Krisis Air dan Urgensi Kebijakan Adaptasi
Krisis air kini menjadi persoalan global yang mendesak. Tidak hanya negara berkembang, bahkan negara maju seperti Amerika Serikat pun menghadapi tantangan ketersediaan air bersih akibat perubahan iklim, pertumbuhan penduduk, dan degradasi lingkungan. Artikel karya Quandt dkk. ini mengupas secara mendalam bagaimana kebijakan publik di tiga wilayah berbeda—California (AS), Cape Town (Afrika Selatan), dan Bangladesh—merespons krisis air melalui adaptasi kebijakan yang inovatif dan kontekstual.
Artikel ini sangat relevan dengan tren global: perubahan iklim memicu cuaca ekstrem, kekeringan, banjir, dan kontaminasi air. Dengan menyoroti studi kasus nyata, artikel ini tidak hanya memberikan gambaran empiris, tetapi juga menawarkan pelajaran penting bagi pembuat kebijakan, pelaku industri, dan masyarakat luas.
Ikhtisar Isi Artikel
Tiga Dimensi Kelangkaan Air
Penulis membedakan tiga dimensi utama kelangkaan air:
- Kelangkaan Fisik: Terjadi ketika permintaan air melebihi pasokan, sering ditemukan di wilayah kering seperti California dan Cape Town.
- Kelangkaan Ekonomi: Air tersedia, namun akses terbatas akibat infrastruktur dan manajemen yang buruk, seperti di Bangladesh.
- Kualitas Air: Polusi, baik alami maupun buatan manusia, memperburuk akses air bersih, contoh nyata adalah krisis arsenik di Bangladesh.
Ketiga aspek ini saling terkait dan diperparah oleh perubahan iklim.
Studi Kasus 1: California, Amerika Serikat
Latar Belakang
California adalah salah satu kawasan pertanian terbesar di dunia, menghasilkan 1/3 sayuran dan 2/3 buah-buahan untuk AS. Namun, 80% konsumsi air di negara bagian ini digunakan untuk pertanian. Di tahun-tahun kering, hingga 60% irigasi mengandalkan air tanah.
Kebijakan Kunci
Quantification Settlement Agreement (QSA) – Imperial County
- Tujuan: Mengalihkan sebagian air dari pertanian ke kebutuhan urban melalui perjanjian antara Imperial Irrigation District dan San Diego County Water Authority.
- Dampak: Dana hasil penjualan air digunakan untuk konservasi dan efisiensi irigasi, seperti mengganti sistem irigasi banjir dengan mikro-sprinkler dan drip irrigation.
- Angka Penting: Kanal All-American mengairi 456.089 acre lahan pertanian. Imperial County menerima 77% alokasi air permukaan California dari Sungai Colorado.
Sustainable Groundwater Management Act (SGMA) – Kern County
- Tujuan: Menyeimbangkan penggunaan air tanah melalui pembentukan 21 Groundwater Sustainability Agencies dan 11 Groundwater Sustainability Plans.
- Dampak: Prediksi hingga 800.000 acre lahan harus dikeluarkan dari produksi akibat kelangkaan air. Jika tidak diatasi, lebih dari 100.000 rumah tangga berisiko kehilangan akses air tanah pada 2040.
Keberhasilan dan Tantangan
- Keberhasilan: Efisiensi air meningkat, produktivitas ekonomi naik 38% (2015 dibanding 1980), meski penggunaan air di pertanian turun 14%.
- Tantangan: Efisiensi irigasi menyebabkan berkurangnya limpasan ke Salton Sea, memicu masalah kesehatan akibat debu beracun. Fokus kebijakan pada kuantitas, bukan kualitas air, menyebabkan sumur dangkal rumah tangga tetap terancam.
Studi Kasus 2: Cape Town, Afrika Selatan
Latar Belakang
Cape Town, kota pesisir dengan 4,8 juta penduduk, mengalami krisis air akut pada 2015–2018 akibat kekeringan beruntun. Level air di bendungan turun drastis, dan pada puncaknya, konsumsi air harian berhasil ditekan hingga 500 juta liter per hari.
Strategi Kebijakan
Water Conservation and Demand Management
- Fokus: Mengurangi pemborosan, melindungi sumber air, dan mendorong efisiensi di semua sektor.
- Langkah Nyata: Edukasi publik, rehabilitasi lahan basah, penghapusan vegetasi invasif, dan pengurangan polusi sungai.
Water Sensitive Urban Design (WSUD)
- Fokus: Integrasi manajemen siklus air perkotaan (pasokan, limbah, air hujan) dengan desain kota yang ramah air.
- Manfaat: Perlindungan ekosistem, peningkatan kualitas air, pemanfaatan air hujan, dan pengurangan biaya infrastruktur drainase.
Intervensi Kritis Saat Krisis
- Realokasi Hak Air: Penyesuaian distribusi air antara petani besar, kecil, dan sektor lain demi keadilan akses.
- Kebijakan Restriksi: Skala 1–6, dari ringan hingga sangat ketat, termasuk deklarasi darurat air, pembentukan tim ketahanan air, dan dashboard manajemen air daring.
- Inovasi Gagal: Desalinasi dan eksploitasi air tanah terbatas oleh biaya tinggi dan kualitas air yang buruk.
Pelajaran Penting
- Keterlibatan Stakeholder: Keputusan berbasis keadilan dan partisipasi masyarakat terbukti paling efektif, baik untuk solusi jangka pendek maupun jangka panjang.
- Kebijakan Berkelanjutan: Setelah krisis, Cape Town mengadopsi kebijakan menuju kota “water-sensitive” yang lebih tahan iklim dan berbasis ekonomi sirkular.
Studi Kasus 3: Bangladesh
Latar Belakang
Bangladesh menghadapi tantangan unik: air melimpah, tetapi kualitasnya buruk akibat kontaminasi arsenik alami (geogenik). Diperkirakan 220 juta orang (94% di Asia) terpapar arsenik di atas ambang WHO (10 ug/L).
Sejarah Krisis Arsenik
- 1970-an: UNICEF dan pemerintah memasang jutaan sumur bor untuk menghindari kontaminasi mikroba di air permukaan.
- 1987: Kasus keracunan arsenik mulai terdeteksi.
- Akhir 1990-an: 55 juta orang diperkirakan terpapar air minum dengan arsenik tinggi.
Kebijakan dan Praktik
- Kampanye Pengujian Sumur: Hampir 5 juta sumur diuji, sumur dengan arsenik tinggi dicat merah, yang aman dicat hijau.
- Strategi Efektif: “Well switching”—mengalihkan penggunaan ke sumur aman dalam radius 100 meter, terbukti menurunkan paparan arsenik secara signifikan.
- Tantangan: Hanya 21% populasi yang sadar akan bahaya arsenik, meski 64% bersedia membayar solusi teknologi. Infrastruktur air perpipaan masih minim dan mahal.
Dampak Kesehatan dan Ekonomi
- Kesehatan: Paparan arsenik kronis menyebabkan diabetes, kanker, hipertensi, dan gangguan kulit.
- Ekonomi: Kerugian akibat kematian terkait arsenik diperkirakan mencapai $12,5 miliar dalam dua dekade.
Kelebihan dan Kekurangan Artikel
Kelebihan
- Komparatif dan Kontekstual: Artikel ini membandingkan kebijakan di tiga skala berbeda (county, kota, negara) dan menyoroti pentingnya solusi berbasis konteks, bukan pendekatan satu ukuran untuk semua.
- Studi Kasus Nyata: Data empiris dan angka-angka konkret memperkuat analisis, menjadikan artikel sangat informatif dan aplikatif.
- Relevan dengan Tren Industri: Isu water security sangat relevan dengan agenda global SDGs dan kebijakan adaptasi perubahan iklim.
Kekurangan
- Keterbatasan Evaluasi Dampak Jangka Panjang: Beberapa kebijakan, seperti di California dan Cape Town, belum dievaluasi secara menyeluruh dampak jangka panjangnya terhadap kelompok rentan.
- Kurang Menyoroti Inovasi Teknologi Baru: Artikel lebih fokus pada kebijakan dan manajemen, kurang membahas potensi teknologi mutakhir seperti AI untuk monitoring air atau desalinasi hemat energi.
- Bahasa Akademik: Artikel ini masih menggunakan bahasa yang cukup akademik, sehingga pembaca awam mungkin perlu waktu lebih untuk memahami istilah-istilah teknis.
Analisis dan Opini: Pelajaran Global dari Tiga Benua
Artikel ini memberikan pelajaran penting bahwa kebijakan air yang efektif harus:
- Kontekstual dan berbasis data lokal.
- Mengutamakan kolaborasi dan partisipasi masyarakat.
- Menggabungkan solusi teknis, sosial, dan kelembagaan.
- Fleksibel menghadapi dinamika perubahan iklim dan pertumbuhan penduduk.
Keterlibatan masyarakat dan stakeholder menjadi kunci keberhasilan di semua studi kasus. Di Cape Town, kolaborasi lintas sektor dan transparansi kebijakan mempercepat respons krisis. Di Bangladesh, edukasi dan partisipasi masyarakat dalam pengujian sumur menjadi kunci penurunan paparan arsenik.
Solusi mahal seperti desalinasi tidak selalu efektif, sementara inovasi sederhana seperti pengujian sumur murah di Bangladesh terbukti lebih berdampak luas. Hal ini sejalan dengan rekomendasi global, misalnya dari UN-Water, bahwa manajemen air yang adaptif dan berbasis risiko lebih penting daripada sekadar investasi infrastruktur besar.
Kesimpulan dan Rekomendasi
Artikel ini sangat direkomendasikan untuk pembuat kebijakan, akademisi, dan praktisi yang ingin memahami dinamika water security di era perubahan iklim. Dengan menonjolkan studi kasus nyata, artikel ini membuktikan bahwa tidak ada solusi tunggal untuk krisis air. Setiap wilayah harus mengembangkan strategi adaptasi yang sesuai dengan kondisi sosial, ekonomi, dan lingkungan setempat.
Rekomendasi:
- Kolaborasi dan Tata Kelola Inklusif: Libatkan semua pemangku kepentingan, dari petani hingga masyarakat urban dan kelompok rentan.
- Penyesuaian Alokasi Air: Lakukan penilaian ulang alokasi air secara berkala, didukung sistem monitoring berbasis teknologi.
- Kombinasi Solusi: Terapkan respons cepat untuk krisis dan strategi jangka panjang untuk ketahanan air.
- Fokus pada Efektivitas: Prioritaskan inovasi sederhana yang berdampak luas dan berkelanjutan.
Sumber Artikel
Quandt A, O’Shea B, Oke S, Ololade OO. Policy interventions to address water security impacted by climate change: Adaptation strategies of three case studies across different geographic regions. Frontiers in Water. 2022;4:935422.