Investasi Ekonomi Hijau Diperkirakan Mampu Menciptakan Lapangan Kerja Lebih Banyak dan Menghindari Middle Income Trap

Dipublikasikan oleh Cindy Aulia Alfariyani

17 Mei 2024, 13.39

Pengendara mengisi daya mobil listrik di Stasiun Pengisian Kendaraan Listrik Umum (SPKLU) yang ada di kantor PT PLN (persero). Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional atau Bappenas memprediksi investasi ekonomi hijau mampu menciptakan lapangan kerja tujuh sampai 10 kali lipat lebih banyak diban

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA - Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional atau Bappenas memprediksi investasi ekonomi hijau mampu menciptakan lapangan kerja tujuh sampai 10 kali lipat lebih banyak dibandingkan investasi konvensional. Hal ini seiring komitmen pemerintah menurunkan emisi karbon menuju ekonomi hijau.

Direktur Ketenagakerjaan Bappenas Mahatmi Parwitasari Saronto mengatakan transformasi ekonomi menjadi pendorong ekonomi lebih inklusif dan ramah lingkungan sekaligus membawa Indonesia lepas dari jebakan negara berpendapatan menengah atau middle income trap.

"Kebijakan ekonomi hijau mampu menciptakan lapangan kerja baru yang lebih berkelanjutan. Investasi ekonomi hijau diperkirakan dapat menumbuhkan tujuh sampai 10 kali lipat lebih banyak lapangan kerja dibandingkan investasi konvensional," ujarnya saat webinar Lapangan Kerja Hijau.

Dukungan investasi terhadap ekonomi hijau khususnya pasca pandemi Covid-19, lanjut Mahatmi, memiliki dua manfaat. Secara jangka pendek dapat meningkatkan lapangan pekerjaan ramah lingkungan sedangkan jangka panjang dapat mempertahankan pertumbuhan ekonomi yang stabil dan berkelanjutan.

"Faktor utamanya karena pekerjaan-pekerjaan sektor hijau dinilai lebih padat karya. Lapangan pekerjaan tambahan ini akibat intervensi pada sektor energi terbarukan, teknologi kendaraan listrik, efisiensi energi, pemanfaatan lahan, dan peningkatan pengelolaan limbah," ucapnya.

Meskipun memiliki potensi yang sangat besar, lapangan kerja hijau masih menghadapi berbagai tantangan diarusutamakan, salah satunya karena ketiadaan definisi tunggal yang dapat digunakan secara konsisten.

"Pemahaman tentang lapangan kerja hijau masih sangat terbatas, belum ada definisi yang disepakati digunakan secara konsisten terutama dalam pengambilan kebijakan,” ucapnya.

Selain itu menurutnya Indonesia juga masih kekurangan sumber daya manusia yang sesuai lapangan kerja hijau karena keterbatasan pendidikan dan pelatihan keterampilan hijau.

"Sudah sewajarnya agar segenap pemangku kepentingan di Indonesia memiliki pemahaman dan kesepakatan yang sama transformasi ekonomi menjadi titik kunci untuk meningkatkan produktivitas dengan mengubah struktur perekonomian menuju produktivitas tinggi yang berkelanjutan," ucapnya.

Mahatmi juga menyebut transisi ekonomi hijau menghadapi tantangan besar, mencakup pendanaan, risiko terdamparnya aset yang sudah dibangun, tantangan transfer teknologi, dan persiapan migrasi pekerja ke lapangan kerja hijau, serta adanya pandemi Covid-19.

Maka itu, menurutnya mentransformasi perekonomian nasional menjadi lebih hijau, pemerintah juga perlu melakukan lebih banyak kerja sama internasional yang menguntungkan bagi seluruh pihak dan sesuai dengan tujuan nasional Indonesia. Adapun kebijakan pembangunan rendah karbon memegang peran penting sebagai tulang punggung transisi ini dalam program prioritas Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2020-2045.

"Guna mencapai tujuan tersebut pemerintah akan menyusun kebijakan yang kuat dan implementatif agar upaya berbagai pihak dapat berjalan koridor yang sama," ucapnya.

Dalam rancangan kerja tersebut, pembangunan ditargetkan dapat meningkatkan pertumbuhan ekonomi seiring menurunnya emisi gas rumah kaca sebesar 27,3 persen pada 2024.

"Ada lima strategi utama yaitu, pertama penanganan limbah dan ekonomi sirkular, pengembangan industri hijau, pembangunan energi berkelanjutan, rendah karbon laut dan pesisir, dan terakhir pemulihan lahan berkelanjutan,” ucapnya. 

Sumber: www.republika.co.id