James Zulfan, seorang pegawai negeri sipil dan peneliti di Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat, bercita-cita untuk membangun Indonesia yang lebih baik melalui infrastruktur air yang dirancang untuk menjadi lebih murah dan lebih ramah lingkungan.
Setelah lebih dari sepuluh tahun bekerja di bidang sumber daya air, James memahami banyak masalah pengelolaan air yang kompleks di Indonesia yang membutuhkan inovasi taktis. Dia telah mengembangkan desain dan teknologi bendungan modular untuk mengurangi durasi dan biaya pembangunan infrastruktur air.
Dengan teknologi ini, bendungan terbuat dari modul blok beton dengan dimensi dan berat yang dirancang khusus yang dapat diangkut dan dipasang secara manual. Bulan lalu, Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia telah mengeluarkan paten untuk teknologi ini.
"Ini seperti bermain dengan Lego," jelas James. "Setelah dipasang, bendungan ini tetap memiliki kekuatan dan fungsinya sebagai bendungan pada umumnya. Anda bisa membongkarnya jika Anda perlu memindahkannya, atau sudah melewati masa berlakunya."
James mengakui bahwa membangun dengan Lego adalah hobi yang sangat cocok dengan pekerjaannya. "Siapa yang tidak suka bermain game atau Lego? Itu meningkatkan kreativitas kita, bukan?" jawabnya sambil tertawa.
Prototipe bendungan modular pertama dibangun pada tahun 2013 di Sungai Cikarang di Provinsi Jawa Barat. Selanjutnya, bendungan ini dipasang di Sungai Kalisade di Provinsi Nusa Tenggara Barat pada tahun 2016. Bendungan modular ketiga dibangun di Morotai, Provinsi Maluku Utara, di Sungai Gugubali, dan mulai beroperasi pada tahun 2019.
Ketika mengerjakan idenya, ia terpilih sebagai pemenang Falling Walls Lab Jakarta dengan idenya yang berjudul 'Mendobrak Tembok Konstruksi Bendungan'. Ia memenangkan kesempatan untuk pergi ke Berlin untuk mengikuti Final Falling Walls Lab tingkat global pada tahun 2019 untuk berbagi desainnya.
Falling Walls Lab adalah kompetisi pitching kelas dunia dan forum jaringan yang menyatukan kelompok mahasiswa dan profesional yang beragam dan interdisipliner. Acara ini menyediakan panggung untuk ide-ide terobosan baik secara global maupun lokal.
"Ketika di Jerman, saya menerima undangan dari beberapa kedutaan besar. Saya mengunjungi beberapa kampus. Ada di Prancis, Belanda, dan Austria untuk presentasi. Saat itu, sudah ada tawaran untuk kolaborasi. Masalahnya, saat itu patennya belum keluar," kata James.
Memperluas Jaringan dan Memulai Penelitian
James meraih gelar sarjana dari Fakultas Teknik Sipil dan Lingkungan, Institut Teknologi Bandung, pada tahun 2009 dan gelar master dari IHE Delft Institute for Water Education di Belanda pada tahun 2017.
Dia segera menyadari pentingnya membangun jaringan untuk mendukung studinya tentang teknologi konstruksi air dan kebutuhan akan penelitian tentang desain yang berkelanjutan. Pada bulan Mei 2023, James melanjutkan pendidikan doktoralnya di University of New South Wales, Sydney, setelah memperoleh Beasiswa G20 "Recover Together, Recover Stronger" yang berfokus pada Transisi Energi Berkelanjutan.
"Topik saya adalah merancang atau mengembangkan struktur air yang berkelanjutan yang juga dapat digunakan sebagai pembangkit listrik tenaga air," jelasnya. "Selama ini bangunan air atau bendungan di Indonesia lebih banyak difungsikan sebagai irigasi. Saya juga ingin mengembangkannya untuk fungsi lain untuk sungai-sungai berskala besar."
Selain untuk memperluas jaringan, keputusannya untuk melanjutkan studi PhD di Australia juga dipengaruhi oleh para profesor yang berkualitas dan fasilitas laboratorium penelitian air yang sangat baik. "Awalnya saya mendekati profesor yang sering saya jadikan referensi dan pernah saya temui di perkuliahan," ujar James, yang bekerja sama dengan Profesor Stefan Felder.
Ada sekitar 300 bendungan besar dan sekitar 2.000 bendungan kecil di Indonesia. James mengatakan bahwa bendungan-bendungan tua yang masih berfungsi harus terus digunakan. "Alih-alih membuat bendungan baru, keberlanjutan lebih menekankan pada penggunaan bendungan yang sudah ada atau menentukan apakah bendungan tersebut dapat direnovasi dan ditingkatkan. Jadi, jangka panjang adalah tujuannya. Kita harus melihat lebih jauh ke depan," katanya.
Membangun bendungan yang berkelanjutan memberikan penekanan khusus pada dampak ekonomi, sosial, dan lingkungan. Pembangunan atau relokasi bendungan merupakan hal yang menantang. Indonesia memiliki berbagai jenis sungai. Interaksi dengan para pemangku kepentingan diperlukan untuk memastikan konstruksi yang tepat dan aman, termasuk penjangkauan kepada masyarakat.
James mengatakan bahwa meskipun sebuah lokasi dianggap cocok untuk bendungan, isu-isu lain dapat muncul dari konsultasi. "Misalnya, kami memastikan bahwa lokasi tersebut cocok. Namun ternyata hal ini berpotensi bertentangan dengan tradisi budaya setempat atau bahkan mengganggu lingkungan pendukung perikanan. Koordinasi harus dilakukan dengan kementerian terkait."
Penerima penghargaan Anugerah Aparatur Sipil Negara 2021 ini juga menikmati sistem koordinasi dan dukungan untuk penelitian selama di Australia. "Di kementerian yang terbiasa dengan birokrasi, ada banyak tahapan untuk mencapai suatu tujuan. Di sini (di Australia), semuanya lebih langsung dan terbuka. Ini mungkin budaya yang berbeda," kata James.
James berharap karyanya untuk meningkatkan pembangunan bendungan dan penggunaan air secara bijak dapat bermanfaat bagi masyarakat secara ekonomi, sosial, dan lingkungan.
Disadur: www.australiaawardsindonesia.org