Bisnis.com, JAKARTA - Mata uang kripto kian populer di Indonesia dan dunia internasional. Bank Indonesia (BI) pun tengah merumuskan pembuatan mata uang digital Central Bank Digital Currency (CBDC) atau yang disebut digital rupiah.
Kantor akuntan publik dan konsultan RSM Indonesia memandang mata uang kripto merupakan mata uang digital atau virtual yang dijamin dengan kriptografi, yang membuatnya hampir tidak mungkin untuk dipalsukan atau digandakan.
Managing Partner Audit RSM Indonesia Dedy Sukrisnadi mengatakan mata uang digital bersifat desentralisasi, tidak membutuhkan bank sentral dan bank dalam transaksi karena transaksinya berlangsung secara peer-to-peer dari pengirim ke penerima.
Beberapa contoh mata uang kripto di antaranya Bitcoin, Litecoin, Peercoin, dan Namecoin, serta Ethereum, Cardano, XRP, dan EOS. Mata uang kripto bukan merupakan alat pembayaran yang sah di berbagai negara, termasuk Indonesia.
Menurut Dedy, CBDC yang nantinya bernama digital rupiah yang tengah dirumuskan oleh BI tidak sama dengan mata uang kripto.
“CBDC adalah uang digital yang diterbitkan dan peredarannya dikontrol oleh bank sentral, dan digunakan sebagai alat pembayaran yang sah untuk menggantikan uang kartal,” katanya dalam keterangan resmi, Senin (26/7/2021).
Dia menjelaskan, terdapat tiga model CBDC. Pertama, indirect CBDC, yang mana tagihan (claim) dilakukan ke perantara atau bank komersial, sementara bank sentral hanya melakukan pembayaran ke bank komersial.
Kedua, direct CBDC, yaitu tagihan dilakukan langsung ke bank sentral. Serta ketiga, yaitu hybrid CBDC, tagihan dilakukan ke bank sentral, tetapi bank komersial yang melakukan pembayaran.
Dedy mengatakan cryptocurrency memiliki risiko yang merugikan sehingga perlu terus dicermati. Misalnya, populernya penggunaan mata uang kripto berisiko terhadap kestabilan moneter jika masyarakat menggunakannya sebagai private digital currency.
Risiko lainnya, terdapat risiko underground economy jika pemegang/pemilik mata uang kripto tidak mencatatnya sebagai aset yang dimilikinya.
“Penambahan kekayaan dari peningkatan nilai mata uang kripto yang tidak tercatat dalam laporan keuangan pada gilirannya akan berdampak pada kecilnya kewajiban perpajakan mereka,” jelas Dedy.
Mata uang kripto memiliki beberapa karakter, di antaranya distribusinya dicatat menggunakan kriptografi sebagai jaminan, tidak diterbitkan oleh otoritas berwenang, serta tidak ada perjanjian atau akad antara pemegang dengan pihak lainnya.
Berdasarkan karakteristik tersebut, maka mata uang kripto bukanlah instrumen keuangan karena tidak memenuhi kriteria sebagai aset keuangan. Namun, mata uang kripto memenuhi definisi sebagai aset tak berwujud, yakni merupakan aset nonmoneter teridentifikasi tanpa wujud fisik. Mata uang kripto juga dapat dipisahkan dari pemiliknya serta dapat diperjualbelikan atau ditransfer secara individual.
Harga pasar mata uang kripto didasarkan pada penawaran dan permintaan, serta mata uang kripto dapat dipertukarkan dengan mata uang lain, sehingga harga pasar tersebut sangat fluktuasi.
Sementara itu, digital rupiah merupakan uang digital yang diterbitkan dan peredarannya dikontrol oleh bank sentral (BI), dan digunakan sebagai alat pembayaran yang sah untuk menggantikan uang kartal, yang merupakan kewajiban bank sentral kepada pemegangnya.
“Dengan ciri tersebut, digital rupiah memenuhi definisi sebagai instrumen keuangan. Sehingga Digital Rupiah dapat dicatat sebagai kas,” kata Dedy.
Sumber: finansial.bisnis.com