Rabu, (26/06/13) bertempat di Ruang Serbaguna Perpustakan Pusat ITB, UPT Perpustakaan Pusat ITB bersama Moedome Learning Initiative (MLI) menyelenggarakan Diskusi Kaitan Sains dan Seni bersama Prof. Susanto Imam Rahayu. Dalam diskusi tersebut dijelaskan mengenai kaitan sains dan seni sebagai ilmu yang memiliki peran penting dalam membentuk peradaban dunia. Meskipun dalam kehidupan sehari-hari, keduanya sering dianggap dua kutub yang berbeda. Telah banyak kajian yang menerangkan bahwa sains dan seni bertolak dari titik yang sama, namun dalam perkembangannya mengalami percabangan yang antagonisma.
Seperti yang diungkapkan Santo dalam diskusinya, banyak ilmuwan-ilmuwan dunia yang memiliki bakat artisitik, seperti W.K Heisenberg, seorang ahli teori sub-atom Jerman yang juga memiliki bakat musik dan puisi Jerman. Leonardo Da Vinci, pelukis Renaisans Italia yang turut memajukan ilmu anatomi dan astronomi pada zamannya. Samuel Morse penemu telegraf lebih dikenal sebagai seniman lukis di waktu muda.
Walau terdapat perbedaan yang esensial anatara sains dan seni, keduanya berlandaskan proses yang sama, yaitu pengembangan daya, kreatifitas, imajinasi, dan kemampuan sintesis. Dalam berkarya, seorang saintis dan seniman didorong untuk merepresentasikan alam sesuai persepsinya. Seorang saintis berawal dari imajinasi dan keyakinan bahwa alam tidak serumit yang dibayangkan dan memiliki keteraturan. Hal tersebut dituangkan pada permodelan hukum-hukum alam sesuai dengan azas estetika. Walaupun karya yang dihasilkan berbeda, daya kreatif seorang saintis menerjemahkan konsep alam sama halnya dengan seorang seniman yang menghasilkan lukisan, lagu, ataupun novel.
Menurut Santo, dugaan bahwa sains dan seni berkaitan, dipicu oleh kenyataan bahwa timbulnya aliran-aliran baru dalam sains dan seni bejalan hampir bersamaan. Seperti peralihan dari fisika klasik ke fisika modern, terjadi dalam kurun waktu bersamaan dengan timbulnya impressionalisme dalam lukisan, serta peralihan dari romatik ke post-romantik dan impresionisme dalam musik.
Kenyataannya, cara pandang akan pendidikan di Indonesia hanya melihat sains sebagai ilmu eksak sedangkan yang lainnya tidak, bahkan cenderung dinomorduakan. Perkembangan pesat sains dan teknologi membuat ilmu tersebut semakin meluas dan terspesialisasi, serta terdapat kecenderungan antara satu sama lain yang tak mau saling tahu.
Hal tersebut menurut Santo akan menimbulkan kekhawatiran berkurangnya orang-orang yang kreatif. Keadaan tersebut didukung oleh lingkungan yang membentuk pola pikir logis dan sistematis. Padahal dalam pengaplikasiannya, sains dan teknologi perlu sentuhan estetika yang berasal dari pola pikir imajinatif dan kreatif. Berdasarkan hal itu, kehadiran Seni di Lingkungan Sains dan Teknologi seperti di ITB, bukanlah anomali tapi keniscayaan. "Perlu dikembangkan pemikiran bagaimana supaya kehadiran sains dan seni dapat bersinergi," ujar Santo.
Sumber: https://www.itb.ac.id/