
Keterbatasan Pendekatan Lama: Fragmentasi dan Siloed Thinking
Literatur selama ini cenderung membahas kegagalan proyek air minum dari sudut pandang sempit—misal hanya aspek teknis, ekonomi, atau sosial saja. Pendekatan ini menutupi akar masalah dan mengabaikan keterlibatan multi-pemangku kepentingan lintas level, mulai dari komunitas lokal hingga lembaga global. Padahal, proyek air minum adalah sistem kompleks yang dipengaruhi oleh interaksi faktor sosial, ekonomi, teknologi, lingkungan, tata kelola, dan politik di berbagai level1.
Framework Holistik: Holistic Integrated Framework (HIF)
Untuk menjawab tantangan tersebut, Ornit Avidar mengembangkan Holistic Integrated Framework (HIF). Framework ini dirancang untuk mengevaluasi dan merencanakan keberlanjutan proyek air minum dengan mempertimbangkan:
Dimensi HIF
Framework ini juga merekomendasikan penilaian pada setiap tahap proyek: perencanaan, implementasi, pasca-implementasi, dan evaluasi.
Studi Kasus: Proyek Sidindi Malanga-African Development Bank (SM-ADB) di Siaya, Kenya
Gambaran Proyek
SM-ADB merupakan proyek flagship senilai $20 juta, bertujuan meningkatkan cakupan air bersih di Siaya County dari 25% menjadi lebih dari 50% populasi (sekitar 1 juta jiwa). Proyek ini didanai African Development Bank (ADB) dan pemerintah Kenya, serta dioperasikan oleh Siaya-Bondo Water and Sanitation Company (SIBO)1.
Secara teknis, proyek ini menggunakan sistem distribusi gravitasi yang ramah lingkungan dan hemat listrik, dengan target produksi air 24.200 m³/hari (peningkatan signifikan dari kapasitas awal 5.200 m³/hari). Namun, pada 2019, realisasi produksi hanya 7.760 m³/hari—jauh di bawah target.
Permasalahan Teknis dan Permukaan
Namun, analisis HIF menunjukkan bahwa masalah teknis hanyalah “puncak gunung es”.
Analisis Holistik: Akar Masalah dan Feedback Loop
Feedback Loops yang Teridentifikasi
Pelajaran Penting dari Studi Kasus
Nilai Tambah Framework HIF untuk Praktisi dan Peneliti
Framework HIF menawarkan alat analisis dan perencanaan yang lebih komprehensif dibanding pendekatan konvensional yang fragmentaris. Dengan memetakan semua aktor dan faktor, serta menganalisis interaksi dan feedback loop, HIF membantu:
Kritik, Opini, dan Perbandingan
Framework HIF sangat relevan untuk konteks negara berkembang, termasuk Indonesia, yang juga menghadapi tantangan serupa dalam proyek air minum pedesaan. Namun, implementasi HIF membutuhkan sumber daya, waktu, dan komitmen lintas sektor yang besar. Tantangan lain adalah resistensi birokrasi dan budaya organisasi yang masih sering bekerja dalam silo. Meski begitu, pendekatan holistik seperti HIF penting untuk menghindari kegagalan proyek yang berulang.
Studi lain di Ghana dan Kenya juga menegaskan pentingnya partisipasi komunitas dan rasa kepemilikan dalam keberlanjutan proyek air minum. Namun, partisipasi saja tidak cukup jika tidak didukung oleh tata kelola yang baik, pendanaan berkelanjutan, dan teknologi yang sesuai2. HIF melengkapi temuan tersebut dengan menekankan pentingnya analisis multi-level dan multi-faktor.
Implikasi untuk Industri, Pemerintah, dan Donor
Kesimpulan
Keberlanjutan proyek air minum di pedesaan Afrika Sub-Sahara sangat bergantung pada pendekatan holistik yang mengintegrasikan semua faktor dan pemangku kepentingan lintas level. Framework HIF yang dikembangkan dalam studi ini menawarkan alat penting untuk mengidentifikasi akar masalah, merancang solusi, dan memutus lingkaran kegagalan proyek air minum. Dengan komitmen dan kolaborasi nyata, target “Water for All” bukanlah mimpi yang mustahil.
Sumber asli:
Ornit Avidar. (2024). A holistic framework for evaluating and planning sustainable rural drinking water projects in sub-Saharan Africa. Journal of Rural Studies, 107, 103243.
Air Bersih
Dipublikasikan oleh Izura Ramadhani Fauziyah pada 19 Juni 2025
Air Bersih, Hak Asasi, dan Tantangan Global
Air bersih bukan hanya kebutuhan dasar, melainkan hak asasi manusia yang menjadi prasyarat bagi terpenuhinya hak-hak lain seperti kesehatan, pendidikan, dan kehidupan yang bermartabat. Dalam konteks global, pengakuan atas hak ini semakin menguat seiring krisis air bersih yang melanda banyak negara, termasuk Indonesia. Paper “Hak Rakyat Atas Air Bersih Sebagai Derivasi Hak Asasi Manusia Dalam Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia” oleh Fachriza Cakrafaksi Limuris (Jurnal Jentera, 2021) mengupas secara mendalam posisi strategis hak atas air bersih dalam kerangka hukum internasional dan nasional, serta tantangan implementasinya di Indonesia12.
Hak Atas Air Bersih dalam Perspektif HAM Internasional
Universal Declaration of Human Rights (UDHR) dan Turunannya
Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia (UDHR) 1948 menjadi tonggak utama pengakuan hak-hak dasar manusia di seluruh dunia. Pasal 25 UDHR menegaskan setiap orang berhak atas standar hidup yang layak untuk kesehatan dan kesejahteraan diri dan keluarganya, termasuk makanan, pakaian, perumahan, dan perawatan kesehatan. Meskipun air bersih tidak disebutkan secara eksplisit, hak ini diakui sebagai komponen vital dari standar hidup yang layak134.
Kovenan Internasional tentang Hak-Hak Ekonomi, Sosial, dan Budaya (ICESCR) 1966 memperkuat hal ini melalui Pasal 11 dan 12, yang menegaskan hak atas standar hidup layak dan kesehatan tertinggi yang dapat dicapai. Komentar Umum No. 15 Komite PBB (2003) secara eksplisit menyatakan bahwa hak atas air adalah hak asasi manusia yang tak terpisahkan dari hak atas standar hidup layak dan kesehatan123.
Resolusi PBB 2010: Pengakuan Global
Pada 28 Juli 2010, Majelis Umum PBB mengadopsi Resolusi 64/292 yang secara tegas mengakui hak atas air minum yang aman dan bersih serta sanitasi sebagai hak asasi manusia. Negara-negara diminta menyediakan sumber daya, transfer teknologi, dan kerja sama internasional untuk memastikan akses air bersih dan sanitasi bagi semua orang, terutama di negara berkembang13.
Dimensi Hak Atas Air: Kebebasan dan Kepemilikan Hak
Paper ini menguraikan dua dimensi utama hak atas air:
Standar Minimum Hak Atas Air
Menurut Komentar Umum No. 15 dan Fact Sheet No. 35 PBB, unsur-unsur hak atas air meliputi:
Krisis Air Bersih: Fakta Global dan Nasional
Data dan Tren Global
Tantangan di Indonesia
Studi Kasus: Implementasi Hak Atas Air di Indonesia
Swastanisasi Air dan Akses Publik
Pengelolaan air di Indonesia pernah didominasi swasta, terutama di kota-kota besar. Namun, pengalaman menunjukkan swastanisasi seringkali tidak meningkatkan akses air bersih secara adil. Mahkamah Konstitusi melalui Putusan No. 85/PUU-XI/2013 menegaskan negara harus tetap menjadi pengelola utama sumber daya air demi kemakmuran rakyat1.
Undang-Undang No. 17 Tahun 2019: Titik Balik Regulasi
UU No. 17/2019 tentang Sumber Daya Air menjadi tonggak baru perlindungan hak atas air di Indonesia. UU ini mengatur:
UU ini juga menegaskan partisipasi masyarakat dalam perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi pengelolaan air serta perlindungan masyarakat adat dalam konservasi air.
Studi Lapangan: Krisis Air di Daerah Perkotaan dan Pedesaan
Penelitian di berbagai daerah seperti Jakarta, Lampung, dan kawasan pedesaan menunjukkan:
Analisis Kritis: Tantangan Implementasi dan Keadilan Sosial
Hambatan Struktural
Dimensi Keadilan dan Partisipasi
Integrasi dengan Agenda Lingkungan dan Pembangunan Berkelanjutan
Rekomendasi Kebijakan dan Langkah Strategis
Koneksi dengan Tren Global dan Industri
Opini dan Perbandingan dengan Studi Lain
Paper ini memperkuat temuan global bahwa hak atas air bersih adalah hak asasi manusia yang tak bisa ditawar. Namun, tantangan terbesar di Indonesia adalah implementasi—mulai dari regulasi, pendanaan, hingga pengawasan. Dibandingkan dengan negara-negara lain, Indonesia sudah memiliki kerangka hukum yang relatif kuat, namun butuh political will dan kolaborasi lintas sektor agar hak ini benar-benar dirasakan seluruh rakyat.
Air Bersih, Hak Asasi yang Wajib Dipenuhi Negara
Hak atas air bersih adalah hak asasi manusia yang fundamental dan jembatan menuju hak-hak lain. Indonesia sudah berada di jalur yang benar dengan ratifikasi konvensi internasional dan pengesahan UU No. 17/2019. Namun, implementasi di lapangan masih menghadapi banyak tantangan. Prioritas ke depan adalah memperkuat regulasi, investasi infrastruktur, pengendalian pencemaran, serta memastikan keadilan dan partisipasi masyarakat. Dengan demikian, hak atas air bersih tidak hanya menjadi norma hukum, tetapi juga realitas yang dirasakan setiap warga negara.
Sumber Asli Artikel
Fachriza Cakrafaksi Limuris. Hak Rakyat Atas Air Bersih Sebagai Derivasi Hak Asasi Manusia Dalam Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia. Jurnal Jentera Volume 4, No. 2 Desember 2021, hlm. 515–532.
Air Bersih
Dipublikasikan oleh Izura Ramadhani Fauziyah pada 07 Juni 2025
Danau Eğirdir, yang terletak di bagian barat daya Turki, merupakan danau air tawar terbesar kedua di negara tersebut dan sumber utama air minum bagi wilayah sekitarnya. Namun, dalam beberapa tahun terakhir, dampak perubahan iklim, khususnya kekeringan yang berkepanjangan, serta aktivitas manusia seperti irigasi pertanian yang intensif, telah menyebabkan penurunan signifikan pada level air danau ini. Paper oleh Meltem Kacikoc dan kolega (2025) mengkaji secara mendalam perubahan level air Danau Eğirdir dalam kondisi aliran normal dan kekeringan, serta mengevaluasi berbagai alternatif mitigasi guna menjaga keamanan pasokan air di wilayah tersebut.
Studi Kasus: Penurunan Level Air dan Dampak Kekeringan
Kondisi Geografis dan Hidrologis Danau Eğirdir
Danau Eğirdir berada di provinsi Isparta, di bagian hulu DAS Antalya, dengan luas sekitar 460 km² dan kedalaman yang relatif dangkal. Level air operasional yang ditetapkan oleh otoritas berada di kisaran 914,62 mASL (minimum) hingga 918,96 mASL (maksimum), dengan volume penyimpanan antara 2.099 hingga 4.001 juta m³. Danau ini menerima aliran utama dari beberapa sungai dan saluran derivasi, serta menjadi sumber air irigasi utama untuk berbagai dataran pertanian di sekitarnya.
Penurunan Level Air dan Faktor Penyebab
Data historis menunjukkan penurunan volume air danau yang signifikan sejak 1990-an, dengan anomali aliran tahunan terendah terjadi pada tahun 2001 (-44%) dan 2021 (-50%). Penurunan ini terutama disebabkan oleh kekeringan hidrologis yang berkepanjangan dan peningkatan konsumsi air, terutama untuk irigasi pertanian. Evaporasi dari permukaan danau mencapai 347 juta m³ per tahun, hampir setara dengan volume air yang diambil untuk irigasi sebesar 301 juta m³ per tahun, sehingga tekanan terhadap keseimbangan air danau sangat besar.
Indeks Kekeringan dan Krisis Air
Indeks Water Depletion Index (WDI) yang dihitung menunjukkan bahwa Danau Eğirdir mengalami kekurangan air yang terus-menerus sejak 1990-an, dengan tingkat kekeringan yang meningkat menjadi sangat parah pada tahun 2001. Setelah 2007, meskipun curah hujan relatif lebih tinggi, konsumsi air yang meningkat drastis menyebabkan kekeringan yang parah berlanjut hingga beberapa tahun terakhir.
Metodologi: Pemodelan Hidrologi dan Simulasi Manajemen Air
Penelitian ini menggunakan perangkat lunak AQUATOOL+ dengan modul EVALHID untuk simulasi aliran hujan-limpasan dan SIMGES untuk manajemen air dan simulasi level danau. Tiga model hidrologi diuji: GR2M, Témez, dan HBV, dengan model HBV menunjukkan performa terbaik pada sebagian besar titik kalibrasi, sedangkan GR2M unggul pada satu titik. Kalibrasi model dilakukan dengan data dari 1990 hingga 2014, dan validasi menggunakan data level air dari 2016 hingga 2021 menunjukkan hasil simulasi yang sangat baik (NSE 0,84 dan PBIAS 0,0002%).
Proyeksi Level Air dan Skenario Kekeringan
Penelitian ini menyusun dua skenario utama:
Tanpa tindakan mitigasi, skenario normal memprediksi penurunan level air di bawah ambang kritis (914,74 mASL) setelah tahun 2038, sedangkan skenario kekeringan memperkirakan penurunan terjadi lebih cepat, yaitu setelah tahun 2028. Penurunan ini berpotensi menyebabkan danau terbelah menjadi dua bagian fisik di area Kemer Boğazı, yang akan berdampak serius pada ekosistem dan ketersediaan air.
Alternatif Mitigasi: Pendekatan Terpadu untuk Keamanan Air
Berdasarkan masukan dari pemangku kepentingan dan kebijakan nasional, tiga alternatif mitigasi dikembangkan dan diuji:
Efektivitas Alternatif Mitigasi
Simulasi menunjukkan ketiga alternatif mampu mencegah penurunan level air di bawah ambang kritis dalam kedua skenario. Namun, Alternatif 3 dipilih sebagai solusi optimal karena mampu menjaga level air dalam batas aman dengan pembatasan irigasi yang minimal dan dampak sosial ekonomi yang lebih rendah.
Nilai Tambah dan Relevansi dengan Tren Global
Penelitian ini menonjolkan pentingnya pendekatan adaptif dan mitigasi berbasis data dalam menghadapi dampak perubahan iklim pada sumber daya air tawar. Penggunaan teknologi irigasi efisien seperti irigasi tetes dan pemanfaatan air limbah terolah sejalan dengan tren global dalam konservasi air dan peningkatan efisiensi penggunaan air di sektor pertanian.
Selain itu, keterlibatan aktif pemangku kepentingan lokal dalam pengembangan strategi mitigasi menunjukkan pentingnya pendekatan partisipatif untuk keberhasilan pengelolaan sumber daya air. Kondisi keterbatasan data yang dihadapi di daerah pedesaan seperti sekitar Danau Eğirdir juga menjadi tantangan yang relevan bagi banyak wilayah lain di negara berkembang.
Kritik dan Rekomendasi
Meskipun model hidrologi yang digunakan telah menunjukkan hasil yang memuaskan, keterbatasan data meteorologi, khususnya tidak adanya data salju dan salju leleh, menjadi sumber ketidakpastian yang perlu diatasi pada penelitian lanjutan. Penambahan data ini dapat memperbaiki akurasi prediksi dan perencanaan pengelolaan air.
Selain itu, implementasi teknologi irigasi dan penggunaan air limbah terolah memerlukan dukungan kebijakan, insentif, dan pelatihan teknis agar dapat diterapkan secara luas dan efektif, terutama di wilayah dengan keterbatasan sumber daya.
Kesimpulan
Penelitian ini berhasil mengidentifikasi dan menguji berbagai alternatif mitigasi untuk menjaga keamanan air Danau Eğirdir di tengah tekanan perubahan iklim dan aktivitas manusia. Dengan menggunakan pemodelan hidrologi dan manajemen air berbasis AQUATOOL+, ditemukan bahwa tanpa intervensi, danau berisiko mengalami penurunan level air yang kritis dan terbelah menjadi dua bagian fisik.
Alternatif mitigasi terpadu yang menggabungkan pembatasan irigasi, rehabilitasi sistem irigasi, pemanfaatan air limbah terolah, dan peningkatan aliran air tawar terbukti efektif dalam menjaga level air danau dalam batas aman. Implementasi strategi ini telah diterima dan mulai diberlakukan oleh otoritas Turki sejak Juni 2024.
Penelitian ini memberikan kontribusi penting bagi pengelolaan sumber daya air di daerah dengan data terbatas dan menghadapi tantangan perubahan iklim, serta menjadi referensi bagi pengembangan kebijakan dan praktik konservasi air di wilayah serupa.
Sumber Artikel
Meltem Kacikoc, Buket Mesta, Yakup Karaaslan, "Evaluating changes in water levels during periods of normal flow and drought with a specific emphasis on water withdrawal," Journal of Water and Climate Change, 2025.