Inventarisasi hutan di Indonesia merupakan kegiatan penting dalam pengumpulan dan penyusunan data serta informasi mengenai sumber daya hutan dan karakteristik suatu wilayah. Tujuan utamanya adalah untuk mengetahui potensi sumber daya hutan dan melaksanakan perencanaan berkelanjutan dalam pengelolaan sumber daya hutan. Diatur dalam Undang-Undang No. 41 tahun 1999 dan Peraturan Pemerintah No. 44 tahun 2004, inventarisasi hutan menjadi bagian integral dari kegiatan perencanaan kehutanan di Indonesia.
Pentingnya inventarisasi hutan
Inventarisasi hutan dilakukan oleh berbagai pihak, termasuk Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Perum Perhutani, serta pengelola hutan alam (HA) dan hutan tanaman industri (HTI). Fokus utama dari kegiatan ini adalah untuk mendapatkan data mengenai potensi produksi hutan, seperti volume kayu, tegakan berdiri, dan tegakan rebah. Namun, selain itu, inventarisasi hutan juga memiliki manfaat yang lebih luas, termasuk untuk memahami kondisi sosial, ekonomi, dan budaya masyarakat di sekitar hutan serta untuk menilai jasa-jasa lingkungan yang disediakan oleh hutan.
Menurut Undang-Undang No. 41 tahun 1999 dan Peraturan Pemerintah No. 44 tahun 2004, inventarisasi hutan dilakukan dalam beberapa tingkatan, yaitu:
1. Tingkat nasional
Inventarisasi hutan tingkat nasional diselenggarakan oleh Badan Planologi Kehutanan dan dilaksanakan minimal sekali setiap lima tahun. Data yang dihasilkan menjadi acuan untuk inventarisasi tingkat yang lebih rendah, seperti tingkat wilayah, DAS, dan unit pengelolaan. Hasil inventarisasi ini mencakup informasi deskriptif, data numerik, dan peta skala minimal 1:1.000.000.
2. Tingkat wilayah
Inventarisasi hutan tingkat wilayah dibagi menjadi tingkat provinsi dan tingkat kabupaten/kota. Dilaksanakan oleh instansi terkait di tingkat provinsi dan kabupaten/kota, inventarisasi ini juga dilakukan minimal sekali setiap lima tahun. Data yang dihasilkan mencakup informasi deskriptif, data numerik, dan peta dengan skala yang lebih detail, yaitu minimal 1:250.000 untuk tingkat provinsi dan minimal 1:50.000 untuk tingkat kabupaten/kota.
3. Tingkat DAS
Inventarisasi hutan tingkat DAS diselenggarakan berdasarkan wilayah DAS-nya dan dilaksanakan minimal sekali setiap lima tahun. Objeknya meliputi kawasan hutan dan APL (luar kawasan hutan) di wilayah DAS. Hasil inventarisasi ini digunakan sebagai bahan penyusunan rencana pengelolaan DAS, mencakup informasi deskriptif, data numerik, dan peta dengan skala minimal 1:100.000.
4. Tingkat unit pengelolaan
Inventarisasi hutan tingkat unit pengelolaan dilakukan oleh pengelola hutan masing-masing, seperti KPH di Perum Perhutani atau pengelola hutan alam/HTI. Dilaksanakan minimal sekali setiap lima tahun dan penyusunan rencana kegiatan tahunan dilaksanakan setiap tahun. Objek inventarisasi ini mencakup unit pengelolaan kawasan perlindungan, kawasan lindung, kawasan produksi, serta area izin usaha pemanfaatan hasil hutan. Hasilnya juga mencakup informasi deskriptif, data numerik, dan peta dengan skala minimal 1:100.000.
Metode pelaksanaan inventarisasi hutan
Pelaksanaan inventarisasi hutan dapat dilakukan melalui dua metode utama, yaitu survei melalui pengindraan jauh (citra atau inderaja) dan survei terrestris. Pengindraan jauh memanfaatkan teknologi seperti satelit untuk mendapatkan data yang luas dan global mengenai hutan, sementara survei terrestris melibatkan pengukuran langsung di lapangan.
Tantangan dan upaya peningkatan
Meskipun inventarisasi hutan memiliki manfaat yang besar dalam pengelolaan sumber daya hutan, namun masih terdapat sejumlah tantangan yang perlu diatasi. Beberapa di antaranya adalah keterbatasan sumber daya manusia dan teknologi, ketidakmampuan dalam pemetaan dan pemantauan secara terus-menerus, serta masalah koordinasi antarinstansi terkait.
Untuk mengatasi tantangan ini, beberapa upaya perlu dilakukan, antara lain peningkatan kapasitas sumber daya manusia dalam bidang inventarisasi hutan, pengembangan teknologi yang lebih canggih dan terjangkau untuk pemantauan hutan, serta peningkatan kerja sama antarinstansi dan partisipasi masyarakat dalam kegiatan inventarisasi.
Manfaat dan dampak
Inventarisasi hutan memiliki manfaat yang besar dalam berbagai aspek kehidupan. Data dan informasi yang diperoleh dari inventarisasi hutan dapat digunakan untuk menyusun kebijakan yang lebih efektif dalam pengelolaan hutan, mengidentifikasi potensi ekonomi yang dapat dikembangkan, serta melindungi keanekaragaman hayati dan fungsi lingkungan hutan.
Namun, kegiatan inventarisasi hutan juga dapat memiliki dampak negatif jika tidak dilakukan dengan benar. Misalnya, penggunaan teknologi yang tidak ramah lingkungan dalam survei hutan dapat merusak ekosistem, sedangkan kesalahan dalam pengukuran dan analisis data dapat mengarah pada kebijakan yang tidak efektif atau bahkan merugikan
Inventarisasi hutan merupakan salah satu instrumen penting dalam pengelolaan sumber daya hutan yang berkelanjutan di Indonesia. Dengan mengumpulkan data dan informasi yang akurat dan komprehensif mengenai potensi hutan, kita dapat mengambil langkah-langkah yang tepat untuk menjaga kelestarian hutan sambil memanfaatkannya secara optimal. Oleh karena itu, penting bagi pemerintah, lembaga swadaya masyarakat, dan masyarakat umum untuk terus mendukung dan berpartisipasi dalam kegiatan inventarisasi hutan guna mewujudkan kehidupan yang seimbang antara manusia dan alam.
Sumber: