Permasalahan air bersih di Indonesia masih menjadi isu krusial, terutama di kawasan perkotaan yang padat penduduk. Data WHO menunjukkan lebih dari 1,1 miliar orang di dunia kekurangan akses air minum layak, dan 2,6 miliar tidak memiliki akses sanitasi dasar. Dampaknya sangat terasa, terutama bagi anak-anak yang rentan terhadap penyakit akibat sanitasi buruk. Di Indonesia sendiri, alokasi anggaran untuk air bersih masih minim. Dari kebutuhan Rp36,1 triliun, pemerintah hanya mengalokasikan 10%, jauh dari angka ideal 30%1.
Jagabaya III di Bandar Lampung menjadi contoh nyata kawasan padat dengan beragam jenis bangunan—mulai dari rumah tinggal, pertokoan, rumah makan, hingga fasilitas umum—yang menghadapi tantangan besar dalam pengelolaan air hujan dan banjir. Di tengah minimnya daerah resapan dan saluran drainase yang belum memadai, banjir dan kekurangan air bersih menjadi masalah berulang setiap tahunnya1.
Mengapa Air Hujan Penting untuk Permukiman Padat?
Air hujan adalah sumber air yang mudah diakses dan gratis, namun seringkali tidak dimanfaatkan secara optimal. Jika dikelola dengan baik, air hujan dapat dimanfaatkan untuk keperluan rumah tangga seperti mandi, mencuci, hingga sebagai cadangan air bersih di musim kemarau. Sayangnya, banyak masyarakat masih menganggap air hujan sebagai peristiwa alam biasa, bukan sebagai solusi potensial untuk krisis air bersih maupun banjir1.
Studi Kasus: Penyuluhan dan Implementasi di Jagabaya III
Analisis Situasi dan Permasalahan
Jagabaya III merupakan kelurahan dengan kepadatan penduduk tinggi. Bangunan yang rapat dan minimnya ruang terbuka membuat air hujan sulit meresap ke tanah. Akibatnya, saat hujan deras, drainase yang ada tidak mampu menampung debit air sehingga sering terjadi luapan air dan banjir. Selain itu, masyarakat belum sepenuhnya sadar akan pentingnya pengelolaan air hujan1.
Metode Pengabdian dan Edukasi
Tim dari Jurusan Teknik Sipil Universitas Lampung melakukan serangkaian kegiatan pengabdian masyarakat, meliputi:
- Pengambilan Data Primer:
Melakukan pengukuran luas bangunan dan atap rumah warga untuk menghitung potensi penampungan air hujan. - Pengolahan Data:
Menghitung curah hujan harian rata-rata, koefisien tampungan air melalui atap, serta menganalisis kapasitas tampungan dibandingkan curah hujan yang ada. - Penyuluhan dan Edukasi:
Kegiatan edukasi dilakukan di Balai Kelurahan Jagabaya III, diikuti oleh perangkat kelurahan dan masyarakat sekitar. Materi yang diberikan meliputi siklus hidrologi, manfaat air hujan, sistem penampungan, hingga perancangan bangunan pemanenan air hujan1.
Solusi yang Diterapkan
Solusi yang diusulkan dan disosialisasikan kepada warga adalah sistem jaringan air hujan yang ditampung dalam tangki air melalui proses filtrasi sederhana. Setelah itu, air dialirkan ke sumur resapan. Kelebihan air yang tidak tertampung akan disalurkan ke saluran pembuangan umum. Sistem ini tidak hanya membantu mengurangi risiko banjir, tetapi juga menyediakan air bersih untuk kebutuhan mandi, cuci, dan kakus (MCK)1.
Dampak dan Manfaat Implementasi di Lapangan
Manfaat Lingkungan dan Sosial
- Mengurangi Risiko Banjir:
Dengan menampung air hujan, volume air yang langsung masuk ke drainase berkurang, sehingga risiko luapan dan genangan dapat diminimalisasi. - Menambah Sumber Air Bersih:
Air hujan yang telah melewati proses filtrasi dapat digunakan untuk keperluan MCK, mengurangi ketergantungan pada PDAM atau sumur bor. - Peningkatan Kesadaran Masyarakat:
Melalui penyuluhan, masyarakat mulai memahami pentingnya pengelolaan air hujan dan berpartisipasi aktif dalam menjaga lingkungan. - Efisiensi Biaya Rumah Tangga:
Pemanfaatan air hujan membantu menghemat pengeluaran air bersih, terutama di musim kemarau.
Tantangan Implementasi
- Perubahan Perilaku:
Tidak semua warga langsung menerapkan sistem penampungan air hujan karena butuh perubahan kebiasaan dan investasi awal. - Keterbatasan Dana:
Pembuatan tangki penampungan dan sumur resapan membutuhkan biaya yang tidak sedikit bagi sebagian warga. - Perawatan Sistem:
Tangki dan filter harus rutin dibersihkan agar air tetap layak digunakan.
Studi Kasus Lapangan: Detail Angka dan Fakta
Dalam kegiatan pengabdian di Jagabaya III, tim melakukan pengukuran luas atap rumah warga sebagai dasar perhitungan kapasitas penampungan air hujan. Misalnya, sebuah rumah dengan luas atap 100 m² dan curah hujan harian rata-rata 100 mm dapat menampung hingga 10.000 liter air hujan per hari—tentu dengan asumsi efisiensi penampungan maksimal sebelum dikurangi faktor kehilangan akibat rembesan atau penguapan.
Selain itu, penyuluhan diikuti oleh pegawai kelurahan, lurah, dan masyarakat sekitar. Materi yang diberikan mencakup perhitungan dan perancangan bangunan pemanenan air hujan, serta diskusi interaktif agar warga dapat memahami dan menerapkan sistem ini secara mandiri1.
Kritik dan Opini: Meningkatkan Efektivitas Program
Kritik
- Kurangnya Data Kuantitatif Pasca-Implementasi:
Studi ini belum menyajikan data spesifik mengenai penurunan volume banjir atau penghematan air setelah sistem diterapkan. Evaluasi jangka panjang diperlukan untuk mengukur keberhasilan program secara menyeluruh. - Belum Ada Insentif Pemerintah Lokal:
Dukungan kebijakan, seperti subsidi pembuatan tangki atau sumur resapan, akan sangat membantu mempercepat adopsi sistem di masyarakat.
Saran
- Monitoring dan Evaluasi Berkelanjutan:
Survei rutin perlu dilakukan untuk mengukur dampak sistem penampungan air hujan terhadap volume banjir dan penghematan air bersih. - Pemberdayaan Komunitas:
Kelompok warga perlu dilibatkan dalam perawatan dan pengembangan sistem agar keberlanjutan program terjamin. - Dukungan Kebijakan Lokal:
Pemerintah daerah sebaiknya mengatur insentif atau subsidi, serta menjadikan sistem penampungan air hujan sebagai syarat pembangunan rumah baru.
Relevansi dengan Tren Nasional dan Industri
Pemanfaatan air hujan sebagai sumber air alternatif mulai banyak diadopsi di kota-kota besar di Indonesia. Beberapa kota telah mengeluarkan regulasi yang mewajibkan pembangunan sumur resapan di setiap bangunan baru. Program serupa di Yogyakarta dan Surabaya menunjukkan bahwa sistem penampungan air hujan dapat memenuhi hingga 60% kebutuhan air non-minum rumah tangga selama musim hujan, serta secara signifikan menurunkan risiko banjir.
Di sektor properti, tren green building juga menekankan pentingnya sistem penampungan air hujan sebagai bagian dari desain ramah lingkungan. Industri teknologi filtrasi air pun berkembang, menawarkan solusi filter air hujan yang semakin terjangkau dan mudah diaplikasikan.
Kesimpulan: Air Hujan, Solusi Sederhana untuk Masalah Kompleks
Studi kasus di Kelurahan Jagabaya III membuktikan bahwa pemanfaatan air hujan adalah solusi efektif dan ekonomis untuk mengatasi masalah banjir dan kekurangan air bersih di kawasan padat penduduk. Keberhasilan program ini sangat bergantung pada edukasi masyarakat, desain sistem yang tepat, serta dukungan kebijakan pemerintah.
Dengan laju urbanisasi yang terus meningkat, pemanfaatan air hujan harus menjadi bagian dari strategi pengelolaan air perkotaan yang berkelanjutan. Inovasi sederhana seperti penampungan air hujan dan sumur resapan, jika diterapkan secara luas dan konsisten, dapat membawa perubahan besar bagi kualitas hidup masyarakat Indonesia.
Sumber Artikel (Bahasa Asli):
Yuda Romdania, Ahmad Herison, Ofik Taufik Purwadi, Endro Prasetyo Wahono, Sumiharni. "Penyuluhan Pemanfaatan Air Hujan Kelurahan Jagabaya III Kecamatan Way Halim Kota Bandar Lampung." SAKAI SAMBAYAN – Jurnal Pengabdian kepada Masyarakat, Vol 4 No 2 Juli 2020.